Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONCHIALE YANG MENGALAMI GAGAL NAFAS I.

DEFINISI Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu. ( Smeltzer, C . Suzanne, 2002, hal 611) II. PENYEBAB

Alergen ; makanan, debu rumah, bulu binatang Infeksi : virus, bakteri, jamur, parasit Iritan : minyak wangi, asap rokok, polutan udara, bau tajam Cuaca : perubahan tekanan udara, suhu, amgin, dan kelembaban udara III. Faktor pencetus: Kegiatan jasmani : kegiatan jasmani yang berat seperti: berlari, naik sepeda Psikologis seperti stress ( Ngastiyah, 1997, hal 67-68) IV. TANDA DAN GEJALA Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol - Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek - Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul - Whezing belum ada - Belum ada kelainan bentuk thorak - Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E - BGA belum patologis Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum Whezing Ronchi basah bila terdapat hipersekresi Penurunan tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik Batuk, ronchi Sesak nafas berat dan dada seolah olah tertekan Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan Suara nafas melemah bahkan tak terdengan (silent Chest)

Thorak seperti barel chest Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus Sianosis BGA Pa o2 kurang dari 80% Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229) V. VI. PATHWAYS PEMERIKSAAN PENUNJANG

Spirometri Pemeriksaan sputum Pemeriksaaan eosinofil total Uji kulit Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E specifik dalam sputum Foto thorak AGD VII. FOKUS PENGKAJIAN A. PENGKAJIAN PRIMER

1. Airway Krekels, ronkhi, batuk keras, kering/produktif Penggunaan otot otot aksesoris pernapasan ( retraksi interkosta)

2. Breathing Perpanjangan ekspirasi , mengi, perpendekan periode inspirasi, sesak napfas, hipoksia 3. Circulation Hipotensi, diaforesis, sianosis, pulsus paradoxus > 10 mm B. PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Riwayat penyakit sebelumnya Alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas 2. Riwayat perawatan keluarga Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga 3. Riwayat sosial ekonomi Jenis pekerjaan dan waktu luang, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan, lingkungan tempat tinggal dan stressor emosi

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL 1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b. d bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sektet kental Tujuan: bersihan jalan nafas efektif KH: - Bunyi nafas bersih - Batuk efektif/mengeluarkan dahak Intervensi: - Ausultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan misalnya: mengi, krekel, ronchi - Kaji frekuensi dispnea: gelisah, ansietas distress pernapasan, penggunan otot bantu - Beri klien posisi yang nyaman misalnya peninggian empat tidur, duduk (fowler) - Pertahankan/ bantu batuk efektif - Observasi karakteristik batuk - Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari dan berikan air hangat - Berikan obat sesuai indikasi - Kolaborasi pengambilan bahan lab : Hb, Ht, leukosit, foto thorak 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut Tujuan: pola nafas efektif Kriteria hasil: Sesak berkurang atau hilang RR 18-24x/menit Tidak ada retraksi otot pernapasan

Intervensi: Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot

pernapasan Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada Berikan terapi oksigen sesuai pesanan

3. Cemas b.d krisis situasi Tujuan : cemas berkurang/ hilang KH: Klien tampak rileks Klien menyatakansesak berkurang

Tanda tanda vital normal

Intervensi; Kaji tingkat kecemasan klien Observasi respon non verbal (gelisah) Ukur tanda-tanda vital Dengarkan keluhan klien dengan empati Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang penyakitnya, perawatan dan

pengobatannya Ajarkan klien tehnik relaksasi (memejamkan mata, menarik nafas panjang) Menganjurkan klien untuk istirahat

(Tucker S. Martin, 1998 hal 242-243)

DAFTAR PUSTAKA Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000 Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC, 2002 Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997 Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001 Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998

ASUHAN KEPERAWATAN ASTHMA PENGERTIAN Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih lebihan dari kelenjar kelenjar di mukosa bronchus II. ETIOLOGI Faktor Ekstrinsik Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk serbuk dan bulu binatang Faktor Intrinsik Infeksi : virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus

jamur, misalnya aspergillus cuaca :

perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara emosional : takut, cemas dan tegang aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari III. PATOLOGI Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah: Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan) Selaput lendir bronkus udema Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat. Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental. Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah: a. Histamin Kontraksi otot polos Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung

dan mata b. Bradikinin - Kontraksi otot polos bronchus - Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah - Vasodepressor (penurunan tekanan darah)

- Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah c. Prostaglandin - bronkokostriksi (terutama prostaglandin F) IV. MANIFESTASI KLINIK Wheezing Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan pernapasan cuping hidung batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas sempit diaphoresis sianosis nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara V. STADIUM ASMA Stadium I Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk proksisimal, karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk Stadium II Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak napas berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi supra sternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosisi sekitar mulut, toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi supra sternal dan interkostal. Stadium III Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat , aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi. VI. KOMPLIKASI 1. Status asmatikus 2. Bronkhitis kronik, bronkhiolus

3. Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lender 4. Pneumo thoraks Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi 5. Kematian VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik Foto rontgen dada Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST) Analisa gas darah pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun (alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan pH, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik) VIII. PENATALAKSANAAN Pencegahan terhadap pemajanan alergi Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker Terapi cairan parenteral Terapi pengobatan sesuai program Beta 2-agonist untuk mengurangi bronkospasme, mendilatasi otot polos bronchial

Albuterol (proventil, ventolin) Tarbutalin Epinefrin Metaprotenol Metilsantin, seperti aminofilin dan teofilin mempunyai efek bronkodilatasi Antikolinergik, seperti atropine metilnitrat atau atrovent mempunyai efek

bronchodilator yang sangat baik Kortikosteroid diberikan secara IV (hidrokortison), secara oral (mednison), inhalasi

(deksametason) KONSEP KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Riwayat asthma atau alergi dan serangan asthma yang lalu, alergi dan masalah pernapasan

2. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit dan pengobatan 3. Riwayat psikososial: factor pencetus, stress, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya 4. Pemeriksaan fisik Pernapasan Napas pendek Wheezing Retraksi Takipnea Batuk kering Ronkhi

Kardiovaskuler Takikardia Neurologis Kelelahan Ansietas Sulit tidur Muskuloskeletal Intolerans aktifitas Integumen Sianosis pucat Psikososial Tidak kooperatif selama perawatan Kaji status hidrasi Status membran mukosa Turgor kulit Output urine

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral

Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan Perubahan proses keluarga b.d. kondisi kronik Kurang pengetahuan b.d. proses penyakit dan pengobatan] III. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan

udema mukosa Tujuan : anak akan menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai dengan :

tidak ada wheezing dan retraksi batuk menurun warna kulit kemerahan anak tidak menunjukkan gangguan ketidakseimbangan asam basa yang ditandai

dengan saturasi oksigen 95 % Intervensi: a. Kaji RR, auskultasi bunyi napas R/: sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan b. Beri posisi high fowler atau semi-fowler R/; mengembangkan ekspansi paru c. Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif R/: membantu membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki oksigenasi d. Lakukan suction jika perlu R/: membantu mengeluarkan secret yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak sendiri e. Lakukan fisioterapi R/: membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru f. Berikan oksigen sesuai program R/ : memperbaiki oksigenasi dan mengurangi sekresi Monitor peningkatn pengeluaran sputum R/: sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru h. Berikan bronchodilator sesuai indikasi R/: otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi 2. Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan Tujuan : Anak menunjukkan penurunan kelelahan ditandai dengan tidak iritabel, dapat berpartisipasi dan peningkatan kemampuan dalam beraktifitas Intervensi :

Kaji tanda tanda hipoksia / hypercapnea ; kelelahan, agitasi, peningkatan HR, peningkatan RR R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih lanjut Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup R/: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan Minta orang tua untuk selalu menemani anak R/: Menurunkan ketakutan dan kecemasan Berikan istirahat cukup dan tidur 8 10 jam tiap malam R/: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi Ajarkan teknik manajemen stress R/ : Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress

3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI Tujuan : Anak akan menunjukkan penurunan distress GI ditandai dengan: Penurunan nausea dan vomiting, adanya perbaikan nutrisi / intake

Intervensi: a. Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 6 kali sehari dengan makanan yang

disukainya R/: makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan. Makanan yang disukai mendporong anak untuk makan dan meningkatkan intake b. Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna

R/: Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada GI sehingga sulit dicerna c. Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi

R/:Dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral Tujuan : Anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan, output urine : 1-2 ml/kg BB/jam

Intervensi: a. Kaji turgor kulit, monitor urine, output tiap 4 jam

R/: untuk mengetahui tingkat hidrasi dan kebutuhan cairannya b. Pertahankan terapi parenteral sesuai indikasi dan monitor kelebihan cairan

R/: kelebihan cairan dapat menyebabkan udema pulmonar c. Setelah fase akut, anjurkan anak dan orangtua untuk minum 3-8 gelas / hari,

tergantung usia dan berat badan anak R/: anak membutuhkan cairan yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan keseimbangan asam basa untuk mencegah syok

Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan Tujuan : Kecemasan menurun, ditandai dengan anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya Intervensi: a. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing

R/: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan b. Berikan terapi bermain sesuai indikasi

R/: terapi bermain dapat menurunkan efek hospitalisasi dan kecemasan c. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak

R/: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya

Sumber: Betz L. Cecily. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Dina Dr,dr,. Penatalaksanaan Penyakit Alergi. Speer Kathleen Morgan.Pediatric Care Planning Ashwill, Ngastiyah. Perawatan anak Sakit. Corwin, J. Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Suriadi, SKp., Rita, SKp. Asuhan Keperawatan pada Anak.

ASMA : Gambaran Klinis, Diagnosis, dan Pemeriksaan Fisik GAMBARAN KLINIS ASMA PADA ANAK Dengan mengetahui gambaran klinis pada anak, maka dapat dilihat luas permasalahan dan seberapa jauh perlu dikerjakan upaya untuk mencegah serangan asma.

(1) Asma episodik jarang biasanya terdapat pada anak umur 3-6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi saluran napas bagian atas. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi (wheezing) dapat berlangsung sekitar 3-4 hari. Sedangkan batuk-batuknya dapat berlangsung 10-14 hari. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Golongan ini merupakan 70-75% dari populasi asma anak. (2) Asma episodik sering pada golongan ini, serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik, dan stres. Banyak kasus yang tidak jelas pencetusnya. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling tinggi pada umur 8-13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur. (3) Asma kronik atau persisten pada 25% anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum anak berumur 6 bulan, 75% sebelum anak berumur 3 tahun. 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi. Dari waktu ke waktu terjadi serangan fisik yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit. Terdapat juga golongan yang jarang mengalami serangan berat, hanya sesak sedikit dan mengi sepanjang waktu. Setelah mendapat penanganan yang tepat biasanya baru disadari bahwa ada perbedaan dibandingkan sebelum mendapatkan penanganan. Anak dan orang tua baru menyadari mengenai asma pada anak serta permasalahannya. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur 8-14 tahun, setelah biasanya terjadi perubahan.

DIAGNOSIS Anamnesis

Anamnesis pada penyakit asma diawali dari identitas anak. . Dalam hal ini yang dimaksud antara lain usia, jenis kelamin, berat badan, serta tinggi badan. Hal ini penting diketahui karena derajat penyakit dan serangan asma terkait dengan karakteristik fisik anak. Setelah didapatkan data identitas anak maka anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan keluhan utama anak. Keluhan utama ketika datang ke dokter : Wheezing ( ketika serangan ) dan / atau batuk kronik berulang ( BKB ). Untuk memudahkan asma dengan manifestasi klinik khas batuk, sesak dan wheezing disebut sebagai asma klasik dan yang manifestasi terutama BKB dissebut asma non klasik. BKB dapat merupakan manifestasi awal dari perjalanan asma anak. Pada penyelidikan jangka panjang anak dengan BKB ternyata mempunyai resiko 4 kali lebih banyak untuk menjadi asma. Keluhan lainnya keluhan berupa sesak nafas, sakit pada dada atau kecenderungan sulit melakukan aktifitas seperti anak normal. Untuk anak 6 thn pemeriksaan Faal Paru sebaliknya dilakukan Pemeriksaan Faal Paru yang sederhana dengan spirometer, pemeriksaan ini mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara, yaitu : Variabilitas (Perbedaan nilai PFR dalam 1 hari) pada PFR > 15 % Reversibilitas (Perbedaan nilai PFR setelah pemberian bronkodilator) pada PFR >15% Penurunan > 20 % volume ekspirasi paksa pada detik pertama setelah provokasi bronkus dengan metakolin atau histamine Uji tuberkulin perlu dilakukan pada kelompok yang di duga asma maupun yang tidak .

Pemeriksaan fisik Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan dan jenis asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan. Pada inspeksi terlihat pernapasan sukar dan cepat, disertai batuk-batuk paroksismal, kadangkadang terdapat suara wheezing (mengi), ekspirium memanjang, pada inspirasi terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik terlihat bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah. Pada perkusi terdengar suara hipersonor di seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil. Pada auskultasi mula-mula bunyi napas kasar/mengeras, tapi pada stadium lanjut suara napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Dalam keadaan normal, fase ekspirasi - dari fase inspirasi, pada waktu serangan fase ekspirasi

memanjang. Terdengar ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak sekresi bronkus. Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin juga hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena perbaikan akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya. Bentuk toraks perlu diperhatikan untuk melihat adanya dada burung atau sulkus Harisson sebagai tanda obstruksi jalan napas yang lama. Tanda ini hanya ditemukan pada asma berat dan menahun dengan pengelolaan asma yang tidak adekuat sebelumnya.

Pemeriksaan lanjutan (1) Uji faal paru pemeriksaan ini sangat berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan pengelolaannya. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai nilai provokasi bronkus, menilai nilai pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit. Uji faal paru tidak selalu mudah dilaksanakan, terutama pada anak di bawah 5-6 tahun. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal pada tiap kunjungan. Peak flow meter adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih lengkap 1. Spirometri : Untuk mengukur kecepatan aliran udara dan volume paru selama FEV1 dan digunakan sebagai gold standar dalam mengukur aliran udara pada penyakit asma. Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, PEV1, PVC, FEV1/FVC. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC

berkurang > 15% dari nilai normalnya Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan

FEV1/FVC hanya berkurang sedikit Inflasi berlebihan yang biasanya terlihat secara klinis akan terlihat dengan

meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsionaldan isi residu Di luar serangan, faal paru tersebut umumnya akan kembali normal kecuali pada asma serangan, faal paru tersebut umumnya, akan kembali normal kecuali pada asma yang berat. 2. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis diragukan. Tujuannya untuk

menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus, yang dapat dilakukan dengan : (1)histamin, (2)methacholin, (3)beban lari, (4)udara dingin, (5)uap angin, (6)alergi. Yang sering dilakukan adalah cara 1, 2, 3. hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum

uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan diberi bronkodilator naik >15%yang berarti hiperreaktivitas positif dan uji provokasi tidak perlu.

(2) Foto rontgen toraks pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakan paru yang meningkat. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Atelektasis juga sering ditemukan. Setiap anak penderita asma yang berkunjung pertama kalinya perlu dibuat foto rontgen parunya. Foto ini dibuat terutama untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain. Foto perlu diulang bila ada indikasi, misalnya dugaan adanya pneumonia atau pneumotoraks. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit terkontrol.

(3) Pemeriksaan darah, eosinofil, dan uji tuberkulin pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis asma. Eosinofil dapat ditemukan pada darah tepi, sekret hidung dan sputum. Dalam sputum ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan pula leukositosis polimorfonukleus. Uji tuberkulin penting bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberkulosis, tetapi juga karena kalau ada tuberkulosis dan tidak diobati, asmanyapun mungkin sukar dikontrol.

(4) uji kulit alergi dan imunologi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Pemeriksaan IgE dapat memperkuat diagnosis dan pengelolaannya, tetapi bila tidak ditemukan kelainannya diagnosis asma belum dapat disingkirkan.

SERANGAN ASMA Patofisiologi serangan asma Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi saluran respiratorik secara

luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot bronkus, udem mukosa karena inflamasi saluran respiratorik, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan saluran respiratorik menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratorik, terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan (hiperinflasi). Perubahan tahanan saluran respiratorik yang tidak

merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak sinkronnya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi

peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran respiratorik yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran respiratorik, sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumothoraks. Ventilasi perfusi yang tidak sinkron, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja

napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi saluran respiratorik yang berat, akan terjadi kelelahan otot respiratorik dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu, jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal respiratorik (respiratory failure). Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot napas. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, namun jarang

terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan resiko terjadinya atelektasis.

Tanda klinis serangan asma Tanda klinis serangan asma terkait dengan patofisiologi serangan asma. Hal ini berupa antara lain : Batuk persisten, khususnya pada malam hari atau dini hari Bunyi mengi berulang Sesak nafas Rasa tertekan pada dada Hiperkapnea dan asidosis metabolik

Derajat Serangan Asma Menurut KNAA dan penentuan derajat serangan asma Seorang anak penderita asma jika mengalami serangan akan dibawa mencari pertolongan ke rumah sakit yang kemungkinan datang ke Klinik Rawat Jalan atau IGD. Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan,langsung dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Dalam panduan GINA ditekankan bahwa

pemeriksaan uji fungsi paru (spirometer atau peak flow meter) merupakan bagian integral penilaian penanganan serangan asma, bukan hanya evaluasi klinis. Namun di Indonesia penggunaan alat tersebut belum memasyarakat. Selain klasifikasi derajat penyakit asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan derajat serangan, yang terbagi atas serangan ringan, sedang, dan berat. Jadi perlu dibedakan di sini antara derajat penyakit asma dengan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan ringan saja. Sebaliknya bisa saja seorang pasien yang tergolong asma episodik jarang (asma ringan) mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian. Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberi respons yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.

Parameter klinis, fungsi paru, lab Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas Sesak (bresthless) Berjalan

Bayi : Menangis Keras Berbicara

Bayi: Tangis pendek dan lemah Kesulitan menetek Istirahat

Bayi

Tidak mau minum atau makan

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Dusuk bertopang lengan

Bicara Kalimat Penggal Kalimat Kata-kata

Kesadaran Mungkin iritable Biasanya Iritable Biasanya Iritable Kebingungan Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata Wheezing Sedang, serig hanya pada akhir ekspirasi Nyaring sepanjang ekspirasi dan inspirasi Sangat nyaring Sulit / tidak mendengar Penggunaan otot bantu respiratorik Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok torako abdominal Retraksi Dangkal, retraksi interkostal

Sedang, ditambah retraksi suprasternal Dalam, ditambah nafas cuping hidung Dangkal / hilang Frekuensi Nafas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu Frekuensi Nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi Pulsus paradoksus Tidak ada < 10 mmHg Ada 10-20 mmHg Ada >20mmHg Tidak ada, tanda kelelahan otot respiratorik PEFR atau FEV1 Pra Bronkodilator Pasca Bronkodilator (%nilai dugaan)

>60%

>80% (%nilai terbaik)

40-60%

60-80%

<40%

<60%

SaO2% >95% 91-95% <90%

PaO2 Normal (biasanya tidak perlu diperiksa) > 60mmHg >80 mmHg

PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

Usia <2 bulan 2-12 bulan 1-5 tahun 6-8 tahun

Frekuensi Nafas normal <60/menit <50/menit

<40/menit <30/menit

3 HAL YANG BERPERAN DALAM TERCETUSNYA SERANGAN ASMA Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara klinis asma dibagi dalam 3 stadium : Stadium 1 Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan merupakan benda asing yang merangsang batuk

Stadium 2 Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak nafas dan berusaha nafas lebih dalam. Ekspirium memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium, dan mungkin juga sela iga Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi Anak tampak gelisah, pucat, dan sianosis di sekitar mulut Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi suprasternal, dan interkostal

Stadium 3 Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas hampir tidak terdengar Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan Batuk seperti ditekan Pernapasan dangkal, tidak teratur, dan frekuensi nafas mendadak tinggi

ASMA : Derajat dan Faktor Pencetus pada neonatus

DEFINISI Pedoman Nasional Asma Anak menggunakan definisi yang praktis dalam bentuk definisi operasional, yaitu : Mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik, yaitu timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan keluarganya.

Definisi asma baru Definisi asma yang lengkap yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA. Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan. Definisi di atas memang sangat lengkap, namun dalam penerapan klinis untuk anak kurang praktis. Karena itu, para perumus konsensus internasional dalam pernyataan ketiganya tetap menggunakan definisi lama yaitu wheezing berulang dan/atau batuk persisten, yang dalam hal ini asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Pengertian kronik dan berulang mengacu pada kesepakatan UKK Pulmonologi pada KONIKA V di Medan 1981 tentang batuk kronik berulang (BKB) yaitu batuk yang berlangsung lebih dari 14 hari dan/atau tiga atau lebih episode dalam waktu tiga bulan berturut-turut.

DERAJAT PENYAKIT ASMA PNAA membagi asma anak menjadi 3 derajat No. Parameter klinis kebutuhan obat, dan faal paru. Asma

episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten 1. Frenkuensi serangan 3 4 x per tahun 1 x / bulan Sering 1 x / bulan 2. Lama serangan Sebentar atau beberapa hari Beberapa hari s/d 1 minggu Hampir sepanjang tahun atau tidak ada remisi 3. Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat 4. Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam 5. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu < 3 x / minggu Sering terganggu > 3x / minggu Sangat terganggu > 3 x / minggu 6. Pemeriksaa fisis di luar serangan Normal (tidak ditemukan kelainan)

Mungkin terganggu (ditemukan kelainan) Tidak pernah normal 7. Obat pengendali anti inflamasii Tidak perlu Perlu, non steroid atau steroid inhalasi dosis 100 200 g Perlu, steroid inhalasi dosis 400 g/1 hari 8 Uji faal paru (di luar serangan) PEF /FEV >80% PEV /FEV 60-80% PEV / FEV <60% Variabilitas 2030% 9 Variabilitas faal paru (bila ada serangan) Variabilitas 20% Variabilitas 30% Variabilitas 50% Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PF IDAI. Konsensus Nasional Penanganan Asma Pada Anak. Solo. 2001.

Parameter Klinis, Kebutuhan obat, dan Faal paru Asma Periodik Jarang Asma Periodik Sering Asma Persisten Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan Sering Lama Serangan < 1minggu

> 1 minggu Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu Pemeriksaan fisis di luar serangan Normal (tidak ditemukan kelainan) Mungkin terganggu (ditemukan kelainan) Tidak pernah normal Obat pengendali (anti inflamasi) Tidak perlu perlu Perlu Uji faal paru (di luar serangan) PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60% variabilitasnya 20-30% Variabilitas fal paru (bila ada serangan) > 15% > 30% > 50% Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Workshop Report. 2002.

Sebagai perbandingan, GINA membagi derajat penyakit asma menjadi 4, yaitu asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, asma persisten berat. Dasar

pembagiannya adalah gambaran klinis, faal paru, dan obat yang dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit. Dalam klasifikasi GINA dipersyaratkan adanya nilai PEF dan FEV1 untuk penilaiannya. Konsensus Internasional III juga membagi derajat penyakit asma anak berdasarkan keadaan klinis dan kebutuhan obat menjadi 3 yaitu asma episodik jarang (75% populasi anak asma), asma periodik sering (20% populasi anak asma), dan asma persisten (5% populasi anak asma). Konsensus Nasional Asma Anak membagi derajat penyakit asma anak berdasarkan keadaan klinis, kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3, yaitu Asma episodik jarang, Asma episodik sering, dan Asma persisten.

FAKTOR PENCETUS ASMA Alergen Faktor alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar anak dengan asma. Di

samping itu, hiperaktivitas saluran napas merupakan faktor yang penting. Bila tingkat hiperreaktifitas bronkus tinggi, diperlukan jumlah alergen yang sedikit untuk menimbulkan serangan asma, dan sebaliknya. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik

sehingga berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil berhubungan dengan isi debu rumah, misalnya tungau, serpih

atau bulu binatang, dan spora jamur yang terdapat di dalam rumah Dengan bertambahnya umur, makin banyak jenis alergen pencetusnya

Infeksi Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebabnya biasanya Kadang-kadang dapat juga oleh bakteri, misalnya pertusis dan streptococcus

virus respiratory sinsitial dan virus parainfluenza

hemolyticus Jamur, misalnya aspergillus Parasit, misalnya ascaris

Iritan Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi Udara kering juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani Asap rokok, bau tajam dari cat, udara dingin, dan air dingin

Cuaca

Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin, dan kelembaban dihubungkan

dengan percepatan dan terjadinya serangan asma

Kegiatan jasmani Kegiatan jasmani yang berat, misalnya berlari dan naik sepeda dapat menimbulkan

serangan pada anak dengan asma, termasuk tertawa dan menangis Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani

Infeksi saluran napas bagian atas Sinusitis kronik dapat memudahkan terjadinya asma Rhinitis alergi dapat memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refluks

Refluks gastroesofagus Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak

Psikik Tidak adanya perhatian atau tidak mau mengakui persoalan yang ada yang

berhubungan dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau bahkan menggagalkan usaha pencegahan malam Takut terhadap serangan asma Pembatasan aktivitas anak, seringnya anak tidak masuk sekolah, seringnya bangun

ASMA : Penatalaksanaan, Pengobatan, dan Terapi

TATALAKSANA ASMA Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah : (1) pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga (2) gejala tidak timbul siang maupun malam hari (3) uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok (4) kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan (5) efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak (6) mencegah timbulnya serangan ulang

Sebelum memberikan pengobatan spesifik, beberapa prinsip umum pengobatan harus ditegakkan terlebih dahulu (1) asma adalah suatu keadaan menahun yang mengalami eksaserbasi. Pengobatan yang diberikan harus berkesinambungan, mampu menghilangkan keluhan, dan mencegah kekambuhan serta mampu menekan timbulnya proses peradangan menahun pada saluran napas (2) mencegah timbulnya eksaserbasi akut merupakan prinsip pengobatan yang amat penting, menghindari faktor pencetus bagi penderita yang alergi. Bagi kelompok yang toleransinya rendah terhadap latihan jasmani, serangan asma malam hari yang berulang, terutama penderita asm aringan sampai sedang, pemberian obat anti asma secara teratur merupakan hal yang mutlak, terutama obat-obatan yang mempunyai sifat anti radang (3) pengobatan asma harus didasarkan pada mekanisme patofisiologi yang menyebaban timbulnya serangan asma, yang ditekankan pada bagaimana timbulnya peradangan saluran pernapasan tersebut. Bila demikian, maka pengobatan ini harus mampu menekan komponenkomponen keradangan yang menyebabkan timbulnya keluhan penderita. Jadi, yang diharapkan ialah bagaimana pengobatan tersebut dapat menekan timbulnya

hyperresponsiveness saluran pernapasan dan mencegah timbulnya obstruksi yang tidak dapat pulih kembali (irreversible airway obstruction) (4) berkeyakinan bahwa pengobatan tersebut dapat menyembuhkan serangan eksaserbi akut sehingga dapat menghindari penyempitan saluran pernapasan lebih lanjut (5) pengobatan asma merupakan tindakan yang melibatkan banyak hal, antara lain

penyuluhan (edukasi) penderita, pengawasan lingkungan, dan pemakaian obat-obatan guna mengawasi secara objektif perjalanan penyakit tersebut Penatalaksanaan asma dibagi menjadi dua, yaitu secara medikamentosa dan nonmedikamentosa. Secara optimal, pengobatan non-medikamentosa harus dilakukan pada penyakit asma, dan tindakan tersebut meliputi : (1) penyuluhan mengenai penyakit asma kepada keluarga (2) menjauhi bahan-bahan yang dapat menimbulkan serangan asma dan faktor pencetus timbulnya asma (3) imunoterapi berdasarkan kelayakan penderita asma, sesuai dengan batasannya mempunyai kepekaan yang berlebihan pada saluran pernapasan. Oleh sebab itu, menjauhi paparan bahan iritan adalah mutlak. Bahan iritan dan alergen dapat menimbulkan keluhan akut dan juga meningkatkan

hyperresponsiveness saluran pernapasan. Gas iritan yang tidak spesifik meliputi asap rokok,

debu, bau yang berlebihan, polusi bahan pabrik dan polusi yang berasal dari lingkungan. Pada orang alergi, bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan asma dan cara pencegahan yang paling baik ialah menghindari kontak dengan bahan-bahan tersebut. Pengobatan imunoterapi dapat diberikan. Tujuan pengobatan medikamentosa adalah menghilangkan obstruksi saluran napas. Obat-obatan yang dipergunakan meliputi bronkodilator dan anti keradangan atau keduanya. obat anti inflamasi dapat mencegah terjadinya proses peradangan lebih lanjut. Bronkodilator bekerja dengan cara mengendurkan kontraksi otot polos bronkus. Obat anti inflamasi meliputi : kortikosteroid sodium cromolyn atau cromolyn-like compound (Anti Inflamasi Non Steroid) anti inflamasi lainnya

Obat bronkodilator meliputi : beta adrenergik agonis metilsantin antikolinergik

Bronkodilator dan kortikosteroid dapat diberikan secara oral, parenteral atau inhalasi.

Kortikosteroid Merupakan anti radang yang efektif untuk pengobatan obstruksi jalan napas yang reversibel. Meskipun mekanismenya belum seluruhnya jelas, namun dalam percobaan ternyata kortikosteroid dapat mempercepat katabolisme imunoglobulin (termasuk IgE). Di samping itu, kortikosteroid menghalangi kerja enzim fosfolipase yang mampu mengubah fosfolipid membran sel menjadi mediator yang berpotensi tinggi menimbulkan

bronkospasme, dan yang terpenting kortikosteroid dapat : menghalangi metabolisme asam arakhidonat dan menghambat pembentukan leukotrien dan prostaglandin menghalangi pergerakan dan aktivitas sel-sel radang secara langsung meningkatkan respon reseptor beta dari otot polos saluran pernapasan Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek. Hasilnya cukup baik untuk mengurangi lama dan seringnya serangan eksaserbasi akut. Pemberian kortikosteroid oral sedini mungkin pada serangan eksaserbasi akut dapat menghambat beratnya penyakit, mengurangi timbulnya kasus darurat paru, mengurangi seringnya masuk RS, dan apabila masuk RS lama raawatnya jadi lebih pendek.

Pada pemberian kortikosteroid per oral, obat mulai bekerja 3 jam setelah pemberian, mencapai puncak setelah 6-12 jam. Pengobatan asma akut jangka pendek yang memakai kortikosteroid per oral dosis tinggi (1-2 mg/kg BB pada anak-anak) dapat diberikan 5-10 hari, kemudian dosis obat diturunkan perlahan-lahan. Sedangkan dosis pemeliharaan

(maintenance) diberikan bila Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) stabil dan mendekati nilai normal. Kortikosteroid aerosol per inhalasi merupakan cara pengobatan pertama untuk asma sedang maupun asma berat sesuai dengan patogenesis adanya keradangan dan hyperresponsiveness saluran napas.

Sodium kromolin Merupakan obat anti-inflamasi non-steroid untuk asma yang dianggap cukup penting dan baik. Mekaniasme kerja obat ini belum sepenuhnya diketahui, namun teori daasarnya adalah sebagai stabilisator sel mast dan mencegah pelepasan mediator. Pemakaian sodium kromolin untuk profilaksis dapat mencegah reaksi cepat atau lambat yang dapat menimbulkan penyempitan saluran napas setelah terpapar dengan alergen atau setelah latihan jasmani, ataupun setelah menghirup udara dingin.

Sodium Nedokromil Obat ini merupakan modifikasi dari kromolin, berbentuk tablet dan pemberiannya per oral, susunan molekulnya lebih sederhana daripada kromolin. Bekerja sebagai stabilisator membran yang bekerja 40x lebih baik daripada sodium kromolin.

Ketotifen Obat ini mempunyai anti histamin dan dapat dipakai untuk pengobatan asma ringan. Pengaruh sampingannya adalah sebagai zat penenang.

Bronkodilator Spasme otot polos bronkus merupakan faktor utama yang menimbulkan obstruksi pada asma. Obat-obatan beta-adrenergik agonis teofilin dan antikolinergik terbukti dapat mengendorkan spasme otot polos tersebut. Karena setiap obat tadi mempunyai mekanisme kerja yang berbeda, maka pemakaian obat-obatan secara gabungan akan menambah efek masing-masing obat tersebut. Obat-obatan tersebut meliputi :

Adrenergik : suatu bronkodilator yang spesifik Epinefrin (Adrenalin)

Epinefrin sangat poten, kerjanya cepat secara parenteral. Efek terapeutiknya pendek, kecuali kalau larutannya digabungkan dengan suspensi lain yang mengandung aluminium. Epinefrin merupakan gabungan alfa dan beta adrenergik agonis. Pemberian subkutan dengan dosis 0,01 mg/kg BB, menghasilkan bronkodilator cepat, tetapi dengan adanya alfa adrenergik yang mempunyai aktivitas kuat, pemakaian epinefrin harus dibatasi pada penderita tua, terutama yang menderita penyakit jantung iskemik. Karena obat ini dapat menimbulkan efek samping seperti iskemi miokard, aritmia, dan hipertensi sistemik. Kontra indikasi ini tidak berlaku pada semua penderita yang mengalami eksaserbasi. Efedrin

Obat ini merupakan suatu bronkodilator ringan. Sering dikombinasikan dengan aminofilin dan sedatif, tetapi penggunaannya terbatas pada serangan asma ringan Isoproterenol

Obat ini diberikan secara inhalasi dengan menggunakan nebulizer dan dalam dosis kecil. Kerja obat baru tampak setelah 5 menit pemberian dan waktu kerja obat sangat pendek, yaitu kurang dari 2 jam. Penderita yang mengalami serangan asma berat dapat diberikan per injeksi. Hati-hati pemberian obat pada penderita sakit jantung. Beta-adrenergik Agonis Selektif

Obat ini bekerja selektif sebagai bronkodilator pada reseptor beta 2 otot polos bronkus, sehingga terjadi pelebaran saluran napas serta memperlambat terlepasnya mediator sel mast dan basofil. Bila diberikan per oral lama kerjanya 4-6 jam, namun bila diberikan secara aerosol efek obat lebih lama sekitar 12-18 jam. Pemberian aerosol juga dapat mengurangi pengaruh sampingan berdebar-debar, cemas, gemetar dibandingkan dengan pemberian per oral atau parenteral dan pemberian secara inhalasi lebih rasional, baik untuk pencegahan maupun eksaserbasi akut, karena asma merupakan penyakit saluran napas Non Adrenergik Bronkodilator Teofilin

Teofilin dan derivatnya merupakan obat asma kelompok pertama yang sering dipakai. Untuk pengobatan asma akut tersedia dalam bentuk tablet tipis dengan kerjanya yang cepat, namun tidak dipakai sebagai maintenance drug karena cepat pula dimetabolisir,. Untuk pemakaian long acting tersedia dalam bentuk tablet sustained-release yang efek bronkodilatornya 12-24 jam, sehingga dapat dipakai 2x sehari. Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase , sehingga 5-cAMP tidak terbentuk dan konstriksi bronkus tidak terjadi. Teofilin juga bekerja melawan

adenosin yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi, meningkatkan pelepasan katekolamin dalam tubuh., mempengaruhi aliran kalsium dalam sel, mempercepat terjadinya ikatan cAMP dengan protein menjadi cAMP-protein dan mengurangi kelelahan otot diafragma. Teofilin bebas dapat menembus plasenta, sehingga kadar teofilin di dalam janin pada waktu lahir sama dengan kadar teofilin dalam serum ibunya. Namun, sampai saat ini tidak menyebabkan kelainan kongenital walaupun bayi mengalami keracunan teofilin

Obat-obat antikolinergik

Atropin, prototipe kolinergik, digunakan sebagai obat asma terbatas karena efek samping yang sering terjadi. Atropin diserap tubuh melalui mukosa. Namun obat sintetiknya banyak dipakai pada pengobatan penderita penyakit paru obstruktif menahun, yakni ipratropium bromida, dan merupakan obat yang mempunyai kemampuan bronkodilatasi 2x lipat dengan waktu kerja yang jauh lebih lama dibandingkan dengan atropin itu sendiri. Kombinasi anti kolinergik dengan obat golongan adrenergik akan menghasilkan relaksasi otot polos bronkus, dengan cepat dan lebih lama.

