Anda di halaman 1dari 6

Perilaku Tidak Disiplin Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Psikologi Pendidikan Disusun

oleh : Kelompok 6 Ichan Mantovani Rozik Maskhuri Qurrata Ayunin 1106102010010 1106102010043 1106102010065

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah kuala Darussalam, Banda Aceh 2013 Kata Pengantar Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita sekalian sehingga dapat menjalankan aktivitas sehari hari. Shalawat serta salam selalu terhatur kepada nabi dan rasul kita, rasul yang menjadi panutan semua umat, yakni nabi Muhammad SAW. Serta keluarga dan sahabat beliau yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesatan menuju sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian. Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT. Yang selanjutnya penulis syukuri, karena dengan kehendak-Nya, taufik dan rahmat-Nya pulalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul PERILAKU TIDAK DISIPLIN guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan. Makalah ini merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal sebagai manusia yang tidak lepas dan salah dari khilaf. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Jadi saran, kritik dan koreksi yang membangun sangat penulis harapkan dari rekan rekan semua. Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon semoga makalah ini bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan. Semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridha dan balasan serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Banda Aceh, 6 April 2013 Penulis, PERILAKU TIDAK DISIPLIN 1. Pengertian Sekolah sebagai miniatur masyarakat menampung bermacam-macam siswa dengan latar belakang kepribadian yang berbeda. Mereka hitorogen sebab di antara mereka ada yang miskin, ada yang kaya, bodoh dan pintar, yang suka patuh dan suka menentang, juga di dalamnya terdapat anak-anak dari kondisi keluarga yang berbeda. Inilah yang dimaksud dengan perbedaan individual antara mereka. Sesuai dengan asas perbedaan individual di atas maka ada pula di antara mereka sejumlah siswa yang dapat dikatagorikan sebagai siswa yang bermasalah. Mereka harus dipahami mengenai latar belakang masalahnya, bentuk-bentuk masalahnya sekaligus teknik-teknik penanganannya. Di antara masalah-masalah itu ada yang cukup diselesaikan oleh wali kelasnya tapi ada juga yang harus ditangani oleh Petugas BP bahkan masalahnyaserius maka yang bersangkutan perlu dihadapkan ke Psikiater. Seorang siswa dikatagorikan sebagai anak yang bermasalah apabila ia menunjukkan gejala-gejala penyimpangan dari perilaku yang lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya. Penyimpangan perilaku ada yang sederhana ada juga yang ekstrim. Penyimpangan perilaku yang sederhana misalnya mengantuk, suka menyendiri, kadang terlambat datang. Sedangkan penyimpangan perilaku ekstrim misalnya sering membolos, memeras teman-temannya, ataupun tidak sopan kepada orang lain juga kepada gurunya.

2. Penyebab Terjadinya Banyak orang yang berpandangan bahwa apa yang ada adalah merupakan suatu aksi yang akan menimbulkan reaksi. Bahwa apa yang terjadi pada para siswa adalah semata-mata perilaku mereka sendiri yang lepas dari latar belakang yang menyebabkannya. Seorang anak yang mengantuk di dalam kelas misalnya, hal ini sering diterima sebagai kemalasan murid yang terpuji. Padahal pada hakikatnya tidaklah selamanya demikian. Seorang murid terpaksa mengantuk dalam kelas bisa jadi karena kelelahan semalam bekerja membantu orang tuanya. Dari pendahuluan di atas jelas bahwa apa yang dilakukan oleh murid tidaklah merupakan suatu aktivitas yang independen, tetapi itu berkaitan erat dengan peristiwa sebelumnya. Oleh karena itu jika ada suatu masalah maka perlu ditelusuri sampai ke pokok masalahnya. Hal ini untuk menghindari adanya perlakuan yang kurang sesuai terhadap para siswa. Mustaqim (2003:138-142) mengatakan, secara garis besar pangkal soal masalah-masalah siswa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Internal Sebab sebab internal ialah sebab-sebab yang berpangkal dari kondisi si murid itu sendiri. Hal ini bisa bermula dari adanya kelainan fisik maupun kelainan psikis.

(a) Kelainan Fisik Anak anak yang menderita kelainan fisik akan merasa tertolak untuk hadir di tengah-tengah temannya yang normal. Kelainan-kelainan fisik amatlah banyak bentuknya. Di antaranya ialah buta, bermata satu, bisu, tuli, kaki kecil satu atau bahkan lumpuh total. Agar mereka tidak tersisihkan di antara teman-temannya yang normal, maka demi masa depannya Negara menyelenggarakan pendidikan yang khusus buat mereka. Sebuah lembaga pendidikan yang dirancang khusus untuk mereka akan membuat mereka berani menghadapi realitas. (b) Kelainan Psikis Yang dimaksud dengan kelainan psikis ialah kelainan yang terjadi pada kemampuan berpikir ( kecerdasan) seorang anak. Kelainan ini baik secara inferior (lemah) maupun secara superior (kuat). Tak dapat dipungkiri bahwa anak-anak memang memiliki taraf kecerdasan (I.Q) yang berbeda-beda. Kecerdasan itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Ideot : Embisil : Debil : Border line : Bodoh : Sedang : Cerdas : Cerdas sekali : Genius : I.Q kurang dari 30 I.Q 30 49 I.Q 50 69 I.Q 70 79 I.Q 80 89 I.Q 90 109 I.Q 110 119 I.Q 120 139 I.Q 140 ke atas

Kelainan inferior dalam kecerdasan meliputi idiot, embisil, debil, border line, dan bodoh. Anak- anak dalam taraf kecerdasan ini akan sanagt tersiksa bila dikumpulkan dalam satu kelas dengan anak-anak yang rata-rata. Anak-anak yang superior dalam arti memiliki taraf kecerdasan yang cerdas sekali atau bahkan jenius juga merasa tertekan apabila harus di saturuangkan dengan anak-anak pada umumnya. Ini terjadi karena mereka merasa bahwa sekolah tidak member apa-apa bagi mereka. Alternative terbaik untuk mendidik mereka adalah dengan mengumpulkan mereka pada sat kelas tersendiri atau bahkan satu sekolah khusus yang mendidik mereka. b. Eksternal Sebab-sebab eksternal adalah sebab-sebab yang hadir dari luar si murid. Sebab-sebab eksternal berpangkal dari keluarga, pergaulan, salah asuh atau pengalaman hidup yang tak menyenangkan. (a) Keluarga Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama sekali dikenal oleh anak. Anak mulai menerima nilai-nilai baru dari dalam keluarga dan dari keluargalah anak mulai mensosialisasikan diri. Orang tua yang otoriter akan memperlakukan anak-anaknya secara otoriter. Perlakuan ini akan berkesan dalam jiwa anak sebagai persepsi dasar. Sebagai kelanjutannya ialah bahwa anak tersebut akan tumbuh dan berkembang sebagai anak yang otoriter dan keras kepala.

Anak-anak yang dibesarkan dengan segala kemudahan juga akan mempunyai kesan bahwa segalanya itu mudah. Karenanya ia akan sangat terpukul jika ia terpaksa harus menghadapi beberapa kesulitan dalam memahami satu bahan pelajaran. Bahkan dia akan memberontak. Lingkungan keluarga, diakui oleh semua ahli pendidikan maupun psikologi sebagai lingkungan yang sangat menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya. (b) Pergaulan Lingkungan kedua yang dikenal oleh anak adalah lingkungan masyarakat atau limngkungan pergaulan anak-anak yang telah dididik baik oleh orang tuanya anak mendapatkan kesulitan untuk megembangkan diri di tengah-tengah lingkungan yang tidak baik. Hal ini akan menjadikan jiwanya terguncang. Seorang anak yang dididik untuk jujur akan merasa jengkel jika ternyata teman-temannya suka berbohong. Dia dihadapkan pada dua pilihan, jujur sesuai didikan orang tua tapi tidak diterima oleh kelompok atau ikut berbohong agar diterima oleh kelompok meskipun bertentangan dengan batinnya. Jika suasananya demikian maka anak berada di persimpangan jalan. Kemana anak akan melangkah sedikit banyak ditentukan oleh intensitas masing-masing lingkungan. Jika lingkungan keluarga lebih menyenangkan maka tentu ia akan lebih memilih berbuat jujur. Tapi sebaliknya, jika lingkungan pergaulan lebih intensip maka ikut juga berbohong akan menjadi pilihannya. Lingkungan pergaulan, karenanya juga memiliki andil yang sangat berarti bagi perkembangan psikis anak jika lingkungan baik anak cenderung menjadi baik. Jika lengkungan jelek anak pun ada kecenderungan ikut jelek. (c) Pengalaman hidup Pepatah mengatakan adalah pengalaman adalah guru terbaik.pepatah ini mengajarkan bahwa, pengalaman-pengalaman masa lalu tidak pernah hilang. Semuanya tersimpan rapi dalam ruang ingatan. Anak-anak yang bodoh sering tidak diperhatikan oleh guru-gurunya. Suatu saat dia membuat keonaran dan ternyata dengan cara itu dia diperhatikan oleh gurunya. Karena dia butuh diperhatikan terus maka sesuai dengan pengalamannya iapun senantiasa membuat keonaran. Hakikatnya dia juga tidak menyukai keonaran itu tapi apa boleh buat. Karena hanya itulah satu-satunya cara yang apa ia tempuh untuk menari perhatian gurunya maka membuat keonaran baginya menjadi suatu keharusan obsesi. Demikianlah beberapa sebab melatarbelakangi terjadinya masalah-masalah pada siri siswa. Alangkah sangat bijaknya apabila guru maupun petugas bimbingan memahami benarbenar sebab-sebab kenakalan itu lebih dulu sebelum dia memberikan langkah-langkah keluar bagi pemecahan para siswa-siswanya.

Brown dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang tidak disiplin, sebagai berikut :

1. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru. 2. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin. 3. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari keluarga yang broken home. 4. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.

3. Usaha-Usaha Sekolah dalam Menanggulangi Perilaku Tidak Disiplin Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dalam (John,2010) membedakan antara intervensi minor dan moderat dalam menangani perilaku bermasalah. a. Intervensi Minor Beberapa problema hanya membutuhkan intervensi minor (kecil). Problema-problema ini biasanya adalah perilaku yang biasanya mengganggu aktivutas kelas dan proses belajar mengajar. Misalnya murid mungkin rebut sendiri, meninggalkan tempat duduk tanpa izin, bercanda sendiri, atau makan permen di kelas. Strategi minor yang efektif antara lain adalah: Gunakan isyarat non verbal. Terus lanjutkan aktivitas belajar. Dekati murid. Arahkan perilaku. Berintruksi yang dibutuhkan. Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan langsung. Beri murid pilihan.

(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)

b. Intervensi Moderat Beberapa perilaku yang salah membutuhkan intervensi yang lebih kuat ketimbang yang baru saja di bahas di atas, misalnya ketika murid menyalahgunakan privilesenya, mengganggu aktivitas, cabut dari kelas, atau mengganggu pelajaran dan mengganggu pekerjaan murid lain. Berikut ini beberapa intervensi moderat untuk mengatasi problema jenis ini: (a) Jangan beri privilese atau aktivitas yang mereka inginkan. (b) Buat perjanjian behavioral. (c) Pisahkan atau keluarkan murid dari kelas. (d) Kenakan hukuman atau sanksi.

DAFTAR PUSTAKA Mustaqim dkk.2003.Psikologi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta Thalib,Syamsul Bachri.2010.Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.Jakarta:Kencana W. Santrock, John.2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Anda mungkin juga menyukai