Anda di halaman 1dari 20

KONSEP TEORI DAN APLIKASI KEPERAWATAN PADA PASIEN KEHILANGAN BERDUKA (LOSS AND GRIEF)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Fundamental of Nursing 1

Disusun oleh: Kelompok 1 Imas Rohimah Syifa Khoirunnisa Dwiesty Fathia N Wiwi Karlina Ratna Ekawati Fitri Aryanti Wina Tresnawati Novi Hermawati Sarah Nurul K 220110100008 220110100015 220110100026 220110100056 220110100068 220110100075 220110100076 220110100107 220110100134

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012


1

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini. Adapun maksud tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat lebih memahami konsep teori dan pengaplikasiannya dalam proses keperawatan pada pasien Loss and Grief. Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna dalam proses kehidupan dan proses belajar, khususnya di bidang keperawatan. Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk membuat makalh ini, serta semua orang yang telah membantu kelancaran pembuatan makalah ini. Amein...

Jatinangor, Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI COVER ..... 1 KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2 DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 4 1.2 Batasan Bahasan ..................................................................................... 4 1.3 Tujuan ......................................................................................................... 5 1.4 Manfaat ....................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6 2.1 Konsep dan Teori ... 6 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6 2.1.7 2.1.8 Pengertian Loss (kehilangan) dan Grief (beduka cita) ... 6 Proses Kehilangan .. 7 Etiologi ... 8 Karakteristik Kerentanan .... 8 Bentuk-bentuk Lost (kehilangan) ... 9 Sifat Lost (kehilangan) ... 9 Tipe Lost (kehilangan) ... 9 5 Kategori Lost (kehilangan) .... 10

2.2 Perbandingan Empat Teori Proses Berduka ..... 11 2.3 Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka ... 11 2.4 Prespektif Agama Terhadap Kehilangan .. 13 2.5 Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia ..... 14 2.6 Aplikasi Proses Keperawatan ... 14 BAB III PENUTUP ............................................................................................ 18 3.1 Simpulan .. 18 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan normal dalam kehidupan manusia membiarkan pergi melepaskan dan terus melangkah terus terjadi ketika individu menjalani tahap pertumbuhan dan perkembangan normal dengan mengucapkan selamat tinggal kepada tempat orang, impian dan benda-benda yang disayangi. Kehilangan memungkinkan individu berupa dan terus berkembang serta memenuhi potensi diri. Kehilangan dapat direncanakan diharapkan atau terjadi tiba-tiba dan proses berduka yang mengikutinya jarang terjadi dengan nyaman atau menyenangkan. Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka merupakan aspek keperawatan yang sangat penting. Respon emosional dan spiritual klien saling terkait ketika klien menghadapi penderitiaan dengan kesadaran akan kemampuan mengkaji penderitaan klien, perawat dapat meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan untuk menceritakan penderitaanya Dukacita mengacu pada emosi yang subjektif dan afek yang merupakan respons terhadap pengalaman kehilangan (Varcarolis, 1998). Berduka mengacu pada proses mengalami dukacita. Mourning, tampilan luar dukacita, adalah suatu cara mengintegrasikan kehilangan dan dukacita ke dalam hidup individu yang berduka (Marrone, 1997; Webb, 1993). Berduka tidak hanya melibatkan isi (apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dirasakan individu), tetapi juga proses (bagaimana individu berfikir, berkata , dan merasa). Oleh karena itu, kita akan mempelajari apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan individu yang menderita pengalaman kehilangan.

1.2 Rumusan Masalah 1. Konsep dan Teori 1. Pengertian Loss (kehilangan) dan Grief (beduka cita) 2. Proses Kehilangan

3. Etiologi 4. Karakteristik Kerentanan 5. Bentuk-bentuk Lost (kehilangan) 6. Sifat Lost (kehilangan) 7. Tipe Lost (kehilangan) 8. 5 Kategori Lost (kehilangan) 2. Perbandingan Empat Teori Proses Berduka 3. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka 4. Prespektif Agama Terhadap Kehilanga 5. Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia 6. Aplikasi Proses Keperawatan

1.3 Tujuan 1. Mampu memahami arti dari lost (kehilangan) dan grief (berduka cita). 2. Mampu melakukan dan apply (menerapkan) proses keperawatan pada klien atau pasien dengan lost (kehilangan) dan grief (berduka).

1.4 Manfaat Dengan adanya penyusunan makalah ini, yaitu: 1. Mahasiswa mempunyai keterampilan tentang aplikasi dari memahami materi tentang Loss and Grief (kehilangan dan berduka cita). 2. Serta menambah ilmu dan wawasan untuk bekal kelak di dunia keperawatan yang nyata.

BAB II PEMBAHASAN

1.1 Konsep dan Teori 1.1.1 Pengertian Loss (kehilangan) dan Grief (beduka cita)

Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, kehilangan atau lost adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Loss of attachment: the loss may be real or imagined and may include the loss of love, a person, physical functioning, status or self esteem. Many losses take on importance because of their symbolic meaning. May involve the loss of old friends, warm memories, and neighborhood associations. The ability to sustain, integrate and recover from loss, however is a sign of personal maturity and growth. S. Sundeen (1995: 426). (Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama) Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan

merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang-orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada). Dukacita mengacu pada emosi yang subjektif dan afek yang merupakan respons terhadap pengalaman kehilangan (Varcarolis, 1998). Berduka mengacu pada proses mengalami dukacita. Mourning, tampilan luar dukacita, adalah suatu cara mengintegrasikan kehilangan dan dukacita ke dalam hidup individu yang berduka (Marrone, 1997; Webb, 1993). (Sumber: Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC) Griefing adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian. Bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau

kesalahan/kekacauan. (Sumber: Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: EGC).

1.1.2

Proses Kehilangan gangguan dan kehilangan melakukan kompensasi dengan

1. Stessor internal atau eksternal individu memberi makna positif kegiatan positif

perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman). gangguan dan kehilangan marah dan

2. Stessor internal atau eksternal individu memberi makna berlaku agresi fisik. 3. Stessor internal atau eksternal individu memberi makna berlaku agresi

merasa tidak berdaya

diekspresikan ke dalam diri

muncul gejala sakit

gangguan dan kehilangan marah dan

merasa tidak berdaya

diekspresikan ke luar diri individu

kompensasi

dengan perilaku konstruktif nyaman). 4. Stessor internal atau eksternal individu memberi makna berlaku agresi

perbaikan (beradaptasi dan merasa

gangguan dan kehilangan marah dan

merasa tidak berdaya

diekspresikan ke luar diri individu merasabersalah

kompensasi

dengan perilaku destruktif

ketidakberdayaan.

Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif

(konstruktif), seperti pada skema berikut: (Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama)
Stressor internal & eksternal Disruption & Loss Personal Personal meaning meaning Compensato ry Activity

Resulotion

Helplessness

Guilt

Anger & Agression

Expressed inward

Expressed outward

Destructive

Painfull Symptom

Constructive action

Resolution

(Process of Disruption and Loss, Drake at Barbara Kozier, 1979)

2.1.3

Etiologi

Kehilangan dan berduka dapat disebabkan oleh: 1. Kehilangan seseorang yang dicintai 2. Kehilanganm yang ada pada diri sendiri ( lose of self ) 3. Kehilangan objek eksternal 4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal 5. Kehilangan kehidupan atau meninggal.

2.1.4

Karakteristik Kerentanan

Menurut Parkes, (1998) karakteristik individu yang rentan terhadap dukacita dengan penyulit mencakup mereka yang: 1. Memiliki harga diri rendah 2. kurang percaya pada orang lain 3. Menderita gangguan jiwa sebelumnya 4. melakukan ancaman atau upaya bunuh diri sebelumnya 5. Tidak memiliki anggota keluarga atau anggota keluarganya tidak membantu 6. Memiliki kedekatan yang ambivalen, atau saling tergantung dengan orang yang meninggalReaksi emosional yang lambat 7. Memiliki kedekatan dengan orang tua yang tidak member rasa aman pada masa kanak-kanak, terutama ketika anak mempelajari ketakutan dan ketidakberdayaan. (Sumber: Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC)

2.1.5

Bentuk-bentuk Lost (kehilangan)

1. Kehilangan orang yang berarti. 2. Kehilangan kesejahteraan. 3. Kehilangan milik pribadi.

2.1.6

Sifat Lost (kehilangan)

1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima. 2. Berangsur-angsur (dapat diramalkan) Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984).

2.1.7

Tipe Lost (kehilangan)

1. Actual Lost Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh: kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga. 2. Perceived Lost (Psikologis) Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan

namun tidak dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan yang berharga. 3. Anticipatory Lost Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien

(anggota) menderita sakit terminal.

2.1.8

5 Kategori Lost (kehilangan)

1. Kehilangan objek eksternal. Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. 2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan dirumah sakit. 4. Kehilangan orang terdekat Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara

sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda (fans). Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.

10

5. Kehilangan aspek diri Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri. 6. Kehilangan hidup Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal.

2.2 Perbandingan Empat Teori Proses Berduka ENGGEL (1964) Shock dan tidak percaya Berkembangnya kesadaran Restitusi Tawar-menawar Anguish, disorganization and despair Idealization Depresi Identification in bereavement Reorganization/the out come Penerimaan Reorganization and restitution Akomodasi Konfrontasi Marah Yearning and protest KUBLERROS (1969) Menyangkal MARTOCCHIO (1985) Shock and disbelief RANDO (1991) Penghindaran

2.3 Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka Menurut Kubler-Ross (1969) terdapat 5 tahapan proses kehilangan, yaitu: 1. Denial (pengingkaran) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi, itu tidak mungkin. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan.

11

Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun. 2. Anger (marah) Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang-orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. 3. Bergaining (tawar menawar) Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase ini. Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai kalau yang sakit bukan anak saya. 4. Depression (bersedih yang mendalam) Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias di tolak. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun. 5. Acceptance (menerima) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian. Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu fokus pandang, kadang klien ingin ditemani

12

keluarga/perawat. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga, atau Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh. Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan, maka ia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi, apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan. (Sumber: Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC) (Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama) Tahap Marah

Tahap Depresi

Tahap Pengingkaran

Tahap Tawar-menawar (Kubler-Rosss, dalam Potter dan Perry,1997).

Tahap Penerimaan

Gambar diatas merupakan respons individu terhadap kehilangan tersebut yang merupakan tahap umum dilalui individu yang dapat menyelesaikan proses kehilangan dengan tuntas. Fase penerimaan merupakan tujuan akhir yang adaptif dari proses berduka.

2.4 Prespektif Agama Terhadap Kehilangan Dilihat dari perpektif agama hal-hal yang harus diperhatikan oleh individu untuk mengatasi kehilangan yang dialaminya adalah sabar, berserah diri, menerima dan mengembalikannya pada Alloh SWT karena hanya Dia pemilik mutlak segala yang kita cintai dan manusia bukanlah pemilik apa-apa yang diakuinya. Sebagaimana firman Alloh SWT: Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu ketika mereka ditimpa

13

musibah mereka mengucapkan kami adalah milik Alloh SWT dan akan kembali kepada Alloh SWT, mereka akan mendapatkan keberkahan dan rahmat dari Tuhan mereka. (Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama) (Sumber lainnya: Al-quran)

2.5 Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia No. 1. Jenis Stressor Jenis Kehilangan

Gempa dan Tsunami Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian di Aceh tubuh. Rumah, tetangga yang baik Rumah, makna rumah yang lama, orang yang berarti, bagian tubuh, pekerjaan.

2. 3.

Lumpur Lapindo Gempa di Yogyakarta

4.

Jatuhnya Adam Air

pesawat Orang yang berarti, bagian tubuh

5.

Tenggelamnya Kapal Orang yang berarti Levina

6. 7.

Sampah longsor Banjir bandang

Orang yang berarti Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik, kesehatan.

8. 9.

PHK di IPTN Banjir Jakarta

Pekerjaan, status, harga diri Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik, kesehatan.

10.

Jatuhnya Sukhoi

pesawat Orang tercinta dan berarti

(Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama)

2.5 Aplikasi Proses Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.

14

Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang mereka pikir dan rasakan. Tiga area utama yang perlu dikaji, yaitu: 1. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan 2. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan 3. Perilaku koping yang adekuat selama proses

PERSEPSI

DUKUNGAN
2. Analisa Data dan Perencanaan

KOPING

Diagnosis keperawatan untuk individu yang mengalami kehilangan harus didasarkan pada data subjektif dan objektif pengkajian yang dikumpulkan oleh perawat. Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnoses: Application to Clinical Practice, menjeaskan 3 diagnosis keperawatan untuk proses berduka. Pernyataan etiologi untuk diagnosis tersebut didasarkan pada tipe kehilangan seperti yang telah dijabarkan diatas: 1. Dukacita, yang berhubungan dengan kehilangan yang actual atau dipersepsikan, seperti kehilangan fisiologis (missal, kehilangan satu ekstremitas), didefinisikan sebagai prose yang normal dalam pengalaman manusia akan kehilangan. 2. Dukacita Adaptif, yang berhubungan dengan kehilangan yang actual atau dipersepsikan, didefinisikan sebagai respons terhadap kehilangan yang diharapkan atau diantisipasi. Diagnosis ini dapat diterapkan pada contoh seseorang yang kehilangan salah satu payudaranya dan memengaruhi citra tubuhnya sebelum operasi.

15

3. Dukacita Maladaptif, yang berhubungan dengan (faktor tertentu) didefinisikan sebagai prose pengalaman kehilangan dengan penyuit. Berduka dengan penyulit merupakan respons yang berada di luar norma yang ada dan terjadi ketika individu mungkin tanpa emosi, berduka dalam waktu lama, dan memiliki ekspresi berduka yang tampaknya tidak wajar. 3. Identifikasi Hasil Akhir Contoh hasil akhir untuk 3 diagnosis keperawatan: 1. Berduka: Klien akan mengidentifiasi dampak kehilangan, mencari dukungan yang adekuat, dan menerapkan strategi koping yang efektif ketika mengekspresikan dan menerima pengalaman kehilangan dalam hidupnya. 2. Berduka Adaptif: Klien akan mengidentifikasi makna kehilgan yang terjadi dalam hidupnya, mencari dukungan yang adekuat ketika mengekspresikan dukacita, dan mengembangakan suatu rencana untuk melakukan koping terhadap kehilangan ketika hal itu menjadi kenyataan dalam hidupnya. 3. Berduka Maladaptif: Klien akan mengidentifikasi makna kehilangan, mengenali efek yang membahayakan dalam hidupnya, dan mencari atau menerima bantuan professional sebagai cara untuk membantu proses berduka. 4. Intervensi 1. Intervensi Tentang Persepsi Kehilangan Mengkaji persepsi klien dan makna kehilangannya merupakan langkah pertama yang dapat membantu mengurangai derita yang disebut oleh beberapa orang sebagai beban emosional awal yang berlebih dalam berduka. Ketika kematian atau kehilangan terjadi, terutama jika hal itu terjadi dengan tiba0tiba dan tanpa peringatan, mekanisme pertahanan kognitif berupa penyangkalan berfungsi sebagai media untuk mengurangi dampak, saya tidak percaya hal ini terjadi. Ini tidak benar. Ada kesalahan.

