Anda di halaman 1dari 29

Artikulasi Pendekatan Landscape

Untuk Solusi Permanen


Pengendalian Banjir
Oleh:

M. Saparis Soedarjanto

Disampaikan dalam Webinar HUT HATHI ke 41


22 Januari 2022
Basis Penilaian
Neraca Air
Transformasi hujan menjadi aliran
Konfigurasi landscape
Tata Ruang dan land utilization type
Hujan
 Intensitas Segmen 1

 Durasi
 Sebaran spasial

Segmen 2

Pendekatan analisa spasial untuk menilai


hubungan hujan dengan potensi
transformasi hujan menjadi aliran
(kasus banjir Kalsel 11-14 Januari 2021) Segmen 3
KAITAN PENGGUNAAN
LAHAN, KONFIGURASI
LANDSCAPE DAN
KOEFISIEN RUNOFF

Titik-titik
areal ijin
Kebun.
CATATAN :
Dari data ini terlihat :
1. Areal ijin kebun dalam landscape
terlihat bukan sebagai faktor penyebab banjir
2. Di kabupaten Hulu Sungai Tengah ada ijin
untuk kebun karet pada tahun 1989
METODE SIMULASI LIMPASAN (Chorley,
1971)

Representasi
konfigurasi
landscape

Bentang alam merupakan ekspresi rajutan antar berbagai atribut yang ada di dalamnya,
seperti konfigurasi topografi, penutupan vegetasi, tata guna lahan dan pola pemanfaatan
lahan dengan proses-proses dan kegiatan-kegiatan alamiah serta budayanya (Green dkk,
1996).
TATA RUANG
&
KOEFISIEN RUNOFF

Fokus ke FUNGSI
bukan sekedar
atribut landscape
PERLUNYA PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERBASIS DAS
DALAM MENJAMIN KETERSEDIAAN SUMBERDAYA AIR

(Bruijnzeel, 2009)
Mengapa peran hutan penting dalam mengatur
tata air (1)
 Hutan mengatur air dengan menjaga
kesuburan dan kelembaban tanah,
mendukung infiltrasi tanah dan pengisian
air tanah
 Hutan sebagai Infrastruktur alam untuk air
 Hutan juga merupakan komponen integral
dari siklus air, mengatur aliran sungai,
mendorong pengisian ulang air tanah, dan
berkontribusi pada daur ulang air di
atmosfer, termasuk pembentukan awan
dan curah hujan melalui evapotranspirasi.
Mengapa peran hutan penting dalam mengatur tata
air (2)
 Hutan berperan sebagai penyaring alami, mengurangi erosi tanah
dan sedimentasi air, sehingga menyediakan air berkualitas tinggi
untuk konsumsi manusia, industri dan lingkungan.
 Hutan dapat membantu mengurangi peristiwa banjir kecil hingga
sedang.
 Hutan menyediakan habitat bagi ikan dan spesies air lainnya, yang,
pada gilirannya, berperan dalam memastikan fungsi ekosistem ini.
 Hilangnya hutan alam dapat meningkatkan hasil air dalam jangka
pendek tetapi memiliki dampak negatif jangka panjang pada
kuantitas dan kualitas air
Perbandingan Hutan dan Non Hutan dalam Pembentukan Awan
(Hasil Pemodelan)

Akumulasi awan
lebih banyak bila
penutupan lahannya
berupa hutan di
bagian tengah dan
hilir-nya

Akumulasi awan lebih


sedikit bila penutupan
lahannya berupa non
hutan di bagian tengah
dan hilir-nya
Hutan Awan (Cloud Forest) Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone -- Curah hujan tinggi, solum tanah dalam, Menara Air
kerapatan vegetasi tinggi

Fungsi produksi air, regulasi air, proteksi tanah


Total hujan : 345.216.000 m3
HUTAN (TN BOGANI NANI WARTABONE) DI
Total runoff: 98.784.000 m3
HULU DAS BOLANGO SEBAGAI “GREEN DAM”
Evapotranspirasi: 6.904.320
m3

Air tersimpan di dalam “Green


Dam” TN Bogani Nani
Wartabone di hulu DAS Bolango
(luas 18.560 ha) di atas Pos
Duga Air Bolango-Longalo
(00o40,043’ LU & 123o04,733’
BT) sebesar 239.527.680 m3

V
S Gajah
Kapasitas Waduk
Mungkur, Wonogiri (luas DTA
135.000 ha) sebesar
730.000.000 m3
Sumber:
• Publikasi Data Debit dan Hujan
Balai Wilayah Sungai Sulawesi II
(2014)
• Hasil Analisis UPT LHK di
Sumber Data Balai
Wilayah Sungai
Sulawesi) II (2014)
SEBAGIAN WILAYAH BONE BOLANGO &
KOTA GORONTALO DULUNYA
MERUPAKAN DANAU PURBA DAN SEBAGAI
SISTEM LAHAN YANG TERGENANG
D. Limboto (INUNDATED LANDSYSTEM)
Kota Gorontalo

