Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

SINDROM NEFROTIK

Oleh : INDAH PRASETYA PUTRI, S.Ked NIM.0808151325

Pembimbing :

Dr. Rayendra, SpPD.FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD ARIFIN ACHMAD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2012 1

SINDROM NEFROTIK

1.1 Definisi Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu gambaran klinik glomerular yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria massif 3,5 gr/hari, hipoalbuminemia 3,5 gr/dL, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas.1,2 1.2 Klasifikasi dan Etiologi 1.2.1 Sindroma nefrotik pada anak-anak/infantil2 Sindroma nefrotik infantil adalah sindrom nefrotik yang terjadi pada usia tiga bulan sampai satu tahun, sedangkan jika terjadi sebelum usia tiga bulan disebut sebagai sindrom nefrotik kongenital. 1. Sindroma nefrotik infantil Sangat jarang ditemukan, sindrom ini dapat disebabkan nail patella syndrome, pseudohermaphroditism, XY gonadal disgenesis, tumor Wilms, intoksikasi merkuri, sindrom hemolitik uremik, dan infeksi seperti sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubella, malaria, dan toksoplasmosis. Prognosis sindrom nefrotik infantil umumnya buruk tetapi masih lebih baik daripada prognosis sindrom nefrotik kongenital. 2. Sindrom nefrotik kongenital Merupakan penyakit familial, timbul dalam beberapa hari atau minggu setelah lahir. Biasa menimbulkan kematian sebelum bayi berusia satu tahun. 1.2.3 Sindroma nefrotik pada dewasa 1,3 a. Sindroma nefrotik primer/idiopatik SN primer atau idiopatik merupakan SN yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab yang tidak diketahui dan merupakan penyebab SN yang paling sering berkisar 75-80%, dimana pada setiap tipe

tersebut dapat ditemukan deposit immunoglobulin kecuali pada tipe lesi minimal masih kontroversi dan berdasarkan kelainan histopatologi yang tampak pada biopsy ginjal, maka SN primer dapat diklasifikasikan menjadi : 1,4 a. Glomerulonefritis lesi minimal (SNLM) Merupakan penyebab utama SN pada anak-anak, pada dewasa hanya 20%. Dengan mikroskop biasa tidak tampak kelainan yang jelas pada glomerulus sedangkan ada mikroskop elektron dapat dilihat sel epitel kapiler glomerulus yang membengkak dan bervakuol. Fungsi ginjal biasanya tidak banyak terganggu dan tidak ada hipertensi. Penampakan yang tidak biasa yaitu hipertensi (30% pada anak-anak dan 50% pada dewasa), hematuri (20% pada anak-anak dan 30% pada dewasa) dan penurunan fungsi ginjal (kurang dari 5% pada anak-anak dan 30% pada dewasa). Prognosis kelainan ini relatif paling baik. Pengobatannya ialah dengan pemberian steroid. Sering mengalami remisi spontan. b. Glomerulonefritis fokal segmental (GSFS) c. Glomerulonefritis proliferative mesangial d. Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) Biasa ditemukan pada anak besar dan orang dewasa muda. Perjalanan penyakit progresif lambat, tanpa remisi dan berakhir dengan payah ginjal. Ciri khasnya adalah kadar komplemen serum yang rendah. e. Glomerulonefritis membranosa (GNM) Jarang menjadi penyebab SN pada anak tetapi sering pada dewasa. Hampir semua pada orang dewasa. Pada mikroskop biasa terlihat gambaran penebalan dinding kapiler, pada mikroskop electron terlihat kelainan membrane basalis. Kelainan ini jarang

memberikan respon terhadap steroid dan prognosis mortalitas lebih kurang 50%.

Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab yang paling sering. Beberapa jenis glomerulonefritis primer merupakan penyebab dari 78% sindrom nefrotik pada orang dewasa dan 93% pada anak-anak. Pada 22% orang dewasa keadaan ini disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis dan thrombosis vena renalis) dimana ginjal terlibat secara sekunder atau karena mengalami respon abnormal terhadap obat atau allergen lain. b. Glomerulonefritis sekunder akibat : 4 a. Infeksi 1) HIV, hepatitis virus B dan C 2) Sifilis, malaria, skistosoma 3) Tuberkulosis, lepra b. Keganasan Adenokarsinoma paru, kanker payudara, kolon, bronkus, limfoma hodkin, myeloma multiple dan karsinoma ginjal c. Penyakit jaringan penghubung Lupus eritematosus sistemik, arthritis rheumatoid, MCTD (Mixed connective tissue disease) d. Efek obat dan toksin Obat antiinflamasi non steroid (OAINS), preparat emas,

penisilamin, kaptopril, heroin e. Lain-lain : diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklampsia

Tabel 1 : Tabel Frekuensi Relatif Penyakit Glomerular Primer pada Anak-anak dan Dewasa5 Tabel Frekuensi Relatif Penyakit Glomerular Primer pada Anak-anak dan Dewasa Penyakit Anak-anak Dewasa 60 tahun Glomerulopati kelainan minimal Fokal segmental 8 15 2 76 20 Dewasa 60 tahun 20

glomerulosclerosis Glomerulonefritis membranosa Glomerulonefritis membranoproliferatif Penyakit lain 5 18 39 4 7 0 7 40 39

1.3 Patofisiologi
a.

Proteinuria1,3 Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah

proteinuria, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerolus akibat kerusakan glomerulus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi dihubungkan dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding kapiler.1 Proteinuria (albuminuria) masif yaitu 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.1

Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria yaitu : 1. Konsentrasi plasma protein 2. Berat molekul protein 3. Elektikal charge protein 4. Integritas barrier membrane basalis 5. Elektikal charge pada filtrasi barrier 6. Reabsorbsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus 7. Degradasi intratubular dan urin. b. Hipoalbuminemia 1,3 Hipoalbuminemia merupakan salah satu gejala dalam menegakkan diagnosis SN, yaitu kadar albumin plasma kurang dari 3,5 gr/dL. Adapun akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.2 c. Edema 1,3,6 Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium di renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dantekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan

pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial. Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu aktivitas sistemrenin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta ADH (anti diuretik hormon) dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga

produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill.1 Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut.Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma

dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yangdisebut teori overfill.1 Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanismeintrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edematerjadi sebagai akibat overfilling cairan ke

dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.1

Gambar 1. Mekanisme edema pada sindrom nefrotik1

d. Hiperlipidemia1,3 Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN.

Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipiddan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguankonversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnyaaktivitas enzim LPL ( lipoprotein lipase ) diduga merupakan penyebab berkurangnyakatabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Sedangkan kadar HDL turun diduga akibat berkurangnyaaktivitas enzim LCAT ( lecithin cholesterol acyltransferase ) yang berfungsi sebagai katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hatiuntuk katabolisme. Penurunan aktivitas LCAT diduga terkait dengan hipoalbuminemia yangterjadi pada SN. e. Lipiduria6 Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval dan fatty cast. Lipiduria dikaitkan dengan proteinuria daripada dengan hiperlipidemia. Sumber lemak ini berasal dari filtrate lipoprotein melalui membrane basalis glomerulus yang meningkat permeabilitasnya

1.4 Gambaran klinik Edema merupakan gejala utama dan tidak jarang merupakan keluhan satusatunya dari SN. Timbul terutama pagi hari dan hilang pada siang hari. Edema menetap setelah beberapa minggu atau bulan. Lokasi edema biasanya mengenai kelopak mata, tungkai, perut, thorak dan genitalia. Pada SN dengan hipoalbuminemia berat edema akan mengenai seluruh tubuh yang biasa dinamakan edema anasarka. Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalan penyakit SN. Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini

rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema dimukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan dipemeriksaan fisik, hal ini dimungkinkan terjadi dikarenakan sintesis albumin yang meningkat atau edema ataupun keduanya.

1.5 Diagnosis Diagnosis Sindroma Nefrotik di tegakkan berdasarkan : 5,6,7 a. Anamnesis Keluhan utama berupa bengkak yang tampak di sekitar mata dan ekstremitas bawah dengan jenis pitting edema. Seiring berjalannya waktu edema menjadi umum dan terjadi peningkatan berat badan b. Pemeriksaan fisis Tanda vital dalam batas normal. Jarang timbul hipertensi Inspeksi : Terdapat edema pada periorbita maupun ekstremitas Palpasi : pitting edema Perkusi : dapat timbul asites pada abdomen (shifting dullness), efusi pleura

c. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan darah Kadar kolesterol dan trigliserida serum meningkat Kadar albumin serum < 2g/dL Pemeriksaan faal ginjal, ureum meningkat jika terjadi keseimbangan nitrogen negatif 2) Pemeriksaan urin Proteinuria +3 atau +4, atau >2g/24 jam Hematuria mikroskopis (hematuria makroskopis jarang terjadi) Fungsi ginjal dapat normal atau menurun

1.6 .Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik

A .Non Farmakologis1 1. Diet Tinggi protein dan rendah garam (pada stadium edema dan selama pemberian kortikosteroid Cairan dibatasi 900 sampai 1200 ml/hari Pemberian kalsium dan vitamin D Diet rendah kolesterol <600 mg/hari

2. Tirah baring/rawat inap Untuk mengatasi penyulit, pada stadium edema, ada hipertensi, ada bahaya trombosis, apabila relaps B.Farmakologis1,3
1. Diuretika Diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB/dosis 2-4 kali sehari 2. Prednison induksi: 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 4 minggu (maksimal 80 mg/24 jam). Bila terjadi remisi : 2 mg/kgBB/24 jam dosis tunggal tiap pagi, tiap 48 jam sekali selama 4 minggu. Tapering off dosis dikurangi 0,5 mg/kgBB setiap 2 minggu, selama 2-4 bulan 3. Sitostatika

Bila resisten terhadap prednison atau ada efek samping obat Alkylating agent : siklofosfamid 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 6-8 minggu Antimetabolit : azotriopin 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 6-8 minggu 4. Golongan statin yang bekerja untuk menurunkan kolesterol darah, contohnya lovastatin dan simvastatin

10

1.7 Komplikasi8 1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan hemostasis pada sindrom nefrotik: a. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan

Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin seperti AT III, protein S bebas, plasminogen dan antiplasmin. b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat

tromboksan A2,meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya fibrinolisis. Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit danoleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit. 2. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh Streptococcus,

Staphylococcus, bronkopneumonia,TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini biasanya batasnya tegas, tapi kurang menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakkan. 3. Gangguan tubulus renalis : gangguan klirens air bebas pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal.Gangguan pengasaman urin ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban asam. 4. Gagal ginjal akut. Terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan LFG. 5. Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi Fe yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe.Hal ini disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum yangmenurun akibat proteinuria. 6. Peritonitis. Adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi Streptococcus pneumonia, E.coli.

11

7. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral karena protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria. 1.8 Prognosis9 Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal. Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid.

12

ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien Nama Umur : Ny. S : 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan Alamat No.MR Masuk RS : Ibu Rumah Tanga : Kandis - Duri : 785136 : 18 Oktober 2012

ANAMNESIS (Autoanamnesis)

Keluhan utama : Bengkak pada seluruh tubuh sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). Riwayat penyakit sekarang : 15 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas, sesak yang dirasakan tibatiba. Sesak tidak berhubungan deman aktifitas dan tidak hilang dengan perubahan posisi. Nyeri dada (-), Bengkak pada tungkai dan tangan (-), buang air kecil normal bewarna kuning, buang air besar normal bewarna kuning. 7 hari SMRS pasien merasakan nyeri pada ulu hati, nyeri dirasakan tidak menjalar dan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri tidak berhubungan dengan makanan. Mual (+), muntah (+) 5x/ hari berisi makanan yang telah dimakan, sesak (-). 4 hari SMRS pasien mengeluhkan kaki tiba-tiba membengkak kemudian diikuti oleh seluruh tubuh. Mata susah dibuka saat bangun tidur dan sesak mulai dirasakan timbul makin lama makin berat, buang air kecil dirasakan

13

makin sering 6 7 kali/ hari bewarna kuning muda dan berbuih, darah (-), pasir (-), buang air besar sedikit sedikit, konsistensi keras, bewarna kuning, nyeri ulu hati (-), demam (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-), mata kuning (-),nyeri sendi (-),bercak merah pada muka dan tubuh lain (-).

Riwayat penyakit dahulu : Riwayat hipertensi (-) Riwayat penyakit jantung (-) Riwayat penyakit gula (-) Riwayat asma (-) Riwayat batuk lama (-) Riwayat penyakit hati (-) Riwayat nyeri sendi (-)

Riwayat penyakit keluarga : Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat kebiasaan : Pasien seorang ibu rumah tangga. Riwayat konsumsi jamu 2 tahun Riwayat minum alkohol (-) Riwayat merokok (-) Riwayat minum obat penghilang nyeri sendi (-)

14

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Vital sign : Tampak sakit sedang : Komposmentis :

o Tekanan darah : 120/70 mmHg o Frekuensi nadi : 89 x/ menit, regular, isian cukup o Frekuensi nafas: 26 x/ menit o Suhu axilla Status gizi o BB o TB o IMT : 37,2 0C : : : 55 kg

158 cm

: 22.08 kg/m2

o Lingkar Perut : 128 cm Pemeriksaan Kepala dan Leher : Wajah Mata : Sembab (+), Butterfly rash (-) : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3/3 mm, edema palpebra (+/+) Telinga Hidung Mulut Leher : Radang pada daun telinga (-),keluar cairan dari telinga(-) : perdarahan (-) : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor,faring tidak hiperemis : Pembesaran kelenjar getah bening (-) pembesaran tiroid(-)

Pemeriksaan Thoraks Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri, spider nevy (-) : Fremitus sama kanan dengan kiri : Sonor pada kedua lapang paru : Vesikuler pada kedua lapang paru, ronki basah (+/+) wheezing (-/-) 15

Jantung : Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus kordis tidak terlihat : Ictus kordis teraba di 1 jari medial LMC sinistra SIC V : Batas jantung kanan : linea sternalis dekstra SIC V Batas jantung kiri Auskultasi : 1 jari medial LMC sinistra SIC V

: Bunyi jantung I dan II normal, irama jantung teratur, bising jantung (-)

Pemeriksaan Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : Perut cembung, membesar, tegang, venektasi (-) : Suara bising usus (+) meningkat, bruit abdominalis (-) : Distensi, nyeri tekan epiastrium (+), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Hipertimpani (+), Shifting dullness (+)

Pemeriksaan ekstremitas: Akral hangat, macular rash (-), palmar eritem (-), pitting edema (+) pada kedua tungkai dan tangan

16

PEMERIKSAAN PENUNJANG Jenis Pemeriksaan (18/10/2012) Darah Rutin Hb Ht Leukosit Trombosit 16,8 55,4 6500 365.000 12 16 g/dL 36 47 % 5000 10000 /L 150000-400000/L N N N Hasil Nilai normal Keterangan

(18/10/2012) Kimia Darah Glukosa BUN CR-S Ureum ALB AST ALT TBIL Indirect Bil 90 8 0,56 17,1 0,9 33 25 0,8 0,7 70 125 mg/dL 7 18 mg/dL 0,60 1,30 mg/dL 10 50 mg/dL 3,5 5 gr/dL 5 40 /L 5 41 /L 0,2 1,0 mg% 0,2 - 0,8 mg% N N N N N N N N

(18/10/2012) Urin rutin Warna Kuning muda Protein +2

17

RESUME Pasien Ny. S, 39 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada seluruh badan sejak 4 hari SMRS. 15 hari SMRS pasien mengeluhkan tiba-tiba sesak, sesak tidak berhubungan dengan aktifitas dan tidak hilang dengan perubahan posisi. 7 hari SMRS pasien merasakan nyeri pada ulu hati terus menerus, nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk dan tidak menjalar. 4 hari SMRS pasien mengeluhkan bengkak tiba-tiba pada kedua tungkai yang kemudian diikuti bengkak seluruh tubuh, mata susah dibuka saat bangun pagi, keluhan disertai sesak yang timbul makin lama makin berat dan BAK sering 6-7 kali/hari bewarna kuning muda dan berbuih. Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema pada wajah, edema palpebra, perut cembung, distensi , hipertimpani, nyeri tekan epigastrium, shifting dullness, pitting edema di ekstremitas bawah. Pemeriksaan penunjang didapatkan hematokrit meningkat, hipoalbumin, proteinuria.

DAFTAR MASALAH Edema anasarka (wajah sembab,edema palpebra,asites,edema ekstremitas) Sesak nafas Hematokrit meningkat Hipoalbumin Proteinuria Poliuri Nyeri epigastrium : (7 hari yang lalu ) Nausea + Vomitus DIANOSIS KERJA Sindrom nefrotik RENCANA PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan kimia darah seperti kolesterol,trigliserida, HDL dan LDL 2. Pemeriksaan Rontgen Thorax 3. Biopsi ginjal 18

4. Pemeriksaan serologik, Anti dsDNA RENCANA PENATALAKSANAAN Non Farmakologi : Tirah baring Diit dengan : o Energi cukup (35 kkal/KgBB/hari) ; 1925 kkal/hari o Protein sedang 1 gr/KgBB/hari ; 55 gram/hari o Lemak sedang 15 29 % dari kebutuhan energi total o Natrium dibatasi 1 3 gram/hari o Intake cairan dibatasi 600cc/hari Farmakologi : Pasang Stripi Inj. Spironolakton 1 x 25 Lasix -0-0 Simvastatin 1 x 10 mg Aspilet 1 x 80 mg Methyl Prednisolon 10 mg 3-1-0 Jika sesak Inj. Lasix- 1 ampul

FOLLOW UP Tanggal 19/10/2012 S Bengkak pada tungkai, perut dan kelopak mata. Sesak (+), BAK sering dan O Kes : Komposmentis Vital sign : TD:110/80 mmHg Nadi : 92 /menit Nafas : 26 x/menit Suhu : 37,6 C LP : 110 cm Shifting dullness (+)
0

A Sindrom nefrotik

P -Stripi masih terpasang - Inj.Aspilet 80mg 1x1 - Inj. Lasix - Inj. Spironolakton - Asam folat 3 x 1 - Methyl Prednisolon 10 gram 3-0-1

19

BAB normal

pitting edema (+/+)

20/10/2012

Bengkak pada

Kes : Komposmentis

Sindrom nefrotik

Stripi masih terpasang - Inj.Aspilet 80mg 1x1 - Inj. Spironolakton - Asam folat 3 x 1 - Methyl Prednisolon 10 gram 3-0-1

mata Vital sign :

dan tangan TD :90/60 mmHg sudah mulai Nadi : 86 x/menit berkurang, Nafas : 22 x/menit sesak sudah Suhu : 36,60C mulai berkurang 21/10/2012 Bengkak pada mata dan tangan (-). Perut sudah mulai mengecil, sesak sudah tidak ada. Sakit kepala (+) Kes : Komposmentis Vital sign : TD : 100/90mmHg Nadi : 104 x/menit Nafas : 24 x/menit Suhu : 37,7 C LP : 90 cm
0

LP : 105 cm

Sindrom nefrotik

Stripi masih terpasang - Inj.Aspilet 80mg 1x1 - Inj. Spironolakton - Asam folat 3 x 1 - Methyl Prednisolon 10 gram 3-0-1 - PCT KP

20

PEMBAHASAN

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah sindroma nefrotik dengan penyebab utamanya dipikirkan oleh karena glomerulonefritis primer. Dari hasil anamnesis diketahui bahwa edema dimulai dari wajah, terutama pada edema palpebra, ekstremitas bawah kemudian edema menjadi menyeluruh, yaitu ke perut dan ekstremitas atas. Patofisiologi terjadinya edema pada sindroma nefrotik adalah diawali dengan terjadinya reaksi antigen-antibodi pada glomerulus yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas membrane basalis glomerulus sehingga terjadinya proteinuria massif dan hipoalbuminemia. Pada sindrom nefrotik biasanya dapat terjadi keluaran protein hingga 5 15 gram protein tiap 24 jam. Hipoalbuminemia ini merupakan kondisi yang cenderung dapat menimbulkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang intersisial dikarenakan penurunan tekanan onkotik plasma. Hal inilah dapat dimanifestasikan sebagai edema anasarka. Penurunan aliran plasma ginjal dan GFR yang terjadi dapat mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron, akibatnya terjadi peningkatan produksi ADH. Garam dan air diretensi oleh ginjal sehingga dapat memperberat edema yang telah terjadi. Jika rangkaian proses ini terjadi terus berulang kali, inilah yang menyebabkan terjadinya edema massif. Selain itu gejala lain yang menunjukan kearah sindroma nefrotik adalah proteinuria. Pada hasil pemeriksan urinalisis, ditemukan protein +2. Dari anamnesis pasien juga menyebutkan jika urinnya berbuih- buih. Hal ini menunjukkan terjadinya suatu proteinuria +2 yang artinya kekeruhan pada urin masih dapat dilihat dan tampak butir butir dalam kekeruhan, yang kadar protein kira-kira 0,05-0,2 %. Diharapkan karena hasil didaptkan positif agar dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan urin yang kuantitatif. Pada pasien ini, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kimia darah untuk kolesterol agar dapat diyakini kalau memang pasien ini memenuhi semua kriteria dari sindrom nefrotik. Pada pasien ini terdapat adanya hipoalbuminemia, sehingga lebih baik diberikan albumin untuk lebih mendukung proses diuresisnya, daripada

21

hanya memberikan antidiuretik tanpa memperbaiki kadar albuminya. Selain itu juga diperlukannya rontgen thorax untuk melihat apakah telah terjadi adanya efusi pleura karena dipikirkan dari awal pasien telah mengeluhkan adanya sesak. Biopsi ginjal dapat dilakukan untuk lebih mengetahui gambaran kerusakan ginjal, resistensi kortikosteroid dan prognosisnya, sehingga dapat ditentukan terapi yang tepat sesuai dengan kondisi kerusakan ginjalnya.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi W.2006. Sindrom Nefrotik dalam Aru, Bambang S; Idrus A; Marcellius S.K;Siti S. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam 2. Wirya I.W. Sindroma nefrotik Dalam : Alatas H dkk, editor. Nefrologi Anak: Jakarta: IDAI, 2002.381-426. 3. Braunwald E. 2008. Syndrome Nefrotic dalam Anthony S.F;Eugene B ; Dennis L; Kasper S.L. H; Don L. Principles Of Internal Medicine. Edisi 17. Volume II 4. Himawan S.1979. Patologi Anatomi. Jakarta. Balai Penerbit FK UI. Hal 264-65 5. Orth S.R & Berhard E.1998. The Nephrotic Syndrome. NEJM. Volume 338. No.17. Hal 1202-11 6. Sukandar E, Sindroma Nefrotik. Nefrologi Klinik edisi II. Bandung: ITB, 1997 7. Orth S.R & Berhard E.1998. The Nephrotic Syndrome. NEJM. Volume 338. No.17. Hal 1202-11 8. Carta A. Gunawan.Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin DuniaKedokteran No. 150, 2006 53. Website: kalbe farma. [cited 2010, Nov 28]. available:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_SindromaNefrotik Patogenesis.pdf/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.html 9. Hull PR. Goldsmith DJ. Nephrotic syndrome in Adult [clinical review]. 2008:vol.336.Website: BMJ [cited 2010 Dec, 20]

23

Anda mungkin juga menyukai