16

Penyangkalan Adaptif, ketika klien secara bertahap menyesuaikan diri dengan realitas kehilangan, dapat membantu klien membuat pergeseran kognitif bahwa perlu melupakan persepsi sebelumnya (sebelum

kehilangan) ketika menciptakan cara pemikiran baru tentang dirinya, orang lain, dan dunia. 2. Intervensi Tentang Dukungan yang Adekuat Perawat dapat membantu klien mendapatkan dan menerima apa yang orang ingin berikan daam mendukung proses berdukanya. Sumber-sumber untuk klien yang berduka. Banyak sumber Internet tersedia bagi perawat yang ingin membantu klien mendapatkan informasi, kelompok pendukung, dan aktivitas yang berhubungan dengan prose berduka. Bereavement and Hospice Support Netline adalah salah satu sumber yang memiliki banyak jaringan internet di seluruh Amerika Serikat ke berbagai organisasi yang memberikan dukungan dan penyuluhan. Apabila klien tidak memiliki akses Internet, sebagian besar perpustakaan umum dapat memebantu menemukan kelompok dan aktivitas yang akan memenuhi kebutuhan klien. Bergantung pada negara tempat individu tinggal, kelompok tertentu tersedia untuk mereka yang kehilangan atas berduka citanya. 3. Intervensi Tentang Perilaku Koping yang Adekuat Intervensi mencakup member klien kesempatan untuk membandingkan dan membedakan caranya melakukan koping terhadap kehilangan yang signifikan di masa lalu,membantunya meninjau kekuatan dan

memeperbarui kesadaran akan kemampuan personal. Mengingat dan mempraktikkan perilaku masa lalu dalam situasi yang baru dapat menimbulkan percobaan dengan metode yang baru dan memahami diri sendiri. Memiliki perspektif historis meringankan proses berduka individu dangan memungkinkan perubahan cara berfikir tentang dirinya, kehilangan, dan mungkin makan kehilangan dalam hidupnya. Mendorong klien merawat dirinya sendiri adalah intervensi lain yang membantu klien melakukan koping. Perawat dapat menawarkan makanan tanpa memaksa klien untuk makan. Menjaga makan, tidur cukup, olahraga,

17

dan meluangkan waktu untuk aktivitas yang menyenangkan adalah cara yang dapat klien lakukan untuk merawat dirinya. Seperti seorang pejalan kaki yang lelah perlu berhenti beristirahat, dan mengembalikan kekuatannya, demikian juga dengan individu yang berduka harus beristirahat sejenak dari proses berduka yang melelahkan. Kembali melakukan rutinitas pekerjaan atau memfokuskan pada anggota keluarga yang lain dapat memberikan waktu istirahat tersebut. Komunikasi dan keterampilan interpersonal adalah alat perawat yang efektif, sama seperti stetoskop, ginting, dan sarung angan. Klien percaya bahwa perawat akan memiliki apa hang diperlukan untuk membantunya dalam proses yang sulit ini. Senyum yang ramah dan kontak mata dari klien selam percakapan yang akrab menunjukkan sikap perawat yang dapat dipercaya.
PENGETA HUAN TEORITIS

ALAT YANG DIGUNAKAN PERAWAT


KETERA MPILAN KOMUNI KASI KETERA MPILAN INTERPE RSONAL

5. Evaluasi Evaluasi kemajuan bergantung pada tujuan yang ditetapkan untuk klien. Tinjauan tugas dan fase berduka dapat bermanfat dalam membuat pernyataan tentang status klien pada setiap waktu. (Sumber: Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC)

18

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bisa terjadi pada orangorang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak ada). Kehilangan bisa meliputi kehilangan objek eksternal, lingkungan yang dikenal, orang terdekat, aspek diri, dan kehilangan hidup. Jika individu yang berespon kehilangan telah melewati fase-fase yang dimulai dari denial (pengingkaran) sampai fase acceptance (penerimaan), maka ia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi, apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan. Fase penerimaan merupakan tujuan akhir yang adaptif dari proses berduka. Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, ada tiga area utama yang perlu dikaji oleh perawat, yaitu: 1. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan 2. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan 3. Perilaku koping yang adekuat selama proses Serta di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan juga perawat yang mempunyai keterampilan komunikasi, keterampilan interpersonal, dan pengetahuan teoritis.

19

DAFTAR PUSTAKA

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: EGC Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai