Anda di halaman 1dari 25

PLANNING CHARRETTE: ALTERNATIF METODE

PARTISIPATIF DALAM PROSES PERENCANAAN

RENANDA ANDARI (2220051013)


LATAR BELAKANG
Planning charrette adalah metode perencanaan intensif dan
eksperimental yang melibatkan para pemangku pementingan
dalam tenggang waktu yang singkat. Metode charrette kerap
digunakan dalam proses perencanaan wilayah di berbagai
negara, terutama dalam konteks perencanaan ruang yang
kompleks yang melibatkan kepentingan Masyarakat banyak.
Metode charrette sendiri berasal dari tradisi École des Beaux-Arts
atau Sekolah Tinggi Seni Rupa di Prancis pada abad ke-19 di
Paris. Walaupun metode charrette beragam tergantung dari
tujuannya, jenis permasalahan, profil peserta, charrette
biasanya didasarkan pada konsep singkat waktu (intensif),
kolaboratif, inklusif, partisipatif, lintas-disiplin dan
eksperimental.
Metode Planning Charrette
Mengambil referensi dari kegiatan Java
Archipelago City Planning Charrette
(Future Cities Laboratory, 2019) yang
diikuti penulis, empat tahapan utama
pelaksanaan planning charrette, meliputi
1) Pengenalan kawasan perencanaan,
2) Masa depan yang diharapkan,
3) Skenario dan
4) Peta jalan.
Karakteristik khas planning charrette
adalah memampatkan proses
perencanaan menjadi hitungan hari dan
membawa semua pemangku
kepentingan beserta semua masalah ke
dalam satu ruangan.
1. Pengenalan Kawasan Perencanaan
Sebagai kegiatan lokakarya multidisiplin, peserta bergabung dalam kelompok-
kelompok dengan latar belakang profesional yang beragam. Tahap ini memiliki tiga
subkegiatan sebagai berikut:
a. Persiapan
Pada tahap awal setiap peserta diberi kesempatan untuk mengenali kawasan
perencanaan. Pengumpulan informasi yang menyeluruh ini berguna untuk
memahami konteks lokal kondisi eksisting kawasan perencanaan berbasis data.
Informasi spasial yang dikumpulkan biasanya memuat:
a) Batas administrasi/delineasi kawasan perencanaan
b) Kondisi geografis: topografi, klimatologi, hidrologi dan kebencanaan
c) Kondisi demografi; tren laju pertumbuhan penduduk dan implikasinya
terhadap ruang dan fenomena urbanisasi
d) Kondisi perekonomian; sektor ekonomi basis dan mata pencaharian
e) Jaringan infrastruktur: jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan air bersih,
pengolahan limbah dan persampahan
b. Identifikasi Potensi dan Permasalahan
Pada tahap ini peserta berproses menemukan permasalahan pembangunan
berikut akar masalahnya serta potensi yang bisa dimanfaatkan dalam
mengembangkan kawasan. Tantangan pembangunan utama dapat
dikelompokkan menjadi beberapa tema, seperti bencana alam, tata ruang
dan ekonomi wilayah. Peserta didorong lebih jauh untuk mengidentifikasi
kondisi politik, ekonomi, sosial, teknologi, hukum dan lingkungan/PESTLE.
a) Mind mapping; peserta menuliskan potensi dan permasalahan yang
kemudian menghubungkan antara ide-ide dari peserta lain
(Nikhilkumar, 2016).
b) Analisis SWOT; mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman di kawasan perencanaan (Fatimah, 2020).
c) Brainwriting; semua peserta diperbolehkan untuk menuliskan, membagikan,
dan mengomentari sebuah gagasan peserta lainnya tanpa diminta untuk
berdiri atau berbicara (VanGundy, 1984)
c. Prakiraan Permasalahan di Akhir Tahun Perencanaan
Pada tahap ini peserta dipandu untuk mendiskusikan dan membuat
prakiraan akan situasi permasalahan di masa mendatang, dengan kondisi
tanpa intervensi, baik dari pemerintah maupun pemangku kepentingan
lainnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pemahaman bersama
tentang trajektori kondisi masa depan secara logis. Kegiatan ini dibantu
oleh fasilitator dengan langkah-langkah antara lain:
a) Setiap kelompok telah menyiapkan tabel permasalahan yang sudah
dikelompokkan dalam beberapa tema tertentu. Masing-masing baris
pada table mewakili satu tema permasalahan.
b) Bagi tabel tersebut ke dalam tiga kolom waktu yaitu jangka waktu
pendek (0-5 tahun mendatang), menengah (5-15 tahun mendatang),
dan panjang (15-20 tahun mendatang).
c) Setiap peserta menuliskan pendapat mengenai kondisi permasalahan
yang akan terjadi di masa depan pada setiap satuan waktu dengan
memperhatikan perubahan pada faktor pendorong (driver of change).
2) Menetapkan Tujuan Perencanaan:
The Future We Want

