Anda di halaman 1dari 44

JOURNAL READING

Ying Han et al. International Journal of Biomedical Imaging. Vol.2006, Article ID 20164, Pages 111

Aplikasi Diffusion- & PerfusionWeighted MRI untuk Diagnosis & Terapi Infark Serebri Akut
Pembimbing : dr. Dwi Pudjonarko, M. Kes, Sp.S Oleh : Maria Belladonna R. S.

Pengantar
BEBERAPA ISTILAH ....

Prinsip MRI : perilaku proton dalam air untuk menghasilkan gambaran kontras antara lesi dan jaringan. Parameter-parameternya : densitas proton waktu relaksasi longitudinal (T1) waktu relaksasi transversal (T2)
Karakteristik MRI adalah berdasarkan kemampuan untuk menghasilkan kontras tersebut, disebut sebagai weighting.

Pengantar
T1-weighted image : molekul air dieksitasi oleh medan magnet yang kuat menghasilkan sinyal MRI T2-weighted image : gambaran kontras dihasilkan dengan mengukur koherensi antar molekul-molekul air. Bila air berada pada lingkungan di mana ia bebas bergerak, maka proses relaksasi menjadi lebih lama menghasilkan gambaran kontras antara lesi dengan jaringan sehat sekitarnya. FLAIR (Fluid Attenuating Inversion Recovery) : seperti T2, namun sinyal LCS beramplitudo tinggi dihilangkan, sehingga hanya tersisa sinyal terang yang berasal dari parenkim otak.

Pengantar DWI (Diffusion-Weighted Imaging) Metode MRI yang menggambarkan mikrostruktural jaringan berdasarkan karakteristik difusi air. Mengukur kecepatan difusi molekul air dalam jaringan.

Pengantar PWI (Perfusion-Weighted Imaging) Mengukur kecepatan aliran darah mikroskopik dari kapiler dan venulae serebri ke jaringan otak.

Pengantar

Pendahuluan Stroke : penyakit yang mengancam jiwa Komplikasi : disabilitas jangka panjang Diagnosis akurat pada fase akut penting untuk terapi & prognosis.

DWI & PWI dapat mendiagnosis infark otak pada fase yang sangat awal

Pendahuluan DWI dapat mengidentifikasi daerah iskemik berat yang diperkirakan akan menjadi inti infark yang ireversibel. PWI, menggunakan dynamic susceptibility contrast & parameter turunannya : CBF (Cerebral Blood Flow) CBV (Cerebral Blood Volume) MTT (Mean Transit Time) Dapat mengidentifikasi defisit perfusi pada regio sekitar inti iskemik.

Pendahuluan Area yang terganggu pada PWI lebih luas daripada lesi DWI pada jam pertama perubahan stroke Mismatch = PWI DWI Mismatch mewakili penumbra iskemik Penumbra iskemik : regio iskemik yang reversibel, namun juga bisa menjadi infark

Pendahuluan
Beberapa peneliti menyatakan bahwa mismatch DWI/PWI mungkin mencakup tidak hanya area yang berisiko infark, namun juga jaringan oligemik dengan aliran darah di atas ambang viabilitas kritis yang tidak berisiko.
penting untuk menghitung nilai defisit perfusi pada area mismatch DWI/PWI untuk membedakan antara area sebenarnya yang berisiko dengan jaringan oligemik yang bukan merupakan target trombolisis

BAHAN & METODE 1. Subjek 120 pasien stroke akut dipilih dari 350 pasien stroke periode Maret 1999 Maret 2003. Rerata umur 64 th (28-80 th). 86 (dari 120) : infark; 34 TIA

BAHAN & METODE 2. MR scanning Menggunakan MRI 1,5 T : Potongan sagital, koronal, aksial T1 T2 FLAIR MRA DWI PWI Kontras : bolus Gd-DTPA (0,2 mmol/kg)

BAHAN & METODE 3. Analisis Data a) Apparent diffusion coefficient (ADC) & Exponential apparent diffusion coefficient (EADC)
Nilai ADC diperoleh berdasarkan persamaan Stejskal-Tanner: D : koefisien difusi S0 : intensitas sinyal images tanpa faktor b Sb : intensitas sinyal images yang direkam menggunakan faktor b b : diffusing weighting factor : radio gyromagnetik, : durasi gradien iradiasi : waktu antara peninggian tepi dari dua gradien sensitisasi difusi.

BAHAN & METODE


Otak bersifat anisotropik, maka restriksi difusi tergantung terhadap arah. Koefisien difusi D, mempunyai Dxx, Dyy, & Dzz : Pada manusia, lebih sering digunakan istilah ADC daripada D, sehingga dapat ditulis :

Pemetaan ADC atau EADC dibuat berdasar nilai ADC atau EADC. Area lesi & area cermin kontralateralnya disegmentasi untuk membuat analisis perbandingan & kuantitatif. Segmentasi dilakukan pada DWI & rerata nilai ADC dihitung.

BAHAN & METODE


b) Cerebral blood flow (CBF), cerebral blood volume (CBV), dan mean transit time (MTT)
= (1 HCTLV)/(1 HCTSV) HCTLV (hematokrit pada pembuluh darah besar)= 0,45 HCTSV (hematokrit pada pembuluh darah kecil) = 0,25 (densitas jaringan otak)= 1,04 g/ml Cm(t) : kadar Gd-DTPA terukur dengan waktu AIF(t) : kurva fungsi input arterial (AIF) terukur

BAHAN & METODE

CBF : Cerebral Blood Flow


Cmax : kadar Gd-DTPA maksimum dalam jaringan MTT : Mean Transit Time

BAHAN & METODE


c) Arterial input function (AIF) dan gamma variate fitting
Gamma variate fitting dilakukan untuk denoise data untuk resirkulasi tracer. Kurva AIF(t) dan Cm(t) jaringan memenuhi fungsi variat gamma menggunakan metode Levenberg-Marquardt :
AIF fit(t) & Cfit(t) memenuhi kurva AIF(t) dan Cm(t) K : konstanta : jumlah gambar : selang waktu antara gambar 0 & sampainya bolus & B: parameter variat gamma Fstep : step function yang ditentukan dengan : Fstep = 1( ) 0, 0( ) < 0

BAHAN & METODE

d) Segmentasi
Segmentasi dilakukan pada daerah lesi menggunakan DWI, ADC, CBV, CBF, & MTT dibandingkan Perbedaan daerah antara gambaran (DWI, ADC terhadap CBV, CBF, MTT) merupakan penumbra

HASIL
120 pasien

Kelompok 1 Dx < 3 jam

Kelompok 2 Dx 3-6 jam

Kelompok 3 Dx 6 48 jam

Hampir semua Tx trombolitik

Beberapa Tx trombolitik

Hanya sedikit Tx trombolitik

HASIL
1. Intensitas sinyal T2WI atau T1WI konvensional : - Kel.1 & 2 : tampak normal
Kel. 3 : hiperintens pada T2WI / FLAIR

DWI - Kel. 1, 2, 3 : hiperintens


ADC jelas pada fase hiperakut (<6 jam) & akut (6-48 jam) : sinyal area lesi hipointens pada pemetaan ADC. Setelah itu ADC pulih bertahap sesuai perjalanan penyakit berubah menjadi hiperintens pada pemetaan ADC.

HASIL
Laki-laki 46 tahun, Fase hiperakut (1,5 jam)

T1-WI

T2-WI

DWI

ADC

EADC

Setelah 7 hari :

T2-WI

T1-WI

DWI

pemetaan ADC

HASIL
PWI - MTT : sinyal hiperintens - pemetaan CBV & CBF : sinyal hipointens
MRA: hilangnya sinyal pada a. serebri media
Wanita 55 tahun, infark pada fase hiperakut (6 jam)

DWI

pemetaan ADC

MTT

pemetaan penumbra

MRA

HASIL 2. Sensitivitas DWI, PWI, dan T2WI Kel. 1 : sensitivitas DWI atau PWI = 75% Kel. 2 : sensitivitas DWI atau PWI = 100% Kel. 3 : sensitivitas DWI atau PWI = 100% sensitivitas T2WI = 76%

HASIL 3. DWI-PWI mismatch


Daerah hiperintens di pemetaan MTT lebih luas daripada DWI selisihnya = penumbra , dapat dipulihkan dengan terapi trombolitik yang sesuai.

DWI

MTT

pemetaan penumbra

HASIL 4. Observasi kontinyu terhadap lesi setelah terapi


Kelompok 1 <1,5 jam tidak ada DWI-PWI mismatch Seluruh daerah abnormal menghilang setelah tx 1,5-3 jam ada DWI-PWI mismatch Hampir Seluruh daerah abnormal jadi normal setelah tx Kelompok 2 3-6 jam beberapa bagian dari daerah abnormal pulih Setelah tx Kelompok 3 6-48 jam

Hanya sedikit daerah abnormal pulih Setelah tx

HASIL Dengan segmentasi dihitung vol. daerah abnormal sebelum & setelah terapi :
Subkel. 1,5 jam : lesi menghilang Subkel. 3 jam : >90% daerah lesi pulih Dalam 6 jam : daerah yang pulih 70-80% Dalam 8 jam : daerah yang pulih 40%

HASIL 5. Efikasi terapi pada masing-masing kelompok


Terapi trombolitik sangat efektif pada 3 jam pertama (kel.1, sebagian besar pasien pulih). Kel.2 (3-6 jam setelah infark) : masih tersisa inti infark dan pasien mengalami sekuele setelah terapi. Selain itu, risiko hemoragik juga meningkat. Kel.3, terapi trombolitik tidak efektif, persentase pemulihan setelah terapi <27%

HASIL

Pembahasan 1. Nilai DWI dan PWI dalam diagnosis stroke hiperakut DWI dan PWI sangat menjanjikan untuk meningkatkan sensitivitas dalam mendiagnosis infark; dan dianggap sebagai prediktor stroke yang kuat.

Pembahasan DWI :
gerakan konstan molekul air pada otak, difusi molekul air dalam ruang ekstraseluler, & antar ruang intraseluler dan ekstraseluler dapat diukur Apabila difusi dibatasi, sinyal DWI menunjukkan hiperintens, seperti pada kerusakan sitotoksik akibat iskemia, inflamasi, trauma, atau tumor. Lesi hiperintens pada DWI dapat mencerminkan efek T2 yang kuat selain berkurangnya difusi air.

Pembahasan
Untuk menghilangkan efek T2, koefisien difusi D dihitung sebagai rerata makroskopik kompartemen jaringan heterogen dengan beragam unsur difusi dianggap sbg apparent diffusion coefficient (ADC).

ADC berperan penting u/ dx stroke, khususnya fase akut.


Karena hilangnya efek T2, beberapa lesi hiperintens kecil dapat diidentifikasi ADC juga dapat memprediksi status perfusi. Perjalanan waktu dari ADC: pertama-tama ADC menurun, kira-kira 28 jam sampai minimum, lalu meningkat kembali & mencapai pseudonormalisasi setelah 5 hari

Nilai ADC menjadi jauh lebih tinggi pada infark kronis


Lokasi & ukuran infark tidak berpengaruh terhadap perjalanan waktu ini.

Pembahasan Dgn kombinasi DWI & ADC, dx stroke dapat ditegakkan secara akurat, khususnya fase hiperakut (<6jam). Sensitivitas DWI : 85,7%, spesifitas 95,7%. Sensitivitas DWI 24 jam pertama. Diagnosis false negatif sering terjadi pada infark kecil teritori posterior.

Pembahasan Dgn kombinasi DWI & ADC, infark akut & kronis dapat dibedakan.

INFARK AKUT

INFARK KRONIS

Sinyal hiperintens ADC turun

Sinyal hipointens ADC bertambah

Pembahasan
Sinyal pada infark hiperakut & akut adalah hiperintens pada MTT, hipointens pada CBV dan CBF. Karena arteri penyuplai mengalami oklusi pada stroke, maka nilai CBV dan CBF turun, dan MTT memanjang. Secara umum, area lesi pada fase hiperakut stroke yang diukur dengan PWI jauh lebih luas daripada DWI, namun daerah yang besar tersebut akan berubah secara bertahap dan akhirnya menjadi sama besarnya dengan DWI. Daerah mismatch ini disebut sebagai jaringan berisiko atau penumbra. Mismatch DWI-PWI menunjukkan adanya jaringan otak yang dapat diselamatkan.

Pembahasan
2. Pentingnya diagnosis dini untuk terapi efektif Diagnosis dini yang akurat dapat memberikan waktu dan peluang untuk terapi stroke. Penumbra dapat digunakan untuk evaluasi efikasi terapi. Penumbra adalah jaringan otak abnormal dengan disfungsi namun tanpa destruksi. Jaringan dapat diselamatkan dengan terapi. Penumbra akan menjadi infark apabila reperfusi darah tetap minim. Tujuan utama trombolisis dan terapi lain adalah untuk melindungi penumbra dari infark.

Pembahasan
Sejak awal 1990, tPA telah digunakan u/ stroke & memperbaiki outcome neurologis & fungsional secara bermakna u/pasien stroke yg diterapi dlm 3 jam onset. Jendela terapi diperpanjang hingga 6 jam dg dx PWI dan DWI, bila pasien memenuhi salah satu berikut :
1. Lesi PWI awal memperkirakan daerah jaringan otak disfungsional akut, sedangkan lesi DWI akut berhubungan dengan inti infark awal. Mismatch antara lesi PWI akut dan lesi DWI yang lebih kecil menggambarkan jaringan otak yang potensial dapat diselamatkan (perkiraan penumbra iskemik). Pasien dengan mismatch PWI/DWI: reperfusi awal berhub. dengan perbaikan klinis & pemulihan/reduksi lesi DWI.

2.

3.

Pembahasan
Selain itu, peneliti lain menganggap bahwa : DWI-PWI mismatch ratio (PWI-DWI/PWI x 100%) berhubungan dengan beratnya defisit neurologis awal rescued ratio (PWI-T2/PWI x 100) merupakan suatu indikator efikasi terapi yang obyektif.

Hasil penelitian ini : Pasien diterapi dalam 1,5 jam onset : pulih, gambaran patologis dalam MRI hilang total Pasien diterapi dalam 3-6 jam onset : daerah patologis jelas berkurang, 70% lesi menjadi normal Pasien diterapi >6 jam onset : perubahan tak terlalu jelas karena daerah paling iskemik berubah jadi infark rusak

Pembahasan 3. Teori penumbra, peluang terapi, dan efikasi terapi pada ketiga kelompok
Penumbra secara konvensional dianggap sebagai mismatch antara DWI dan PWI. Peneliti menemukan bahwa proses pemulihan juga dapat terjadi pada daerah abnormal pada DWI. Persentase pulih tergantung waktu terapi Contoh : kel.1 : dijumpai 2 pasien stroke (<1,5 jam) DWI hiperintens, PWI hampir normal pulih tanpa sekuele

Mematahkan Teori penumbra (abnormalitas pada DWI merupakan zona infark & tak dapat diselamatkan)

Pembahasan Waktu infark bukan merupakan indikasi absolut untuk terapi trombolitik. Peneliti menjumpai beberapa pasien pada kel.2 (>3jam) yang menurut teori konvensional tidak diterapi trombolitik, namun setelah dianalisis ternyata cocok utk diterapi trombolitik. Setelah terapi, hasilnya : 70-80% area lesi pulih.

Pembahasan Risiko perdarahan selama terapi trombolitik : Kel.2 risiko perdarahan jauh > kel.1 pada fase lebih dari 3 jam dan pasien punya kecenderungan perdarahan, maka terapi trombolitik tidak dianjurkan

Pembahasan

Efikasi terapi ditentukan berdasarkan perubahan volume infark sebelum & sesudah terapi. Semakin awal terapi, efikasi makin bagus Seiring berjalannya waktu, kesempatan pulih semakin kecil

Pembahasan 4. Transient ischemic attack (TIA) DWI kuantitatif sensitivitasnya lebih baik dibanding DWI konvensional u/ dx TIA. Baik DWI konvensional maupun kuantitatif digunakan pada pasien-pasien TIA Pemetaan ADC pada beberapa area sedikit menurun pada permulaan awal namun kembali normal setelah 48 jam. Diperlukan penelitian lebih lanjut.

KESIMPULAN
Stroke iskemik fase hiperakut (< 6 jam) : sulit untuk menemukan zona infark pada MRI T1 / T2 konvensional, namun mudah pada DWI & pemetaan ADC fase 3-6 jam : juga mudah pada PWI, pemetaan CBF, CBV, dan MTT fase akut (6-48 jam) : DWI atau PWI lebih sensitif daripada T1 atau T2 konvensional. Kombinasi DWI dg ADC, infark akut & kronis dapat dibedakan Teori penumbra harus diperbarui untuk dapat digunakan sebagai indikasi atau evaluasi efikasi terapi. Ada 2 kasus (< 1,5 jam) yang mematahkan teori penumbra karena kelainan dijumpai pada DWI namun tidak pada PWI, pada akhirnya mereka sembuh tanpa sekuele.

Anda mungkin juga menyukai