Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh : Aziza Januar Rahmawati (1000368) Yuda Sukmana (1001151) Rizky Subagja (1004557) Dena Anugrah (1005296) M. Wildan (1005337)

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Judul makalah yang kami buat adalah HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai sumber ajaran Islam dan dapat meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah swt. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat. Bandung, 17 Maret 2011

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA . A. As-Sunnah dan Ilmu Hadits .
1. Pengertian As-Sunnah dan Hadits ..

i ii
1

1 1 1 6 6

2. Macam-Macam Sunnah dan Hadits B. Penulisan Hadits dan Tingkatan Hadits 1. Sejarah Penulisan dan Kondifikasi Hadits ....

3. Ilmu Hadits 3

2. Tingkatan Hadits .. 7 DAFTAR PUSTAKA .. 10

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA

A. As-Sunnah dan Ilmu Hadits


1. Pengertian As-Sunnah dan Hadits
a.

As-Sunnah As-Sunnah secara lughawi (menurut bahasa) artinya kebiasaan atau tradisi. Sedangkan

menurut istilah ilmu hadits adalah segala apa yang dilakukan oleh Nabi saw., baik berupa perkataan (qauly), perbuatan (fi'ly), atau berupa pembiaran (taqriry) atas perbuatan sahabat. Adapun yang disebut taqriry adalah apa yang dilakukan salah seorang sahabat di hadapan Nabi saw. kemudian Nabi membiarkanya dan tidak melarang perbuatan tersebut.

b.

Hadits Hadits secara lughawi (menurut bahasa) artinya baru atau kabar. Sedangkan menurut

istilah atau ilmu hadits adalah segala apa yang diberitakan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, pembiaran, atau sifat-sifat Nabi. Yang berupa perkataan disebut qauly, yang berupa perbuatan disebut fi'ly yang berupa pembiaran disebut taqriry. Pengertian ini hampir sama dengan Sunnah, bedanya kalau As-Sunnah adalah apa yang dilakukan oleh Nabi saw. sendiri, sedangkan Hadist merupakan berita oleh orang ke orang tentang apa yang datang dari Nabi saw., baik berupa perkataan, perbuatan, pembiaran atau sifat-sifat Nabi sendiri. Sedangkan yang disebut sifat-sifat Nabi saw. dalam hadits itu adalah perkataan sahabat mengenai sifat-sifat Nabi saw. termasuk ciri-ciri fisiknya. 2. Macam-Macam Sunnah dan Hadits Se suai definisi di atas maka As-Sunnah terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu berupa perkataan
(Sunnah qauliyyah), perbuatan (Sunnah fi'liyyah), dan pembiaran (Sunnah taqriyyah). Demikian juga Hadits terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu perkataan (Hadits qauli), perbuatan (Hadits

Fili), dan pembiaran (Hadits taqri). Sebagai contoh: a. Sunnah Qauliyyah Yaitu segala yang diucapkan oleh Rasulullah saw. setelah beliau diangkat menjadi Rasul, baik pernyataan, perintah atau larangan. Sebagai contoh sunnah qauliyyah adalah Sabda Rasulullah saw. sebagai berikut:
Pernyataan positif

Sabda Nabi saw. yang artinya: "Islam itu dibangun atas lima perkara : Penyaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah, menegaskan sholat, membayar zakat,

menunaikan ibadah haji ke baitulloh, dan bershaum di bulan ramadhan. (H.R. Bukhari dan Muslim) Pernyataan negatif Sabda Nabi saw. yang artinya: "Bukanlah orang yang kuat perkasa itu yang sanggup membanting orang lain (jago gulat). Sesungguhnya yang kuat itu adalah orang yang sanggup menguasai diri sewaktu marah." (H.R. Bukhari dan Muslim) Perintah: Sabda Nabi saw. yang artinya: "Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat (bagaimana caranya) aku mengerjakan shalat." Larangan: Sabda Nabi saw. yang artinya: "Ber tafakurlah Do'a: Dari Annas r.a. Rasullulah saw. pernah berdo'a dengan kalimat berikut: ''Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu duri kelemahan dan kemalasan, dari kepengecutan dan kekikiran, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan fitnah kehidupan dan kematian (H.R Muslim). b. Sunnah Fi'liyyah Yaitu apa yang diberitakan oleh sahabat mengenai apa yang dilakukan oleh Rasul saw. baik pekerjaan yang berkaitan dengan syari'ah atau kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh sunnah fi'liyyah adalah: 1) Berkai tan dengan syari'ah "Dari ibnu 'Umar r.a.: Rasullullah saw. itu apabila berdiri untuk sholat, mengangkat kedua tangan sehingga sejajar dengan kedua pundak-nya, kemudian bertakbir" (H.R. Bukhari dan Muslim). 2) Berkaitan dengan kehidupan sehari hari "Rasulullah saw. itu tampak selalu bersedih, terus berfikir, tak pernah bersantai, tidak suka bercakap kalau tidak perlu dan lebih lama diamnya. Beliau membuka dan menutup perkataan dengan menggunakan seluruh mulutnya, tidak hanya dua bibir saja" (dalam kitab Al-Bina karangan Qadhi lyadh).
tentang makhluk. Janganlah bertafakur tentang Al-khalik. Sesungguhnya Allah itu tak akan dapat dijangkau oleh pikiran." (H.R. Abu Naim).

c. Sunnah Taqririyyah Yaitu apa yang dikatakan atau dilakukan para sahabat di hadapan Nabi, atau tidak dihadapan Nabi tapi Nabi mengetahuinya, dan Nabi saw. membenarkannya atau membiarkannya dan tidak melarangnya. Sebagai contoh hadits taqriri adalah: Dari Abi Sa'id Al-Khudri r.a. berkata: "Kami pergi berperang bersama Rasulullah saw. di bulan ramadhan. Diantara kami ada yang berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. (H.R. Ahmad dan Muslim). 3. Ilmu Hadits Ilmu hadits adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk yang berkaitan dengan cara pemindahan hadits dari Nabi saw, dari para Sahabat, atau dari para Tabi'in (orang-orang yang hidup semasa para Sahabat), dengan cara mengetahui para periwayat hadits (rawi) dari sudut kredibilitas intelektual (dhabt) dan kredibilitas kepribadian (adalah), dan keadaan sanad nya, yaitu rangkaian dari satu rawi ke rawi yang lainnya, apakah bersambung atau terputus. a. Istilah-Istilah dalam Ilmu Hadits Ada beberapa istilah pokok yang perlu diketahui dalam memahami ilmu tentang hadits, yaitu lafadz-lafadz khusus yang disepakati maknanya oleh para ahli hadits. Diantaranya sanad, matan, rawi, dan rijalul hadits . Untuk memahami istilah-istilah ini perlu mengambil contoh sebuah Hadits seutuhnya sebagai berikut: Alhamidi Abdullah bin Zubair menyampaikan hadits kepada kami dengan berkata: Sufyan telah menyampaikan hadits kepada kami dengan berkata: Yahya bin Sa'id Al-Anshari telah menyampaikan hadits kepada kami dengan berkata: Muhammad bin Ibrahim at-Taimiy telah memberitahukan kepadaku ia telah mendengar Al-Qamah bin al-Khatab r.a. berkata di atas mimbar (Jumat): Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Hanyalah amalan-amalan itu tergantung kepada niatnya dan seseorang itu hanya akan mendapatkan (sesuatu) sesuai dengan niatnya. Barang siapa melukukan hijrahnya untuk memperoleh dunia yang akan jatuh kepadanya atau demi wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu sekedar menuju pada apa yang ia hijrah untuk itu saja. (H.R. Bukhari) 1) Sanad Sanad adalah rangkaian.para periwayat (rawi) yang menukilkan isi hadits secara