KELOMPOK OBAT ASMA Obat asma dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega, atau obat serangan. Obat kelompok

ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat tidak digunakan lagi atau diberikan hanya bila perlu. Jenis obat pereda yang biasa digunakan, yaitu : o Bronkodilator : terdiri dari simpatomimetik, santin, dan antikolinergik Simpatomimetik contohnya adrenalin, ephedrin, 2 Agonis Santin contohnya teofilin, aminofilin Antikolinergik contohnya iptropium bromide o Kortikosteroid. Contohnya : kortison, hidrokortison, prednison, kenacort o Mukolitik. Contohnya : obat batuk putih (OBP), obat batuk hitam (OBH), bisolvon Obat pengendali yang disebut juga obat pencegah atau obat profilaksis. Obat ini

digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus diberikan walaupun sudah tidak ada gejalanya. Lama pengobatan tergantung keadaan asma dan tujuannya. Pemberiannya

diturunkan pelan-pelan yaitu 25% setiap penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6-8 minggu. Jenis obat pengendali yang biasa digunakan : o Bronkodilator o Kortikosteroid o Mukolitik o Ketotifen

TATALAKSANA SERANGAN ASMA Pengobatan Medikamentosa pada derajat serangan pada dasarnya selalu diawali dengan tatalaksana awal berupa : pemberian nebulisasi - agonis dengan penambahan garam fisiologis, yang dapat diulang 1 3 x selang 20 menit pada pemberian ketiga nebulisasi ditambah antikolinergik pada serangan berat, langsung berikan nebulisasi agonis dikombinasikan dengan

antikolinergik pada pasien dengan serangan berat yang diserai dehidrasi dan asidosis metabolik,

mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi agonis cukup diberikan 1x nebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.

Kemudian, tatalaksana disesuaikan dengan derajat serangan : (1) serangan asma ringan Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik (complete

response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 12 jam, jika respons tersebut bertahan berarti serangan telah berakhir, pasien dapat dipulangkan dan dibekali obat agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4 6 jam Jika pencetus serangannya adalah virus dapat ditambahkan steroid oral dalam jangka pendek (3 5 hari)

(2) serangan asma sedang Jika dengan pemberian nebulisasi 2 -3 kali , pasien hnaya menunjukkan respon parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu perlu dinilai ulang derajatnya.

hari

Steroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 3-5

Apabila alat nebuliser tidak tersedia, maka sebagai alternatif lain dapat digunakan spacer yang dihubungkan dengan obat inhaler ( MDI = Matered Dose Inhaler ) . pada serangan asma ringan dan sedang , metode ini sama efektifnya dengan pemberian nebulisasi, sedangkan pada serangan berat nebuliser masih lebih unggul. Dengan bantuan spacer, deposit obat di paru paru akan lebih besar dibandingkan dengan MDI tanpa spacer. (3) serangan asma berat Bila dengan tiga kali nebulisasi berturut- turut pasien tidak menunjukkan respon buruk ( poor response ), yaitu tanda dan gejala serangan masih ada ( pemakaian ulang sesuai pedoman ) maka pasien harus dirawat diruang inap. Dalam derajat ini Pasien harus segera ditangani denagn pemberian oksigen. Oksigen 2- 4 L / menit diberikan sejak awal harus diberikan termasuk saat nebulisasi.. Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks. Jika sejak penilaian awal pasien mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan satu kali langsung dengan agonis dan antikolinergik ( Ipratropium bromida ). Dahulu keadaan ini disebut dengan status asmatikus. Pada keadaan ini harus dicari penyebab kegagalan tatalaksana yang biasanya adalah keadaan dehidrasi, asidosis dan adanya gangguan ventilasi akibat atelektasis. Terapi non-medikamentosa serangan asma : Oksigen 4 L/menit Mencegah anak terpapar zat / allergen/ kondisi ( cuaca ) yang dapat memacu timbulnya

serangan asma. Edukasi kepada pihak keluarga anak yang menderita asma mengenai derajat penyakit

dan derajat serangan asma Diet yang bergizi, cukup istirahat Berenang

Kasus yang perlu segera dirujuk ke Rumah Sakit terdekat adalah ketika pasien menunjukkan gejala dan tanda henti napas. Di IGD RS harus segera dilakukan foto toraks untuk mendeteksi sedini mungkin adanya komplikasi pneumotoraks/ pneumomediastinum, meskipun menurut data statistik yang didapatkan komplikasi ini jarang terjadi.

CARA PEMBERIAN OBAT ASMA peroral

perinhalasi/aerosol Umur Alat Inhalasi < 2 tahun Nebuliser MDI dengan spacer Aerochamber, Babyhaler 5-8 tahun Nebuliser MDI dengan spacer DPI : Diskhaler,Turbuhaler > 8 tahun Nebuliser MDI dengan spacer DPI MDI tanpa spacer

3. Subkutan 4. Intramukuler 5. Intravena

TERAPI MEDIKAMENTOSA JANGKA PANJANG

Asma episodik jarang Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator agonis hirupan kerja pendek (short acting 2 agonis) atau golongan santin kerja cepat bila perlu, yaitu jika ada gejala atau serangan. Anjuran pemakaian tidak mudah dilakukan mengingat obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di samping itu, pemakaian obat hirupan memerlukan teknik penggunaan yang benar.

Asma episodik sering Jika penggunaan obat pereda sudah lebih dari 3x perminggu atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali

sudah terindikasi. Berarti derajat asmanya sudah termasuk episodik sering atau pasien sejak semula menunjukkan gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan kriteria episodik sering. Anti-inflamasi lapis pertama yang digunakan adalah kromoglikat , dengan dosis minimum 10 mg 2-4 kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjasi 2-3 kali perhari. Sampai sekarang, obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan efek sampingnya ringan, yaitu sesekali menyebabkan batuk. Nedokromil merupakan obat satu golongan dengan kromoglikat namun lebih poten dan tidak menyebabkan batuk. Dapat diberikan pula obat pencegahan berupa steroid hirupan dosis rendah 100-200 g/1 hari.

Asma persisten Jika setelah 6-8 minggu pemberian steroid hirupan dosis rendah gagal dan obat serangan tetap diperlukan 3x tiap minggu maka berarti asmanya termasuk asma persisten. Sebagai obat pengendali atau pencegahan pilihan berikutnya adalah obat steroid hirupan dosis 200400 g/1 hari yang masih termasuk dosis rendah. Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah sampai medium yaitu 100-400 g. Diatas 400 g/hari dilaporkan adanya pengaruh efek sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 g/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros hipotalamus-pituitary-adrenal sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan alat pmberi jarak berupa perenggang ( spacer ) yang akan mengurangi deposisi didaerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik dan meningkatkan deposisi obat di paru. Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 1-3 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap ( step down ) sehingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan obat pelega/obat serangan tetap diberikan bila perlu saja.

ASMA : Prognosis, Komplikasi dan peranan keluarga / dokter

Peran orang tua/pasien dan dokter penting dalam mengendalikan asma, tetapi peran orang tua jauh lebih penting. Orang tua / pasien harus diberi pengertian ( komunikasi, informasi dan edukasi ) tentang asma secara menyeluruh dalam hal perjalanan asma, gejala-gejala asma dan penanggulangan asma. Untuk itu, dokter perlu meluangkan waktu menjalankan KIE kepada orang tua.

