Anak berkesenian merupakan aktivitas naluriah, oleh karenanya, jika
anak diminta menggambar benda-benda yang ada disekelilingnya oleh ibu guru yang dan dilakukan bukan merefleksi yang dia lihat melainkan apa yang dia ketahui dalam ingatan. Jika pada suatu ketika anak dipaksa menggambar maka yang terjadi anak menjadi patah semangat dan tidak mau melanjutkan kegiataannya. Oleh karenanya, seorang guru tidak dapat memaksa anak untuk melakukannya. Seperti diuraikan dalam Modul 5 sebelumnya tentang menggambar, anak melakukan proses cipta seni dengan memanfaatkan potensi dalam untuk mengubah objek atau benda. Kegiatan berkarya seperti menggambar mengikutkan pikiran, penalaran serta pengembangan rasa yang bercampur dalam ikatan yang sulit dibedakan. Disarankan olehnya, pembelajaran seni kepada anak hendaknya memperhatikan beberapa aspek, di antaranya: ungkapan jiwa (Psychological cathartic), pelatihan pembentukan karakter anak (Practical and character forming), pengembangan intelektual dan mengandung pendidikan, multi fungsi (Intellectual and educative), pendidikan harkat kemanusiaan (Humanistic and educative), pembinaan rasa social dan kebersamaan termasuk rasa social yang toleransi (Social and idealistic). Untuk merancang tugas praktek berkarya seni rupa kepada anak harus mengembalikan kepada akar permasalahan pendidikan anak yang sebenarnya. Anak sekolah di usia sekolah dasar pada hakikatnya adalah menyiapkan dirinya agar mampu berkomunisasi denngan orang lain. Komunikasi yang lancer membutuhkan dukungan pendidikan, yaitu keberanian mengemukakan pendapat, berpendapat dengan ide yang luas dan banyak serta mampu mendengarkan pendapat orang lain. Kelancaran suatu komunikasi dapat dilihat dari tingkat intelektualitas seseorang, maka kegiatan berkarya seni rupa pun harus bertolak dari kebutuhan dasar anak dalam perkembangannya. Model Pengembangan Materi Berkarya Rupa untuk Anak SD