Anda di halaman 1dari 7

IJTIHAD, ITTIBA’ DAN TAQLID

MATERI KULIAH

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


SYEKH MUHAMMAD NAFIS TABALONG
PENGERTIAN IJTIHAD, ITTIBA’ DAN TAQLID

 Ijtihad :
Ialah mengerahkan segala kemampuan dalam mendapatkan hukum syara’ dengan jalan
menyandarkan hukum (istinbath) kepada Al Quran dan Sunnah. Orang yang melakukan ijtihad
disebut Mujtahid.

 Ittiba’ :
Ialah menerima ucapan orang lain serta mengetahui sumbernya. Orang yang melakukan ittiba’ disebut
dengan Muttabi’.

 Taqlid :
Ialah menerima ucapan seseorang tanpa mengetahui dasarnya. Orang yang melakukan taqlid
disebut dengan Muqallid.

 Ijtihad dalam permasalahan agama sangat diperlukan, demikian juga dengan ittiba’. Sedangkan
taqlid dalam agama dipandang sebagai suatu hal yang rendah.
DASAR HUKUM IJTIHAD, ITTIBA’ DAN TAQLID

 Ijtihad
a. Al Quran Surah Al Ankabut ayat 69 :
‫والدين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا‬
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, pasti akan kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan kami.”
b. Hadits , Sabda Nabi Muhammad Saw :
)‫ و ادا حكم فاجتهد فأخطأ فله أجر واحد (رواه البخاري و مسلم‬,‫ادا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران‬
“Jika seorang hakim membuat keputusan lalu ia berijtihad dengan benar, maka baginya dua
pahala, jika ia membuat keputusan lalu ia berijtihad dengan salah, maka baginya satu pahala.” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
 Ittiba’
Al Quran Surah Al A’raf ayat 3 :
‫اتبعوا ما انزل اليكم من ربكم‬
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”
 Taqlid
Al Quran Surah Al Maidah ayat 5 :
‫وادا قيل لهم تعالوا الي ما انزل هللا والي الرسول قالوا حسبنا ما وجدنا عليه أبائنا أولو كان أباؤهم ال يعلمون شيئا وال يهتدون‬
“Apabila dikatakan kepada mereka : Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti
Rasul, mereka menjawab : Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati dari yang dikerjakan bapak-
bapak kami. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek
moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk.”
RUKUN IJTIHAD DAN SYARAT MUJTAHID

 Rukun Ijtihad

1. Mujtahid : Orang yang mengerahkan upayanya dalam mencari hukum dan


menghasilkannya.
2. Mujtahad Fih : Hukum yang ingin ditemukan dan diketahui.

 Syarat Mujtahid

a. Harus mengetahui dan menguasai metode-metode yang dapat menyampaikannya pada


hukum –hukum syar’iyah ; tempat-tempat ayat-ayat Al Quran dan hadits yang berkaitan
hukum, dan harus menguasai nasikh dan mansukh sehingga ia tidak berfatwa dengan sesuatu
yang telah dinasakh.
b. Harus mengetahui qiyas dan syarat-syaratnya yang mu’tabar.
c. Harus mengetahui perangkat bahasa arab, seperti mengetahui nahwu dan sharaf sehingga
memungkinkan baginya memahami teks. Selain itu mengistinbath hukum dari Al Quran dan
Sunnah juga bergantung padanya, sebab keduanya berbahasa arab.
d. Harus mengetahui semua hal yang mendukung tata cara penegakkan dalil dan dari segi
dalalah yang dicari, membuat konklusi yang diinginkan hingga memungkinkan baginya
mencermati dalil.
HUKUM IJTIHAD

 Apabila syarat-syarat ijtihad telah terpenuhi, maka ia telah menjadi seorang mujtahid. Jika
terjadi persoalan atau peristiwa , maka harus dilakukan ijtihad, agar masalahnya dapat
terpecahkan, tidak menjadi bola liar yang membias dan membingungkan bagi umat.

 Pada dasarnya hukum ijtihad ada 2 :

1. Jika hanya mendapati hanya satu mujtahid saja di suatu negara, maka ijtihad hukumnya
Wajib ‘Ain bagi mujtahid tersebut. Sebab ketiadaan berijtihad menyebabkan tertundanya
penjelasan hukum peristiwa ini, dan ini tidak boleh. Pada situasi ini, ijtihad hukumnya
Fardhu ‘Ain bagi mujtahid tersebut.

