Menurut Suetonis dalam bukunya Vita Ceasarum yang di
kutip oleh Vitasari merumuskan bahwa Euthanasia adalah mati cepat tanpa derita, Pada perkembangan selanjutnya, istilah Euthanasia diartikan sebagai pengakhiran kehidupan karena belas kasihan (mercy killing) dan membiarkan seseorang untuk mati (mercy death). Kemudian, ada juga yang mengartikannya sebagai good or happy deaths. Menyinggung masalalı kematian, dari berbagai literatur diketahui bahwa menurut cara terjadinya, kematian digolongkan ke dalanı tiga jenis kematian, yakni Orthothanasia, yaitu kematian yang terjadi karena suatu proses alamiah. Dysthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi secara tidak wajar. Euthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan tenaga medis Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan euthanasia. Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal. Sedangkan di Indonesia, di dalam KUIP tidak ditemukan pasal yang secara eksplisit mengatur tentang Euthanasia. Pasal rujukan yang digunakan mengenai pelarangan akan tindakan Euthanasia adalah Pasal 344 KUHP yaitu mengenai pembunuhan yang dilakukan dengan permintaan sangat dan tegas olch korban. Bunyi Pasal 344 KUHP yaitu: "Barangsiapa menghilangkan jiva orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dun dengan sungguh- sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.“ Selain itu, Pemberlakuan kriteria dan SOP tindakan Euthanasia yang telah di praktekan di Belanda dapat diberlakukan tetapi tidak mungkin pada hukum Indonesia di masa mendatang, untuk melegalkan tindakan Euthanasia, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia. Salalı satınya ialalı Ideologi Pancasila, merupakan dasar dari semua Tindakan (Vitasari, 2020), Perspektif Global Mengenai Perawatan Paliatif
Menurut Pereira dkk. Dalam jurnal Nursing education on palliative
care across Europe: Results and recommendations from the EAPC Taskforce on preparation for practice in palliative care nursing across the EU based on an online-survey and country reports 2021 menyatakan bahwa setiap tahun, lebih dari 29 juta orang di seluruh dunia meninggal karena penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Sebagian besar orang dewasa yang membutuhkan perawatan paliatif meninggal karena kanker. Menurut perkiraan Institut Kanker Nasional AS (2019), jumlalı kasus kanker baru per tahun diperkirakan akan meningkat menjadi 23,6 juta pada tahun 2030. Perawatan paliatif onset dini bersamaan dengan pengobatan kuratif dapat mengurangi penggunaan layanan kesehatan dan medis serta rawat inap yang tidak perlu (Pereira, dkk.2021). Adapun penelitian-penelitian yang dilakukan di negara yang berbeda dan dari perspektif yang berbeda menyimpulkan bahwa kurang dari 8% kematian pasien di rumah sakit atau rawat inap di rumah sakit di tahun terakhir kehidupan berpotensi tidak tepat dan dapat dihindari. Hal ini menunjukkan perlunya agenda penelitian untuk bergerak menentukan bagaimana rumah sakit dapat dioptimalkan untuk lebih memenuhi kebutuhan orang-orang dengan penyakit yang membatasi kelúdupan dan keluarganya. Menurut Robinson dkk. Dalam Jurnal. A qualitative study exploring the benefits of hospital admissions from the perspectives of patients with palliative care needs, Menentang pandangan yang berlaku balıwa orang dengan kebutuhan perawatan paliatif tidak ingin berada di rumah sakit; sebaliknya, mereka sering melihat rumah sakit sebagai 'tempat yang aman dan mengidentifikasi sejumlah manfaat yang terkait dengan penerimaan. Dalam studi lanjutan, penulis menenumkan bahwa orang yang tinggal di daerah kekurangan melaporkan lebih banyak manfaat dari masuk rumah sakit daripada mereka yang tinggal di daerah yang lebih kaya. Hal ini menunjukkan perlunya memperhatikan faktor struktural yang mempengaruhi harapan dan pengalaman individu rumah sakit.
Kedudukan Hukum Tenaga Medis Yang Menyuntik Mati Euthanasia Pasien Dengan Ijin Pihak Keluarga Karena Pasien Menderita Sakit Berkepanjangan Menurut Kuhp