Anda di halaman 1dari 92

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ASAM FOLAT, VITAMIN B6, DAN B12 DENGAN KADAR HOMOSISTEIN PADA PASIEN LUPUS

ERITEMATOSUS SISTEMIK TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi Kesehatan

Oleh: Ika Susanti NIM 0910730010

JURUSAN ILMU GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ASAM FOLAT, VITAMIN B6, DAN B12 DENGAN KADAR HOMOSISTEIN PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK Oleh: Ika Susanti 0910730010 Telah diuji pada: Hari : Rabu Tanggal : 16 Januari 2013 Dan dinyatakan lulus oleh: Penguji I

Dr. dr. Tinny Endang Hernowati, SpPK NIP. 19521225 198002 2 001 Penguji II/Pembimbing I Penguji III/Pembimbing II

dr. Maimun Zulhaidah A., M.Kes, SpPK NIP. 19700526 199702 2 005

Agustiana Dwi I., SKM., M.Biomed NIK. 120 183 486

Mengetahui, Ketua Jurusan Ilmu Gizi Kesehatan

ii

Dr. dr. Endang Sriwahyuni, MS NIP. 19521008 198003 2 00

Tugas Akhir ini kupersembahkan untuk Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang tanpa batas untukku

iii

KATA PENGANTAR Dengan memanjakan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi atas anugerah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Hubungan Antara Asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan B12 Terhadap Kadar Homosistein Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik. Atas kebesaran dan keagungan-Nya penulis mendapatkan kelancaran dalam menyusun tugas akhir ini. Ketertarikan penulis akan topik ini didasari oleh pentingnya asam folat, vitamin B6 dan B12 dalam metabolisme homosistein. Hiperhomosistein pada pasien LES memiliki peranan dalam timbulnya penyakit komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan asam folat, vitamin B6 dan B12 dengan kadar homosistein. Dengan terselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Dr. Karyono Mientarom, Sp.PA, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya 2. Dr. dr. Endang Sriwahyuni, MS selaku ketua Jurusan Ilmu Gizi Kesehatan yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya 3. Dr. dr. Kusworini, M.Kes yang telah mengizinkan saya ikut serta dalam pohon penelitian. 4. dr. Maimun Zulhaidah A., M.Kes, SpPK sebagai pembimbing pertama yang telah memberi nasihat dan bimbingan untuk menyusun tugas akhir dengan baik sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini 5. Agustiana Dwi I., SKM., M.Biomed sebagai pembimbing kedua yang telah memberi nasihat dan bimbingan untuk menyusun tugas akhir dengan baik, dan senantiasa memberikan semangat sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Dr. dr. Tinny Endang Hernowati, SpPK sebagai ketua tim penguji Tugas Akhir

iv

7. Para analisis di laboratorium kawi dan kakak-kakak S2 biomedik terutama kak tita dan kak azaria yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini. 8. Keluarga yang tercinta Bapak Misadi, Ibu Surati dan adek Dwi Prasetyo 9. Penyemangatku I Nyoman Widi Artana, S.T yang senantiasa memberikan motivasi dalam mengerjakan tugas akhir ini 10. Semua pasien LES yang bersedia membantu sebagai responden. 11. Teman-teman gizi 2009, kakak-kakak gizi 2008 serta teman kos terusan cikampek yang selalu membantu memberi informasi dan dukungan serta semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini 12. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran membangun selalu dinanti. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa gizi pada khususnya. Malang, Januari 2013

Penulis

ABSTRAK

Susanti, Ika. 2013. Hubungan Antara Asupan Asam Folat, Vitamin B 6 dan B12 dengan Kadar Homosistein Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) dr. Maimun Zulhaidah A., M.Kes, SpPK. (2) Agustiana Dwi I., SKM., M.Biomed.

Homosistein merupakan non protein sulfhydryl amino acid yang metabolismenya terletak pada persimpangan antara jalur transulfurasi dan remetilasi biosintesis metionin. Asam folat, vitamin B6 dan Vitamin B12 merupakan zat gizi yang berperan dalam metabolisme homosistein. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa asupan Asam folat, vitamin B6 dan Vitamin B12 dapat menurunkan kadar homosistein pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik. Penelitian observasional dengan menggunakan metode cross sectional dilakukan pada pasien LES wanita dengan usia 18-45 tahun yang berkunjung ke Poliklinik Rematologi Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan metode consecutive sampling dengan jumlah sampel total sebanyak 29 responden. Data diolah dan dianalisis menggunakan analisis bivariate. Uji statistik menggunakan pearson correlation. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 pasien LES (n=29) dengan hiperhomosisteinemia. Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan Asam folat terhadap kadar homosistein (p<0,001; r=-0,749), vitamin B6 dengan kadar homosistein (p<0,001; r=-0,693) dan vitamin B12 dengan kadar homosistein (p<0,001; r=-0,670). Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara asupan asam folat, vitamin B 6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik. Berdasarkan penelitian ini, disarankan agar pasien LES mengkonsumsi bahan makanan sumber Asam folat, vitamin B6 dan Vitamin B12 seperti biji-bijian sereal, sayuran hijau, kacang-kacangan, buah-buahan terutama jeruk, protein hewani, makanan laut, dan susu. Kata kunci: asam folat, vitamin B6, vitamin B12, homosistein, Lupus Eritematosus Sistemik

vi

ABSTRACT

Susanti, Ika. 2013. The Relationship between Intake of Folic Acid, Vitamin B6, B12 and Homocysteine Levels of Patients with Systemic Lupus Erythematosus. Final Assignment. Nutrition Program, Medical Faculty Brawijaya University. Supervisor: (1) dr. Maimun Zulhaidah A., M.Kes, SpPK. (2) Agustiana Dwi I., SKM., M.Biomed Homocysteine is a non protein sulfhydryl amino acid which has metabolism in intersection between transulfuration and remethylation pathway in methionine biosynthesis. Folic acid, vitamin B6, and vitamin B12 are a nutrients that play a role in metabolism of homocysteine. This study was aimed to determine that intake of folic acid, vitamin B6 and vitamin B12 can decrease homocysteine levels of patients with Systemic Lupus Erythematosus. This observational study uses cross sectional performed in female SLE patients who were 18-45 years old and were visiting Polyclinic of Rheumatology Saiful Anwar General Hospital Malang. The sample was carried out by consecutive sampling method with total sample of 29 respondents. Data were processed and analyzed using bivariate analysis and Pearson correlation was used as the statistical testing method. The results showed that there were 7 SLE petients (n=29) with hiperhomosisteinemia. In addition, there was significant correlation between intake of folic acid on homocysteine levels (p <0.001; r =-0.749), vitamin B6 and homocysteine levels (p <0.001; r=-0.693) and vitamin B12 and homocysteine levels (p <0.001; r= -0.670). In other words, this study conclusion is there are a significant correlation between intake of folic acid, vitamin B6, vitamin B12 and homocysteine levels of patients with Systemic Lupus Erythematosus. Based on this study, it is recommended that SLE patients consume food which contain folic acid, vitamin B6 and vitamin B12 such as cereal grains, green vegetables, nuts, fruits especially citrus, animal protein, seafood, and dairy.

Key word:

folic acid, vitamin B6, vitamin B12, homocysteine, Systemic Lupus Erythematosus

vii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................. Lembar Pengesahan .................................................................................... Lembar Peruntukan ...................................................................................... Kata Pengantar ............................................................................................. Abstrak ......................................................................................................... Abstract ........................................................................................................ i ii iii iv vi vii

Daftar Isi ....................................................................................................... viii Daftar Tabel .................................................................................................. xii

Daftar Gambar .............................................................................................. xiii Daftar Lampiran ............................................................................................ xiv Daftar Singkatan ........................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.3.1 Tujuan Umum .................................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 1.4.1 Manfaat Akademis ............................................................. 1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................. 1 3 3 3 3 4 4 4

viii

ix

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lupus Eritematosus Sistemik (LES) ........................................... 2.1.1 Pengertian LES ................................................................. 2.1.2 Diagnosis LES ................................................................... 2.1.3 Faktor Risiko ...................................................................... 2.1.4 Patofisiologi ....................................................................... 2.1.5 Manifestasi Klinis ............................................................... 2.2 Homosistein ................................................................................ 2.2.1 Definisi ............................................................................... 5 5 5 6 7 8 9 9

2.2.2 Metabolisme ...................................................................... 10 2.3 Lupus Eritematosus Sistemik, Stress Oksidatif dan Homosistein 12

2.4 Asam Folat ................................................................................. 13 2.4.1 Absorpsi, Metabolisme, dan Simpanan Asam Folat ........... 14 2.4.2 Fungsi Asam Folat ............................................................. 16 2.4.3 Kecukupan Asam Folat ...................................................... 17 2.4.4 Sumber Asam Folat ........................................................... 17 2.5 Vitamin B6 ................................................................................... 18 2.5.1 Absorpsi, Metabolisme, dan Simpanan Vitamin B6 ............ 19 2.5.2 Fungsi Vitamin B6 .............................................................. 19 2.5.3 Kecukupan Vitamin B6 ....................................................... 20 2.5.4 Sumber Vitamin B6 ............................................................. 21 2.6 Vitamin B12 .................................................................................. 21 2.6.1 Fungsi Vitamin B12.............................................................. 22 2.6.2 Absorpsi, Metabolisme, dan Simpanan Vitamin B12............ 23 2.6.3 Kecukupan Vitamin B12 ...................................................... 23

2.6.4 Sumber Vitamin B12 ........................................................... 24 2.7 Asam Folat, Vitamin B6, Vitamin B12, dan Homosistein ............... 25 2.8 Dietary Assessment .................................................................... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 29 3.2 Hipotesis Penelitian .................................................................... 30

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 31 4.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 31 4.3 Penentuan Variabel Penelitian ................................................... 32 4.4 Lokasi dan Waktu ....................................................................... 32 4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian ................................................. 33 4.5.1 Asupan Asam Folat, Vitamin B6, dan Vitamin B12 ............... 33 4.5.2 Kadar Homosistein ............................................................ 33 4.5.3 Pengolahan Data ............................................................... 34 4.6 Definisi Operasional ................................................................... 34 4.7 Prosedur Penelitian .................................................................... 35 4.7.1 Pengisian Kuesioner .......................................................... 35 4.7.2 Pengukuran Kadar Homosistein ........................................ 35 4.8 Analisa Data ............................................................................... 37 4.9 Diagram Alur Penelitian .............................................................. 39

xi

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 5.1 Karakteristik Responden ............................................................ 40 5.2 Lama Penyakit yang Diderita ...................................................... 41 5.3 Asupan Zat Gizi .......................................................................... 41 5.3.1 Karakteristik Tingkat Asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 .................................................................. 42 5.4 Homosistein ................................................................................ 43 5.5 Hubungan Asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 Dengan Kadar Homosistein ........................................................ 45

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden ............................................................ 47 6.2 Tingkat Asupan Makan ............................................................... 48 6.3 Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kadar Homosistein........ 49 6.4 Hubungan Asupan Vitamin B6 dengan kadar homosistein .......... 50 6.5 Hubungan Asupan Vitamin B12 dengan kadar homosistein ......... 51 6.6 Keterbatasan Penelitian ............................................................. 52

BAB 7 PENUTUP 7.1 Kesimpulan ................................................................................. 53 7.2 Saran .......................................................................................... 54 Daftar Pustaka .............................................................................................. 55 Lampiran .................................................................................................... 59

xii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Angka kecukupan asam folat yang dianjurkan .............................. 17 Tabel 2.2 Nilai asam folat bahan makanan (g/100 gram) ............................ 18 Tabel 2.3 Angka kecukupan asam folat yang dianjurkan .............................. 20 Tabel 2.4 Kandungan vitamin B6 beberapa bahan makanan (mg/100 gram) 21

Tabel 2.5 Angka kecukupan Vitamin B12 yang dianjurkan ............................. 24 Tabel 2.6 Kandungan vitamin B12 beberapa bahan makanan (g/100 gram) Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan golongan umur dan status gizi 25 40

Tabel 5.2 Lama LES ..................................................................................... 41 Tabel 5.3 Konsumsi Obat dan Suplemen ...................................................... 42 Tabel 5.4 Distribusi asupan zat gizi dan presentase kecukupan berdasarkan AKG 2005 ................................................................ 43 Tabel 5.5 Distribusi Asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 ............ 44 Tabel 5.6 Distribusi kadar homosistein responden ........................................ 46

xiii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Patofosiologi LES ...................................................................... 8

Gambar 2.2 Struktur Homosistein ................................................................. 10 Gambar 2.3 Metabolisme homosistein .......................................................... 11 Gambar 2.4 Mekanisme gangguan imun menimbulkan Hiperhomosisteinemia .............................................................. 13 Gambar 2.5 Struktur kimia Asam Folat ......................................................... 14 Gambar 2.6 Metabolisme Asam Folat ........................................................... 15 Gambar 2.7 Struktur kimia vitamin B6 ........................................................... 18 Gambar 2.8 Struktur kimia vitamin B12 .......................................................... 22 Gambar 2.9 Vitamin B12 dalam transfer gugus metil via S-Adenosylation (SAM) ...................................................... 22 Gambar 5.1 Kurva Standart .......................................................................... 44 Gambar 5.2 Distribusi kadar homosistein berdasarkan kategori asupan ...... 45

xiv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Pernyataan Kelaikan Etik ........................................................... 59 Lampiran 2 Kuesioner Penelitian .................................................................. 60 Lampiran 3 Data Karakteristik Responden .................................................... 66 Lampiran 4 Hasil Uji Analisis Statistik ........................................................... 67 Lampiran 5 Nilai SLEDAI .............................................................................. 71 Lampiran 6 Alur Pengukuran Homosistein .................................................... 73

xv

DAFTAR SINGKATAN

ACR AKG anti-nRNP anti-Sm APCs CAD HLA IMT LES MDA MHC OD SAH SAM SLEDAI SLICC SQ-FFQ THFA URT

= American College of Reumatology = Angka Kecukupan Gizi = anti nuclear ribonuclear protein = anti Small nuclear ribonuclear protein = antigen presenting cells = Coronary Artery Disease = Human Leucocyte Antigen = Index Massa Tubuh = Lupus Eritematosus Sistemik = Malondialdehyde = Major Histocompatibility Complex = Optical Density = S-adenosylhomocysteine = S-adenosylmethionine = Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index = Systemic Lupus International Co-operating Clinics = Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire = Tetrahidrofolic Acid = Ukuran Rumah Tangga

xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun yang berhubungan dengan berbagai manifestasi klinis serta kerusakan jaringan (Dcruz et al., 2007). Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui secara jelas, ada dugaan faktor genetik, infeksi, dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES (Rahman dan Isenberg, 2008). Peningkatan kadar imunoglobulin G (IgG) terhadap nuclear atau

antinuclear antibody (ANA) merupakan tanda khas dari penderita LES (Koskenmies, 2004). Menurut Yayasan Lupus Indonesia penderita LES diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia sedangkan di Indonesia ada sekitar 10.114 kasus dengan rentang umur 15-45 tahun. LES lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika-Amerika, Cina, dan Filipina. Prevalensi LES di Amerika kira-kira 1 kasus per 2000 populasi (Bartels et al., 2012). Penelitian yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa penderita terbanyak adalah wanita (94,6 %) (Komalig dkk., 2008). Sedangkan penelitian oleh Kalim (1996) di RSUD Dr Saiful Anwar Malang melaporkan five-year survifal rate penderita LES

sekitar 68%. Hal ini menunjukkan tingkat mortalititas penderita LES masih cukup tinggi. Tingkat mortalitas yang tinggi disebabkan oleh perjalanan penyakit maupun komplikasi. Komplikasi yang muncul pada penderita LES meliputi gangguan sistemik, gangguan pada ginjal, saluran cerna, mata, trombosis, kematian janin dan kardiovaskuler (Hahn, 2005). Penyakit kardiovaskuler menyebabkan morbiditas dan mortalitas sebesar 6.1% hingga 8.9% pada penderita LES (Cassidy, 2001 dalam Prado et al., 2006). Hiperhomosistein terkait dengan timbulnya penyakit pembuluh darah koroner, serebral dan perifer serta deep-vein thrombosis. Penyakit kardiovaskuler dapat terjadi pada pasien dengan hiperhomosistein dan disertai penyakit autoimun (Lazzerini et al., 2007). Homosistein merupakan non protein sulfhydryl amino acid yang metabolismenya terletak pada persimpangan antara jalur transulfurasi dan remetilasi biosintesis metionin (Cattaneo, 2000). Asam folat, vitamin B6 dan Vitamin B12 merupakan zat gizi yang berperan dalam metabolisme homosistein. Asam folat dan vitamin B12 dibutuhkan saat proses remetilasi metionin sedangkan vitamin B6 berperan dalam proses transulfurasi (McKay et al., 2000; Pusparini, 2002). Penelitian oleh Frick et al. (2003) menemukan bahwa penurunan kadar folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dalam plasma memicu terjadinya hiperhomosisteinnemia. Asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 berpengaruh terhadap kadarnya dalam plasma. Namun peningkatan stres oksidatif yang terjadi pada penderita LES mampu memicu terjadinya oksidasi sensitivitas asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dalam plasma (Fuchs et

al., 2001; Shen et al., 2009). Menurunnya sensitivitas asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 berperan dalam terjadinya hiperhomosistein

(Schroecksnadel et al., 2003). Selain zat gizi, kadar homosistein juga dipengaruhi oleh faktor genetik, umur, jenis kelamin, fungsi ginjal, dan penyakit (Pusparini, 2002). Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan hubungan antara asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein pada pasien LES.

1.2

Rumusan Masalah a. Apakah terdapat hubungan antara penurunan asupan asam folat dengan peningkatan kadar homosistein pasien LES? b. Apakah terdapat hubungan antara penurunan asupan vitamin B6 dengan peningkatan kadar homosistein pasien LES? c. Apakah terdapat hubungan antara penurunan asupan vitamin B12 dengan peningkatan kadar homosistein pasien LES?

1.3 1.3.1

Tujuan Tujuan Umum a. Menentukan hubungan antara penurunan asupan asam folat, vitamin B6 dan B12 dengan peningkatan kadar homosistein pasien LES

1.3.2

Tujuan Khusus a. Menentukan hubungan antara penurunan asupan asam folat dengan peningkatan kadar homosistein pasien LES

b.

Menentukan hubungan antara penurunan asupan vitamin B6 dengan peningkatan kadar homosistein pasien LES

c.

Menentukan hubungan antara penurunan asupan vitamin B12 dengan peningkatan kadar homosistein pasien LES

1.4 1.4.1

Manfaat Manfaat Akademis a. Pengembangan ilmu Menambah wawasan tentang hubungan asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein pasien LES b. Penelitian Sebagai bahan rujukan dan titik tolak untuk penelitian lebih lanjut mengenai kadar homosistein pada pasien LES

1.4.2

Manfaat Praktis Dengan diketahui adanya hubungan asupan asam folat, vitamin B 6 dan vitamin B12 dengan diharapkan dapat kadar homosistein pada pasien LES, maka kejadian komplikasi akibat

mengantisipasi

hiperhomosisteinemia pada pasien LES sejak dini dan juga dapat dijadikan sebagai patokan dalam pemberian terapi dari segi diet.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.1.1

Lupus Eritematosus Sistemik (LES) Pengertian LES Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit keradangan multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2001). Penyakit ini ditandai dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh (Sukmana, 2004). Lupus Eritematosus Sistemik tergolong dalam penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik (Delafuente, 2002).

2.1.2

Diagnosis LES American Rheumatism Association telah nenetapkan 11 kriteria kelainan yang terjadi dalam mendiagnosis LES. Dikatakan menderita LES bila terjadi 4 dari 11 kriteria kelainan. Kriteria ini dikemukan oleh Dr Graham Hughes, American College of Reumatology (ACR) tahun 1982 yang telah diupdate pada tahun 1997 yaitu : ruam malar, ruam diskoid, fotosensitifitas, ulser pada rongga mulut, artritis, serositis, gangguan pada

ginjal, gangguan pada sistem saraf, gangguan perdarahan, gangguan imunologis, antibodi antinuklear (Hochberg, 1997) 2.1.3 Faktor Risiko Genetik dan faktor lingkungan merupakan faktor risiko dari LES (Albar, 2001; Herfindal et al., 2000). Pasien dengan homozigot dan memiliki latar belakang etnik tertentu memiliki risiko lebih tinggi terkena LES. Di New Zealand, etnis kulit putih lebih berisiko dibandingkan dengan etnis Polynesian (Bartels, 2006). Menurut Pisetsky (1997) dalam Mok dan Lau (2003) kejadian LES pada saudara kembar identik lebih tinggi (2550%) dari pada kembar non-identik atau dizigot (5%). Gen yang memiliki kontribusi besar terhadap kejadian LES adalah Major Histocompatibility Complex (MHC) terutama Human Leucocyte Antigen (HLA) DR2 dan HLA DR3. Human Leucocyte Antigen terkait dengan munculnya autoantibodi seperti anti Small nuclear ribonuclear protein (anti-Sm), anti-Ro, anti-La, anti nuclear ribonuclear protein (anti-nRNP) dan antibodi anti-DNA. Semua autoantibodi tersebut memicu perkembangan penyakit. Faktor lingkungan yang meningkatkan risiko LES meliputi jenis kelamin, paparan sinar UV, infeksi dan penggunaan obat yang tentunya didasari oleh faktor genetik. Penelitian yang dilakukan terhadap pasien LES di Jakarta menunjukkan penyakit infeksi terutama ISPA adalah yang paling banyak (58,9%) menyebabkan LES, stres (85,6%), yang bekerja di luar rumah yang langsung terpajan sinar matahari (22,3%). Penggunaan obat yang memiliki risiko LES adalah golongan amoksisilin/ampisilin (63,1%), disusul golongan antipiretik/analgetik (36,6%), paling sedikit golongan hidralazin (0,9%) (Komalig, 2004).

2.1.4

Patofisiologi Pada pasien LES terjadi gangguan respons imun yang

menyebabkan aktivasi sel B, peningkatan jumlah sel yang menghasilkan antibodi, hipergamaglobulinemia, produksi autoantibodi, dan

pembentukan kompleks imun (Mok dan Lau, 2003). Aktivasi sel T dan sel B disebabkan oleh stimulasi antigen spesifik baik yang berasal dari luar seperti bahan-bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus, fosfolipid dinding sel atau yang berasal dari dalam yaitu protein DNA dan RNA. Antigen ini dibawa oleh antigen presenting cells (APCs) atau berikatan dengan antibodi pada permukaan sel B. Kemudian diproses oleh sel B dan APCs menjadi peptida dan dibawa ke sel T melalui molekul HLA yang ada di permukaan. Sel T akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang dapat merangsang sel B untuk membentuk autoantibodi yang patogen. Interaksi antara sel B dan sel T serta APCs dan sel T terjadi dengan bantuan sitokin, molekul CD 40, CTLA-4 (Epstein, 1998; Singh, 2003). Sel T pada SLE juga mengalami gangguan berupa berkurangnya produksi IL-2 dan hilangnya respon terhadap rangsangan pembentukan IL-2 yang dapat membantu meningkatkan ekspresi sel T (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Patofosiologi LES (Mok dan Lau, 2003) Gangguan sistem imun pada LES dapat berupa gangguan klirens kompleks imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan up-take kompleks imun pada liver. Adanya gangguan klirens menyebabkan meningkatnya paparan antigen terhadap sistem imun dan terjadinya deposisi kompleks imun. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan mediator-mediator keradangan yang menimbulkan reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dan sebagainya (Albar, 2001; Mok dan Lau, 2003).

2.1.5

Manifestasi Klinis Tingkat harapan hidup penderita LES semakin lama semakin turun. Hal ini dibuktikan dengan penelitian di Toronto menunjukkan

penderita LES setelah 5 tahun terdiagnosa harapan hidup sebesar 92%, 10 tahun setelah terdiagnosa 82%, 15 tahun setelah terdiagnosa 76% dan 20 tahun setelah terdiagnosa 68%. Aktivitas dari penyakit dan kerusakan kronik pada penderita LES menurunkan kualitas hidup dan kemampuan fungsional. Systemic Lupus International Co-operating Clinics (SLICC) melaporkan meningkatnya risiko kematian akibat kerusakan kronis sudah terlihat sejak 2 tahun terdiagnosa. Penelitian di Birmingham menunjukkan komplikasi yang terjadi pada pasien sering melibatkan sistem muskuloskeletal (15%), neuropsychiatric (11%) dan kardiovaskuler (9%) sedangkan sistem yang sedikit terpengaruh adalah keganasan (3%), diabetes mellitus (3%) dan premature gonadal failure (2%) (Gordon, 2002). Coronary artery disease (CAD) merupakan komplikasi kardiovaskuler yang sering muncul. Petri et al. (2000) melaporkan 6-54% penderita LES mengalami CAD dan tingkat

mortalitasnya sebesar 3-45%. Hiperhomosistein terkait dengan timbulnya penyakit pembuluh darah koroner, serebral dan perifer serta deep-vein thrombosis (Lazzerini et al., 2007). Akumulasi homosistein yang berlebih akan menghambat jalur anti koagulan protein C, menurunkan produksi NO, dan oksidasi LDL mengakibatkan disfungsi endotel yang diikuti aktivasi trombosis dan pembentukan trombus sehingga timbul arterotrombosis (Gugun, 2008).

2.2 2.2.1

Homosistein Definisi Homosistein (2 amino 4 mercaptobutanoic acid) merupakan non protein sulfhydryl amino acid yang metabolismenya terletak pada

10

persimpangan antara jalur transsulfurasi dan remetilasi biosintesis metionin (Cattaneo, 2000). Homosistein terdapat dalam beberapa bentuk meliputi sulfhidril atau bentuk tereduksi (homosistein) dan disulfida atau bentuk teroksidasi (homosistin). Bentuk teroksidasi (homosistin) terdapat paling banyak dalam plasma (98 99%) dan bentuk tereduksi hanya 1% dalam plasma (Refsum, 2004).

Gambar 2.2 Struktur Homosistein (Refsum, 2004) Faktor yang mempengaruhi metabolisme homosistein antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, fungsi ginjal, zat gizi dan penyakit seperti psoriasis dan keganasan (Pusparini, 2002). Hiperhomosistein berkaitan erat dengan penyakit vaskuler. Penelitian oleh Irawan dkk. (2005) di RS Sardjito Yogyakarta membuktikan bahwa

hiperhomosisteinnemia menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap terjadinya penyakit jantung koroner.

2.2.2

Metabolisme Homosistein merupakan asam amino yang mengandung sulfur dan sebagai hasil antara metabolisme metonin melalui dua jalur yaitu remetilasi yang menghasilkan metionin dan transulfurasi yang

menghasilkan sistein. Dalam jalur remetilisasi, homosistein mendapatkan

11

grup metil dari N-5-methyltetrahydrofolate atau dari betaine untuk membentuk methionin. Reaksi dengan N-5-methyltetrahydrofolate terjadi pada semua jaringan dan bergantung pada vitamin B12 dan asam folat sedangkan reaksi dengan betaine terbatas pada liver. Sebagian besar methionin kemudian diaktivasi oleh ATP untuk membentuk

S-adenosylmethionine (SAM). S-adenosylmethionine memiliki peran utama sebagai donor metil universal kepada berbagai akseptor. S-adenosylhomocysteine (SAH) yang merupakan hasil tambahan dari reaksi metilasi ini, kemudian dihidrolasi sehingga membentuk homosistein yang akan tersedia untuk memulai siklus baru transfer grup metal. Dalam jalur transulfurasi, homosistein bergabung dengan serin untuk membentuk cystathionine dalam reaksi irreversible yang dikatalis oleh pyridoxal-50phosphate (PLP). Cystathionine dihidrolisa oleh enzim yang mengandung PLP kedua, -cystathionine, untuk membentuk sistein dan -ketobutyrate (gambar 2.3) (Selhub , 1999).

Gambar 2.3 Metabolisme homosistein (Berdainer, 2008)

12

2.3

Lupus Eritematosus Sistemik, Stress Oksidatif dan Homosistein Autoimun berhubungan dengan stres oksidatif/nitrosatif yang telah dibuktikan pada sebuah penelitian dengan autoimmune-prone MRL+/ + mouse model (Khan, 2001; Wang, 2009). Interferon- (IFN-) yang dilepaskan pada aktivasi Th-1 sebagai reduktor potensial dalam pembentukan ROS di makrofag (Schroecksnadel, 2003). Stres oksidative menandakan terjadinya ketidakseimbangan antara Reactive Oxygen Species (ROS) dan antioksidan di dalam tubuh. Peningkatan ROS terutama superoxide anion dan radikal hidroksil (-OH) menyebabkan kerusakan pada lipid, protein dan DNA (Shacter, 2000; Grimsrud et al., 2008). Peningkatan ROS dan penurunan antioksidan menyebabkan oksidasi Polysaturated fatty acid menjadi bentuk yang lebih reaktif seperti Malondialdehyde (MDA) dan 4-hydroxynoneal (4-HNE) (Wang et al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Shah et al. (2010) menunjukkan bahwa kadar MAD dan IFN- memiliki korelasi positif dengan score Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI). Stres oksidatif yang diinduksi secara imunologis dapat

menyebabkan oksidasi antioksidan dan oksidasi sensitifitas asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 sehingga terjadi hiperhomosisteinemia (McCaddon et al., 2002). Peroksidasi lemak dan oksidasi protein yang terjadi akibat peningkatan ROS akan memberikan signal tranduksi sehingga terjadi penipisan antioksidan terutama antioksidan sensitif vitamin B (Elsayed, 2001). Mekanisme hiperhomosisteinnemia yang disebabkan oleh gangguan sistem imun dijelaskan pada gambar 2.4

13

Gambar 2.4 Mekanisme gangguan imun menimbulkan hiperhomosisteinemia (Schroecksnadel et al., 2003)

2.4

Asam Folat Folasin dan folat adalah nama generik sekelompok ikatan yang secara kimiawi dan gizi sama dengan asam folat. Ikatan-ikatan ini berperan sebagai koenzim dalam transportasi pecahan-pecahan karbon tunggal dalam metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat. Bentuk koenzim ini adalah tetrahidrofolat (THF) atau asam tetrahidrofolat (THFA) (Almatsier, 2009).

14

Gambar 2.5 Struktur kimia Asam Folat (Berdainer, 1998)

2.4.1

Absorpsi, Metabolisme dan Simpanan Asam Folat Asupan folat hanya akan diabsorpsi sebagai monoglutamat dalam bentuk asam folat, 5-metil-tetrahidrofolat, dan 5-formil-tetrahidrofolat (Mahan, 2008). Folat pada makanan terdapat dalam bentuk poliglutamat yang harus dihidrolisis oleh enzim hidrolase yang dibantu oleh seng menjadi bentuk monoglutamat di dalam mukosa usus halus sebelum ditransport secara aktif. Setelah hidrolisis, monoglutamat akan diabsorpsi oleh reseptor folat khusus oleh mikrofili dinding usus halus. Terdapat gangguan absorpsi asam folat pada peminum alkohol karena alkohol dapat menghambat enzim pada mikrofili dinding usus yang penting dalam proses absorpsi selain itu alkohol juga dapat mempercepat ekskresi folat (Almatsier, 2009; Eastwood, 2003)

15

Gambar 2.6 Metabolisme Asam Folat (Mahan, 2008) Folat di dalam sel diubah menjadi 5-metil-tetrahidrofolat (5-metilH4 folat) dan disimpan di hepar dengan jumlah simpanan untuk orang dewasa sehat 7,5 mg. Didalam hepar, asam metil tetrahidrofolat diubah menjadi asam tetrahidrofolat (THFA) dan gugus metil yang akan berperan dalam proses metabolisme metionin. Folat akan bersirkulasi sebagai poliglutamat di dalam pool/simpanan sel darah merah dan dikeluar melalui feses dan urin sebagai 5-metil-H4 folat. Jumlah yang dikeluarkan hampir sama dengan jumlah yang terdapat dalam simpanan tubuh dan berumur 100 hari. Persediaan folat akan habis dalam waktu sepuluh minggu (Almatsier, 2009). Kekurangan asam folat dapat terjadi karena kurangnya konsumsi, terganggunya absorpsi, kebutuhan metabolisme yang meningkat atau

16

pembelahan sel yang berjalan cepat, pengaruh obat-obatan dan kecanduan alkohol. Kurang konsumsi terjadi pada masyarakat

berpenghasilan rendah serta manula yang susunan makanannya cenderung terbatas. Gangguan absorpsi terjadi pada kerusakan saluran cerna, pada penyakit coeliac atau sprue tropis. Kebutuhan folat meningkat pada kehamilan, menyusui, anemia hemolitik dan leukimia. Beberapa obat seperti obat anti kanker, aspirin dan antasid mempunyai struktur kimia yang sama dengan folat dan dapat menggantikan peran folat pada enzim-enzim sehingga menutup alur metabolisme folat. obat yang digunakan pada dapat penyakit peradangan defisiensi usus folat seperti karena

salisilazosulfapiridin,

menyebabkan

menghambat hidrolisis dan absorpsi folat (Almatsier, 2009)

2.4.2

Fungsi asam folat Fungsi utama koenzim folat (THFA) adalah memindahkan atom karbon tunggal (metil) dalam bentuk gugus formil, hidroksi metil atau metal dalam reaksi penting metabolisme beberapa asam amino dan sintesis asam nukleat. THFA berperan dalam metilasi homosistein menjadi metionin dengan vitamin B12 sebagai kofaktor (Mahan, 2008). Sintesis metionin tergantung transfer gugus metil dari 5-metil-folat ke vitamin B12 sebagai metil-B12 yang berfungsi sebagai donor metil untuk homosistein dalam metabolisme metionin. Sumber utama

kelompok metil tunggal melibatkan siklus reaksi dikatalisis oleh serin hidroksi metil transferase, 5,10-metilen-FH4 reduktase, dan metionin

17

sintetase. Reaksi selanjutnya S-adenosylmethionine (SAM) serta 5-metilFH4 bersifat sebagai inhibitor (Berdainer, 1998).

2.4.3

Kecukupan asam folat Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) kecukupan asam folat yang dianjurkan. Tabel 2.1 Angka kecukupan asam folat yang dianjurkan Golongan Umur 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun Hamil: Menyusui : 0-12 bulan +100 AKF (g) 65 80 150 200 200 + 200 Golongan Umur Pria dan Wanita : 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun > 65 tahun AKF (g) 300 400 400 400 400 400 400

2.4.4

Sumber asam folat Sumber folat terutama terdapat dalam sayuran hijau, hati, daging tanpa lemak, serealia utuh, biji bijian, kacang kacangan, dan jeruk. Vitamin C yang terdapat dalam jeruk mencegah kerusakan folat. Bahan makanan yang mengandung sedikit folat adalah susu, telur, umbi umbian, dan buah kecuali jeruk (Almatsier, 2009).

18

Tabel 2.2 Nilai asam folat bahan makanan (g/100 gram) Bahan Makanan g Bahan Makanan g Hati ayam 1128 Bayam 134 Hati sapi 250 Daun selada 88,8 Kepiting 56 Kacang kedelai 210 Ubi jalar 52 Kacang hijau 121 Gandum 49 Kacang merah 180 Jeruk Mandarin 5,1 Asparagus 109 Sumber: Food Composition Table for Use in East Asia, FAO, 1972

2.5

Vitamin B6 Vitamin B6 merupakan istilah umum untuk 2-metil-3,5-

dihidrometilpiridin yang memiliki tiga bentuk aktif yakni piridoksin, piridoksal dan piridoksamin. Dalam keadaan difosforilasi, vitamin B6 berperan sebagai koenzim dalam bentuk piridoksal fosfat (PLP) (Mahan, 2008).

Gambar 2.7 Struktur kimia vitamin B6 (Mahan, 2008)

19

2.5.1

Absorpsi, Metabolisme, dan Simpanan Vitamin B6 Vitamin B6 diabsorpsi di usus halus secara disfusi pasif dalam bentuk fosforilasi dari piridoksin (alkohol), piridoksal (aldehid) dan

piridoksamin (amin). Metabolisme vitamin B 6 melalui reaksi posforilasidefosforilasi, oksidasi-reduksi, dan aminasi-deaminasi. Di dalam hati, otak dan ginjal vitamin B6 yang difosforilasi kembali oleh enzim piridoksal fosfat oksidase menjadi PLP yang merupakan bentuk predominan dalam darah. Kekurangan riboflavin dapat menyebabkan menurunnya konversi

piridoksin dan piridoksamin menjadi PLP (Mahan, 2008). Sebanyak 50% vitamin B6 disimpan dalam otot. Di dalam hati PLP diikat oleh apoenzim dan beredar dalam darah dalam keadaan terikat oleh albumin. PLP yang tidak terikat diubah menjadi asam piridoksat oleh enzim oksidase di dalam hati dan ginjal dan dikeluarkan melalui urin (Almatsier, 2009). Kekurangan vitamin B6 terjadi karena konsumsi obat-obatan seperti isoniazida yang dipakai untuk pengobatan penyakit paru, penisillamin digunakan dalam artritis reumatoid merupakan antagonis vitamin B6 karena membentuk komplek LPL yang tidak aktif. Obat-obat kontraseptif dapat menyebabkan gangguan metabolisme triptofan yang dapat menyebabkan kekurangan vitamin B6 (Almatsier, 2009)

2.5.2

Fungsi Vitamin B6 Sebagai bentuk aktif vitamin B6, PLP berfungsi sebagai koenzim dalam reaksi transaminasi, dekarboksilasi dan isomerasi pada

metabolisme asam amino. Selain itu LPL juga diperlukan untuk biosintesis neurotransmiter serotonin, epinefrin, dan norepinefrin serta berperan

20

dalam pembentukan asam alfa-aminolevulinat yang merupakan prekursor hem dalam hemoglobin (Mahan, 2008). Dalam metabolisme metionin PLP berperan pada jalur transulfurasi, sebagai katalis reaksi irreversibel membentuk cystathionine dan menghidrolisa cystathionine untuk

membentuk sistein dan - ketobutyrate (Selhub, 1999).

2.5.3

Kecukupan vitamin B6 Angka kecukupan vitamin B6 menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) yang dianjurkan. Tabel 2.3 Angka kecukupan vitamin B6 yang dianjurkan Golongan Umur AKP (mg) Golongan Umur AKP (mg) 0-6 bulan 0,1 Wanita : 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun Pria : 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun > 65 tahun 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,7 1,7 0,3 0,5 0,6 1,0 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun > 65 tahun Hamil: Menyusui : 0-12 bulan + 0,5 1,2 1,2 1,2 1,3 1,3 1,5 1,5 + 0,4

21

2.5.4

Sumber Vitamin B6 Vitamin B6 paling banyak terdapat dalam khamir, kecambah, hati, ginjal, serealia tumbuk, kacang-kacangan, kentang, dan pisang. Susu, telur, sayur dan buah mengandung sedikit vitamin B6. Vitamin B6 dari bahan makanan hewani lebih mudah diabsorpsi dari pada yang terdapat dalam bahan makanan nabati.

