Anda di halaman 1dari 15

ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER Anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin hematokrit dan jumlah eritrosit di bawah

nilai normal. Anemia juga diartikan sebagai suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan defisiensi pada ukuran dan jumlah eritrosit atau kadar hemoglobin yang tidak mencukupi untuk fungsi pertukaran O 2 dan CO2 di antara jaringan dan darah (Depkes, 2007) Klasifikasi anemia dapat didasarkan atas gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg; anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg; anemia makrositer, bila MCV > 95 fl. Anemia mikrositik adalah anemia yang disebabkan oleh sintesis heme seperti gangguan, sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk menyerap, mengangkut, menyimpan atau menggunakan besi atau kekurangan keterampilan masalah sintetis askorbat protein, zat besi, vitamin A, piridoksin, tembaga atau mangan. Mikrositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis. Kemampuan untuk mensintesis heme juga dapat terganggu oleh toksisitas tembaga, seng, timah, kadmium, atau logam berat lainnya. Anemia hemolitik mungkin karena defisiensi atau kelebihan tanda-tanda klinis dari vitamin E. Anemia mikrositik hipokrom dapat disebabkan karena kehilangan besi (perdarahan menahun), asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang, kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan prematuritas). Mikrositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis. Kemampuan untuk mensintesis heme juga dapat terganggu oleh toksisitas tembaga, seng, timah, kadmium, atau logam berat lainnya. Anemia hemolitik mungkin karena defisiensi atau kelebihan tanda-tanda klinis dari vitamin E. Anemia hipokromik mikrositer dengan gangguan metabolisme besi merupakan penyebab anemia tersering yang dijumpai, baik dalam praktek klinik maupun dilapangan. Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom adalah: 1. Anemia defisiensi besi (gangguan besi)

2. Anemia pada penyakit kronik (gangguan besi) 3. Thalasemia (gangguan globin) 4. Aanemia sideroblastik (gangguan protoporfirin) A. Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyedian besi untuk eritropoesis berkurang. Kelainan ini ditandai oleh anemia hipokromik mikrositerm, besi serum menurun, TIBC (total iron binding capacity) meningkat, saturasi transferrin menurun, ferritin serum menurun, pengecatan besi sumsum tulang negative dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi. a. Patofisiologi dan Gejala Anemia Defisiensi Besi Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut. Stadium 1 : Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif. Stadium 2 : Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit. Stadium 3: Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun. Stadium 4: Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.

Stadium 5: Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu: Pika Glositis Keilosis Koilonikia seperti sendok. b. Pemeriksaan Laboratorium Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah : 1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hiprokomik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat anemia. Pada kasus ankilostomasis sering dijumpai eosinophilia. : suatu keinginan memakan zat yang bukan : iritasi lidah : bibir pecah-pecah : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya

makanan seperti es batu, kotoran atau kanji

2. Kadar besi serum menurun < 50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 mg/dl, dan saturasi transferrin < 15%. 3. Kadar serum ferritin < 20g/dl (ada yang memakai < 15 g/dl, ada juga < 12g/dl). Jika terdapat inflamasi maka ferritin serum sampai dengan 60 g/dl masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. 4. Protoporfirin eritrosit meningkat (>100 g/dl) 5. Sumsum tulang : menunjukkan heperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan. 6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferrin : kadar reseptor transferrin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia. 7. Pengecatan besi sumsum tulang denga biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negative). 8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi : antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi,barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi tersebut. B. Anemia Akibat Penyakit Kronik (Anemia Of Chronic Disease) Anemia akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai dengan gangguan metabolisme besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup. Beberapa penelitian, menunjukkan bahwa anemia ini merupakan penyebab kedua tersering setelah anemia defisiensi besi. Penyebab anemia ini belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa penyakit yang mendasari timbulnya nemia penyakit kronis, yaitu: 1. Infeksi kronik

Tuberkulosis paru Infeksi jamur kronik Bronkhietasis Penyakit radang panggul kronik Osteomyelitis Infeksi saluran kemih kronik Colitis kronik

2. Inflamasi kronik Artritis rematoid SLE Inflammatory bowel disease sarkoidosis

3. Neoplasma ganas Karsinoma Limfoma

a. Manifestasi Klinis dan Laboratorik Gejala klinik anemia akibat penyakit kronik tidak khas karena lebih banyak didominasi oleh gejala penyakit dasar. Sindrom anemia tidak terlalu mencolok karena biasanya penurunan hemoglobin tidak terlalu berat. Anemia akibat penyakit kronik memberikan gambaran laboratorium sebagai berikut : 1. Anemia ringan sampai sedang, hemoglobin jarang < 8 g/dL 2. Anemia bersifat normositer atau mikrositer ringan (MCV 75-90 fl) 3. Besi transferrin sedikit menurun 4. Protoporfirin eritrosit meningkat 5. Feritin serum normal atau meningkat 6. Reseptor transferrin normal

7. Pada pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia, besi sumsum tulang normal atau meningkat dengan butir butir hemosiderin yang kasar. C. Anemia Sideroblastik Anemia sideroblastik adalah anemia dengan sideroblas cincin (ring sideroblas) dalam sumsum tulang. Anemia ini relative jarang dijumpai tetapi perlu mendapat perhatian karena merupakan salah satu diagnosis banding anemia hipokromik mikrositer. a. Patofisiologi Perubahan patofisiologi pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi kegagalan inkorporasi besi ke dalam senyawa heme pada mitokondria yang mengakibatkan besi mengendap pada mitokondria sehingga jika dicat dengan cat besi akan kelihatan sebagai bintik-bintik yang mengelilingi inti yang disebut sebagai sideroblas cincin. Hal ini menyebabkan kegagalan pembentukan hemoglobin yang disertai eritropoesis inefektif dan menimbulkan anemia hipokromik mikrositer. b. Bentuk klinik Anemia sideroblastik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu bentuk herediter dan bentuk didapat (acquired). 1. Bentuk herediter a. Jarang dijumpai, herediter dan sex linked (X-linked). Sebagian menunjukkan defek enzim ALA synthetase. 2. Idiopathic acquired sideroblastic anemia a. Mutasi somatik pada progenitor eritroid b. Tergolong sebagai sindrom mielodisplastik c. Menurut klasifikasi FAB disebut sebagai refractory anemia with ring sideroblast (RARS) 3. Anemia sideroblastik sekunder a. Akibat alkohol, obat anti TBC : INH, dan keracunan Pb

4. Anemia yang responsif pada terapi piridoksin (pyridoxine responsive anemia)

Gangguan inkorporasi besi ke dalam protoprfirin (pembentukan heme)

Besi menumpuk dalam mitochondria

Gangguan pembentukan hemoglobin

Ring sideroblast

Hipokromik mikrositer

Eritropoesis inefektif ANEMIA Gambar 1: Skema Patofisiologi Anemia Sideroblastik

c. Gambaran Laboratorik Pada anemia sideroblastik, dijumpai antara lain : 1. Anemia bervariasi dari ringan sampai berat 2. Anemia bersifat hipokromik mikrositer dengan gambaran populasi ganda atau doble population dimana dijumpai eritrosit hipokromik mikrositer berdampingan dengan eritrosit normokromik normositer 3. Pada bentuk dijumpai tada diplastik terutama pada eritrosit, kadangkadang juga pada leukosit dan trombosit. 4. Besi serum dan ferittin serum normal atau meningkat 5. Pada pengecatan besi sumsum tulang dengan cara Perl (memakai biru prusia), dijumpai sideroblas cincin >15 % dari sel eritroblas D. Thalasemia

Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin. (robbins,2007) Thalasemia adalah penyakit darah bawaan (keturuna) yang

menyebabkan sel darah merah (eritrosit) pecah/hemolisa. (suryo,2005) a. Klasifikasi Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe utama thalassemia yaitu thalassemia dan thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain seperti thalassemia intermediate. Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari talasemia atau . Thalassemia- Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin- pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini. Silent carrier thalassemia- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik AfroAmerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen yang terletak pada kromosom 16.

Pada tipe silent carrier, salah satu gen pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia. Trait thalassemia- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen pada satu kromosom 16 atau satu gen pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal. Penyakit Hb H Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin , merepresentasikan thalassemia- intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.

Thalassemia- mayor Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-, disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai , maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena 4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = 22), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.

Thalassemia- (8) Sama dengan thalassemia-, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara lain : 1. Trait thalassemia-+ heterozigot (Thalassemia minor) Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia- mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe . (8) 2. Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulangtulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas. Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. mungkin Limpa dan hati membesar karena hematopoesis menimbulkan ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa sedemikian besarnya sehingga ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder. Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal. Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, sel bizarre dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai , juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran

biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

b. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah: 1. Darah Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah : Darah rutin Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit. Hitung retikulosit Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %. Gambaran darah tepi Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel. Serum Iron dan Total Iron Binding Capacity Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat. Tes Fungsi Hepar Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb (2) Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%. 3. Pemeriksaan sumsum tulang Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3. 4. Pemeriksaan rontgen Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar. 5. EKG dan echocardiography Untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya. 6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.

7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan shelating agent.

E. Diagnosis Banding Jenis-Jenis Anemia Hipokromik Mikrositer Cara membedakan keempat jenis anemia hipokromik mikrositer tersebut dapat dilihat sebagai berikut : Anemia defisiensi besi MCV MCH Besi serum TIBC Saturasi Transferin Besi sumsum tulang Protoporfirin Meningkat eritrosit Feritin Menurun Meningkat Normal 20-200g/dl N Normal Meningkat >50g/dl Hb.A2 meningkat Menurun Menurun Menurun Meningkat Menurun <15% Negatif Anemia akibat Trait penyakit kronik Menurun/N Menurun/N Menurun Menurun Menurun/N 10-20% Positif Menurun Menurun Normal Normal/ Meningkat >20% Positif kuat Menurun/N Menurn/N Normal Normal Meningkat >20% Positif dengan ring sideroblast Normal Meningkat >50g/dl N Anemia thalassemia sideroblastik

serum <20 g/dl Elektrofoesis N Hb.

DAFTAR PUSTAKA Akhyar, Yayan. 2011. Anemia Defisiensi Besi. http://yayanakhyar.wordpress.com/2011/08/19/anemia-defisiensi-besife/. Diakses 20 April 2013 Anonim. Tt. Anemia, Penyebab, Gejala, dan Diagnosisnya. http://www.resep.web.id/tips/anemia-penyebab-gejala-dandiagnosanya.htm. Diakses 20 April 2013 Anonim. 2010. Anemia Defisiensi Besi (Anemia Mikrositik Hipokromik). http://kumpulan-farmasi.blogspot.com/2010/11/anemia-mikrositikhipokromik.html. Diakses 20 April 2013 Bakta, Made. 2003. Hematologi Klinik ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Lanny. 2010. Anemia Mikrositik hipokrom. http://enelyalanny.blogspot.com/2010/05/anemia-mikrositikhipokrom.html. diakses 20 April 2013

Anda mungkin juga menyukai