Anda di halaman 1dari 7

A. STRUKTUR SOSIAL 1.

Status Sosial Status dan peran sosial selalu tidak bisa dilepaskan, karena setiap status sosial selalu dijabarkan ke dalam peran sosial. Harton, P.B. dan Humt, C.L (1985) mengemukakan bahwa status didefinisikan suatu peringkat atau posisi seseorang atau posisi kelompok dalam hubungan dengan kelompok lain. Peran sosial adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang atas status yang dimiliki. Setiap individu bisa mempunyai status tunggal ataupun status ganda. Berdasarkan cara memperoleh satus dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Status yang dianugerahkan (ascribed status), merupakan status yang diberikan kepada individu tanpa perjuangan. Status ini sudah diperoleh sejak lahir. Contohnya: status laki-laki, perempuan, kanak-kanak, remaja, keturunan, gelar kebangsawanan, dsb. b. Status yang diperjuangkan (achieved status), merupakan status yang diperoleh individu atas prestasinya dan keberhasilan kompetisi antar individu. Contohnya: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, bupati, gubernur, camat, ketua OSIS dsb. c. Status yang merupakan kombinasi (Assigned), merupakan status yang diperoleh secara otomatis dan melalui usaha. Status ini diperolah melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat. Contohnya: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dsb. Masyarakat modern cenderung mengembangkan status yang diperjuangkan (achieved status), dengan memberikan kesempatan bagi individu yang berprestasi untuk mencapai status yang lebih tinggi. Konsekuensi bagi individu yang tidak berprestasi akan tersisihkan bahkan tergeser ke status yang lebih rendah. Status yang diperjuangkan tidak bisa dihindari akan banyak menimbulkan konflik sosial atau kecurangan sosial. Misalnya kasus hasil perhitungan pemungutan suara yang berbeda, bentrok antar pendukung calon pemimpin. Dalam hal ini, masyarakat mempunyai keinginan untuk menciptakan keteraturan sosial (social order) dengan penetapan berbagai peraturan/hukum. Contohnya, usaha penyelenggaraan pemilu Indonesia 2004 tentang didasarkan UU Nomer 3 Th. 1999, pasal 1 (2) Pemilihan harus diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan menggunakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum,

bebas, dan rahasia. Penenuan status yang lain diperlukan kriteria yang obyektif dan transparan untuk publik, inilah kecenderungan masyarakat modern. Kadangkala seseorang/individu dalam masyarakat memiliki dua atau lebih status yang disandangnya secara bersamaan. Apabila status-status yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan timbul apa yang dinamakan konflik status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari status sosial seseorang adalah timbulnya konflik status. Macam-macam konflik status tersebut diantaranya: 1) Konflik status yang bersifat individual, merupakan konflik status yang dirasakan seseorang dalam batinnya sendiri. Contoh: Seorang wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga. Seorang anak harus memilih meneruskan kuliah atau bekerja.

2) Konflik status antar individu, yaitu konflik status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena status yang dimilikinya. Contoh: Perebutan warisan antara dua anak dalam keluarga. Tono bertengkar dengan Tomi gara-gara sepeda motor yang dipinjamnya dari kakak mereka.

3) Konflik status antar kelompok, yaitu konflik kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Contoh: Peraturan yang dikeluarkan satu departemen bertentangan dengan peraturan departemen yang lain. DPU (Dinas Pekerjaan Umum) yang punya tanggung jawab terhadap jalan-jalan raya, kadang terjadi konflik dengan PLN (Perusahaan LIstrik Negara) yang melubangi jalan ketika membuat jaringan listrik baru. Pada waktu membuat jaringan baru tersebut, kadangkala pula berkonflik dengan TELKOM karena merusak jaringan telpon dan dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) karena membocorkan pipa air. Keempat Instansi tersebut akan saling berbenturan dalam melaksanakan statusnya masing-masing.

2. Peran Sosial Status dan peran sosial seperi struktur dan fungsi dalam interaksi sosial. Peran sosial (social role) merupakan seperangkat harapan dan perilaku atas status sosial. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Karena peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan), maka antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan. Kedudukan tidak berfungsi tanpa peranan, Contoh: Dalam rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak mempunyai anak. Seseorang tidak bisa memberikan surat Tilang (bukti pelanggaran) kalau dia bukan polisi.

Peran sosial menurut Eshlemen, J.R, Cashion, E.G., dan Basirico, L.A (1995) dibedakan menjadi: a. Role ambiguity, adalah peran yang terjadi bila harapan-harapan yang terkait dengan status tertentu tidak jelas. b. Role strain, adalah peran yang terlalu banyak harapan atau tuntutan yang berbeda dari suatu status. Contohnya, status wanita pekerja mempunyai peran yang overload, yaitu peran sebagai karyawan, istri, ibu, warga masyarakat, warga negara. c. Role conflict, adalah ketika tuntutan atau harapan perilaku dari dua atau lebih status sosial individu yang kontroversial. Contohnya, seorang ibu rumah tangga yang menjadi anggota angkatan perang. Seorang ibu rumah tangga yang diharapkan penuh kasih sayang, lemah lembut dalam mengasuh anak, tetapi dengan status sebagai angkatan perang dituntut berkepribadian yang keras, agresif dan kejam. Peranan sosial dapat mencakup tiga hal berikut: 1) Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Contoh: Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan dan suri teladan para anggotanya, karena dalam diri pemimpin tersebut tersandang aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya. 2) Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat. Contoh: seorang ulama, guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya.

3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi truktur sosial masyarakat. Contoh: Suami, isteri, karyawan, pegawai negeri, dsb, merupakan peranperan dalam masyarakat yang membentuk struktur/susunan masyarakat. Seperti halnya status sosial, peran individu juga bersifat ganda. Drs. Suharyanto, MM menyatakan peran kepala desa sangat strategis, karena memiliki peran ganda, yaitu peran sebagai bagian internal masyarakat dan sebagai bagian dari aparatur pemerintah (Kedaulatan Rakyat, 15 desember 2006). Peran ganda yang dideskripsikan diatas memungkinkan timbulnya konflik peran. Pada umumnya konflik peranan timbul ketika seseorang dalam keadaan tertekan, karena merasa dirinya tidak sesuai atau kurang mampu melaksakan peranan yang diberikan masyarakat kepadanya. Akibatnya, ia tidak melaksanakan peranannya dengan ideal/sempurna. Contoh: Ibu Tati sebagai seorang ibu dan guru di suatu sekolah. Ketika puterinya sakit, ia harus memilih untuk masuk mengajar atau mengantarkan anaknya ke dokter. Pada saat ia memutuskan membawa anaknya ke dokter, dalam dirinya terjadi konflik karena pada saat yang sama dia harus berperanan sebagai guru mengajar dikelas. Harton, P.B, dan Hunt, C.L. yang dikutip oleh Amirudin Ram dan Tita Sobari (1999) mengajukan cara mengatasi konflik peran, diantaranya: 1) Rsionalisasi (rasionalization), yaitu menutupi adanya konflik peran dalam diri individu dengan mencari alasan yang masuk akal. 2) Pengkotakan (compartmentalization), yaitu memperkecil konflik antar peran dengan memilah-milahkan peran dan status satu dengan lainnya. 3) Ajudikasi (adjudication), yaitu prosedur resmi untuk mengalihkan peran sebagai tanggungjawabnya kepada pihak ketiga, sehingga dia merasa bebas dari tanggungjawabnya. Permasalahannya, individu sering melaksanakan peran tidak sesuai dengan statusnya. Peran sosial memiliki berberapa fungsi bagi individu maupun orang lain. Fungsi tersebut antara lain: a. Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan struktur masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu. b. Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk membantu mereka yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut

memerlukan pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb. c. Peranan yang dimainkan seseorang juga merupakan sarana aktualisasi diri, seperti seorang lelaki sebagai suami/bapak, seorang wanita sebagai isteri/ ibu, seorang seniman dengan karyanya, dsb.

UNTUK PPT STRUKTUR SOSIAL 1. Status Sosial Harton, P.B. dan Humt, C.L (1985) mengemukakan bahwa status didefinisikan suatu peringkat atau posisi seseorang atau posisi kelompok dalam hubungan dengan kelompok lain. Peran sosial adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang atas status yang dimiliki. Berdasarkan cara memperolehnya, satus dibedakan menjadi tiga, yaitu: Status yang dianugerahkan (ascribed status), merupakan status yang diberikan kepada individu tanpa perjuangan. Contohnya: status laki-laki, perempuan, remaja, gelar kebangsawanan, dsb. Status yang diperjuangkan (achieved status), merupakan status yang diperoleh individu atas prestasinya dan keberhasilan kompetisi antar individu. Contohnya: guru, dokter, insinyur, bupati, gubernur, camat, ketua OSIS dsb. Status yang merupakan kombinasi (Assigned), merupakan status yang diperoleh secara otomatis dan melalui usaha. Contohnya: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dsb.

Jika seseorang memiliki dua atau lebih status yang disandangnya secara bersamaan dan status-status yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan yang menyebabkan konflik status. Macammacam konflik status tersebut diantaranya: Konflik status yang bersifat individual, merupakan konflik status yang dirasakan seseorang dalam batinnya sendiri. Contoh: Seorang wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga.

Konflik status antar individu, yaitu konflik status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena status yang dimilikinya. Contoh: Perebutan warisan antara dua anak dalam keluarga.

Konflik status antar kelompok, yaitu konflik kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Contoh: Peraturan yang dikeluarkan satu departemen bertentangan dengan peraturan departemen yang lain. DPU (Dinas Pekerjaan Umum) yang punya tanggung jawab terhadap jalan-jalan raya, kadang terjadi konflik dengan PLN (Perusahaan LIstrik Negara) yang melubangi jalan ketika membuat jaringan listrik baru. Pada waktu membuat jaringan baru tersebut, kadangkala pula berkonflik dengan TELKOM karena merusak jaringan telpon. Ketiga Instansi tersebut akan saling berbenturan dalam melaksanakan statusnya masing-masing.

2. Peran Sosial Peran sosial menurut Eshlemen, J.R, Cashion, E.G., dan Basirico, L.A (1995) dibedakan menjadi: Role ambiguity, adalah peran yang terjadi bila harapan-harapan yang terkait dengan status tertentu tidak jelas. Role strain, adalah peran yang terlalu banyak harapan atau tuntutan yang berbeda dari suatu status. Role conflict, adalah ketika tuntutan atau harapan perilaku dari dua atau lebih status sosial individu yang kontroversial. Peranan sosial dapat mencakup tiga hal berikut: Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Contoh: Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan dan suri teladan para anggotanya, karena dalam diri pemimpin tersebut tersandang aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya. Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat. Contoh: seorang ulama, guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi truktur sosial masyarakat.

Contoh: Suami, isteri, karyawan, pegawai negeri, dsb, merupakan peranperan dalam masyarakat yang membentuk struktur/susunan masyarakat. Cara mengatasi konflik peran menurut Harton, P.B, dan Hunt, C.L. yang dikutip oleh Amirudin Ram dan Tita Sobari (1999), diantaranya: Rsionalisasi (rasionalization), yaitu menutupi adanya konflik peran dalam diri individu dengan mencari alasan yang masuk akal. Pengkotakan (compartmentalization), yaitu memperkecil konflik antar peran dengan memilah-milahkan peran dan status satu dengan lainnya. Ajudikasi (adjudication), yaitu prosedur resmi untuk mengalihkan peran sebagai tanggungjawabnya kepada pihak ketiga, sehingga dia merasa bebas dari tanggungjawabnya. Permasalahannya, individu sering melaksanakan peran tidak sesuai dengan statusnya.

Peran sosial memiliki berberapa fungsi bagi individu maupun orang lain. Fungsi tersebut antara lain: Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan struktur masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu. Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk membantu mereka yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut memerlukan pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb. Peranan yang dimainkan seseorang juga merupakan sarana aktualisasi diri, seperti seorang lelaki sebagai suami/bapak, seorang wanita sebagai isteri/ ibu, seorang seniman dengan karyanya, dsb.

Anda mungkin juga menyukai