Tabel 2.4 Kandungan vitamin B6 beberapa bahan makanan (mg/100 gram) Bahan Makanan mg Bahan Makanan Daging sapi 0,42 Beras pecah kulit Hati sapi 0,82 Jagung Hati ayam 0,72 Tepung terigu Ikan tuna 0,92 Kacang kedelai Kuning telur 0,31 Kacang tolo Kentang 0,19 Pisang Sumber: Food Composition Table for Use in East Asia, FAO, 1972 mg 0,62 0,40 0,44 0,82 0,42 0,32

2.6

Vitamin B12 Vitamin B12 atau kobalamin terdiri atas cincin yang mirip dengan porfirin dan mengandung kobalt. Bentuk utama vitamin B12 dalam makanan adalah 5-deoksiadenosilkobalamin, metilkonbalamin, dan

hidrokobalamin (Mahan, 2008). Kandungan kobalt pada vitamin B12 menjadikan vitamin B12 sebagai kristal merah yang larut air yang rusak oleh asam encer, alkali, cahaya dan bahan-bahan pengoksidasi dan

pereduksi. Kurang dari 70% vitamin B12 yang dapat bertahan pada pemasakan (Almatsier, 2009)

22

Gambar 2.8 Struktur kimia vitamin B12

2.6.1

Fungsi Vitamin B12 Vitamin B12 mendukung metabolisme asam folat dalam bentuk aktif (Guyton dan Hall, 2008) dan merupakan kofaktor dua jenis enzim pada manusia yaitu metionin sintetase dan metilmalonil-KoA mutase. Pada metionin sintetase gugus metil dari 5-metil tetrahidrofolat (5-metil-H4 folat) dipindahkan ke kobalamin untuk menjadi metilkobalamin yang kemudian memberikan gugus metil ke homosistein (gambar 2.9) (Almatsier, 2009).

2.6.2

Gambar 2.9 Vitamin B12 dalam transfer gugus metil via S-Adenosylation (SAM) (Berdainer, 1998) Absorpsi, Metabolisme dan Simpanan Vitamin B12 Dalam keadaan normal kurang lebih 70% vitamin B12 yang dikonsumsi dapat diabsorpsi. Absorpsi vitamin B12 oleh usus tergantung

23

pada faktor intrinsik (sel-sel parietal pada kelenjar lambung yang menyekresi glikoprotein) (Guyton dan Hall, 2008). Reaksi autoimun dapat menghambat faktor intrinsik sehingga absorpsi vitamin B12 terganggu (Dunne, 2002). Vitamin yang telah terabsorpsi ditransport dalam darah melalui protein transport transkobalamin I, II atau III. Metabolik aktif dari vitamin B12 hanya sebagai derivat dari 5-deoksiadenosin atau gugus metil pada cincin corrin atom kobalt yang akan dikonversi oleh vitamin B 12 koenzim sintetase dan 5-metil-FH4. Kobalamin yang bebas dalam plasma akan dikeluarkan melalui gijal dan bilirubin (Mahan, 2008). Persediaan vitamin B12 dalam tubuh adalah 2-3 mg dan sebanyak 1,2-1,3 g diekskresi melalui feses dan urin. Vitamin B12 yang terdapat dalam cairan empedu dan sekresi saluran cerna lain disalurkan kembali melalui sirkulasi entero hepatik sehingga simpanan vitamin B12 dapat bertahan hingga sepuluh tahun. Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi karena gangguan absorpsi dan transportasi yang akibatnya akan terlihat setelah empat hingga sepuluh tahun (Almatsier, 2009).

2.6.3

Kecukupan Vitamin B12 Angka Kecukupan gizi yang dianjurakan untuk vitamin B12 menurut Widyakarya Pangan dan Gizi 2004.

24

Tabel 2.5 Angka kecukupan Vitamin B12 yang dianjurkan Golongan Umur 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun Pria : 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun > 65 tahun 2.6.4 Sumber Vitamin B12 Sumber utama vitamin B12 adalah makanan protein hewani yang memperolehnya dari hasil sintesis bakteri di dalam usus seperti hati, ginjal, susu, telur, ikan, keju dan daging. Vitamin B 12 melalui sintesis oleh bakteri tidak diabsorpsi oleh manusia karena sintesis terjadi di kolon (Mahan, 2008). Bentuk vitamin B12 dalam makanan terutama sebagai 5deoksiadenosil dan hidroksikobalamin (Almatsier, 2009) 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,7 1,7 AKB12 (mcg) 0,4 0,5 0,9 1,2 1,5 Golongan Umur Wanita : 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun > 65 tahun Hamil: Menyusui : 0-12 bulan +0,4 AKB12 (mcg) 1,8 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 + 0,2

25

Tabel 2.6 Kandungan vitamin B12 beberapa bahan makanan (g/100 gram) Bahan Makanan g Bahan Makanan Daging sapi 1,4 Keju Hati sapi 52,7 Susu sapi segar Hati ayam 27,9 Sarin Ikan tuna 3,0 Ikan Bandeng Kuning telur 6,0 Ayam Sumber: Food Composition Table for Use in East Asia, FAO, 1972 g 1,0 0,4 14,4 3,4 0,4

2.7

Asam Folat, Vitamin B6, Vitamin B12, dan Homosistein Asam Folat, Vitamin B6, Vitamin B12 merupakan kofaktor penting dalam metabolisme homosistein. Asam folat dan vitamin B 12 dibutuhkan saat proses remetilasi sedangkan vitamin B6 berperan dalam proses transulfurasi (Jean et al., 1999; Pusparini, 2002). Pada proses remetilasi, 5-metil-folat mentransfer gugus metil ke vitamin B 12 sehingga terbentuk metil-B12 yang berfungsi sebagai donor metil (Berdainer, 1998). Sedangkan vitamin B6 dalam bentuk aktif PLP pada jalur transulfurasi berfungsi sebagai katalis reaksi irreversibel membentuk cystathionine dan menghidrolisa cystathionine untuk membentuk sistein dan - ketobutyrate (Selhub, 1999). Penelitian oleh Frick et al. (2003) dan Prado et al. (2004) menemukan bahwa penurunan kadar folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dalam plasma memicu terjadinya hiperhomosisteinnemia. Sebuah penelitian secara prospektif di Jepang menunjukkan konsumsi vitamin B6 pada penderita LES memiliki hubungan dengan resiko penyakit arterosklerosis (Minami et al., 2010) dan menurut Roman et al., (2007) terdapat hubungan antara peningkatan kadar homosistein dengan penyakit arterosklerosis pada pasien LES. Asupan vitamin B6 yang lebih tinggi dapat menurunkan risiko penyakit aktif dengan

26

mengurangi kadar homosistein. Demikian pula dengan asam folat, peningkatan konsumsi asam folat kira-kira 200 mg/hari akan menurunkan homosistein total rata-rata 4 mol/L dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) pemberian asam folat pada tikus DM dengan dosis 2 ppm dan 4 ppm tidak memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kadar homosistein namun dosis tinggi (8 ppm) pada tikus DM dapat menurunkan kadar homosistein dan kolesterol darah. Terdapat hubungan terbalik antara asupan vitamin B6 dan folat dengan konsentrasi homosistein pada wanita premenopause di Jepang (Nagata et al.,2003). Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara asupan asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12 terhadap kadar homosistein.

2.8

Dietary Assessment Dietary assessment dilakukan untuk memperoleh data riwayat gizi yang merupakan data mengenai asupan zat gizi dengan mengkaji pola makan dan pemilihan bahan makanan. Riwayat gizi dapat dikaji dengan 2 cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif (Mahan, 2008). a. Kuantitatif Penilaian riwayat gizi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan recall atau record bahan makanan yang dikonsumsi dalam satu hari.

27

1. 24-hour recall Metode 24-hour recall bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait makanan yang dikonsumsi responden selama 24 jam atau satu hari sebelumnya. Metode ini mudah untuk dilakukan dan cepat, memiliki beban responden yang rendah, tingkat partisipasi responden tinggi, biaya murah, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf, dapat dilakukan dalam skala besar, namun metode 24-hour recall

membutuhkan daya ingat sehingga tidak cocok digunakan secara lansung pada lansia dan anak-anak. 2. Food Record Metode dietary assessment dengan mencatat secara lengkap deskripsi dari seluruh makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau gram. Termasuk juga makanan yang dikonsumsi diluar rumah. Food Record dapat dilakukan selama 3 hari (2 hari weekday dan 1 hari weekend). Kelebihan dari metode ini yakni tidak mengandalkan daya ingat responden serta lebih akurat karena diukur saat makan, namun memiliki beban responden yang tinggi karena lebih menghabiskan waktu dibandingkan 24-hour recall. Metode food record juga dapat mengubah kebiasaan makan responden (Gibson, 2005).

b. Kualitatif Metode kualitatif terdiri dari Food Frequency Questionnaire dan dietary history. Kedua metode ini memberikan informasi restropektif mengenai pola makan pada waktu tertentu.

28

1. Food Frequency Questionnaire Food Frequency Questionnaire bertujuan untuk menilai frekuensi makanan dari berbagai jenis makanan dalam periode waktu tertentu dan dapat digunakan untuk mengetahui pola konsumsi secara kualitatif dan semi-quantitatif. Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ) terdiri dari daftar bahan makanan, frekuensi konsumsi dan ukuran porsi tiap makanan yang dikonsumsi. SQ-FFQ memiliki beban responden yang rendah, tingkat partisipasi responden tinggi, pengisian form dapat dilakukan oleh responden (self administered) atau oleh tenaga kesehatan melalui interview, cocok untuk digunakan dalam penelitian kelompok besar yang asupan pangan setiap hari sangat variatif dan dapat menghubungkan penyakit dengan kebiasaan makan (Mahan, 2008 ). 2. Dietary History Dietary History bertujuan untuk menggali informasi retrospektif

terkait pola makan pada periode tertentu (1 bulan, 6 bulan atau 1 tahun). Terdiri dari 3 komponen yaitu: 1. 24-hour recall untuk menilai asupan aktual 2. FFQ yang memuat bahan makanan spesifik yang bertujuan untuk mengecek kebenaran dari hasil 24-hour recall 3. Food record selama 3 hari (Supriasa dkk, 2002).

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Lupus Eritematosus Sistemik Peningkatan autoantibodi patogen Pembentukan ROS (Stres oksidatif) Oksidasi antioksidan dan vitamin B (asam folat, vitamin B6 dan B12)

Asupan asam folat, vit.B6, vit.B12

Penipisan kadar asam folat, vit.B6, vit.B12 Akumulasi Homosistein

Hiperhomosisteinemia

Menghambat jalur antikoagulan protein C

Produksi NO

Oksidasi LDL

Disfungsi Endotel Akumulasi Substansi Trombosit Aterotrombosis Penyakit serebral dan vaskuler perifer Myocard Infark

29

30

Keterangan: : menyebabkan : menghambat : tidak diteliti : diteliti Pada penderita LES terjadi peningkatan autoantibodi patogen dan terjadinya deposisi kompleks imun. Peristiwa ini menyebabkan

peningkatan pembentukan ROS (stres oksidatif) serta menimbulkan oksidasi sensitifitas antioksidan dan vitamin B sehingga terjadi penipisan kadar asam folat, vit.B6, vit.B12. Penipisan tersebut dapat menyebabkan proses remetilasi dan transulfurasi terganggu sehingga akumulasi homosistein meningkat dan terjadi kondisi hiperhomosisteinemia. Asupan yang cukup dapat mencegah penipisan kadar asam folat, vit.B 6, vit.B12. Homosistein yang berlebih akan menghambat jalur antikoagulan protein C, menurunkan produksi NO, dan meningkatkan oksidasi LDL sehingga terjadi disfungsi endotel yang akan menyebabkan akumulasi trombosit. Akumulasi trombosit inilah yang akan mengakibatkan arterotrombosis dan memicu penyakit serebral, vascular perifer, dan myocard infark.

3.2

Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein pasien Lupus Eritematosus Sistemik.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan

menggunakan metode cross sectional. Akan diteliti hubungan asupan asam folat, vitamin B6 dan B12 dengan kadar homosistein pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik.

4.2

Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah pasien rematik yang berkunjung ke Poliklinik Rematologi Rumah Sakit Saiful Anwar Malang dan didiagnosis LES oleh dokter Ahli Penyakit Dalam Konsultan Reumatik berdasarkan kriteria ACR 2010. Sampel penelitian adalah pasien LES yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut : Kriteria Inklusi : 1. Pasien LES wanita 2. Usia 18-45 tahun 3. Pasien masih memiliki daya ingat yang baik Kriteria Eksklusi : 1. Pasien dalam kondisi sakit parah (nilai SLEDAI >20)

29

30

2. Pasien mendapatkan semua jenis transfusi darah (Whole Blood, Packed Red Cell, Washed Red Cell, Fresh Frozen Plasma, dan Kriopresipitat). Subyek penelitian direkrut dengan metode consecutive sampling, setiap pasien LES yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sampai jumlah sampel minimal terpenuhi. Besar sampel dihitung dengan menggunakan besar sampel untuk hubungan, penghitungan besar sampel tersebut adalah sebagai berikut (Handojo, 2002):

z z r

= 1,96 (=0,05) = 0,84 (=0,2, power = 80%) = besarnya koefisien korelasi, besar nilai r = 0,52 (Furqon, 2005) maka jumlah sampel minimal adalah 27 orang.