D.
Kota
Limboto
Gorontalo

Kota Gorontalo & Sebagian Kab. Bone Bolango dari


citra satelit memiliki rona yang hampir sama
Hutan sebagai “Green Dam”
Peran Hutan dalam Pengendalian Limpasan
o Menurut Liu (2004) dan Huang dan Zang (2004), konservasi hutan menyebabkan limpasan
menurun, sedang aliran dasar meningkat seiring kenaikan luas hutan
o Kondisi tersebut menunjukkan bahwa hutan mampu mengendalikan akumulasi air berlebih
sehingga mengendalikan banjir dan mengurangi penguraian partikel tanah yang
menyebabkan erosi
o Aliran dasar merupakan komponen utama aliran sungai pada musim kemarau, sehingga
keberadaan hutan menjamin kontinuitas supali air pada musim kemarau
Hutan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dan tampungan air tanah
o Hutan memberikan kemungkinan terbaik perbaikan sifat tanah (sersah & bahan organik
lantai hutan meningkat), sehinga kapasitas infiltrasi tanah hutan lebih tinggi dari non-
hutan (Lee, 1980; Weert, 1984; Purwanto, 1999; Anwar, 2001; Bharati, et al, 2002; Davie,
2002)
o Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proses lanjutan dari terkendalinya limpasan adalah
meningkatkan infiltrasi tanah dan suplai air ke tampungan air tanah (groundwater storage)
 Weert, (1994) menyatakan bahwa hutan tropis basah seperti Indonesia mempunyai nilai
koefisien limpasan 0,03 yang berarti hanya 3 % hujan yang menjadi limpasan, selebihnya
yang 97 % meresap ke dalam tanah dan mengalami evapotranspirasi (penguapan)
 Penelitian Anwar (2001) di Kalimantan Tengah menunjukkan adanya kenaikan limpasan
sebesar 833% pada hutan primer sebelum dan sesudah ditebang (koefisien limpasan
sebelum ditebang adalah 0,03, dan setelah ditebang sebesar 0,25).
 Kenaikan koefisien limpasan tersebut diikuti kenaikan beban sedimen sebesar 2.642% (dari
0,12 menjadi 3,17 kg/ha).
 Kondisi di atas membuktikan bahwa hutan merupakan agen yang signifikan dalam
transformasi hujan menjadi aliran, yang berdampak terhadap ketersediaan air permukaan
dan air tanah, terkendalinya limpasan, erosi, sedimentasi; serta menjadi upaya strategis
dalam mitigasi berbagai bentuk bencana hidrometeorologis (banjir, longsor, kekeringan),
sehingga mempengaruhi seluruh rona wilayah
 Suplai air dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik dan kontinuitas yang terjamin dari
optimalnya peran hidrologis hutan mampu mendorong pemurnian air secara alami (self
purification) badan-badan air yang tercemar (sungai, rawa, waduk dan danau).
*) Koefisien limpasan menggambarkan prosentase
besarnya hujan yang menjadi limpasan
Luas hutan & debit
Hutan dapat mengendalikan banjir pada intensitas hujan sedang dan rendah

Kemampuan Hutan Pinus dalam Mengurangi Puncak


Banjir Pada hujan < 35 mm (Pramono 2014)
Luas hutan & debit
Hutan tidak mampu lagi mengendalikan banjir pada intensitas hujan yang tinggi

Kemampuan Hutan Pinus dalam Mengurangi Puncak Banjir Pada


hujan > 66 mm (Pramono et al, 2016)

3.5

Puncak Banjir Spesifik


3

2.5

(m3 /dt/km2 )
2

1.5

0.5

0
30 40 50 60 70 80 90 100

Luas Hutan (% luas DAS)


KONFIGURASI FISIOGRAFIS EKSPRESI TINGKAT
DISSECTION
Hasil penelusuran sedimen
Luas hutan & debit
Hutan mampu mengeluarkan air pada musim kemarau lebih banyak dari pada tutupan
lahan lainnya

Kemampuan Hutan Pinus dalam Meningkatkan Aliran Dasar


pada Musim Kemarau (Pramono 2017)
1.4

Aliran dasar spesifik (liter/de-


1.2

tik/km2)
0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Luas hutan (% luas DAS)


REFORESTASI 7 AFORESTASI HARUS MEMPERHATIKAN MULTI-MANFAAT
Peningkatan Tutupan Lahan

Luas lahan kritis di Indonesia pada


Kemampuan pemulihan lahan kritis tahun 2018

232.250 Ha/th 14.006.000 Ha


a)APBN
Swasta • RHL Intensif= 56.000 ha/ thn Sehingga diperlukan waktu selama 60
15000 • RHL KBR = 20.000 ha/ thn tahun untuk memulihkan lahan kritis di
• RHL Bibit Produktif = 6.250 ha/thn Indonesia
APB
D • RHL KBD = 20.000 ha/thn
65000 • RHL PP = 50.000 ha/thn
b)APBD
• RHLDAK=15.000ha/thn
• RHLDBH=50.000ha/thn
APB c)BUMN/BUMS
N
152250 • Reklamasi dan rehabilitasi
DAS=15.000ha/thn

Your Logo or Name Here 8


Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai