Zainal Arifin Mochtar Pengajar FH UGM Yogyakarta Memahami Omnibus • Omnibus adalah semua atau untuk semua. “A draft law before a legislature which contains more than one subtantive matter or several minor matters which have been combined into one bill, ostensibly for the sake of convenience” (Duhaime Legal Dictionary) • Semacam UU “Sapu Jagat” tetapi berbeda dengan pengertian UU “Payung”. Di Indonesia tergantung pemaknaan. • Beda praktik antara common law yang bermodel judge made law • Omnibus sebagai metode Poin-Poin Pembahasan • Tentang Paradigma Omnibus • Tentang Proses dan Metode Pembahasan • Tentang Subtansi UU Cipta Lapangan Kerja • Solusi atawa Involusi? Paradigma Omnibus • Setidaknya ada dua catatan penting Omnibus. Pendekatan pragmatisme dan Beda sistem hukum. • Dalam konteks “normative mode legal pragmatism” mendorong realitas hukum adalah alat untuk mengabdi ke tujuan social. Dalam Omnibus ini, bahkan terkesan, konklusi mendahului analisa. Legal pragmatism dan economic persepective. • “Bus yang overload”, walau memang ada pendekatan yang banyak misalnya Irlandia di Tahun 2008. Tapi pada dasarnya tidak sejamak yang ada bahkan lebih segmented. Paradigma Omnibus • Paradigma demi orang banyak atau demi kepentingan negara. Parlemen dan Presiden sebagai representasi orang banyak? Bagaimana jika berbeda dari itu? • Paradigma Pemerintahan untuk memacu pertumbuhan ekonomi cepat? Tepatkah? Ingat paradigma di balik pembangunanisme “Trilogi Pembangunan”, (1) Stabilitas nasional yang dinamis, (2) Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan (3) Pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya. • “Bills, popularly called omnibus law, became criying evil, not only form the confusion and ditraction of the legislative mind by the jumbling together of incongrous subject, but still more by facility they afforded to corrupt combinations of minorities with different interest to force the passage of bills with provisions which could never succed if they stood on theor separate merits”. (Commonwealth vs Barnett 199 Pa.161) Rencana Omnibus • RUU Tentang Kefarmasian • RUU Cipta Lapangan Kerja • RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian • RUU Ibukota Negara Proses dan Metode • Omnibus biasanya untuk satu klaster sejenis namun kemudian mengatur di luar tersebut. Tetapi pendekatan Omnibus menjadi begitu banyak di RUU Cipta Lapangan Kerja • Tanpa mengubah UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU MD3 bahkan Tatib di DPR, kelihatannya akan tidak sederhana. • Bagaimana metode pembahasannya? Lintas Komisi atau di satu Komisi? • Politik hukum Presiden dan DPR sama? Apa akan jadi tukar menukar (transaksional) kepentingan mengingat Presiden ikut membahas UU? Proses dan Metode • Mengapa tidak memilih untuk melakukan pembahasan secara paket UU? Yang secara teknis akan lebih sederhana. • “Setan ada di detail”. Pembahasan borongan biasanya akan menimbulkan problem yang kecil terlewatkan. Atau malah jadi ajang pesta di yang kecil? • Partisipasi dalam penyusunan. Tragedi partisipasi di UU KPK. • Transparansi? Apakah menjadi kebiasaan baru menerabas proses penyusunan UU. Kritik Proses dan Metode • “Setan ada di detail”. Pembahasan borongan biasanya akan menimbulkan problem yang kecil terlewatkan. Atau malah jadi ajang pesta di yang kecil? • Ketergesaan legislasi. Jokowi sudah mencanangkan menjadi “hadiah lebaran 2020”. • Kualitas kinerja DPR yang dalam 5 tahun terakhir hanya mampu 84 UU, itu pun dengan 4 RUU “kebut SKS” Subtansi RUU Subtansi RUU Subtansi UU • Penyederhanaan perizinan dan rezim kontrol lainnya. Doktrin negara sebagai “helper” bukan “stopper”. Tetapi seharusnya bukan berarti peniadaan. • Melanjutkan inkonsistensi atas politik hukum yang didorong. Semisal di perihal pertambangan dan batubara (Lihat: https://kumparan.com/kumparanbisnis/siasat-baru-jokowi- perpanjang-izin-tambang-8-perusahaan-batu-bara-1som6ZpZkB7) • Terbatasnya pelibatan stakeholder menimbulkan kesan bahwa jangan-jangan ini memang hanya untuk pengusaha dan bukan untuk rakyat. • Sentralisasi dan makin tertepikannya Otonomi Daerah • Perubahan aturan perburuhan yang memudahkan pelaku usaha • Ramah lingkungan? Solusi atau Involusi? • Atas semua catatan itu, saya menjadi pesimis dengan RUU dan konsep Omnibus yang ditawarkan. • Alih-alih sebagai solusi, yang mungkin terjadi adalah pengruwetan (involusi). • Terlalu banyak pengambilan keputusan secara asumtif yang bisa menimbulkan problem ketika temuan fakta berbeda dengan asumsi yang ada. • Tak layak buat mendapatkan dukungan. • Pekerjaan rumah besar buat para teknokratik. Poin-Poin Pembahasan • Tentang Paradigma Omnibus • Tentang Proses dan Metode Pembahasan • Tentang Subtansi UU Cipta Lapangan Kerja • Solusi atawa Involusi?