2. Jika ditemukan adanya mujtahid lain, maka ijtihad baginya hukumnya Wajib Kifayah. Jika
seorang mujtahid telah melakukan ijtihad, maka gugurlah dosa bagi semuanya, namun jika
tidak ada satupun seorang mujtahid yang berijtihad dalam suatu persoalan , maka semuanya
berdosa.
ITTIBA’, MACAM DAN HUKUMNYA

 Ittiba’ adalah mengikuti pendapat seorang ulama, faqih atau mujtahid dengan mengetahui dalil suatu perkara dan
tidak terikat pada salah satu mazhab dalam mengambil suatu hukum. Dalam versi lain Upaya mengikuti segala yang
dibenarkan dan diperintahkan Rasulullah serta menjauhi semua larangan Allah dan RasulNya. Orang yang
mengikuti ittiba’ disebut Muttabi’.

 Tujuan Ittiba’ adalah supaya mukallafun dapat memperoleh keyakinan terhadap ajaran-ajaran agama tanpa adanya
keraguan. Dengan demikian muncul rasa ikhlas saat melakukan ajaran-ajaran tersebut.

 Macam-macam Ittiba’
a. Ittiba’ kepada Allah dan RasulNya
Semua muslim hendaknya menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai panutan. Apa yang disampaikan Allah melalui
Rasulullah sudah sepatutnya diikuti umat Islam.

b. Ittiba’ kepada selain Allah dan RasulNya


Para ulama berbeda pendapat mengenai persoalan ini. Imam Ahmad dan Hambal berpendapat bahwa hal ini tidak
diperkenankan. Menurut mereka, ittiba’ itu hanya dibolehkan kepada Allah, Rasul dan para sahabat saja, tidak boleh
kepada yang lain. Ulama lainnya berpendapat bahwa ittiba’ kepada selain Allah dan RasulNya dibolehkan karena
dianggap sebagai waratsatul ‘anbiya (ulama pewaris para nabi).
 Hukum Ittiba’
Hukum ittiba’ adalah wajib karena diperintahkan Allah, seperti firman Allah yang tercantum dalam Al Quran Surah
An Nahl ayat 43 :
‫فاسألوا أهل الدكر ان كنتم ال تعلمون‬
“Tanyakannlah kepada orang-orang yang pandai, jika kamu tidak mengetahui.”
TAQLID DAN HUKUMNYA

 Taqlid ialah mengikuti pendapat seorang mujtahid tanpa mengetahui sumber dan cara
pengambilannya. Orang yang seperti ini disebut Muqallid
 Bagi orang yang sudah mencapai tingkatan mujtahid, maka dengan kesepakatan fuqaha ia tidak
diperbolehkan mengikuti pendapat orang dengan menyalahi hasil ijtihadnya sendiri. Kebolehan
mengikuti ijtihad orang lain bagi orang awam dan tidak berlaku bagi orang yang sanggup mengadakan
ijtihad sendiri.
 Kebolehan mengikuti pendapat orang lain bagi orang biasa hanya terbatas dalam soal-soal furu”
(perbuatan lahir) bukan dalam soal-soal pokok (kepercayaan), dan yang diikuti pendapatnya adalah
orang yang ahli melakukan ijtihad.
 Hukum Taqlid :
a. Taqlid yang diwajibkan ; Wajib bertaqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan sebagai
dasar hujjahnya, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah.
b. Taqlid yang dibolehkan ; Bertaqlid kepada seorang mujtahid atau beberapa orang mujtahid
dalam hal yang belum diketahui yang berhubungan dengan persoalan atau peristirwa dengan
syarat yang bersangkutan harus selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti itu.
c. Taqlid yang diharamkan ; Taqlid yang mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang
atau orang-orang dahulu kala yang bertentangan dengan Al Quran Hadits.
 Syarat orang yang bertaqlid adalah orang awam atau orang biasa yang tidak mengerti hukum
syara’ dan mengamalkannya.

Anda mungkin juga menyukai