Kurangnya pengetahuan tentang asma dan tatalaksananya berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas penyakit ini. Hal ini bukan saja terjadi pada pasien dan keluarganya, tapi juga pada tenaga kesehatan, bahkan pada dokternya. Banyak dokter tidak mengikuti perkembangan dan perubahan konsep tentang asma dan tatalaksananya. Lebih jauh lagi mereka tidak mempunyai ketrampilan praktis penggunaan alat-alat inhalasi, sehingga bahkan ada yang sampai melarang pasien yang sudah menggunakannya. Di banyak tempat di dunia asma anak masih banyak yang underdiagnosed dan undertreatment. Dengan demikian pendidikan asma sangat perlu dilakukan pada tenaga kesehatan di satu pihak, dan pasien dengan keluarganya serta guru sekolah di lain pihak. Selain kemitraan keluarga dan gurunya, keterlibatan unsur lain juga penting, misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait media masa dapat berperan konstruktif dalam menyebarkan informasi tentang asma dan penanggulangannya kepada masyarakat luas. Tujuan pendidikan pada keluarga itu adalah untuk mengerti apa itu asma, bagaimana prognosisnya. Dengan demikian keluarga lebih dapat berperan serta dalam penanggulangan asma pada anknya. Setelah mana diharapkan keluarga dan anak yang menderita dapat: Mencegah serangan asma dengan membuat lingkungan seserasi mungkin terhadap anak. Selalu sedia obat asma yang menurut pengalaman pada serangan yang lalu ,asih efektif. Memberikan obat pada waktu, cara, dan lama yang tepat. Mengetahui tanda-tanda permulaan serangan asma. Mengetahui kapan harus konsultasi ke dokter atau ke rumah sakit. Konsultasi rutin harus dilakukan bila ada persoalan, misalnya persediaan obat asma habis, obat sudah diberikan tetapi serangan asmanya tidak membaik bahkan mungkin memburuk.Orangtua harus mengetahui kapan harus segera membawa anaknya k unit pelayanan gawat darurat. Menjaga kesehatan umum anak yang sama. Membina suasana keluarga agar dapat mmbri pengaruh yang positif bagi kehidupan keluarga pada umumnya dan pada anak asma pada khususnya.

PROGNOSIS ASMA SECARA JANGKA PANJANG Prognosis jangka panjang asma pada anak umumnya baik. Sebagian asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang sudah menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. 20% asma episodik sering sudah tidak timbul pada masa akil balik, 60% tetap sebagai asma

episodik sering, dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik sering, hampir 60% tetap menjadi asma kronik/persisten, dan sisanya menjadi asma episodik jarang. Secara keseluruhan, dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. Faktor yang dapat mempengaruhi prognosis anak adalah : Umur ketika serangan timbul, seringnya serangan asma, berat-ringannya serangan

asma, terutama pada 2 tahun sejak mendapat serangan asma Banyak sedikitnya faktor atopi pada diri anak dan keluarganya Menderita/pernah menderita eksema infantil yang sulit diatasi Lamanya minum ASI Usaha pengobatan dan penanggulangannya Apakah ibu/bapak atau teman sekamar atau serumah. Polusi udara yang lain di rumah

atau di luar rumah juga dapat mempengaruhi Penghindaran alergen yang dimakan sejak hamil dan pada waktu meneteki Jenis kelamin, kelainan hormonal

KOMPLIKASI Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara (pektus karinatum/piegon chest) dan tampak sulkus Harrison. Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiaktasis, dan bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus-menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, yang biasa disebut status asmatikus, bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan pernapasan, dan kegagalan jantung. Keadaaan rujukan : Respons bronkodilator tidak segera , ada tapi kurang dari 3 jam Setelah pemberian kortikosteroid tidak ada perbaikan dalam 2-6 jam Pulsus paradoksus > 155 mmHg

Saturasi O2 < 91 % Dispnea berat Sianosis Kesadaran menurun

Asma adalah penyakit yang dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul segala usia, meskipun demikian, umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah lima tahun dan orang dewasa pada usia sekitar tiga puluh tahunan. Prof. Dr. dr Heru Sundaru, Sp.PD, KAI dari FKUI Universitas Indonesia mengatakan, kasus asma pada anak di Indonesia lebih tinggi sedikit dibandingkan dewasa. Kemudian asma pada anak akan hilang sebagian, dan akan muncul lagi setelah dewasa karena perjalanan alamiah.

Para ahli asma mempercayai bahwa asma merupakan penyakit keturunan dan sebagian besar orang yang menderita asma karena alergi terhadap sumber alergi tertentu (alergen). Alergen merupakan faktor yang berasal dari lingkungan.

Penyebab Penyakit Asma Istilah penyebab asma sebenarnya kurang tepat karena sampai saat ini penyebab asma belum diketahui. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli di bidang asma untuk menerangkan sebab terjadinya asma, namun belum satu pun teori atau hipotesis yanga dapat diterima atau disepakati semua para ahli.

Meskipun demikian yang jelas saluran pernapasan penderita asma memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas). Asap rokok, tekanan jiwa, alergen pada orang normal tidak menimbulkan asma tetapi pada penderita asma rangsangan tadi dapat menimbulkan serangan.

Gambar 1 : Respon Kekebalan Tubuh

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara.

Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: kontraksi otot polos peningkatan pembentukan lendir perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin.Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.

Faktor Pencetus Serangan Asma Pemicu mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan mengakibatkan penyempitan dari saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan lebih mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat bila sudah ada atau terjadi peradangan. Faktor pada pasien Aspek genetik Kemungkinan alergi Saluran napas yang memang mudah terangsang Jenis kelamin Ras/etnik Faktor lingkungan Bahan-bahan di dalam ruangan : Tungau debu rumah Binatang, kecoa Bahan-bahan di luar ruangan : Tepung sari bunga Jamur Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan Obat-obatan tertentu Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray ) Ekspresi emosi yang berlebihan Asap rokok dari perokok aktif dan pasif Polusi udara dari luar dan dalam ruangan Infeksi saluran napas Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik tertentu Perubahan cuaca

Anda mungkin juga menyukai