Diposting Oleh Dwi Yoedhas Putra on Friday, April 16, 2010 | | 1 comments Labels: Asuhan Keperawatan Jiwa ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SKIZOFRENIA
Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).
Penyebab
1. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
2. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
7. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
8. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
9. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).
Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti manerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.
3. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
6. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized). Tidak terdapat waham yang sistemik Efek yang datar dan tak serasi / ketolol tololan.
Inkoherensi yang jelas Afek datar tak serasi atau ketolol tololan. Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar. Waham / halusinasi yang terpecah pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai. Menyertai pelanggaran (mennerism) berkelakar. Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial. Berbagai perilaku tanpa tujuan.
Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.
Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar) klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suara. Padahal tidak ada orang yang bicara.
1. Fase pertama
Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat di selesaikan, klien mulai melamun dan memikirkan hal hal yang menyenangkan cara ini hanya menolong sementara.
2. Fase kedua
Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.
3. Fase ketiga.
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
4. Fase keempat
Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi klien, klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya, hilang dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan
Menurut diri, tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang tiba tiba, arah gelisah.
Jenis halusinasi
1. Halusinasi dengar
Dengar suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam tetapi tidak ada sumbernya disekitarnya.
2. Halusinasi terlihat
Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin ada.
3. Halusinasi penciuman
Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada sumber.
4. Halusinasi kecap
5. Halusinasi raba
Pengkajian
Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Isi pengkajian meliputi :
Identitas klien Keluhan utama/alasan masuk Faktor predisposisi Dimensi fisik / biologis Dimensi psikososial Status mental Kebutuhan persiapan pulang Mekanisme koping Masalah psikososial dan lingkungan Aspek medik
Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data obyektif, sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga melalui wawancara perawatan disebut data subyektif.
Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa keperawatan
1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi
Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
Salam terapeutik Perkenalan diri Jelaskan tujuan interaksi Ciptakan lingkungan yang tenang Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).
a. Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional : untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.
b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah olah ada teman bicara.
Bila klien menjawab ada, lanjutkan ; apa yang dikatakan ? Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien. Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.
Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).
e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.
a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.
Katakan saya tidak mau dengan kamu (pada halusinasi). Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap cakap . mengatakan halusinasinya. Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak sempat muncul. Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.
e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.
f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
Gejala halusinasinya yang dialami klien Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya. Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang efek dan efek samping obat yang dirasakan. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi. Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)
2. Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir (waham).
Tujuan Umum :
Tujuan Khusus :
Katakan perawat menerima : saya menerima keyakinan anda, disertai ekspresi menerima. Katakan perawat tidak mendukung : sadar bagi saya untuk mempercayainya disertai ekspresi ragu dan empati. Tidak membicarakan isi waham klien.
Gunakan keterbukaan dan kejujuran Jangan tinggalkan klien sendirian Klien diyakinkan berada di tempat aman, tidak sendirian.
Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realitas. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis. Tanyakan apa yang bisa dilakukan (aktiviotas sehari hari) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai waham tidak ada.
Observasi kebutuhan klien sehari hari. Diskusi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah / di RS. Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien (buat jadwal aktivitas klien).
Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri orang lain, tempat, waktu) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping obat, akibat penghentian. Diskusikan perasaan klien setelah minum obat Berikan obat dengan prinsip 5 tepat
3. Doagnosa 3 : Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif
Tujuan Umum :
Tujuan Khusus :
Dorong klien mengungkapkan perasaan tentang keadaan dan kebersihan dirinya. Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan empati. Beri pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang kebersihan dirinya. Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.
Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri klien Diskusikan dengan keluarga Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi kebutuhan perawatan diri klien. Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluarga