Anda di halaman 1dari 6

LOGIKA DALAM PUISI 2 (Makna Metaforikal Dari Segi Nilai Intrinsiknya)

Seperti yang telah saya singgung sebelumnya, puisi memiliki peraturan sendiri dalam hal kebahasaan. Kata yang terbentuk dalam dunia ide tidak dapat dikendalikan. Ia memang mengait dengan sendirinya seperti cetak biru yang direspon oleh pikiran. Maka yang bisa dianalisa dari puisi adalah bentuk teks tadi. Proses sebelum menjadi puisi itu tidak dapat dijangkau oleh penalaran atau sistem-sistem teori. Di sinilah kerja penyair dipertanyakan kemandiriannya. Proses dari dunia ide itu tidak bisa dituntun, jika pun ada teori-teori tertentu itu berdasarkan teks sesudah puisi berwujud. tau teori-teori itu berdasarkan pengalaman seseorang dalam menulis puisi, padahal setiap orang memiliki pola pemikiran dan jalur-jalur perwujudan ide yang berbeda. !auh sebelum puisi menjadi bentuk teks, ia merupakan abstraksi dunia batin yang tak terjangkau oleh bahasa dan pikiran. Perwujudan dari bentuk ide "yang awalnya abstrak# menjadi bentuk kongkret yakni bahasa, pada dasarnya tidak terlacak baik oleh Psikoanalisa $reud sekalipun. Karena sehebat apa pun psikolog hanya membaca gejala, dalam hal ini sesudah ia berbentuk teks. !ika .%anjar Sudibyo dalam &P'(%)* + , P(-S'S K(' +I$. D (I /-DI,% M',)!) I,+)ISI P)I+IK D * M S'MI-+IK "S'0) 1 P'(/-0 , +I,! ) , PSIK-*-%I K-%,I+I$ 2 ,% SI,%K +#3 hendak menganalisa struktur ide ini dalam bentuk abstraknya, itu adalah perbuatan sia-sia. +etapi jika yang dianalisa dalam esai itu adalah ide sesudah ia menubuh dalam bahasa, ide yang tersimpan dalam bentuk teksnya, ide yang hendak dibongkar oleh 4ilsu4 dan psikolog "seperti yang terbaca dari catatan kaki esai tersebut#, maka hal itu tentu saja bisa diperas dari sintak-semantiknya. -leh karena itu, pembahasan mengenai puisi sejatinya membicarakan puisi sesudah ia mengada. Puisi yang telah terwujud dalam bentuk teks ini awalnya mungkin hanya satu lesatan ide, kemudian ia berkembang dan mengucur melalui medium bahasa. Puisi dalam bentuk teks inilah yang mampu dijangkau oleh pikiran, yang mampu dikaitkan dengan logika. Sehingga perlu dipisahkan puisi dalam bentuk proses "ide abstrak# dan puisi dalam bentuk teks terlebih dahulu untuk membicarakan puisi. Seperti yang telah dibicarakan pada &*ogika dalam Puisi 5,3 puisi yang dijadikan pembedahan adalah puisi realis yang jelas berkaitan erat dengan logika bahasa. Struktur pembentuk meta4ora dalam puisi adalah bahasa yang juga dimengerti oleh manusia. 0ahasa di sana memang telah mengalami pergeseran pengertian. walnya makna yang terkandung dalam kalimat yang membentuk puisi itu denotati4, namun begitu kata yang menyusun kalimat itu bertemu dengan kata yang membelokkan makna awalnya, maka kalimat itu berubah bentuk pengertian menjadi makna konotati4. Di sini perlu digaris-bawahi, yang saya kehendaki dari makna konotati4 di sini adalah makna yang terbentuk akibat kepentingan

kalimat. Kata penyusun kalimat itu sebenarnya bermakna denotati4, tapi karena dia bertemu kata yang lain sehingga kata pertama tadi berbelok maknanya. Kepentingan kalimat ini memaksa makna kata awal mengikuti makna yang dikehendaki oleh kata selanjutnya. Misalnya saat mengatakan, &bulan pecah di pelataran.3 Kalimat tersebut bermakna konotati4, yakni cahaya bulan melimpah di pelataran, atau bulan itu bercahaya terang sehingga membuat pelataran terang. Kata bulan bermakna denotati4 sebagai benda langit, kemudian saat bertemu kata 6pecah,6 bulan tadi bergeser pada pengertian lain, yakni yang pecah bukan bulan itu, tapi bagian dari bulan tersebut yakni cahayanya, dalam hal ini cahaya bulan dikatakan pecah karena ia menyebar seperti benda yang pecah. Dalam contoh lain misalnya &bulan merindu.3 Kalimat ini juga telah bergeser dari pemaknaan denotati4. 0ulan di sini telah berubah menjadi subyek pengkias dari obyek "subyek sebenarnya# yang bersembunyi dalam diri bulan. Kerja kiasanya merindu, yang jika ditarik dari makna denotati4 hal itu sulit terjadi, karena merindu adalah pekerjaan yang bisa dilakukan manusia. Maka &merindu6 di sana telah berubah menjadi makna konotati4. /ontoh ini dalam kalimat lain bisa bergeser menjadi bentuk personi4ikasi lengkap. Misalnya &bulan di langit merindu gelap.3 0ulan diserupakan manusia yang merindukan gelap agar bulan tadi bisa bercahaya terang. 0isa juga dita4sirkan berbeda, sesuai makna yang dikehendaki puisi dalam bentuk utuh. Meta4ora adalah salah satu majas yang ber4ungsi untuk mengungkapkan secara langsung dengan perbandingan analogis. Meta4ora atau acapkali disebut meta4or juga bisa dimaknai secara umum "bahasa# yakni sebagai kiasan saja. Seperti yang sudah dikenal secara luas, meta4or bisa digunakan dalam ranah sastra atau dalam percakapan sehari-hari. Pada pembicaraan umum, tentu saja meta4or yang digunakan juga bersi4at umum, atau memiliki makna yang bisa ditangkap secara jelas. Ini adalah 4ungsi bahasa secara luas. Seperti yang pernah dicontohkan oleh 1udan 1idayat, "yang kurang lebih berbunyi# seseorang mengatakan pada temannya dalam sebuah percakapan, & h, malam sudah larut kawan.3 )capan tadi adalah sebuah kiasan dari maksud sebenarnya untuk menyudahi permbicaraan dan segera tidur. palagi jika itu dikuatkan dengan bahasa tubuh, seperti menggeliat atau menguap. 0egitulah manusia menggunakan meta4or dalam bahasa sehari-hari. Manusia secara alami membentuk sistem bahasa seperti demikian untuk menyamarkan maksud agar terasa lebih halus. 1al ini tentu saja didasari kesadaran dan kepahaman secara kultural oleh lawan bicara. Ini yang dimaksud oleh 0arthes dengan makna konotasi yang disebutnya 3Mitos3 itu. Meski seperti yang dulu saya katakan, konotasi semacam itu tertutup si4atnya dan memiliki makna khusus yang sudah jelas bagai kelompok masyarakat tertentu. Dan makna semacam ini mengalami kebuntuan saat diterapkan pada meta4or dalam puisi. Karena makna konotati4 dalam puisi itu terbentuk berdasarkan kepentingan kalimat, kepentingan kalimat itu terkait dengan kepentingan tema. Dalam puisi, meta4or menjadi majas yang memiliki kriteria berdasarkan keumumannya. Kriteria ini untuk memberikan de4inisi agar tidak bercampur dengan de4inisi majas lain. !uga demi mendapatkan 4ungsi yang tepat guna.

Sebuah meta4or adalah tubuh bayangan. Di samping bentuk 4isik yang seimbang dalam struktur kerja kiasnya, meta4or juga terwujud berdasarkan kepentingan tema. rtinya ide "yang entah bagaimana bentuknya dalam dunianya sana# itu memerlukan bahasa kias untuk mewujudkan dirinya. Maka ide besar yang terbagi ke dalam sub-sub ide ini juga harus memiliki 4okus pekerjaan sebagai meta4or, bukan memiliki 4ungsi lain. Meskipun sebuah meta4or itu bisa dibentuk dari majas lain. Misalnya personi4ikasi dijadikan meta4or, 6Malam ini rembulan menangis tersedu.6 0entuk majasnya personi4ikasi tapi 4ungsinya sebagai meta4or , jika dalam struktur puisi ia memang ber4ungsi sebagai meta4or. Dengan begitu meta4or itu sebenarnya tidak dalam bentuk berdiri sendiri saja. 0entuk-bentuk lain bisa diadopsi dan memiliki 4ungsi sama yaitu sebagai meta4or. Sub-sub ide dalam setiap baris itu menyatu dengan ide pokok. Meta4or, meskipun ia bukanlah sebentuk struktur yang solid, tapi ia memiliki 4ungsi yang solid yakni sebagai meta4or. Seperti yang dulu pernah saya katakan "pada *ogika Dalam Puisi 5#, meta4or ber4ungsi untuk mengaburkan maksud atau untuk tidak menyederhanakan maksud. Sesuai dengan kebiasaan puisi menunjuk ini menghendaki itu. ,amun satu hal yang perlu dipegang teguh oleh penyair adalah masalah 4okus. Penyair harus berpusat pada ide yang hendak ditunjukkannya dalam pengkiasan itu, ide yang memunculkan meta4or tadi, yang ber4ungsi untuk mengiaskan tubuh pokok. Dan itu yang harus di4ungsikan dengan benar. !ika meta4or ya meta4or, jika subyek itu dibentuk sebagai majas personi4ikasi ya harus begitu seluruhnya tubuh puisi di bangun. Puisi sesungguhnya hanyalah perwujudan sebuah ide. 1al ini kemudian terbagi menjadi sub-sub ide, baik per kalimat, per baris, per bait, hingga menjadi satu puisi yang utuh dengan satu ide besar. $okus seorang penyair "berdasarkan kecenderungan teks# harus bertumpu pada ide atau tema tadi. Karena hal itulah yang membuat larik-larik dalam puisi koheren. Dilihat dari bentuk 4isik, meta4or memiliki struktur dengan 4ungsi masing-masing. Keseimbangan unsur-unsur tadi sangat menentukan tersampainya pesan yang disamarkan. Puisi, sejauh apa pun dia bergerak tetaplah bagian dari sastra, yang memiliki tujuan jelas hendak menyampaikan pesan dengan sistem yang unik. Maka dengan sendirinya, secara logis puisi memiliki struktur yang dapat dianalisa, kemudian diberikan penilaian berdasarkan sistem penilaian yang sudah diamini dalam kon7ensi. Pada awalnya, penilaian itu bisa dilakukan dengan metode perbandingan. Dua buah puisi dengan tema dan gaya yang sama disejajarkan untuk membandingkan kelebihannya. ,ilai tadi tentu tidak dapat diukur berdasrkan kadarnya, tetapi dengan perbandingan tadi otomatis akan dihasilkan penilaian terhadap puisi yang berhasil. Penilaian seperti itu tentu saja mempertimbangkan unsur-unsur penilaian, juga 4aktor lain yang berkaitan dalam studi sastra secara luas. Dan itu tentu saja berkaitan dengan sejarah sastra, karena bahan perbandingan diambilkan dari dokumentasi karya yang dinilai berhasil berdasarkan unsur-unsur penilaian tadi. )nsur-unsur yang dinilai pada puisi berdasarkan berbagai ukuran, tolok ukur, dan kriteria di antaranya. "5# koherensi atau keselarasan, "8# keseimbangan bentuk atau keindahan, "9# kepaduan pada tema, ":# keutuhan atau tunggal, ";# pengucapan yang khas, "<# kebaruan atau ino7asi "=# e4esiensi, "># keunikan sudut pandang, "?# lapis meta4isis seperti sublim, tragis, suci "55# sinar kejelasan, "58# keaslian ekspresi atau originalitas, "59# baik

yakni sugesti yang mendorong untuk mengikutinya, "5:# pengalaman jiwa, "5;# keluasan wawasan, "5<# nilai rasa, "5=# sikap moral, "5># gambaran kenyataan. ,ilai-nilai yang saya sebutkan ini dalam prakteknya hanya ditumpukan beberapa saja dalam sebuah apresiasi. 1al itu semata untuk menghasilkan keindahan yang terlihat jelas saat dilakukan perbandingan. +idak tertutup kemungkinan masih banyak nilai-nilai lain, berhubung 4okus kali ini mengenai meta4or, maka penjabaran mengenai nilai itu ada pada kesempatan lain. -leh karena puisi memiliki struktur untuk dinilai, maka unsur-unsur di dalamnya bisa dipecah kemudian dilakukan penilaian. Pada pembahasan awal "*ogika dalam Puisi, 5#, puisi dilihat dari peranan unsurnya terbagi dua unsur yakni "5# tema dan "8# sistem uniknya. +etapi kali ini pendekatan akan dilakukan dari sudut pandang yang lain, puisi dipandang sebagai entitas, sebuah wujud benda yakni teks. Maka dengan begitu puisi terbagi menjadi unsur luar yakni teks dan unsur dalaman "intrinsik#. )nsur teks dikhususkan pada pembahasan meta4ora dalam puisi untuk kajian struktur meta4orikal terdahulu yang membagi struktur subyek pengias, obyek yang dikiaskan, kerja kias. Meta4or dilihat dari nilai intrinsiknya bertumpu pada. 1. Keterkaitan i e ala! !etafor it" engan i e #okok #"isi. Sebuah puisi adalah perwujudan ide. Maka seluruh kode bahasa yang muncul adalah bertujuan untuk menjabarkan ide tersebut. Misalnya seseorang yang tiba-tiba merasakan kerinduan pada kekasihnya, lalu ia mengiaskan rindu itu dengan kiasan &bulan di pelataran malam yang sunyi tak bertepi.3 0ulan di sana mewakili kerinduan yang dialami seseorang. 0egitu juga dengan keadaan yang sunyi tadi ber4ungsi untuk menguatkan penggambaran. 0egitulah seluruh kekuatan kode bahasa itu dimunculkan demi menyampaikan pesan kepada pembaca. Puisi yang baik bukan yang gelap sepenuhnya atau yang terang sepenuhnya, tapi ia bermain di daerah antara. 0isa jadi ia mengusung diksi sederhana, tapi selalu ia memiliki jalan berputar untuk dimengerti. 0isa jadi ia rumit, tapi kerumitan itu mengarah pada pengertian. Ia tetap memberikan petunjuk kode bahasa yang bisa dikaitkan dengan kode lain yang muncul dalam puisi, sehingga lahirlah pemaknaan yang terstruktur. &0ulan3 tadi telah mewakili kerinduan, ketika seseorang ingin melebarkan lagi, misalnya menyebut &Pungguk ini meratap, namun kata tak sampai bunyi.3 Kalimat ini membangun penggambaran sebelumnya sehingga ada ikatan dengan ide dalam puisi. Penggambaran ke dua sejalan dengan 4ungsi-4ungsi yang ada. !ika satu subyek, sebut saja 6kau lirik6 yang dikiaskan dengan bulan, maka subyek lain katakan 6aku lirik6 dikiaskan dengan pungguk. Dan 4ungsi-4ungsi ini terus berkaitan hingga baris-baris selanjutnya jika ingin disambung lagi. Puisi dengan tubuh selebar apa pun harus memiliki keterkaitan ini. Koherensi dengan ide pokok itu niscaya si4atnya. Karena ia adalah titik tolak kata menyeret kata yang lain sehingga lahirlah pemaknaan terhadapnya secara utuh. 2. $"ngsi !etafor terse%"t& #erker(aannya. ala! 'al ini yang i%"t"'kan a ala' fok"s

Sebuah meta4or harus memiliki 4ungsi yang jelas, yakni meta4or itu ber4ungsi sebagai meta4or. Meta4or itu tidak bercampur dengan 4ungsi majas lain. 0oleh jadi ia memang

terbentuk dari majas lain, misalnya personi4ikasi. Ia bisa menjadi meta4ora saat keperluan personi4ikasi tadi dibatasi oleh kepentingan meta4ora. Dengan catatan 4ungsi personi4ikasi di sini tidak bertentangan dengan 4ungsinya sebagai meta4ora. Dalam puisi tertentu, sebuah personi4ikasi memang membentuk puisi secara menyeluruh seperti membicarakan hewan yang diserupakan dengan pekerjaan manusia. Maka 4ungsi personi4ikasi di sana secara untuh memang sebagai personi4ikasi. Dalam puisi tertentu yang lain, personi4ikasi tadi digunakan untuk melengkapi kiasan yakni dalam lingkup meta4ora. Ia digunakan untuk mengiaskan subyek tertentu dalam puisi. Di sinilah meta4ora itu dituntut untuk tetap 4okus pada satu 4ungsi, yakni sebagai meta4ora saja. !ika sebuah meta4or memiliki 4ungsi lain, maka dia tidak koheren dengan kepentingan ide dalam kalimat. ). Keselarasan engan !etafor lain. Satu meta4or dengan sendirinya akan berkaitan dengan meta4or lain. !ika satu dikiaskan sebagai bunga, subyek lain akan dikiaskan sebagai kumbang atau hal-hal lain yang berkaitan dengannya. !ika ada meta4or lanjutan dari pengiasan pokok ini, ia merupakan pelengkap. rtinya, satu meta4or dengan meta4or lain saling terkait dan menguatkan. Keselarasan ini hampir sama dengan poin pertama mengenai keterkaitan dengan ide pokok dalam puisi. Perbedaannya hanya pada 4okusnya. !ika ada beberapa meta4or yang melenceng jauh, maka dengan sendirinya ia tidak membangun puisi karena tidak selaras. Sama seperti yang dibicarakan dalam pembahasan sebelumnya, unsur-unsur yang mengatur kelogisan meta4or adalah kesebangunannya atau kesimbangan dalam penggambaran. 1al ini terkait dengan salah satu unsur keindahan yang mutlak dimiliki oleh puisi. !ika 4aktor kesebangunan ini diabaikan, maka sebuah puisi belum memiliki kekuatan maksimal. Sesuai dengan premis yang sudah umum mengenai, kebulatan, kesebangunan, e4esiensi, sebuah puisi dituntut untuk indah atau memberikan kenikmatan, mengajarkan moral yang lebih tinggi, memiliki kejelasan atau ketepatan dalam wujud penyampaian. Premis yang pertama kali diluncurkan oleh Plato, yang kemudian diamini oleh 4ilsu4-4ilsu4 sesudahnya.

@@@@@

@# Meta4or atau meta4ora yang saya maksud dalam tulisan ini sekaligus dalam dua bentuk, sebagai majas dan sebagai kata benda yang berarti kiasan. +ergantung topik yang dibicarakan dalam kalimat.

Kajitow 'lkayeni

$ilsu4

Anda mungkin juga menyukai