4.3

Penentuan Variabel Penelitian a. Variabel Bebas : asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 b. Variabel Terikat : kadar homosistein

4.4

Lokasi dan Waktu Pengambilan sampel pasien dilakukan di poli reumatologi dan di bangsal rawat inap bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr Saiful Anwar Malang. Pemeriksaan kadar homosistein dilakukan di laboratorium Kawi.

31

Penelitian ini dilakukan hingga sampel minimal sudah terpenuhi dengan alokasi waktu 3 bulan antara bulan September November 2012.

4.5 4.5.1

Bahan dan instrumen penelitian Asupan zat gizi makro, asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 Instrumen yang digunakan meliputi: 1. Form 24-hour food recall digunakan untuk mengetahui asupan makanan responden selama 24 jam atau 1 hari sebelum dilaksanakan wawancara. Metode 24-hour recall memiliki beban responden yang rendah dan responden masih mampu mengingat sebagian besar yang dikonsumsi selama 24 jam terakhir sehingga dapat digunakan untuk mengetahui gambaran asupan zat gizi dalam sehari. 2. Form semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ) yang berisi daftar bahan makanan dengan kandungan asam folat, vitamin B6 dan B12, frekuensi dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi. SQ-FFQ merupakan metode yang dapat menilai pola makan responden terhadap zat gizi yang spesifik dalam periode waktu tertentu secara cepat dan murah serta menimbulkan beban

responden yang rendah (Gibson, 2005). 4.5.2 Kadar homosistein Alat dan Bahan yang digunakan untuk mengukur kadar

homosistein meliputi : 1. ELISA Reader 2. Sentrifus 3. Tabung reaksi

32

4. Pipet Mikro 5. Spuit 5 cc 6. Tabung Ependorf 7. Human Homocyteine ELISA Kit 4.5.3 Pengolahan data Instrumen untuk pengolahan data meliputi: 1. Form Angka Kecukupan Gizi 2005 2. Program nutrisurvey 3. SPSS 16.0

4.6

Definisi Operasional No. 1 Variabel Asupan Definisi Operasional Skala

asam Jumlah kandungan asam folat, vitamin B6 Rasio dikonsumsi berdasarkan berdasarkan Food Composition Table For Use In East Asia (FAO) Jumlah asupan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG), dinyatakan dalam % dan dikatagorikan: - Lebih - Normal - Kurang : > 120% AKG : 80-120% AKG : <80% AKG bentuk intermediet pada

folat, vitamin B6 dan vitamin B12 pada bahan makanan yang dan vitamin B12

Homosistein

Homosistein merupakan asam amino yang Rasio merupakan metabolisme protein dari konversi asam amino methionin ke sistein.

4.7

Prosedur Penelitian

33

4.7.1

Pengisian Kuesioner 1. Mengisi informed consent 2. Mengisi data dasar meliputi (nama, alamat, tanggal lahir dan pekerjaan) 3. Melengkapi data terkait konsumsi suplemen dan obat 4. Melengkapi form 24-hour recall dengan langkah-langkah: a. Melengkapi daftar makanan dan minuman yang dikonsumsi selama 24 jam atau satu hari sebelum wawancara b. Mengestimasi jumlah bahan makanan yang dikonsumsi dengan bantuan Ukuran Rumah Tangga (URT) c. Memastikan catatan hasil recall sudah benar dengan

membacakan hasil recall kepada responden 5. Melengkapi form semi-quantitative food frequency questionnaire dengan langkah-langkah: a. Melengkapi kategori frekuensi untuk setiap bahan makanan yang meliputi harian (H), mingguan (M), bulanan (B), dan tidak pernah (TP) b. Mengisi ukuran porsi yakni kecil (K), sedang (S), dan besar (B) c. Melengkapi rata-rata frekuensi konsumsi dalam satu hari kemudian menghitung rata-rata jumlah frekuensi bahan makanan perhari. 4.7.2 Pengukuran Kadar Homosistein a. Pengambilan Sampel Pengambilan darah dilakukan pada vena mediana cubiti yang terletak pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Pengambilan darah vena dilakukan dengan alat suntik (syring) dengan ukuran jarum 22-24G

34

dan spuit 5 cc. Darah diambil sebanyak 5 cc kemudian dimasukkan kedalam tabung vacutainer untuk selanjutnya dibuat serum. Setelah didiamkan selama kurang lebih 30 menit, kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit. Serum yang merupakan supernatan dari hasil sentrifugasi selanjutnya dipindahkan pada tabung efendorf. b. Pengukuran kadar homosistein Pengukuran kadar homosistein dilakukan dengan menggunakan Human Total Homocysteine ELISA kit (NovateinBio) yang terdiri dari mikroplate yang dilapisi dengan antibodi monoklonal anti homosistein. Langkah pengukuran kadar homosistein: 1. Dalam mikroplate yang mengandung antibodi monoklonal

ditambahkan 50 L larutan standar atau sampel yang sudah didilusikan (10L sampel dengan 40L sample diluent) kemudian dilanjutkan dengan penambahan HRP-conjugated antibody 50 L ke dalam masing-masing sumuran. 2. Mikroplate ditutup dengan strip perekat dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370C. 3. Isi sumuran kemudian dibuang dan dicuci dengan 300 ml washing buffer sebanyak 5 kali pencucian. 4. Mikroplate dibalik dan dikeringkan dengan mengelap menggunakan kertas penghisap yang bersih. 5. Ditambahkan chomogenic substrate A dan B masing-masing 50 L ke dalam sumuran, diinkubasi selama 15 menit pada suhu 370C, selama inkubasi sumuran dilindungi dari cahaya.

35

6. Ditambahkan 50 L stop solution kedalam masing-masing sumuran (terjadi perubahan warna dari biru menjadi kuning). 7. Densitas optik dari setiap sumuran dibaca dengan mikro ELISA reader dalam waktu 15 menit pada panjang gelombang 450 nm. 8. Kadar homosistein dihitung menggunakan kurva standar yang menunjukkan antara nilai densitas optik dengan kadar homosistein. Nilai densitas optik yang diperoleh dari masing-masing sampel ditempatkan pada sumbu Y dari kurva standar dan selanjutnya ditarik garis tegak lurus dari sumbu Y ke garis regresi, dari titik potong pada garis regresi tersebut selanjutnya diproyeksikan ke sumbu X untuk mendapatkan kadar homosistein

4.8

Analisis Data Analisis data menggunakan alat bantu program nutrisurvey dan SPSS 16.0 dengan melakukan : 1. Perhitungan asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan program nutrisurvey. 2. Analisis deskriptif untuk mendapatkan gambaran karakteristik sampel dan disajikan dalam bentuk tabulasi/grafik. 3. Analisis data tingkat asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan dengan program SPSS 16.0. Kebutuhan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 pada pasien LES sama dengan kebutuhan untuk orang sehat sesuai dengan jenis kelamin dan usia. Kebutuhan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 untuk usia 18-45 tahun adalah 400 g, 1,3 mg, 2,4 g perhari

36

Tingkat asupan = asupan makanan

x 100%

Kebutuhan zat gizi/hari Berdasarkan Widya Karya Pangan dan Gizi, asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dibagi menjadi 3 kelompok: Lebih Normal Kurang : > 120% AKG : 80-120% AKG : <80% AKG (Kusumah, 2009)

Data tingkat asupan asam folat, vitamin B 6 dan vitamin B12 akan disajikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel. Kemudian data diolah dengan SPSS 16.0 dan dilakukan uji normalitas dengan uji onesampel Kolmogorov-Smirnov. Selanjutnya dilakukan uji korelasi dengan pearson correlation untuk mengetahui hubungan antara tingkat asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik.

37

4.9

Diagram Alur Penelitian

Pasien rematik di poliklinik dan bangsal rawat inap Rematologi RSSA

Pasien yang didiagnosis LES oleh dokter Ahli Ilmu Penyakit Dalam Konsultan Reumatik berdasar kriteria ACR 2010 dan memenuhi kriteria inklusi-ekslusi

Pemberian Informed Consent pada pasien

Pengisian kuesioner 24-hour food recall dan SQ-FFQ

Pengambilan sampel darah vena perifer pasien sebanyak 5 cc Pembuatan serum

Perhitungan asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12

Pemeriksaan kadar homosistein dengan metode ELISA

Pencatatan data

Analisis data

Penyusunan laporan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

5.1 Karakteristik Responden Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 29 responden yang terbagi dalam beberapa golongan usia. Keseluruhan responden merupakan pasien yang terdiagnosis LES dan berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar maupun klinik Rheumatologi. Data terkait golongan umur dan status gizi disajikan pada tabel 5.1. Status gizi diperoleh dari pengukuran IMT (Index Massa Tubuh) dan dikategorikan berdasarkan batas ambang IMT untuk orang Indonesia. Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan golongan umur dan status gizi No. 1. Karakteristik Responden Usia responden a. 18 tahun b. 19 - 29 tahun c. 30 - 45 tahun 3 11 15 29,52 (7,81) Jumlah n = 29 Rerata (SD)

40

41

2.

Status Gizi responden a. Status gizi kurang tingkat berat (<17,0) b. Status gizi kurang tingkat ringan (17,0 - 18,5) c. Status gizi normal (18,5 - 25,0) d. Status gizi lebih tingkat ringan (>25,0 - 27,0) e. Status gizi lebih tingkat berat (>27,0) 2 3 3 5 16 20,978 (3,711)

5.2 Lama Penyakit yang Diderita Lama LES merupakan waktu pertama kali responden terdiagnosis LES sampai waktu dilakukan wawancara. Variabel ini sangat tergantung dari daya ingat responden dan sebagian besar responden terdiagnosa LES setelah timbul suatu gejala. Lama responden terdiagnosis LES ditunjukkan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Lama LES Lama LES 0 - 12 bulan 13 - 24 bulan 25 36 bulan > 36 bulan Jumlah (n=29) 9 9 7 4

5.3 Asupan Zat Gizi Untuk mendapatkan data asupan zat gizi digunakan form 24-hour recall dan semi-FFQ yang menggambarkan rata-rata asupan responden perhari. Hasil dari 24hour recall dan semi-FFQ dianalisis menggunakan nutrisurvey dan zat gizi yang dinilai meliputi asupan energi, protein, asam folat, vitamin B 6 dan vitamin B12 yang akan dianalisis dengan program SPSS. Selanjutnya akan diklasifikasikan menurut Widya Karya Pangan dan Gizi VI menjadi tiga kategori yakni rendah, cukup, dan

42

lebih. Pada tabel 5.3 disajikan distribusi rata-rata asupan zat gizi dan presentase kecukupan berdasarkan AKG 2005.

43

Tabel 5.3 Distribusi asupan zat gizi dan presentase kecukupan berdasarkan AKG 2005 Zat Gizi Rerata (SD) % kecukupan Zat Gizi Makro a. Energi b. Protein Zat Gizi Mikro a. Asam Folat b. Vitamin B6 c. Vitamin B12 1376 (362,58) kkal 50,58 (13,07) gram 277,96 (122,39) g 1,23 (0,45) mg 2,42 (2,12) g 72,42% 101,16% 69,49% 94,92% 100,83%

Dari tabel di atas didapatkan tingkat konsumsi energi pada responden tergolong rendah 72,42% (<77%AKG) sedangkan asupan protein tergolong cukup 101,16% (>77%AKG) dan sebanyak 15 responden (51,7%) memiliki asupan energi dibawah AKG.

5.3.1 Karakteristik Tingkat Asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 Kebutuhan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 untuk wanita dewasa berdasarkan AKG adalah 400 g, 1,3 mg, dan 2,4 g. Untuk mendapatkan tingkat asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 digunakan Semi Quantitative - Food Frequency Questionnaire yang berisi bahan makanan dengan kandungan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12. Dari jumlah bahan makanan yang dikonsumsi akan dikonversikan menjadi jumlah konsumsi perhari sehingga yang akan muncul adalah tingkat asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 perhari. Penilaian tingkat asupan vitamin ini melibatkan jenis bahan makanan yang dikonsumsi selama 3 bulan terakhir. Hasil SQ-FFQ dimasukan ke nutrisurvey yang akan menampilkan jumlah vitamin yang dikonsumsi perhari dan untuk selanjutnya dianalisis

44

menggunakan SPSS. Tabel 5.4 menampilkan karakteristik asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 Tabel 5.4 Distribusi Asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 Zat Gizi Asam Folat Kategori Kurang Cukup Vitamin B6 Lebih Kurang Cukup Vitamin B12 Lebih Kurang Cukup Lebih 5.4 Homosistein Homosistein merupakan asam amino yang mengandung sulfur dan sebagai hasil antara metabolisme metonin melalui dua jalur yaitu remetilasi yang menghasilkan metionin dan transulfurasi yang menghasilkan sistein. Pengukuran kadar homosistein dengan menggunakan ELISA. Dalam prosedur pengukuran homosistein sebelum melakukan pengukuran untuk sampel harus didahului dengan pengukuran sampel standart yang menghasilkan Optical Density (OD) standart. Dari hasil pengukuran sampel standart dibuat sebuah kurva standart yang akan Jumlah 17 11 1 11 13 5 13 6 10 2,428 (2,125) 1,234 (0,45) Rerata (SD) 277,96 (122,39)

menghasilkan rumus untuk menghitung kadar homosistein dari sampel.

45

Gambar 5.1 Kurva standart

Dari kurva diatas didapatkan persamaan y = 0,058x + 0,451 dengan y adalah OD dan x adalah kadar homosistein sehingga untuk menghitung homosistein sampel menggunakan persamaan x = (y 0,45) : 0,058. Kadar homosistein normal pada wanita adalah 5-15 mol/L (Pusparini, 2002), penelitian ini membagi kadar homosistein menjadi tiga kategori yaitu dibawah normal, normal dan diatas normal. Tabel 5.5 menunjukkan distribusi kadar homosistein responden Tabel 5.5 Distribusi kadar homosistein responden Kategori Jumlah Rerata (SD) Rendah 3 Normal 19 12,63 (3,71) Tinggi 7 Sedangkan distribusi kadar homosistein berdasarkan kategori asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dapat dilihat pada gambar 5.2.

46

Gambar 5.2 Distribusi kadar homosistein berdasarkan kategori asupan

Keterangan: 1. Asupan asam folat : kurang cukup lebih 2. Asupan vitamin B6 : kurang cukup lebih 3. Asupan vitamin B12 : kurang cukup lebih

= 194 (53,78) = 373,37 (37,55) = 651,7 = 0,83 (0,12) = 1,27 (0,15) = 2,00 (0,36) = 1,04 (0,5) = 2,16 (0,18) = 4,39 (2,56)

g g g mg mg mg g g g

5.5 Hubungan Asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan Vitamin B12 dengan kadar homosistein Untuk mengetahui hubungan antara asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein menggunakan uji Pearson Correlation karena kedua variabel memiliki skala ordinal. Hasil data statistik dapat dilihat pada tabel 5.6

47

Tabel 5.6 Tingkat hubungan asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein Variabel Variabel p Kekuatan korelasi Dependent Homosistein Independent Asam folat Vitamin B6 Vitamin B12 Dari hasil uji, diperoleh nilai p < 0,001. <0,001 - 0,749 <0,001 - 0,673 <0,001 - 0,670 Karena nilai p < 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara variabel yang diuji yaitu asupan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 dengan kadar homosistein.

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Responden Gizi mempunyai peran besar dalam daur kehidupan. Setiap tahap daur kehidupan terkait dengan jenis zat gizi yang berbeda. Semua orang sepanjang kehidupan membutuhkan nutrien yang sama, namun dalam jumlah yang berbeda (Kusharisupeni, 2007). Penggunaan makanan oleh tubuh tergantung pada sistem pencernaan dan penyerapan, metabolisme zat gizi serta ada tidaknya penyakit yang berpengaruh terhadap penggunaan zat-zat gizi oleh tubuh (Almatsier, 2009). Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan suatu penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun yang berhubungan dengan berbagai manifestasi klinis serta kerusakan jaringan (Dcruz et al., 2007). Penderita LES memerlukan zat gizi yang cukup karena kurang gizi juga berdampak pada imunitas tubuh (Mahan, 2008). Konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan bekerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang optimal (Almatsier, 2009). Gangguan gizi dapat disebabkan karena faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer yang

47

48

menyebabkan adalah kesalahan susunan makanan dari segi kuantitas dan kualitas sedangkan penyebab sekunder dapat berupa kegagalan untuk sampai di sel-sel tubuh setelah dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian dari 29 responden didapatkan status gizi baik sebanyak 16 responden (55,2%). Sementara status gizi kurang yang tingkat berat dan ringan sebanyak 10,3% dan 17,2 % sedangkan status gizi lebih tingkat ringan dan berat sebanyak 6,9% dan 10,3%. Status gizi kurang pada penderita LES disebabkan karena penurunan berat badan akibat perjalanan penyakit maupun komplikasi yang diderita atau berkurangnya asupan makan akibat anoreksia. Anoreksia dapat disebabkan karena efek samping dari obat yang dikonsumsi. Sebanyak 25 orang atau 86,2% responden mengkonsumsi obat dan sebanyak 12 orang atau 41,4% mengkonsumsi suplemen. Jenis obat yang dikonsumsi meliputi methylprednisolone, azathioprine, cellcept, captopril, digoxin, furosemide, prednisone, ranitidine, parasetamol, spironolactone, methotrexate, MTX dan mexaquin.

6.2 Tingkat Asupan Makan Tingkat konsumsi energi pada responden tergolong rendah 72,42% (<77%AKG) sedangkan asupan protein tergolong cukup 101,16% (>77%AKG). Tingkat konsumsi energi yang rendah disebabkan karena asupan sehari responden yang kurang. Beberapa responden memiliki kebiasaan makan 2 kali/hari selain itu jumlah asupan yang sedikit juga disebabkan saat pengambilan data beberapa responden sedang berpuasa. Ketidaksukaan terhadap beberapa bahan makanan juga menyebabkan pembatasan terhadap variasi makanan yang dikonsumsi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hapzah (2012) kecukupan zat

49

gizi dapat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktifias, berat badan dan tinggi badan, serta keadaan hamil dan menyusui. Hal lain yang mempengaruhi konsumsi makanan adalah tingkat pengetahuan gizi yang kurang yang ditunjang dengan ketersediaan bahan pangan dan keadaan ekonomi (Almatsier, 2009). Tingkat pengetahuan gizi berhubungan dengan kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari. Penelitian oleh Faizah (2007) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan mempengaruhi tingkat konsumsi makanan pada remaja.

6.3 Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kadar Homosistein Sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi asam folat dalam kategori kurang (58,6%) jika dibandingkan dengan AKG. Hal ini disebabkan oleh rendahnya asupan makanan sumber folat yaitu hati, daging, serealia utuh, kacang-kacangan, sayuran seperti bayam dan brokoli, serta jeruk. Subjek penelitian jarang mengkonsumsi lauk hewani berupa hati, daging dan ayam disebabkan subjek tidak menyukai salah satu produk hewani tersebut selain itu juga disebabkan oleh faktor ekonomi. Kurangnya konsumsi buah dan sayuran dapat menyebabkan terjadinya defisiensi folat. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan kadar homosistein (Suter, 2006) Tingkat kecukupan asam folat untuk wanita usia 18 40 tahun sebesar 400 mikrogram perhari. Hasil penelitian menunjukan tingkat asupan asam folat kurang dengan rata-rata 194+53,78 memiliki rata-rata kadar homosistein 14,301+4,97 yang tergolong hiperhomosisteinemia. Asam folat memiliki fungsi utama sebagai koenzim folat (THFA) yang memindahkan atom karbon tunggal

50

(metil) dalam bentuk gugus formil, hidroksi metil atau metal dalam reaksi penting metabolisme beberapa asam amino dan sintesis asam nukleat. THFA berperan dalam metilasi homosistein menjadi metionin dengan vitamin B 12 sebagai kofaktor (Mahan, 2008). Analisa statistik pada penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara asupan asam folat dengan kadar homosistein dengan arah korelasi negatif (-) yang menunjukkan bahwa asupan asam folat semakin tinggi maka kadar homosisteinnya rendah. Kekuatan korelasi antara asupan asam folat dengan kadar homosistein sebesar 0,749 atau dalam kategori kuat. Sebuah penelitian telah dilakukan dengan pemberian asam folat dosis tinggi pada penderita gagal ginjal namun pemberian asam folat 15 mg/hari selama 4 minggu tidak menghasilkan penurunan kadar homosistein dibandingkan asam folat 5 mg/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian asam folat yang lebih tinggi tidak lebih efektif dalam menurunkan kadar homosistein (Darmaja dan Suwitra, 2006).

6.4 Hubungan Asupan Vitamin B6 dengan kadar homosistein Hasil penelitian sebanyak 37,9% responden memiliki tingkat asupan vitamin B6 dalam kategori kurang. Vitamin B6 dalam bentuk aktifnya PLP berperan pada jalur transulfurasi pada metabolisme homosistein, sebagai katalis reaksi irreversibel membentuk cystathionine dan menghidrolisa cystathionine untuk membentuk sistein dan - ketobutyrate (Selhub, 1999). Semua subjek mengkonsumsi nasi sebagai bahan makanan utama. Tempe dan tahu merupakan lauk nabati yang hampir seriap hari dikonsumsi oleh responden, sedangkan kacang-kacangan jarang dikonsumsi. Lauk hewani yang dikonsumsi diantaranya telur dan daging ayam. Dengan frekuensi konsumsi telur

51

antara 2-3 kali perminggu sedangkan daging ayam 1-2 kali perbulan. Tingkat konsumsi bahan makanan hewani yang rendah disebabkan karena faktor ekonomi. Pada analisa statistik menunjukkan terdapat hubungan yang memiliki arah korelasi negatif (-) hal ini menunjukkan tingkat asupan vitamin B 6 yang rendah menyebabkan kadar homosistein meningkat (hiperhomosisteinnemia). Penelitian oleh Triantari (2011) menunjukkan pada subjek lansia dengan hiperhomoisteinnemia ringan memiliki asupan vitamin B 6 yang tergolong defisit tingkat berat. Kekuatan korelasi antara asupan vitamin B 6 dengan homosistein sebesar 0,673 dalam kategori kuat. Korelasi yang tidak sangat kuat bisa disebabkan karena bioavaibilitas vitamin B6 untuk bahan makanan nabati sekitar 6,5-30% dan untuk bahan makanan hewani sekitar 50-58% sehingga vitamin B 6 yang dikonsumsi dari makanan sehari-hari tidak seluruhnya dapat diserap tubuh (Mahan, 2008).

6.5 Hubungan Asupan Vitamin B12 dengan kadar homosistein Sebagian besar (73,9%) asupan vitamin B12 responden dalam kategori kurang dibandingkan dengan AKG. Defisiensi vitamin B12 umumnya terjadi karena adanya gangguan pada lambung yang dapat menyebabkan pelepasan kobalamin dari ikatannya dengan protein yang membutuhkan cairan lambung dan pepsin, adanya malabsorpsi usus atau kurangnya asupan vitamin B 12 dari makanan sehari-hari (Almatsier, 2009). Secara teori vitamin B 12 bersama asam folat dan vitamin B6 berperan mengubah folat menjadi bentuk aktif, dan dalam fungsi normal semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang dan jaringan syaraf (Suter, 2006). Penelitian oleh Triantari (2011) menunjukkan

52

bahwa terdapat hubungan antara asupan vitamin B12 terhadap status kognitif pada lansia. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara asupan vitamin B12 dengan kadar homosistein yang memiliki kekuatan korelasi sebesar 0,670. Hubungan memiliki arah negatif (-) yang berarti semakin tinggi asupan vitamin B12 maka semakin rendah kadar homosistein.

6.6 Keterbatasan Penelitian Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini. Untuk mengetahui kandungan asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 digunakan software nutrisurvey. Meskipun software ini telah umum digunakan, namun data yang keluar dalam bentuk nilai berdasarkan database yang dimiliki software tersebut yang memiliki keterbatasan dalam hal data kandungan zat gizi dalam makanan, seperti bahan makanan yang difortifikasi oleh vitamin B kompleks. Untuk memperoleh data hasil konsumsi yang tidak ada, digunakan bahan makanan yang mengandung zat gizi mendekati bahan makanan tersebut dan tambahan dari database yang berasal dari luar negeri, yang mana kandungan zat gizi pada bahan makanan kemungkinan berbeda dengan yang dikonsumsi responden. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini lebih aplikatif jika kandungan zat gizi menggunakan database yang bersumber dari bahan makanan yang dikonsumsi responden.

BAB VII PENUTUP

7.1 Kesimpulan 1. Ada hubungan yang signifikan antara asupan asam folat dengan kadar homosistein (p=0,000; r=-0,749). 2. Ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin B6 dengan kadar homosistein (p=0,000; r=-0,693). 3. Ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin B12 dengan kadar homosistein (p=0,000; r=-0,670).

7.1.1

Kesimpulan lain

1. Sebanyak 7 pasien LES (n=29) memiliki kadar homosistein diatas normal (hiperhomosisteinemia). 2. Sebanyak 8 responden memiliki status gizi kurang, 16 responden status gizi normal dan 5 responden status gizi lebih. 3. Rata-rata tingkat konsumsi energi pada responden tergolong rendah 72,42% (<77%AKG) dan sebanyak 15 responden (51,7%) memiliki asupan energi dibawah AKG. 4. Tingkat asupan kurang untuk asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 sebanyak 17 responden (58,6%), 11 responden (37,9%) dan 13 responden (44,8%).

53

54

7.2 Saran 1. Pada penderita LES disarankan untuk mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang didalamnya terkandung asam folat, vitamin B6 dan B12 seperti biji-bijian sereal, sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, protein hewani dan buah-buahan. 2. Memenuhi anjuran konsumsi asam folat, vitamin B6 dan B12 dalam satu hari sebesar 400 g, 1,3 mg, dan 2,4 g. 3. Memperluas sumber informasi dan pengetahuan terkait dengan gizi bagi penderita LES.

DAFTAR PUSTAKA

Albar Z. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Almatsier S. 2009. Vitamin Larut Air . Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 205-216 Bartels CM., Hildebrand J., Muller DJ. 2012. Systemic lupus erythematosus (SLE). eMedicine,(Online), (http://emedicine.medscape.com/article/332244overview, diakses 30 Maret 2012) Berdainer CD., Dwyer J., Feldman EB. 1998. Folate, Homocysteine, and Neurologic Diseases. Handbook of Nutrition and food, 2nd ed. USA : CRC press, p. 949-954 Cassidy JT. and Petty RE. 2001. Systemic lupus erythematosus. Textbook of Pediatric Rheumatology. Philadelphia: WB Saunders, p. 396-449 Cattaneo M. 2000. Hyperhomocysteinaemia and atherothrombosis. Ann Med, 32: 46-52 D'Cruz DP., Khamashta MA., Hughes GR. 2007. Systemic lupus erythematosus. Lancet, 369(9561):587-96 Dunne and Lavon J. 2002. Micronutrient. Nutrition Almanac. 5th Ed. New York: McGraw-Hill, p. 10-15. Elsayed NM. 2001. Antioxidant mobilization in response to oxidative stress: a dynamic environmentalnutritional interaction. Elsevier Nutrition. Vol. 17, p. 828834. Frick et al. 2003. Homocysteine, B Vitamins and Immune Activation in Coronary Heart Disease. Pteridines, vol. 14, pp. 82 87 Fuchs D, Jaeger M, Widner B, Wirleitner B, Artner-Dworzak E, Leblhuber F. 2001. Is hyperhomocysteinemia due to the oxidative depletion of folate rather than to insufficient dietary intake? Clin Chem Lab Med; 39:6914 Furqon M. 2005. Gambaran homosistein, enzim MTHFR, vitamin B6, vitamin B12, dan asam folat pada penyakit jantung koroner. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta Gibson, RS. 2005. Dietary Assessment. Principles of Nutritional Assessment. New York : Oxford University Press Gordon C. 2002. Review: Long-term complications of systemic lupus Erythematosus. Rheumatology;41:10951100 Grimsrud PA, Xie H, Griffin TJ, Bernlohr DA. 2008. Oxidative stress and covalent modification of protein with bioactive aldehydes. J Biol Chem. 283:21837 21841. Gugun AM. 2008. Hiperhomosistein dan Faktor Risiko Kelainan Vaskuler. Mutiara Medika. Vol. 8 No. 2;97-105. Guyton Arthur C and Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC, p. 440-448

55

56

Hahn BH. 2005. Management of Systemic Lupus Erythematosus. Kelley's Textbook of Rheumatology, 7th Ed., Edited by Harris ED et al. London: Saunders, p. 1225-1247 Handojo, D. 2002. Hubungan Status Vitamin A dengan Ferritin Serum dan Hemoglobin Ibu Hamil.Tugas Akhir.Karya Ilmiah Akhir untuk Memenuhi Persyaratan Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.Universitas Diponegoro Semarang. Herfindal, E.T., Gourley, D.R., 2000, Textbook of Therapeutic Drug and Disease Management, 7th Ed. Philadelphia: W & W Publs Irawan B., Sjabani M., Astoni MA. 2005. Hyperhomocysteinemia as risk for coronary hearth disease. Journal Kedokter Brawijaya, Vol XXI, No.3, Hal. 103-149 Kalim H. 1996. Gambaran klinik dan harapan hidup penderita lupus Eryhematosus sistemik (SLE). Maj Kedok Indonesia; 46: 383-384 Khan MF, Wu X, Ansari GA. 2001. Anti-malondialdehyde antibodies in MRL+/+ mice treated with trichloroethene and dichloroacetyl chloride: possible role of lipid peroxidation in autoimmunity. Toxicol Appl Pharmacol.170:8892. Komalig F., Herryanto, Hananto M. 2004. Faktor Lingkungan yang dapat Meningkatkan Risiko Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 7 No 2, hal. 747 757. Koskenmies, Sari. 2003. Mapping of Suspectibility Genes for Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Disertasi. Fakultas Kedokteran Universitas Helsinky, Finlandia. Kusharisupeni. 2007. Gizi dalam daur kehidupan (Prinsip-prinsip dasar) dalam gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindi Persada Kusumah, UW. 2009. Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester II-III dan Faktorfaktor yang mempengaruhinya di RSUP H. Adam Malik tahun 2009. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, Medan. Lazzerini et al., 2007. Autoimunity review: Hyperhomocysteinemia, inflammation and autoimmunity. Elsevier, Vol. 6, p. 503-509. Mahan KL., Sylvia ES., 2008. The Water-Soluble Vitamin. Krauses Food and Nutrition Therapy, 12th Ed. Canada: Saunderr-Elsevier, p. 82-99 Martin E. 2003. Principles of human nutrition second edition. Edinburgh, Uk, blackweel science. Hal. 239-303 McCaddon A., Regland, Hudson, and Davies. 2002. Functional vitamin B12 deficiency and Alzheimer disease. Neurology. vol. 58 no. 9 1395-1399 McKay D., Perrone G., Rasmussen H., Dallal H. And Blumberg JB. 2000. Multivitamin/Mineral Supplementation Improves Plasma B-Vitamin Status and Homocysteine Concentration in Healthy Older Adults Consuming a Folate-Fortified Diet. The Journal of nutrition, 130: 30903096 Minami Y., Hirabayashi Y., Nagata C., Ishii T., Harigae H., dan Sasaki T. 2011. Intakes of Vitamin B6 and Dietary Fiber and Clinical Course of Systemic Lupus Erythematosus: A Prospective Study of Japanese Female Patients. J Epidemiol. 21(4):246-254 Mok CC, Lau CS.2003. Review : Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J Clin Pathol ;56:481490

57

Nagata C, Shimizu H, Takami R, Hayashi M, Takeda N, Yasuda K. 2003. Soy product intake is inversely associated with serum homocysteine level in premenopausal Japanese women. Journal of Nutrition.133:797800 Padjas A, Undas A, Swadzba J, Musial J. 2007. Antibodies to Nhomocysteinylated albumin in patients with systemic lupus erythematosus. Original Articles. Pol Arch Med Wewn, 117 (3): 80-85 Petri M. 2000. Detection of coronary artery disease and the role of traditional risk factors in the Hopkins Lupus Cohort. Lupus. 9:1705 Pisetsky DS, Glikeson G, Clair EW. 1997. Systemic Lupus Erythematosus. Diagnosis and treatment. Med Clin North Am. 81 : 113-27 Prado D, Guerra-Shinohara,Galdieri, Terreri, Hilario MO. 2006. Increased concentration of plasma homocysteine in children with systemic lupus erythematosus. Clinical and Experimental Rheumatology, 24: 594-598 Pusparini. 2002. Homosistein faktor risiko baru (non tradisional) penyakit kardiovaskuler. J Kedokter Trisakti. Vol.21 No.1, hal. 31-39 Rahayu, Muji. 2011. Pengaruh Pemberian Folat dengan Kadar Homosistein dan Profil Lipid Pada Tikus Diabetes. Tesis. Program Pasca Sarjana Magieter Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Klinik Universitas Diponegoro, Semarang. Rahman dan Isenberg. 2008. Systemic lupus erythematosus. The New England Journal of Medicine, vol. 358, no. 9, pp. 929939. Refsum H, Smith AD, Ueland PM. 2004. Facts and recommendations about total homocysteine determinations: an expert opinion. Clin Chem, 50:3-32 Roman MJ, Crow MK, Lockshin MD, Devereux RB, Paget SA, Sammaritano L. 2007. Rate and determinants of progression of atherosclerosis in systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum. 56:34129 Schroecksnadel K, Frick B, Wirleitner B, Schennach H,Fuchs D. 2003. Homocysteine accumulates in supernatants of stimulated human peripheral blood mononuclear cells. Clin Exp Immunol; 134:536 Schroecksnadel K., Frick B., Winkler C., Leblhuber F., Wirleitner B. and Fuchs D. 2003. Review: Hyperhomocysteinemia and Immune Activation. Clin Chem Lab Med; 41(11):14381443 Selhub J. 1999. Review: Homocysteine Metabolism. Annu. Rev. Nutr. 19:21746 Shacter E. 2000. Quantification and significance of protein oxidation in biological samples. Drug Metab Rev; 32:307326. Shah D., Kiran R., Wanchu A., Bhatnagar A. 2010. Oxidative stress in systemic lupus erythematosus: Relationship to Th1 cytokine and disease activity. Elsevier, Immunology Letter, Vol. 129, p. 7-12 Shen J., Lai CQ., Ordovas JM., Tucker KL. 2010. Association of vitamin B-6 status with inflammation, oxidative stress, and chronic inflammatory conditions: the Boston Puerto Rican Health Study. J Clin Nutr; vol. 91 no. 2 337-342 Singh RR. 2003. Mechanisms of Autoimmunity in Lupus: Exploiting T-B Cell Cross-Talk to Explore Novel Therapeutic Strategies. J Indian Rheumatol Assoc, 11 : 109 120

58

Sukmana N. 2004. Penatalaksanaan LES pada Berbagai Target Organ. Cermin Dunia Kedokteran, no. 142, pp.27-30 Supriasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Suter P. 2006. Vitamin metabolism and requirements in elderly: selected aspect. In: geriatric nutrition: the health profesionals handbook. 3rd edition. Canada: jones and barlett publisher, p.31 Wang G, Wang J, Ma H, Khan MF. 2009. Increased nitration and carbonylation of proteins in MRL+/+ mice exposed to trichloroethene: potential role of protein oxidation in autoimmunity. Toxicol Appl Pharmacol. 237:188195. Wang G., Pierangeli S., Papalardo E., Antasari and Khan M.F. 2010. Markers of Oxidative and Nitrosative Stress in Systemic Lupus Erythematosus: Correlation with Disease Activity. Arthritis Rheum, 62(7): 20642072.

55

LAMPIRAN 2

KUESIONER PENGUMPULAN DATA DASAR ASUPAN ASAM FOLAT, VITAMIN B6, DAN VITAMIN B12 DENGAN KADAR HOMOSISTEIN PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK JURUSAN GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Jl. Veteran, Malng 65145 Telp. (0341) 551661, 575777

Dengan hormat, Dalam kuesioner ini terdapat sejumlah pertanyaan untuk mengetahui hubungan asupan asam folat, vitamin B6 dan Vitamin B12 dengan kadar homosistein pasien Lupus Eritematosus Sistemik. Dengan demikian Anda diminta untuk mengutarakan apa adanya. Berdasarkan kuesionare ini maka nantinya akan memberikan gambaran mengenai asupan asam folat, vitamin B 6 dan Vitamin B12 yang sesuai untuk pasien Lupus Eritematosus Sistemik. Atas perhatian Anda, kami sampaikan terima kasih. SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Umur : Alamat : Menyatakan bersedia menjadi responden dalam pengambilan data dasar untuk mengetahui hubungan asupan asam folat, vitamin B 6 dan Vitamin B12 dengan kadar homosistein pasien Lupus Eritematosus Sistemik.

Malang, Surveyor

November 2012

Responden

(................................)

(.....................................)

60

1. 2.

KETERANGAN PENGUMPUL DATA Nama pengumpul data 1. Tanggal pengumpulan data DATA DASAR

2.

1. 2. 3. 4.

Nama Alamat Tanggal Lahir/usia Pekerjaan /

.......... tahun

DATA ANTROPOMETRI 1. 2. 3. Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) IMT

KONSUMSI SUPLEMEN DAN OBAT Apakah Anda konsumsi suplemen ? Ya Tidak Jika iya, apa jenis suplemen yang dikonsumsi? Berapa dosis konsumsinya dalam sehari? Jawab :....................................................................................................................... Apakah ada obat yang Anda konsumsi selama 3 bulan terakhir? Ya Tidak Jika ada, apa obat yang Anda konsumsi? Jawab :....................................................................................................................... Apakah Anda konsumsi alkohol? Ya Tidak

61

Waktu Pagi

POLA KONSUMSI 24-FOOD RECALL Menu Jumlah (Gram/URT)

Keterangan

Siang

Malam

62

POLA KONSUMSI SQ-FFQ Bagaimana konsumsi bahan makanan di bawah ini dalam 3 bulan yang lalu? Bahan Jumlah URT Frekuensi Jumlah Rata-rata Makanan (Gram) (H=Harian, (K=Kecil, Frekuensi M=Mingguan, S=Sedang, B=Bulanan, B=Besar TP=Tidak Pernah) H M B TP K S B Makanan Pokok Nasi/beras putih Oat meal Roti Roti Gandum Jagung Singkong Ubi jalar Kentang 100 gelas/ 1 entong 5 sdm 2 iris 2 iris 3 bj sdg 1 ptg 1 bj sdg 1 bh sdg

Rata-rata jumlah konsumsi per hari

Keterangan

45 70 70 125 120 135 100

Sumber Protein hewani Daging sapi Ginjal sapi Hati sapi Usus sapi Ayam Telur ayam Hati ayam Telur bebek Bahan 35 45 35 50 40 55 35 55 Jumlah 1 ptg sdg 1 ptg bsr 1 ptg sdg 1 ptg bsr 1 ptg sdg 1 btr 1 ptg s 1 btr URT Frekuensi 63 Jumlah Rata-rata Rata-rata Keterangan

Makanan

(Gram)

(H=Harian, M=Mingguan, B=Bulanan, TP=Tidak Pernah) H M B TP 1 ptg sdg 1 ptg sdg

(K=Kecil, S=Sedang, B=Besar

Frekuensi

jumlah konsumsi per hari

Ikan laut Ikan tuna

40 40

Sumber Protein nabati/kacang-kacangan Kacang tanah Kacang polong Kacang kedelai Tempe Tahu Kacang merah Kacang hijau Kacang almond Sayuran Buncis Bayam Asparagus Kubis Wortel Kembang kol Bahan Makanan 100 100 100 100 100 100 Jumlah (Gram) 1 gls 1 gls 1 gls 1 gls 1 ptg sdg 1 gls URT Frekuensi (H=Harian, M=Mingguan, Jumlah (K=Kecil, S=Sedang, Rata-rata Frekuensi Rata-rata jumlah konsumsi Keterangan 15 20 2 sdm 2 sdm

25

2 sdm

50 110 20 20 10

2 ptg sdg 1 bj bsr 2 sdm 2 sdm 7 bj

64

B=Bulanan, TP=Tidak Pernah) H M B TP Sawi Kacang panjang Selada Jamur Labu sayur Buah-buahan Pisang Pepaya Apel Alpukat Anggur Jambu biji Mangga Jeruk Semangka Susu/produk susu Susu segar Susu bubuk Susu skim Keju 200 20 20 35 1 gls 4 sdm 4 sdm 1 ptg kcl 40 110 75 60 125 100 90 110 90 2 bh 1 ptg bsr 1 bh sdg bh bsr 15 bh sdg 1 ptg bsr bh bsr 2 bh sdg 1 ptg sdg 100 100 1 bh sdg 1 gls

B=Besar

per hari

100 100 100

1 gls 1 gls bh sdg

65

LAMPIRAN 3 DATA KARAKTERISTIK RESPONDEN Kode Usia Responden 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 22 18 35 26 40 23 37 35 19 35 39 34 35 18 29 35 19 24 36 38 26 30 40 18 40 25 21 36 23 IMT Energi Asupan Asupan Asupan protein Asam Vit.B6 Folat 688 1068 925 1005 1418 1125 785 1637 1101 1981 1413 1468 1235 1771 1910 956 1555 1286 1993 1448 1299 1819 1461 1599 1722 1762 1263 1308 897 35.0 56.8 39.5 30.0 47.9 35.8 32.2 59.3 53.1 56.5 63.6 66.6 38.4 55.1 45.3 49.9 63.2 68.2 35.1 63.1 41.9 79.7 55.8 61.3 50.9 67.2 40.7 36.0 39.0 114.3 412.0 220.1 134.1 144.3 152.3 133.7 353.3 137.5 421.1 247.2 350.3 206.1 651.7 226.1 172.7 223.8 179.2 324.5 384.6 308.0 207.1 325.3 330.0 241.5 405.0 390.0 411.0 254.3 0.7 0.9 1.9 0.7 0.6 0.8 0.9 2.0 1.0 2.6 1.3 1.5 0.9 1.6 1.2 0.9 1.1 1.1 1.2 1.4 1.2 1.1 1.9 1.3 0.8 1.5 1.5 1.2 1.0 Asupan Vit. B12 0.7 1.3 2.01 0.3 1.0 0.9 1.9 2.9 0.7 2.1 2.9 6.0 2.0 7.5 1.5 0.6 1.7 1.0 1.8 0.6 2.4 0.9 2.1 7.3 2.4 7.8 4.1 3.0 1.0 Kadar Homosistein 22.897 14.621 4.69 14.0 24.483 19.586 16.345 9.172 16.552 8.759 8.069 5.034 11.793 3.241 12.207 14.414 12.966 15.034 9.931 8.276 9.241 15.954 8.552 8.552 11.517 4.483 6.027 6.759 13.379

16.87 18.75 26.57 21.66 21.13 20.88 17.76 20.63 14.45 20.7 24.16 22.13 23.75 25.35 21.8 21.39 16.46 17.22 28.88 18.14 18.21 19.34 29.16 19.16 19.36 20.0 17.47 19.92 27.08

66

LAMPIRAN 4 HASIL UJI ANALISIS STATISTIK a. Hasil Analisis Univariat

Usia Responden Frequency Valid 18 19-29 >30 Total 3 9 14 26 Percent 11.5 34.6 53.8 100.0 Valid Percent 11.5 34.6 53.8 100.0 Cumulative Percent 11.5 46.2 100.0

Status Gizi (IMT) Frequency Valid <17 17-18.5 18,51-25 25.01-27 27.01 Total 3 5 16 2 3 29 Percent 10.3 17.2 55.2 6.9 10.3 100.0 Valid Percent 10.3 17.2 55.2 6.9 10.3 100.0 Cumulative Percent 10.3 27.6 82.8 89.7 100.0

Lama menderita LES Frequency Valid 1 tahun 2 tahun 3 tahun lebih 3 tahun Total 9 9 7 4 29 Percent 31.0 31.0 24.1 13.8 100.0 Valid Percent 31.0 31.0 24.1 13.8 100.0 Cumulative Percent 31.0 62.1 86.2 100.0

67

Asupan Asam Folat Frequency Valid kurang sedang lebih Total 17 11 1 29 Percent 58.6 37.9 3.4 100.0 Valid Percent 58.6 37.9 3.4 100.0 Cumulative Percent 58.6 96.6 100.0

Asupan Vitamin B6 Frequency Valid kurang sedang lebih Total 11 13 5 29 Percent 37.9 44.8 17.2 100.0 Valid Percent 37.9 44.8 17.2 100.0 Cumulative Percent 37.9 82.8 100.0

Asupan Vitamin B12 Frequency Valid kurang sedang lebih Total 13 6 10 29 Percent 44.8 20.7 34.5 100.0 Valid Percent 44.8 20.7 34.5 100.0 Cumulative Percent 44.8 65.5 100.0

Kadar Homosistein Frequency Valid dibawah normal normal diatas normal Total 3 19 7 29 Percent 10.3 65.5 24.1 100.0 Valid Percent 10.3 65.5 24.1 100.0 Cumulative Percent 10.3 75.9 100.0

68

b. Hasil Uji Normalitas Homosistein, Asupan Asam Folat, Vitamin B6 dan B12

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test homosistein pasien SLE N Normal Parametersa Mean Std. Deviation Most Differences Extreme Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. 29 11.60462 5.324130 .120 .120 -.058 .645 .800 asupan asam folat 29 277.969 122.3764 .128 .128 -.091 .691 .725 asupan vitamin B6 29 1.234 .4506 .151 .151 -.083 .814 .521 asupan vitamin B12 29 2.428 2.1258 .229 .229 -.160 1.235 .095

c. Hasil Uji Hubungan Asupan Asam Folat dengan Kadar Homosistein

Correlations homosistein pasien SLE homosistein pasien SLE Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N asupan asam folat Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 29 -.749** .000 29 29 1 asupan asam folat -.749** .000 29 1

69

d. Hasil Uji Hubungan Asupan Vitamin B6 dengan Kadar Homosistein

Correlations homosistein pasien SLE homosistein pasien SLE Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N asupan vitamin B6 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 29 -.693** .000 29 29 1 asupan vitamin B6 -.693** .000 29 1

e. Hasil Uji Hubungan Asupan Vitamin B12 dengan Kadar Homosistein

Correlations homosistein pasien SLE homosistein pasien SLE Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N asupan vitamin B12 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 29 -.670** .000 29 29 1 asupan vitamin B12 -.670** .000 29 1

70

LAMPIRAN 5 NILAI SLEDAI

Nilai 8 8 Kejang

Tanda

Keterangan Serangan aktual. Tidak termasuk metabolik, infeksi atau pengaruh obat Gangguan kemampuan fungsi pada aktivitas normal karena gangguan berat pada persepsi realita. Termasuk halusinasi, inkuheren, tidak bersosialisasi, kurangnya isi fikir, berfikir tidak logis, aneh, tidak terorganisir atau perilaku katatotik. Tidak termasuk uremia atau pengaruh obat Kerusakan fungsi mental dengan adanya gangguan orientasi, memori atau fungsi intelegen lain dengan fluktuasi ciri klinis dengan onset yang cepat. Termasuk biasnya kesadaran ditandai berkurangnya kapasitas untuk fokus dan ketidakmampuan untuk memberikan perhatian pada lingkungan, ditambah setidaknya 2 tanda yaitu gangguan perseptual, perkataan yang tidak nyambung, insomnia atau mengantuk disiang hari, atau peningkatan/penurunan aktivitas psikomotor. Tidak termasuk metabolik, infeksi atau pengaruh obat Perubahan retinal dari LES. Termasuk cytoid bodies, perdarahan retinal, eksudat yang serius, perdarahan pada koroid, atau peradangan saraf optik. Tidak termasuk hipertensi, infeksi dan akibat obat-obatan Serangan baru dari kematian saraf sensorik atau motorik melibatkan saraf kranial Sakit kepala berat yang konstan; mungkin migren, pastinya tidak bereaksi terhadap narkotik analgesik Serangan baru dari cedera pembuluh darah otak kecuali arterosklerosis Ulserasi, gangren, benjolan dijari, periungual, kematian jaringan, serpihan perdarahan, atau biopsi atau angiogram untuk membuktikan vasculitis Lebih dari 2 sendi dengan nyeri dan tanda-tanda peradangan (nyeri tekan, bengkak atau efusi) Nyeri/kelemahan otot proksimal, berhubungan dengan peningkatan kreatin fosfokinase/adolase atau perubahan 71

Gangguan Kejiwaan

Organic Brain Syndrome

Gangguan penglihatan

8 8 8 8

Gangguan syaraf kranial Sakit kepala Lupus Stoke Vasculitis

4 4

Artritis Miositis

elektromiogram atau biopsi yang menunjukkan miositis 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 Buangan urin Hematuria Proteinuria Piuria New rash Alopesia Ulcer pada mukosa Pleurisi Perikarditis Rendahnya komplemen Peningkatan DNA binding Demam Trombositopenia Leukopenia Heme-granular atau buangan sel darah merah >5 sel darah merah/high poer field. Tidak termasuk stone, infeksi, atau penyebab lain >0.5 gm/24 jam. Serangan baru atau peningkatan awal lebih dari 0.5 gm/24 jam >5 sel darah putih/high power field. Tidak termasuk infeksi Kekambuhan dari tipe inflamasi bercak-bercak merah Onset baru atau kekambuhan menempel atau kehilangan rambut yang abnormal,

Onset baru atau kekambuhan dari ulcer pada mulut atau hidung Nyeri dada pleuritik dengan gesekan pleura atau efusi atau perlengketan pleura Nyeri perikardial dengan sedikitnya 1 dari: gesekan, efusi atau konfirmasi elektro kardiogram Menurunnya CH50, C3 atau C4 dibawah batas rendah dari nilai normal untuk tes laboratorium >25% ikatan oleh Farr assay atau diatas rata-rata normal untuk tes laboratorium >38C tidak termasuk karena infeksi <100.000 platelet/mm3 <3.000 sel darah putih/mm3 kecuali obat-obatan

LAMPIRAN 6 ALUR PENGUKURAN HOMOSISTEIN

Siapkan mikroplate yang mengandung antibodi monokronal Tambahkan 50 L larutan standar atau sampel yang sudah didilusikan (10L sampel dengan 40L sample diluent) dalam mikroplate

Tambahkan HRP-conjugated antibody 50 L ke dalam masing-masing sumuran Mikroplate ditutup dengan strip perekat dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370C

Isi sumuran kemudian dibuang dan dicuci dengan 300 ml washing buffer sebanyak 5 kali pencucian Mikroplate dibalik dan dikeringkan dengan mengelap menggunakan kertas penghisap yang bersih Ditambahkan chomogenic substrate A dan B masingmasing 50 L ke dalam sumuran, diinkubasi selama 15 menit pada suhu 370C, selama inkubasi sumuran dilindungi dari cahaya Ditambahkan 50 L stop solution kedalam masingmasing sumuran

Densitas optik dari setiap sumuran dibaca dengan mikro ELISA reader dalam waktu 15 menit pada panjang gelombang 450 nm

73

BIODATA PENELITI

Nama Tempat/Tgl. Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Asal

: IKA SUSANTI : Banyuwangi, 15 Pebruari 1992 : Perempuan : Hindu : Dsn Krajan Rt 03 Rw 01 Desa Sumbersewu Kec. Muncar Kab. Banyuwangi

Alamat di Malang Mobile Phone Nama Ayah Nama Ibu Email Riwayat Pendidikan Jenjang SD SMP SMA PT

: Jalan terusan cikampek no.16 : 087859167410 : MISADI : SURATI : ika.susanti92@gmail.com : Nama Sekolah SD Negeri 04 Sumbersewu SMP Negeri 3 Muncar SMA Negeri 1 Genteng Universitas Brawijaya (Gizi Kesehatan) Tahun 1997-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2013

74

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NIM : Ika Susanti : 0910730010

Jurusan : Ilmu Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, Januari 2013 Yang membuat pernyataan,

Ika Susanti NIM. 0910730010

75

Anda mungkin juga menyukai