Omnibus Law
Omnibus Law
• Pra UU 13/2022 = UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Perppu No. 1 Tahun 2020 (UU 2/2020)
tentang Kebijakan Keuangan Negara, UU No. 7 Tahun 2021 tentang HPP, UU No. 11 Tahun 2020 tentang
Ciptaker, UU No. 1 Tahun 2022 tentang HKPD
• UU No. 11/2020 dibatalkan oleh MK melalui putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 karena UU a quo
menggunakan metode omnibus shg bertentangan UU No. 12/2011
• Pasca UU No. 13 Tahun 2022 = metode omnibus dapat digunakan dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan
Lahir Perppu No. 2 Tahun 2022 (UU No. 6/2023) tentang Cipta Kerja
RUU Kesehatan
III. RELEVANSI PENYUSUNAN RUU
KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE
OMNIBUS
• Dalam Ilmu Perundang-Undangan, metode hanya instrumen untuk mencapai tujuan tertentu dan
merupakan pilihan (choice)
• Ada berbagai banyak metode penyusunan perundang-undangan seperti kodifikasi, omnibus, non
kodifikasi, non omnibus. Metode omnibus juga dapat disusun menggunakan klasterisasi atau non
klasterisasi
• Pemilihan metode selalu konstitusional selama diatur dalam UUD atau UU Pembentukan Perundang-
Undangan. Sebaliknya menjadi tidak konstitusional
• Penyusunan UU selalu memiliki 2 (dua) aspek yakni aspek formil dan materiil
• Secara formil, RUU Kesehatan dapat menggunakan metode omnibus seperti draft yang ada sekarang
karena diperkenankan oleh UUD. Namun harus tetap memperhatikan aspek formil lainnya, seperti
penyusunan NA yang ilmiah, pembahasan yang tidak terburu-buru dan tertutup, harus partisipatif
(meaningful participation), dll
• Secara materiil, RUU Kesehatan menimbulkan pro kontra karena harus mengakomodir berbagai
kepentingan (interest) seperti state interest, public interest, individual interest, dan professional interest.
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230405/0242736/pemerintah-
serahkan-dim-ruu-kesehatan-ke-komisi-ix-75-masukan-masyarakat-terakomodir/