Dengan mengetahui permasalahan jangka panjang yang mungkin terjadi,


peserta kini memiliki informasi yang lebih lengkap (informed decision) dalam
memutuskan tujuan perencanaan. Dengan tema diskusi The Future We Want,
peserta berdiskusi untuk merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Peserta
bersama-sama menetapkan kondisi masa depan yang diharapkan sebagai
lawan dari prakiraan kondisi berdasarkan Business as Usual. Peserta bekerja
dalam tim untuk merumuskan tujuan perencanaan yang SMART (Specific,
Measurable, Achievable, Relevant, and Time Bound) dengan kondisi kawasan
perencanaan (MacLeod, 2012). Tujuan perencanaan yang jelas membuat hal-
hal yang ingin dicapai secara umum dapat dimaksimumkan atau
diminimumkan. Tujuan semacam ini mengandung unsur-unsur motivasi
perubahan, dinamis, normatif, maupun kreatif.
3) Mengembangkan Skenario

Planning charrette didesain untuk mengembangkan visi dan prakiraan situasi


masa depan secara kolektif, daripada menentukan rencana yang konkrit dan pasti
yang lazim ditemui pada kegiatan penyusunan masterplan. Pada tahap
pengembangan skenario ini, peserta mendiskusikan sekumpulan sasaran atau
turunan dari sasaran yang relevan dengan tujuan masa depan yang hendak
dicapai dan diperkirakan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu (Lindgren &
Bandhold, 2009).
Skenario disusun dengan mempertimbangkan faktor pendorong (driver of change)
yang mewarnai dinamika perikehidupan masyarakat, seperti lingkungan, ekonomi,
budaya dan sejarah. Skenario diusulkan dalam berbagai jangka waktu (pendek,
menengah, dan panjang) dengan dampak yang diinginkan menuju masa depan
kawasan perencanaan. Daftar panjang skenario yang telah dipetakan ini kemudian
dikaji dan dinilai agar didapat satu skenario prioritas utama. Keberhasilan untuk
mengkonvergensikan beberapa skenario menjadi sebuah skenario terpilih
merupakan keluaran dari tahap ketiga ini.
4) Mendesain dan Memilih Peta Jalan
Peta jalan memuat sekumpulan aktivitas Sebagai suplemen, peserta dapat
yang akan dilakukan untuk mencapai melakukan simulasi implementasi
skenario terpilih. Peta jalan ini dapat skenario dan peta jalan pada lokasi
diimplementasikan oleh suatu instansi tertentu. Perangkat lunak seperti Ur-
maupun lembaga tertentu atau oleh scape dapat membantu
segenap pemangku kepentingan secara memvisualisasikan set data spasial
pada sebuah lokasi sebagai prototype.
bersama-sama. Dalam pelaksanaannya,
Prototype ini dikembangkan untuk
setiap peserta menuliskan ide-ide mendudukkan dan menerjemahkan
mengenai alternatif tindakan. Peserta peta jalan pada skala besar. Dengan
kemudian mengkaji dan membuat daftar cara ini peserta dapat melihat apakah
pendek peta jalan menggunakan matriks proposal peta jalan yang diusulkan
penilaian yang mempertimbangkan dapat memberikan hasil yang
perwujudan skenario. Di akhir tahapan, diharapkan atau tidak.
peserta mempresentasikan gambaran
ringkas mengenai pentahapan
implementasi peta jalan hingga
mencapai kondisi yang diinginkan di
akhir tahun perencanaan.
Penerapan Planning Charrette
Pada bagian ini, penulis membagi pengalamannya terlibat dalam planning charrette di
beberapa kegiatan. Pada setiap acara terdapat variasi, baik dalam hal waktu
penyelenggaraan maupun kelengkapan tahapan sebagaimana diterangkan di bagian
sebelumnya. Bagian ini akan membahas proses dan hasil dari kegiatan Java
Archipelago City Planning Charrette, Young Planning Workshop on Sustainable
Tourism in Ubud dan Strategi Spasial Kawasan Perkotaan Gondangrejo Karanganyar.

1) Java Archipelago City Planning Charrette


Java Archipelago City Planning Charrette adalah even peningkatan kapasitas bagi peneliti
muda agar memiliki kemampuan untuk merumuskan strategi Pembangunan berkelanjutan
Pulau Jawa dengan teknik yang kolaboratif dan inovatif. Planning charrette mengajak
peserta untuk membayangkan kondisi Jawa 50 tahun dari sekarang. Berlangsung selama
tiga hari, di hari pertama peserta yang dibagi ke dalam beberapa kelompok mencoba
mengenali atau memperbarui pemahaman mereka tentang Pulau Jawa. Dari sesi ini
peserta co-create pemahaman baru akan Jawa yang akan menjadi pondasi bagi proses
charrette selanjutnya.
1) Java Archipelago City Planning
Charrette
Di hari kedua, barulah tim
mendiskusikan permasalahan
pembangunan di Jawa saat ini.
Menggunakan teknik mind mapping,
diperoleh lima permasalahan
utama, yaitu bencana, rencana tata
ruang dan ekonomi, mobilitas,
energi dan utilitas serta Kesehatan
dan pangan. Tim juga membahas
kondisi sosial, teknologi, ekonomi,
lingkungan, politik dan legislatif
(Social, Technology, Economic,
Environmental, Political, and
Legislative - STEEPL) yang
membentuk lingkungan strategis
Jawa dan Indonesia pada
umumnya.
1) Java Archipelago City Planning Charrette
Di hari ketiga, tim merumuskan peta jalan untuk
mewujudkan tujuan dan scenario yang diinginkan. Dimulai
dengan menyusun beberapa alternatif peta jalan, tim
kemudian menentukan Langkah terpilih yang dianggap
paling tepat untuk menuju The Future We Want, yaitu:
1. Menerapkan model The Doughnut Economics
(Raworth, 2012), dimana Jawa diharapkan dapat
berkembang dalam ruang operasi ‘donat’ yang aman,
tidak kurang dari fondasi social atau kebutuhan dasar,
namun juga tidak melebihi ambang batas ekologi.
2. Menggagas liquid democracy yang berbasis pada
teknologi blockchain sebagai bentuk baru
pemberdayaan masyarakat.
3. Mengembangkan agroekologi dan permakultur sebagai
Upaya pembangunan untuk mencapai target ‘donat’.
Dengan menekankan pada evolusi politik imajiner di Jawa
selama 50 tahun ke depan, kelompok penulis memandang
bahwa penghalang perubahan bukanlah semata masalah
teknis, rekayasa maupun perencanaan, melainkan krisis
sistemik yang berakar dari dimensi politik.\
2) Young Planning Workshop on Sustainable Tourism di Ubud

Kegiatan Young Planning Workshop dengan Kawasan wisata Ubud sebagai salah
tema SustainableTourism in Ubud diadakan satu destinasi wisata di Pulau Bali yang
pada awal tahun 2020 lalu. Acara ini menyimpan seni dan potensi alam
merupakan kerjasama antara Ikatan Ahli yang sangat menarik untuk dinikmati
Perencanaan Indonesia (IAP) Jawa Tengah dan dikunjungi. Berkembangnya Ubud
dan Bali serta Universitas Mahasaraswati sebagai daerah tujuan wisatawan
Bali. Diikuti oleh kurang lebih 30 peserta dari tentunya ditunjang dengan keberadaan
beberapa multidisiplin ilmu, meliputi seperti sarana dan prasarana kepariwisataan
perencana wilayah dan kota, ahli geografi, yang sesuai dengan keinginan dan
ahli lingkungan, perancang kota, dan ahli kebutuhan wisatawan. Kondisi tersebut
infrastruktur. Even kolaboratif ini bertujuan diharapkan akan berdampak pada
untuk mengenalkan charrette sebagai salah lama tinggal wisatawan yang akan
satu alat bantu perencanaan, dengan studi semakin meningkat dan dapat
kasus pengembangan pariwisata memberikan kontribusi bagi semua
berkelanjutan di Kawasan Ubud, Bali. pihak.
Planning Charrette pada Sesi pertama yaitu identifikasi potensi dan permasalahan.
Young Planning Tahap ini peserta merumuskan apa saja potensi dan
Workshop on Sustainable Tourism permasalahan pada Kawasan Pariwisata Ubud. Hasilnya,
in Ubud diperoleh beberapa permasalahan utama meliputi kemacetan,
alih fungsi lahan dan infrastruktur.

Sesi kedua yaitu skenario pembangunan, yaitu menyusun


Berlangsung selama satu hari, skenario kondisi Ubud selama 20 tahun ke depan. Berbeda
kegiatan diawali dengan dengan Java Archipelago City Planning Charrette, pada
kunjungan ke kawasan kegiatan ini trajektori lima tahunan dibuat untuk kondisi ada dan
perencanaan, dimana peserta tidak ada intervensi dari pihak luar. Dalam kondisi tanpa
diajak untuk mengenali kawasan intervensi, pariwisata Ubud diperkirakan akan terus meningkat,
Pariwisata Ubud yang meliputi namun dibarengi dengan timbulnya masalah lingkungan dan
sosial. Sedangkan dalam kondisi dengan intervensi, Ubud akan
Monkey Forest dan rona awal
tumbuh menjadi destinasi premium yang selaras dengan nilai
keliling kawasan. budaya lokal dan lingkungan.
Kemudian peserta mengikuti
workshop yang diselenggarakan Sesi ketiga atau sesi terakhir yaitu menetapkan tujuan
di ruang diskusi Universitas perencanaan lengkap dengan langkah-langkah yang perlu
Mahasaraswati. Terdapat tiga diterapkan dalam Dalam skenario ini wisatawan akan
sesi diskusi dengan tema yang memperoleh pengalaman yang berkesan setelah bersentuhan
dan berinteraksi dengan Masyarakat setempat, dan juga
berbeda. sebaliknya Masyarakat memperoleh kesempatan untuk
mendapatkan tambahan penghasilan dan melestarikan budaya.
Berdasarkan tujuan yang dirumuskan, peserta mendesain dan memilih
alternatif-alternatif tindakan terbaik untuk mewujudkan tujuan
perencanaan, yaitu:
1. Mengembangkan Transit Oriented Development (TOD). Daya Planning
tarik-daya tarik wisata utama akan dilengkapi dengan fasilitas
Charrette
penunjang, jalur pejalan kaki dan jalur sepeda serta dihubungkan
oleh transportasi publik yang handal. pada
2. Meningkatkan kualitas infrastruktur perkotaan, seperti jaringan air Young
bersih, drainase dan persampahan. Investasi infrastruktur dibarengi Planning
dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat agar mau Workshop
menjaga kebersihan dan mengkonservasi air tanah.
on
3. Mengendalikan alih fungsi lahan sawah. Kelestarian sawah akan
dijaga melalui penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Sustainable
(KP2B) serta pengawasan dan penertiban oleh pihak berwenang Tourism
bersama dengan Masyarakat. in Ubud
Setelah melalui beberapa tahapan diskusi, masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka di depan juri. Acara
ditutup dengan pengumuman pemenang dan pemberian hadiah kepada
kelompok terpilih yang memiliki nilai tertinggi.
3) Strategi Spasial Kawasan Perkotaan Gondangrejo Karanganyar

 Planning charrette merupakan salah satu metode yang dipakai dalam


perumusan konsep Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan
Perkotaan Gondangrejo. Acara ini merupakan prakarsa dari PT. Krida
Karya Advisory, biro perencanaan yang mendampingi Pemerintah
Kabupaten Karanganyar menyusun rencana rinci.
 Planning charrette ini mempraktekkan proses perencanaan partisipatif
dengan kolaborasi multidisiplin dalam sebuah penyusunan rencana tata
ruang. Kecamatan Gondangrejo merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Karanganyar dengan potensi guna lahan industri, pertanian
dan cagar budaya Sangiran yang menyatu dalam satu wilayah. Dilihat
dari potensinya Gondangrejo dapat menjadi daya tarik investasi sektor
industri, pertanian, dan budaya.
 Kegiatan satu hari ini terbagi menjadi tiga sesi, dan setiap sesinya
diberikan pengayaan materi oleh beberapa praktisi di bidangnya.
Perumusan Konsep Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan
Gondangrejo.

 Pada sesi pertama, peserta diajak untuk mengidentifikasi isu permasalahan,


peluang dan tantangan pembangunan Kawasan Gondangrejo. Dengan teknik
spatial mapping, para peserta saling membagi perspektif mengenai Kawasan
Gondangrejo di atas peta kerja. Mereka mengidentifikasi permasalahan
pembangunan dan faktor penyebabnya hingga diperoleh tiga isu utama, yaitu
pertumbuhan industri, pertumbuhan hunian dan alih fungsi guna lahan di
kawasan cagar budaya Sangiran.
 Sesi kedua yaitu scenario planning, dimana merumuskan skenario kondisi di
Kecamatan Gondangrejo dalam jangka waktu 20 tahun ke depan dengan dan
tanpa intervensi pembangunan. Sebelum sesi ini dimulai terdapat materi
pengayaan mengenai Urban Design for Sustainable Mobility. Pada sesi ini
peserta memperkirakan kondisi Gondangrejo yang terjadi melalui dua
skenario yang bertentangan per lima tahunan dari tahun 2020 hingga 2040.
 Pada skenario dengan intervensi pembangunan, Kawasan
Gondangrejo dapat meningkatkan produktivitas pembangunan,
mengembangkan kawasan industry berbasis lingkungan, dan
menjaga kelestarian Kawasan cagar budaya yang selaras dengan
pemanfaatan ruang, sedangkan pada skenario tanpa intervensi
pembangunan, kawasan Gondangrejo diprediksi memiliki
perkembangan di sektor industri namun dapat mengancam
kelestarian lingkungan, pertumbuhan urban sprawl yang tidak
terkendali dan produktivitas pertanian menurun.
 Hasil skenario tersebut menjadi bahan bagi sesi ketiga, yaitu
penetapan tujuan perencanaan beserta alternatif-alternatif Tindakan
terbaik untuk masa depan Gondangrejo yang diinginkan melalui
diskusi ‘The Future We Want’. Diselingi oleh materi pengayaan
mengenai Achieving Urban Vibrancy Through Creative Economy,
peserta merumuskan visi pembangunan Kawasan Perkotaan
Gondangrejo yaitu “Kota Pusaka Berkelanjutan”. Dengan visi ini,
Gondangrejo diskenariokan sebagai kawasan perkotaan yang dapat
mengambil manfaat dari kebutuhan lahan untuk industri dan hunian,
dan mengembangkannya dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan serta dapat menjaga kawasan cagar budaya Sangiran
sebagai aset penting kawasan yang harus dilestarikan.
Berdasarkan tujuan dan skenario tersebut diambil
Langkah yang dianggap paling tepat untuk menuju The
Future We Want, meliputi:
1. Aglomerasi industri sebagai kawasan industri yang
terpadu untuk kegiatan investasi yang mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah
2. Pengembangan lingkungan hunian perkotaan yang
kompak yang terkoneksi dengan sarana perdagangan
dan utilitas kota
3. Pengelolaan kawasan cagar budaya dan pertanian
berbasis masyarakat yang bernilai ekonomi melalui
ekowisata dan agrowisata
Sebagai test bed, rekomendasi peta jalan tersebut
selanjutnya dituangkan secara spasial pada peta kerja
(Gambar 4) untuk membentuk satu rencana pola ruang
sebagai representasi visi Kota Pusaka Berkelanjutan.
Dalam hal ini, peserta mengalokasikan lahan bagi sektor
industri, pertanian dan perumahan yang diharapkan dapat
mendukung perwujudan pembangunan berkelanjutan di
kawasan Gondangrejo.
Peluang Penggunaan Planning Charrette untuk Perencanaan Adaptasi
Perubahan Iklim
Pada bagian terakhir ini, penulis
mengeksplorasi penggunaan planning
charrette dalam perencanaan adaptasi
perubahan iklim. Menggunakan
pengalamannya dalam memformulasikan
rencana adaptasi perubahan iklim
sebagai bagian dalam Revisi Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Kalimantan Selatan, penulis mencari
ruang penyempurnaan (room for
improvement) bagi proses tersebut jika
planning charrette digunakan sebagai
alat bantu. Berdasarkan kajian dampak
perubahan iklim yang terjadi di alimantan
Selatan, dihasilkanlah tujuan masa depan
yang ingin dicapai, yaitu “Mewujudkan
Provinsi Kalimantan Selatan 2035
Berketahanan”.
1) Pengenalan Kawasan Perencanaan
Salah satu karakteristik planning charrette yang dapat diadopsi dalam perencanaan adaptasi adalah
dikumpulkannya para ahli multidisiplin-bahkan transdisiplin pada suatu waktu untuk bersama-sama
memecahkan masalah perencanaan. Hal ini berbeda dengan pengalaman penulis ketika menyusun rencana
adaptasi pada proyek Revisi RTRW Provinsi Kalimantan Selatan, dimana komponen perubahan iklim hanya
disusun oleh tenaga ahli perencanaan wilayah dan kota dan lingkungan saja. Diyakini bahwa adanya
kolaborasi dari tim lintas disiplin dapat mendukung proses identifikasi permasalahan menjadi lebih
komprehensif. Dengan demikian, penyusun rencana adaptasi dapat memiliki informasi risiko perubahan
iklim masa depan untuk berbagai sektor terdampak seperti air, kelautan, pesisir, pertanian, dan kesehatan)
apabila tidak ada intervensi adaptasi. Adanya kegiatan proyeksi lintasan sebelum merumuskan visi ini
memberikan peluang untuk tersusunnya skenario dan peta jalan yang lebih kontekstual.

2) Mengembangkan Skenario
Pengayaan yang dapat dilakukan pada tahap scenario planning ini adalah dengan menghasilkan daftar
panjang berbagai alternatif kondisi masa depan yang lebih komprehensif, sebagai kebalikan dari penetapan
scenario tunggal yang seringkali ditemui pada pekerjaan perencanaan. Daftar panjang skenario tersebut
selanjutnya dibahas dan dipilih yang paling relevan sesuai dengan konteks kegiatan perencanaan yang
sedang dilakukan. Pemilihan juga dapat mengacu kepada tingkat probabilitas kejadian paling tinggi yang
dinilai dengan teknik analisis tertentu. Dengan cara ini, kualitas rencana diharapkan akan meningkat karena
telah mempertimbangkan berbagai kemungkinan dalam situasi yang sulit.
3) Mendesain dan Memilih Peta Jalan

Peta jalan memuat langkah-langkah


yang berfungsi sebagai acuan untuk
mencapai visi yang diinginkan dan
scenario yang telah dipilih
sebelumnya. Planning charrette
mengajak peserta untuk berpikir
kritis: apa saja pilihan peta jalan
yang tersedia? Alternatif apa yang
akan diambil? Lokasi mana yang
tepat mendapatkan intervensi
tersebut? Mana yang akan
dilaksanakan terlebih dahulu?
Dengan pendekatan ini, kualitas
rencana dapat menjadi lebih baik lagi
karena menjawab kebutuhan empiris
untuk lokasi dan waktu yang spesifik.
Kesimpulan: Planning Charette sebagai Opsi Menuju
Perencanaan Kolaboratif
Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kelebihan planning
charrette ada pada kolaborasi intensif oleh tim multidisiplin untuk memecahkan suatu
permasalahan dan menghasilkan visi, skenario, dan peta jalan yang lebih komprehensif.
Faktor sukses penyelenggaraan planning charrette ditentukan oleh:
a) Variasi latar belakang peserta. Semakin beragam latar belakang keilmuan peserta
charrette, akan semakin komprehensif dimensi pembangunan yang dapat
terlingkupi. Beragamnya profesi peserta juga mendatangkan manfaat ganda
berupa kesempatan bertukar wawasan yang lebih luas.
b) Pemahaman akan area studi. Semakin dalam pengetahuan peserta akan wilayah
perencanaan, semakin tajam pula identifikasi terhadap potensi dan permasalahan
di wilayah tersebut.
c) Komitmen peserta. Partisipasi aktif peserta di setiap tahapan tidak hanya akan
menghidupkan suasana, namun juga membuka kesempatan untuk mendapatkan
hasil terbaik.
d) Kemampuan bekerjasama dalam tim. Dengan tugas-tugas yang dimampatkan
dalam waktu pelaksanaan yang relative pendek, kemampuan setiap orang untuk
berpendapat sekaligus mendengarkan serta mengambil jalan tengah akan
menentukan hasil akhir kegiatan.
Kesimpulan: Planning Charette sebagai Opsi Menuju
Perencanaan Kolaboratif
d) Kemampuan bekerjasama dalam tim. Dengan tugas-tugas yang dimampatkan dalam
waktu pelaksanaan yang relative pendek, kemampuan setiap orang untuk
berpendapat sekaligus mendengarkan serta mengambil jalan tengah akan
menentukan hasil akhir kegiatan.
e) Peran fasilitator. Kemampuan fasilitator dalam mendampingi peserta untuk
menuangkan gagasan dan mengarahkan jalannya diskusi tanpa mengintervensi
terlalu dalam akan meningkatkan produktivitas dan kualitas diskusi.

Namun demikian, penggunaan metode planning charrette juga memiliki kekurangan


berupa potensi adanya pertemuan tak berujung dan tidak produktif. Kolaborasi dalam
perencanaan merupakan sebuah tantangan karena kemungkinan terjadinya perbedaan
sudut pandang. Selain itu. upaya pelibatan setiap peserta sering kali menghasilkan
pertemuan demi pertemuan dengan kemajuan yang lambat yang berkibat pada
kelelahan masing-masing peserta. Persiapan tim, data, dan lokasi pertemuan yang
terencana sangat diperlukan dalam melakukan planning charrette, sehingga
pelaksanaan di tempat (on site) cenderung menjadi kendala karena harus menghadirkan
banyak orang dalam waktu yang bersamaan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai