Anda di halaman 1dari 12

ISLAM DI MASA NABI

LTM

ACHMAD JAELANI 1006764334

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2014

Daftar Isi

ISLAM DI MASA NABI ......................................................................................................... 0 Pendahuluan ............................................................................................................................... 1 ISLAM DI MASA NABI ....................................................................................................... 1 A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. B. 1. 2. a. b. c. 3. 4. Periode Makkah ................................................................................................................. 2 Letak Kota Makkah ....................................................................................................... 2 Watak dan Perilaku Masyarakat Makkah...................................................................... 2 Muhammad adalah Nabi ............................................................................................... 2 Perkembangan Islam di Periode Makkah ...................................................................... 3 Periode Dakwah dengan Cara Rahasia dan Diam-diam................................................ 3 Periode Dakwah dengan Terang-terangan dan Terbuka ............................................... 4 Nabi Berdakwah ke Thaif ............................................................................................. 5 Periode Madinah ............................................................................................................... 5 Aspek Sosial Kemasyarakatan ...................................................................................... 5 Aspek Politik Pemerintahan .......................................................................................... 6 Pembangunan masjid ................................................................................................. 7 Kemiliteran ................................................................................................................ 7 Dakwah ..................................................................................................................... 7 Kondisi Perekonomian Madinah ................................................................................... 8 Sumber-sumber Keuangan Negara................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 10

Pendahuluan
ISLAM DI MASA NABI Sejarah Peradaban Islam meliputi 3 periode, yaitu klasik, pertengahan, dan modern. Pada periode klasik kebudayaan dan peradaban Islam identik dengan kebudayaan dan peradaban Arab sejalan dengan dominasi bangsa Arab dalam pemerintahan dan bahasa. Pada periode pertengahan mulai terjadi perubahan-perubahan signifikan dengan muncul dan berkembangnya beberapa peradaban Islam, sampai saat ini tercatat empat kawasan pengaruh kebudayaan Persia, kawasan pengaruh kebudayaan Turki, dan kawasan pengaruh kebudayaan India-Islam yang selalu menjadi objek kajian ke-Islaman kontemporer. Pada masa islam modern, ada pembagian beberapa masa, yaitu masa khulafaurrasyidin, masa Dinasti Bani Umayyah, dan masa Dinasni Bani Abbas. Berdasarkan itulah kebanyakan para sejarawan Indonesia membagi periodeisasi sejarah Islam dengan pembabakan: Masa Nabi, Masa Khafilah yang Empat, masa Dinasti Bani Umayyah dan masa Dinasti Bani Abbas. Nabi Muhammad dilahirkan pada hari senin tanggal 12 Rabiul awal, tahun gajah, kira-kira 571 masehi. Dinamakan tahun Gajah karena pada waktu kelahiran beliau, ada seorang gubernur dari keraan Nasrani Abisinia yang memerintah di Yaman bermaksud menghancurkan Kabah dengan bala tentaranya yang mengendarai Gajah. Belum tercapai tujuannya tentara tersebut, Allah telah menghancurkan mereka dengan mengirimkan burung Ababil. Karena pasukan itu menggunakan Gajah, maka tahun tersebut dinamakan tahun Gajah.1 Disamping tidak pernah berbuat dosa (mashum), nabi Muhammad SAW juga selalu beribadah dan berkhalwat di gua Hira. Sehingga pada tanggal 17 Ramadhan, beliau menerima wahyu pertama kali yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5. Pada saat itu pula Nabi dinobatkan sebagai Rasulullah atau utusan Allah SWT kepada seluruh umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya. Ini terjadi menjelang usia Rasulullah yang ke 40 tahun. Setelah sekian lama wahyu kedua tidak muncul, timbul rasa rindu dalam dada Rasulullah SAW. Akan tetapi tak lama kemudian turunlah wahyu yang kedua yaitu surat al-Mudatsir ayat 1-7. Dengan turunnya surat tersebut mulailah Rasulullah berdakwah. Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan teman-temannya. Dengan turunnya wahyu ini, maka jelaslah apa yang harus Rasulullah kerjakan dalam menyampaikan risalahNya yaitu mengajak umat manusia menyembah Allah SWT yang maha Esa, yang tiada beranak dan tidak pula diberanakkan serta tiada sekutu bagi Nya.

A. 1.

Periode Makkah Letak Kota Makkah

Kota Mekkah terletak di perut lembah,yang dikelilingi oleh bukit-bukit dari segala arah, dari sebelah timur membentang bukit Abu Qubais (Jabal Abu Qubais) dan dari barat dibatasi oleh dua bukit (gunung) Qaaiqa dan keduanya berbentuk bulan sabit mengelilingi perkampungan Mekkah. Dan dikenal bagian yang rendah dari lembah tersebut dengan AlBathhaa yang ada padanya Kabah dan dikelilingi oleh rumah-rumah orang Quraisy, sedangkan bagian yang tinggi dikenal dengan Al-Mualaah dan pada bagian ujung-ujung kedua bukit yang berbentuk bulan sabit tersebut dibangun rumah-rumah sederhana milik orang Quraisy Dzawaahir yaitu orang-orang pedalaman (Arob) Quraisy yang miskin dan merupakan serdadu-serdadu perang. Akan tetapi mereka ini di bawah kaum Quraisy Bathhaa (yang tinggal di Bathhaa) dalam kebudayaan, kekayaan dan martabatnya. (lihat As Siroh An Nabawiyah As Shahihah oleh Akrom Dhiya Al Umary hal: 1/77). 2. Watak dan Perilaku Masyarakat Makkah

Makkah adalah lembah yang sangat tandus kondisi geografis seperti inilah berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Makkah bertempramen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam. Ditambah dengan sistem politik di Makkah, yang dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum Qurays untuk mempertahankan jabatan, kedudukan atau kekuasaan mereka. Sehingga hal itu juga berpengaruh pada watak dan perilaku mereka yang cenderung lebih agresif, egois, keras kepala serta tidak mudah bagi mereka untuk dapat menerima pendapat atau keyakinan orang lain. 3. Muhammad adalah Nabi

Nabi Muhammad menerima wahyu pertamanya menjelang usia beliau yang ke-40 tahun. Seperti biasanya yang Nabi lakukan, Nabi terbiasa pada setiap tahun menyisihkan sebagian waktunya untuk melakukan tahannus di Gua Hira, yang berjarak beberapa kilometer di utara kota Makkah. Dan pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M ( berdasar pendapat yang paling banyak digunakan ), seperti biasa Nabi melakukan tahannus di Gua Hira dan pada saat itulah muncul malaikat Jibril dan menyampaikan wahyu Allah yang pertama. Dengan turunnya wahyu pertama itu juga sekaligus menunjukan bahwa Muhammad telah dipilih atau lebih tepatnya diangkat oleh Allah sebagai Nabi, namun dalam wahyu pertama ini ada perintah untuk mendakwahkan risalah yang didapatnya.

Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak lagi muncul lagi untuk beberapa lama sementara nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya, wahyu itu berbunyi sebagai berikut : Hai orang yang berselimut, bangun dan beri ingatlah. Hendaknya engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. (al muddatstsir : 1-7). Setelah turunnya wahyu itu, juga sekaligus menjadi perintah bagi Nabi untuk mulai berdakwah. 4. Perkembangan Islam di Periode Makkah

Sebelum masa masuknya Islam kebanyakan kaum Arab beribadat dengan cara melakukan penyembahan berhala dan mereka menjadikan Kabah sebagai pusat peribadatan mereka, hal tersebut bisa dikatakan sudah cukup lama berlangsung sampai akhirnya Nabi Muhammad datang dan membawa keyakinan lain yaitu ketauhidan. Tentunya hal tersebut tidak semerta-merta dapat dengan mudah diterima bahkan ditolak habis-habisan oleh kaum kafir Quraisy. Banyak alasan bagi mereka untuk menolak keyakinan yang dibawa oleh Nabi Muhammad tersebut, salah satunya adalah apa yang mereka yakini adalah sesuatu yang telah lama mengakar dan menjadi keyakinan mereka serta nenek moyang mereka. Sehingga keyakinan tersebut sudah tertanam kuat dalam keyakinan mereka. Para pemahat serta penjual atau patung merasa datangnya Islam akan menghalangi mata pencaharian mereka. Karena tentunya jika Islam menyebar maka mereka akan kehilangan mata pencaharian mereka, yang mana sangat bergantung pada apa yang diyakini masyarakat pada masa itu. Kemudian kaum Quraisy juga tidak setuju dengan seruan Nabi Muhammad Saw. tentang persamaan hak antara hamba sahaya dan bangsawan. Intinya Nabi Muhammad Saw. ingin menghapuskan sistem perbudakan yang telah lama berjalan kaum Quraisy juga menolak ajaran tentang kebangkitan dan pembalasan hari akhir. Karena reaksi keras dari kaum Quraisy itulah yang tentunya menghambat dakwah nabi Muhammad Saw. karena tentunya akan beresiko sekali dan bahkan mengancam keselamatan dan nyawa Nabi sehingga pada akhirnya Nabi harus melakukan sistem dakwah yag lain. Dakwah Nabi Muhammad Saw. dilakukan dengan dua cara pertama yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi dan terbatas. 5. Periode Dakwah dengan Cara Rahasia dan Diam-diam

Awalnya Rasulullah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sekitarnya sendiri dan dikalangan rekan-rekan, orang yang pertama kali manerima serta mengikuti dakwahnya. Mula-mula istri Rasul sayyidatina Khadijah kemudian disusul imam Ali yang sekaligus juga menjadi pemeluk agama Islam termuda, imam Ali memeluk agama Islam pada usianya yang
3

ke-10 tahuN. Kemudian disusul oleh Abu Bakar , Zaid, Ummu Aiman dan lain-lain. Dengan dakwah secara diam-diam ini belasan orang telah menyatakan diri memeluk agama Islam. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual, turunlah perintah agar Nabi melakukan dakwah secara terang-terangan. 6. Periode Dakwah dengan Terang-terangan dan Terbuka

Setelah beberapa lama melakukan secara sembunyi-sembunyi turunlah perintah atau firman untuk melakukan dakwah secara terbuka dan terang-terangan: Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat.(Asy-Syuaraa). Dengan datang atau turunnya perintah itu Nabi mulai berdakwah secara terangterangan, mula-mulanya nabi mengundang dan menyeru pada kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib, tapi mereka semua menolak kecuali Ali. Langkah berikutnya yang ditempuh Nabi adalah mulai menyeru pada masyarakat umum. Maka Rasulullah naik ke bukit Shafa dan memanggil orang Makkah, beliau bersabda Bagaimana bila aku mengatakan pada kalian bahwa dilembah sana ada seekor kuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayai apa yang saya ucapkan? mereka menjawab ya , kami percaya karena kami belum pernah mendapatkan engkau berdusta maka Rasulullah bersabda Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian tentang siksa yang sangat pedih. Lalu Rasul mengajak mereka untuk beriman kepada Allah.[2] Pada masa dakwah secara terang-terangan inilah Nabi mendapatkan perlakuan yang buruk dari umatnya. Karena setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Karena mereka juga melihat semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, maka mereka pun semakin keras melancarkan serangan-serangan, baik pada Nabi ataupun pada para pengikut Nabi. Berbagai cara dilakukan oleh pemuka-pemuka kaum Quraisy agar Nabi menghentikan dakwahnya, saat itu mereka tidak berani melukai Nabi karena perlindungan dari pamanya Abi Thalib yang sangat disegani dikalangan masyarakat saat itu. Para pengikut Nabi yang juga termasuk kalangan bangsawan terselamatkan dari siksa kaum Quraisy saat itu, dan bagi mereka yang tidak memiliki perlindungan, harus menahan siksa yang pedih dari kaum Quraisy saat itu. Nabi juga mendapatkan jalan buntu dalam dakwahnya. Intinya Nabi dan para pengikutnya mendapat hambatan serta siksaan baik secara fisik dan mental dari kaum Quraisy saat itu. Sehingga kemudian Nabi memutuskan untuk menyebarkan dakwahnya di wilayah lain dengan harapan dakwahnya akan berkembang dengan pesat alasan lainnya adalah untuk menghindari serangan dari pemuka-pemuka Quraisy saat itu.
4

7.

Nabi Berdakwah ke Thaif

Setelah penyiksaan dan semua perlakuan yang didapat oleh Nabi dari kaum Quraisy di Makkah, Nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam ke luar kota dengan harapan dakwah Nabi akan mendapatkan reaksi yang berbeda dari yang diterima Nabi di kota Makkah. Namun ternyata harapan dan perkiraaan Nabi salah besar, ketika Nabi memutuskan untuk menyebarkan Islam di Thaif, reaksi yang didapat sama dengan reaksi yang biasa nabi dapat di Makkah. Di Thaif Nabi diejek, disoraki, dan dilempari batu, akhirnya Nabi memutuskan kembali ke Makkah. Sampai-sampai ketika Nabi berjalan kembali ke Makkah orang Thaif membuntuti Nabi sambil melemparinya dengan batu sampai terluka di bagian kepala dan badannya. Ternyata apa yang diharapkan dan perkirakan Nabi tidak terwujud dan ini semakin menyurutkan semangat Nabi, karena Nabi juga telah mengalami peristiwa yang cukup menyedihkan yaitu meninggalnya dua sosok penting dalam hidupnya yaitu pamanya Abu Thalib dan juga istrinya sayyidatina Khadijah. B. Periode Madinah

Jibril datang menemui Rasulullah dan mengabarkan kepadanya tentang kesepakatan kaumnya. Dia menyuruh Rasulullah untuk segera hijrah. Orang-orang kafir berkumpul di sekeliling rumah rasulullah. Kemudian Rasulullah keluar sanmbil menebarkan debu di atas kepala mereka yang membuat mereka pingsan.[3] Peristiwa pengepunan itulah yang menandai awal pergerakan (hijrah) Nabi menuju Madinah. Di kala kaumnya sudah benar-benar menentang dan ingin mebunuh Nabi, sebagi bukti tanda penolakan kan kebenaran yang dibawah oleh Nabi. Maka dimulailah hidup baru oleh umat Islam dengan harus hijrah. 1. Aspek Sosial Kemasyarakatan

Berbeda dengan Makkah, Madinah senantiasa mengalami perubahan sosial yang meninggalkan bentuk kemasyarakatan absolut model badui. Kehidupan sosial Madinah secara berangsur-angsur diwarnai oleh unsur kedekatan ruang daripada oleh sistem kekerabatan. Madinah juga memiliki sejumlah warga Yahudi, yang mana sebagian besarnya lebih simpatik terhadap monotheisme.[4] Penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar, dan nonmuslim tersebut, merupakan sebuah keberagaman yang ada pada masa lalu dan sudah menjadi suatu hal yang tidak bisa lagi dipungkuri eksistensinya. Tapi bukan hal itu yang akan digaris bawahi, yang terpenting adalah jiwa sosialis masyarakat madinah sangat tinggi. Ini terbukti dari persaudaraan yang tinggi dan sangat kokoh. Tidak ditemukan konflik karena masalah
5

perbedaan. Kalaupun ada masalah itu dengan cepat segara terselesaikan, karena nabi sangat bijak dalam hal itu dan sangat hati-hati terhadap peletakan sebuah nilai kemasyarakatan. Nabi berhasil membentuk sistem yang luar biasa bagus. Masyarakat Madinah merasa bahwa dirinya itu satu. Maka dari itu, apabilah ada satu yang sakit maka yang lain turut merasakan. Hal ini lebih khusus lagi pada umat Muslim sendiri, di mana sudah menjadi kewajiban di setiap Muslim sebagaimana dalam riwayat Nabi seringkali memerintahkannya. Ada beberapa teradisi yang yang perlu digaris bawahi:

Silaturahim yang membudaya Gotongroyong sering diadakan demi kepentingan bersama Kepedulian yang tinggi, mengunjungi orang yang sedang sakit atau yang terkena musibah.

2.

Aspek Politik Pemerintahan

Selain menjadi pemimpin agama Islam, Nabi Muhammad juga menjadi pemimpin pemerintahan. Kalau sekarang beliau selayaknya sebagai presiden. Nabi terkenal dengan kebijaksanaannya dalam menjalankan roda pemerintahan. Kepentingan umum lebih dikedepankan dari kepentingan-kepentingan yang lain. Adapun sistem pemerintahan yang digunakan Nabi yaitu sistem musyawarah dan demokrasi dan yang terpenting adalah perkara diputuskan dengan seadil-adilnya. Sehingga Golongan yang berbeda merasa tenang karena tidak ada diskriminasi. Mereka bisa hidup berdampingan tanpa ada permusushan dengan yang lain. Keberagaman yang ada tidak menjadi persoalan, justru mengkokohkan solidaritas di antara mereka. Memang pada kebijakan politik yang pertama oleh Nabi adalah bagaimana menghapus prinsip kesukuan dan mempererat persatuan. Nabi benar-benar mencurahkan perhatiannya untuk masyarakat, sehingga berhasil mendamaikan antar suku Auz dan Khazraj. Perlu diketahui ada beberapa strategi yang dilakukan Rasulullah, dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru yang telah terbentuk. Adapun strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a.

Pembangunan masjid

Masjid di zaman Nabi, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga sebagi tempat mempersatukan kaum Muslimin, musyawarah, bahkan menjadi pusat pemerintahan. 1. a. Ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama Muslim. Hal ini dilakukan oleh Nabi, agar persaudaraan mereka kuat dan menjadikan gebrakan yang baru, bahwa persaudaraan itu tidak hanya terjadi karena ada hubungan darah. Akan tetapi antar agama dapat terjadi juga. 1. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.[5] Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi mengadakan perjanjian dengan nonMuslim. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa masyarakat Madinah beragam, maka langkah iniloh yang dilakukan oleh Nabi, diharapkan tidak ada yang merasa diskriminasi. Dari sinilah kemudian muncul nama Piagam Madinah. b. Kemiliteran

Nabi adalah pemimpin negara tertinggi tentara Muslim. Beliau turut terjun dalam 26 atau 27 peperangan dalam ekspedisi. Bahkan Nabi sendiri yang memimpin beberapa peperangan yang besar misalnya, perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perang Hunayn dan dalam penaklukkan kota Makkah. Adapun peperangan ekspedisi yang lebih kecil pimpinan diserahkan kepada para komandan yang ditunujuk oleh Nabi.[6] Di kala itu, peraturan kemiliteran belum dikenal. Akan tetapi moralitas dan kedisiplinan yang tinggi membuat mereka tertata di bawah satu komando yaitu Nabi. Ketika ingin menghadapi peperangan Nabi kerapkali mengundang para sahabat (Tokoh-tokoh) untuk berdiskusi mengenai hal tersebut. Dalam perkembangannnya pasukan kemiliteran umat Islam makin meningkat. Pada awalnya pasukan umat Islam hanya berjumlah 313 pejuang. Hingga pada perang terakhir di Uhud, pasukan umat Islam sudah mencapai 30.00 pejuang. Para pejuang tersebut memiliki keahlian yang cukup baik dan disiplin yang tinggi. c. Dakwah

Proses penyebaran agama Islam di Madinah tentunya memiliki perbedaan dengan sistem yang telah diterapkan oleh Nabi sebelumnya. Pada periode Madinah Nabi memiliki sedikit kemudahan dalam mengenalkan Islam. Itu dikarenakan masih banyak penduduk Madinah yang menganut agama samawi. Dapat kita lihat ketika Nabi memasuki Madinah, beliau mendapat penyambutan yang luar biasa dari masyarakat.
7

Ada beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Nabi, yaitu sebagai berikut:

Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam Meletakkan dasar-daar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam. Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat mewujudkan nagari Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur dan Madinah disebut Madinatul Munawwarah.[7] Dari sistem yang telah diterapkan Nabi tersebut, hampir tidak mendapat penolakan dari masyarakat Madinah, karena nilai-nilai yang diletakkan Nabi bersifat universal, walau pada hakikatnya nilai-nilai tersebut termaktub dalam Islam. Contohnya berbuat adil, saling menolong, larangan curang dalam berdagang, dan lai-lain. Perkembangan Islam juga tidak terlepas dari peranan moral Nabi yang begitu mulia dan sangat bijak dalam memutuskan sebuah perkara. Sehingga tidak sedikit kasus yang telah diselesaikan. Bahkan ketika ada perselisihan antar suku, Nabi selalu mendapat undangan untuk memberikan jalan keluar. 3. Kondisi Perekonomian Madinah

Kekayaan Madinah nyaris secara keseluruahan terkonsentarasi di tangan orang-orang Yahudi. Jadinya orang-orang Arab (Anshar) hidup dalam kemiskinan dan kekurangan selama bertahun-tahun. Salah satu alasan mengapa mereka begitu miskin adalah dikarenakan harus memabayar bunga pinjaman mereka yang cukup tinggi kepada orang-orang yahudi.[8] Kaum Anshar memang berada dalam lembah kemiskinan, akan tetapi Kaum Muhajirin lebih miskin lagi. Karena mereka hijrah tanpa membawa harta benda, barang berharga ditinggalkan di Makkah. Semakin hari kehidupan kaum Muhajirin memprihatinkan. Pada perjanjian awal kaum Muhajirin harus membantu untuk bercocok tanam, namun mereka tidak berpengalaman dalam hal itu, sehingga mereka harus bekerja sebagai buruh kasar di kebun milik orang Yahudi dan Ansar. Misalnya menebang pohon, menyiram pohon, dan lainlain. Nabi kemudian memberikan solusi kepada kaum Muhajirin untuk dipersaudarakan dengan kaum Anshar. Mereka harus saling membantu dan bekerja sama. Peristiwa ini terjadi selang beberapa bulan kedatangan Nabi di Madinah. Ada beberapa orang yang dipersaudarakan, di anataranya sebagai berikut:

Amar bin Yasir (Muhajirin) dengan Huzaifah al-yamani (Anshar) Abu bakar dengan Kharjah bin Zaid Utsman bin Affan dengan Aus bin Sabit Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik Abu Dzar al-Ghiffari dengan al Mundzir bin Amr Musab bin Umair dengan Abu Ayyub Abu Ubaidah Amir al-Jarrah dengan Saad bin Maaz Zubair bin al-Awwam dengan Salam bin Waqash Abdurrahman bin Auf dengan Saad bin Rabi Thalhah bin Ubaidillah dengan Kaab bin Malik Sementara itu Ali tidak dipersaudarakan dengan siapa pun, namun Ali patut berbangga, karena Nabi mengatakan engkau adalah saudaraku di dunia dan akhirat.[9] Hingga akhirnya masalah perekonomian yang menyiksa bathin mereka telah terlewatkan. Berjalannya hari kaum Anshar dan Muhajirin menjadi makmur. Bahkan kekayaan Muhajirin melebihi kekayaan kaum Anshar. Hal ini bukanlah sesuatu yang buruk, namun yang sangat menyedihkan setelah wafatnya Nabi Saw, kaum Muhajirin menaruh barisan kaum Anshar berada dibelakang barisan mereka. Ini karena adanya penyusut dari Bani Umayyah yang menyamar menjadi kaum Muhajirin. Sebagaimana telah diketahui kaum Anshar adalah musuh Bani Umayyah. 4. Sumber-sumber Keuangan Negara

Pada masa pra-Islam, masyarakat Arab tidak mengenal otoritas pemerintahan pusat. Mereka juga belum mengenal sistem pendapatan dan pembelanjaan pemeritahan. Nabi Muhammad Saw. adalah orang yang pertama kali memperkenalkan sistem ini di wilayah Arabiyah. Beliau mendirikan lembaga kejayaan masyarakat di Madinah. Terdapat lima sumber utama pendapatan Negara Islam, yaitu (i) Zakat, (ii) Jizyah (pajak perorangan), (iii) Khraj (pajak tanah), (iv) Ghanimah (hasil rampasana perang), (v) al-fay (hasil tanah negara.[10] Kewajiban mengeluarkan zakat sudah jelas dalam al-Quran. Baik zakat untuk binatang ternak, buah-buahan, biji-bijian, hasil pertanian, maupun perak dan emas. Adapun masa pengeluaran itu ketika sampai batas minimal (nishab). Sedang jizyah adalah pajak yang harus dikeluarkan oleh non-Muslim sebagai biaya pengganti jaminan keaamanan bagi mereka. Dan biaya ini bisa dikembalikan apabilah jaminan itu tidak terlaksana. Dan bagi non-Muslim yang mempunyai lahan atau tanah juga dikenakan kewajiban untuk mengeluarkan pajak. Kebijakan ini sama dengan kebijakan yang ada di Persia dan Romawi. Nabi memberlakukannya setelah penaklukan Khibar. Ghanimah yang diperoleh dari hasil peperangan terbagi menjadi atas lima bagian (1/5). buat kas negara dan 4/5 dibagikan kepada pasukan muslimin yang ikut berperang. Barang rampasan itu meliputi senjata, kuda, dan harta bergerak lainnya. Dan sisa dari 1/5
9

tersebut, didistribusikan untuk keperluan keluarga Nabi, fakir miskin, anak yatim serta untuk keperluan Muslimin lainnya. Tanah-tanah yang berada di wilayah negeri yang ditaklukkan oleh pasukan Muslim, maka itu termasuk kekayaan negara. Maka dari itu di zaman Nabi, tanah dan lahan negara cukup luas.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad. 2008. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana Lapidus , Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta, PT RajaGrafindo Persada Yatim, Badri. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Dr. Kaelany HD., MA . Islam Agama Universal, , Jakarta, Midadah Rahma Press, xiii + 397 hlm.

10

Anda mungkin juga menyukai