berkesinambungan dari yang satu kepada yang lain sehingga sampai kepada periwayat ( rawi) terakhir. Dalam contoh di atas yang disebut sanad adalah rangkaian nama-nama dari Al-Hamidi sampai Umar bin Khaththab (sebanyak 6 orang). 2) Matan Matan adalah isi yang dimuat dalam hadis itu sendiri, baik berupa perkataan, perbuatan atau sifat Nabi atau tindakan dan perbuatan para sahabat yang dibiarkan oleh Nabi saw. Dalam contoh di atas yang disebut matan adalah isi hadits yang berbunyi: Hanyalah amalan-amalan itu tergantung kepada niatnya, dst. 3) Rawi Rawi adalah orang yang menerima suatu hadits dan menyampaikannya kepada yang lain. Dalam satu hadits biasanya terdapat beberapa orang rawi (disebut ruwat , jamak dari rawi ). Dalam contoh di atas rawi-rawinya ada 6 orang yaitu al-Hamidi Abdullah bin Zubair, Sufyan, Yahya bin Said, Muhammad bin Ibrahim, Alqamah bin Waqash, dan Umar bin Khathab. 4) Rijalul-Hadits Rijalul-Hadits adalah orang-orang yang terlibat dalam periwayatan suatu hadits, yaitu para perawi hadits itu sendiri. Shahih tidaknya suatu hadits banyak ditentukan oleh rijalulhadits nya dari segi kecermatan dan ketelitianya ( dhabit ) dan kepercayaanya (adalah). Untuk menentukan apakah para perawi itu berkualitas atau tidak, ada ilmu yang khusus untuk ini, disebut Ilmu Rijalul Hadits, yaitu ilmu yang mengkaji biografi setiap orang yang terlibat dalam periwayatan hadits, disebut juga Ilmu Tarikhur Ruwat (Ilmu sejarah hidup para perawi). b. Pembagian Ilmu Hadits: Hadits Riwayah dan Hadits Dirayah Ada dua ilmu hadits, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah 1). Ilmu Hadits Riwayah, yaitu ilmu hadits yang berkenaan dengan:
a) b) c) d) e)

Pemindahan hadits (naqlul-hadits). Pemahaman metode penelaahan sanad (thariqatul-isnad). Pemeriksaan lafadz-lafadz dalam sanad dan matan (dlabtul-alfaz). Memeriksa nama-nama yang meriwayatkan (tahqiqur-ruwaat), dan Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan pengambilan hadis secara sah, benar, dan tepat, baik dalam sanad maupun dalam matan. Seorang ahli ilmu hadits riwayah tidak dituntut untuk menetapkan apakah suatu

hadits itu shahih atau dha'if, diterima atau ditolak. Seorang ahli hadis riwayah itu cukup memindahkan atau menyampaikan hadits-hadits Nabi saw. itu secara begitu adanya,
sebagai mana ia dengar dari perawi sebelumnya, tapi harus dengan ketelitian dan kejujuran. Ia bertindak seperti alat perekam yang mengulang kembali apa yang direkamnya tanpa merobah, baik menambah atau mengurangi.

2). Ilmu Hadits Dirayah, yaitu ilmu hadis yang melakukan penyaringan (tamhish), melilahmilah hadits (tamyiz), melakukan kritik terhadap isi hadits (naqd), dan mengkaji aspek-aspek yang menentukan shahih tidaknya suatu hadits atas dasar sanadnya (bahts), serta memahami secara ilmiah kandungan yang terdapat dalam matan hadits (fahm).
Oleh karena itu ilmu hadits dirayah melakukan:
a)

Penyaringan terhadap riwayah, syarat-syarat riwayah, jenis-jenis riwayah, hukumhukum riwayah, dan ikhwal periwayah (rawi). Memberi penilaian terhadap hadits-hadits, dari sudut tingkat kesahihannya, apakah suatu hadits itu shahih, hasan, atau dha'if. Menelaah teks hadits dari sudut kebahasaan dan makna yang terkandung di dalamnya. Memberikan kesimpulan yang dapat ditarik dari teks (matan) hadits tersebut (pelajaran atau hukum yang terkandung). Sebagai ilustrasi mengenai ahli hadits riwayah dan ahli hadits dirayah

b)

c) d)

adalah perumpamaan sebuah "Surat Tercatat" (dikutip dari Al-Jahabidzah, Prof. Dr. Sayyid Ahli). Seorang ahli hadits riwayah adalah seperti pak pos . Ia membawa surat tersebut, menjaganya, kemudian menyampaikannya kepada alamat yang dituju. Ia tidak dituntut memahami apa isinya, menelaah apa maksudnya, dan menilai kualitasnya. Sedangkan ahli hadits dirayah adalah seperti si alamat, yaitu orang yang mendapat surat tersebut. Ia melihat dulu amplopnya bagaimana, membaca siapa yang mengirimnya, kemudian membuka dan membacanya. Ia akan menelaah isinya, dan menafsirkan maksudnya. Dialah yang akan mengerti maksudnya dan dapat mengambil manfaat daripadanya dan membuat keputusan mengenai isi surat tersebut. Dalam sejarah Ilmu Hadits, ada sebagian ahli dalam hadits riwayah saja dan ada yang ahli dalam hadits dirayah saja, dan juga ada kelompok yang ahli keduanya, baik dalam hadits riwayah atau hadits dirayah seperti Imam Malik dan Imam Syafii.

B. Penulisan Hadits dan Tingkatan Hadits


1. Sejarah Penulisan dan Kondifikasi Hadits Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, hadits masih berupa ucapan Nabi saw.

yang didengar langsung oleh para Sahabat atau perbuatan Nabi saw. yang disaksikan para Sahabat. Hadits-hadits ini disampaikan secara lisan oleh mereka kepada para Sahabat lain yang tidak mendengar atau melihat langsung dari Nabi. Hal ini dalam rangka melaksanakan perintah Rasulullah saw.: "Falyuballigil hadhirun alghaibun" artinya "Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada mereka yang tidak hadir". Penulisan perkataan dan perbuatan Rasullulah saw. belum lumrah di kalangan para Sahabat. Pada waktu itu hanya Al-quranlah yang dicatatkan dalam bentuk tulisan, selain berupa hafalan. Di antara para sahabat yang banyak menghafalkan hadits dari Nabi saw. secara langsung adalah Imam Ali, r.a., Abu H urairah r.a., Aisyiah r.a., Abdullah bin Umar r.a., Abdullah bin Abbas r.a., meskipun demikian, ada juga Sahabat yang sedikit menuliskannya selain menghafalkannya yaitu Abdullah bin Amr, tetapi itupun sebagai catatan pribadi. Setelah Rasulullah s aw. wafat, perhatian terhadap pencarian hadits-hadits dan
penyebarannya ke se genap daerah Islam mulai tumbuh dan hidup. Orang-orang yang

dekat

hubungannya

dengan

Rasulullah

saw.

sering

menjadi

sumber

untuk

mendapatkan hadits- hadits dari Nabi saw. tersebut, seperti Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Abu
Hurairah, Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Amr, radhiyallahu anhum dan sebagainya. Tetapi pada masa itupun penyampaian hadits dari seseorang kepada yang lainnya masih berupa riwayat lisan, sedangkan ide penulisan hadits belum muncul.

Ide pengumpulan hadits dan penulisannya baru muncul ketika Umar bin Abdul Aziz r.a. (cucu dari Umar bin Al-Khaththab r.a.), yang digelari sebagai Umar II, menjabat sebagai khalifah pada awal abad II H. Pada waktu itu Umar memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Hazm untuk mengumpulkan hadits-hadits yang diterima dari Nabi saw. Pada pertengahan abad II ini muncullah kitab-kitab kumpulan hadits, dan yang paling menonjol di antaranya adalah kumpulan hadits karya Imam Malik yang disebut Al-Muwaththa. Pada abad III H, penulisan dan pembukuan hadits mencapai puncaknya dengan terbitnya karya besar kumpulan hadits yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hambal(th. 164-241 H) yang disebut dengan Musnad Ahmad bin Hambal. Setelah itu terbit kumpulan hadits-hadits yang disusun oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmizi. Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa'i. Keenam kitab kumpulan hadits-hadits mereka disebut Al-Kutubus Sittah artinya Enam Kitab Kumpulan Hadits, yang menjadi rujukan pokok dalam pengambilan hadits di kalangan Ahlus-Sunnah,

atau Muslim Sunni. Muslim Syiah, memiliki Al-Kutubus Sittahnya sendiri, yang berlainan dengan Muslim Sunni. 2. Tingkatan Hadits Hadits-hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. tersebut derajatnya berbeda-beda dilihat dari validitasnya (ke shahih an), yang tergantung pada kualitas sanad , perawi , dan matan . Secara umum tingkatan hadits ini terbagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif. a. Hadits Shahih Yaitu hadits yang (1) berkesinambungan rawi-rawinya; diterima dari rawi yang adil,
(memiliki sifat adalah, yaitu kredibilitas pribadi), yaitu: muslim, dewasa, sehat akal, dan tak pernah berbuat dosa, dan dlabith (memiliki kredibilitas intelektual), yaitu kuat hafalannya, cermat, baik tanggapan dan tidak pelupa, oleh perawi yang adil dan dlabith juga, (2) tidak cacat, dan (3) tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat lainnya. Berdasarkan jumlah perawinya hadits

shahih dapat di bagi ke dalam tiga jenis, y ai t u: 1) Hadits Muttawatir Yaitu yang diriwayatkan dari Nabi saw. Oleh banyak perawi dan kepada banyak perawi sampai waktu dituliskannya, sehingga karena banyaknya tidak memungkinkan mereka melakukan kesepakatan untuk berbohong. 2) Hadits Masyhur Yaitu hadits yang pada awalnya diriwayatkan dari Nabi secara seorang perorang,
tetapi pada tingkat akhirnya diriwayatkan oleh banyak perawi.

3) Hadits Ahad Yaitu hadits yang diriwayatkan dari Nabi oleh seorang ke seorang rawi lainnya, dalam
rangkaian satu persatu sampai dituliskan oleh perawi terakhirnya. Para ulama hadits telah mengurutkan hadits-hadits shahih yang, ditulis dalam kitab-kitab kumpulan hadits menurut tinggi rendah derajatnya sebagai berikut : a) Hadits yang disepakati shahihnya oleh Bukhari dan Muslim. b) Hadits yang shahih menurut Bukhari saja. c) Hadits yang shahih menurut Muslim saja. d) Hadits yang shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, padahal keduanya tidak

mencatatkannya dalam kitabnya.


e) Hadits yang shahih berdasarkan syarat Bukhari. f) Hadits yang shahih berdasarkan syarat Muslim, dan

g) Hadits yang dianggap shahih oleh para ahli hadits di luar Bukhari dan Muslim.

b. Hadits Hasan Yaitu hadits yang sanadnya berkesinambungan tanpa putus, disampaikan oleh perawi yang
adil, tetapi kurang kedhabitan (kekuatan hafalan) nya, terbebas dari cacat dan tidak bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat.

c. Hadits Dhaif Yaitu hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits shahih dan hadits hasan, baik dalam sanad, ataupun pada rawinya, atau mengandung cacat dan bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat. Ada beberapa jenis hadits dhaif di antaranya :
1) 2)

Hadits Mursal : Hadits yang tidak menyebut Sahabat dalam rangkaian perawinya. Hadits Munqathi' : Hadits yang sanadnya terputus di tengah, karena ada rawi yang hilang, atau rawi yang tidak dikenal identitasnya. Hadits Maqlub : Hadits yang susunan rawi-rawinya terbalik dalam sanadnya, yang seharusnya disebut belakangan disebutkan lebih dahulu, atau terbalik antara sanad dan matannya.

3)

4)

Hadits Munkar : hadits yang matannya tidak dikenal, kecuali dari seorang rawi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kekuatan hafalannya.

5). Hadits Matruk : Hadits yang riwayatkan oleh perawi yang diketahui suka berbohong, atau sering salah fasik (suka berbuat dosa besar), atau teledor, sedangkan haditsnya hanya didapat dari perawi ini saja. 3. Kitab-Kitab Kumpulan Hadits Adapun tingkatan kitab kumpulan hadits-hadits di kalangan Muslim Sunni, dilihat dari derajat dan kualitasnya, dapat diurutkan sebagai berikut: a. Kitab Shahih Bukhari b. Kitab Shahih Muslim c. Kitab Sunan Abu Daud d. Kitab Jamiut-Turmudzi e. Kitab Sunan Ibnu Majah f. Kitab Sunan An-Nasai Keenam kitab kumpulan hadits-hadits ini sering disebut Al-KutubusSittah . Selain kitab kumpulan hadits yang enam ini masih ada kitab-kitab kumpulan hadits yang lainnya lagi, yang dituliskan oleh para ahli hadits yang lain-lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Saepul. 2009. Islam Tuntutan dan Pedoman Hidup. Bandung: Value Press.

Anda mungkin juga menyukai