Anda di halaman 1dari 8

PAPER KOMUNIKASI AGRIBISNIS

Disusun oleh : Kelompok 3 Kelas F

Fijri Dita Nuralamika Faundra Rachmatrisnanto Gilsha Thian Amanda Gita Santika Wuri Hasti Wuri Lestari

115040101111016 115040101111032 115040101111086 115040101111196 115040100111110

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

Linkages agribusiness communications system (reseach, edukasi, extension communications) - Good agricultural practices - Good practices farming Good agricultural practices (Praktik Pertanian yang Baik) Dalam hal ini praktik pertanian yang baik yaitu mengenai sistem pertanian terpadu anatar tanaman dan ternak, dimana Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya. Menurut Saputra, (2000) sebagai contoh sederhana pertanian terpadu adalah apabila dalam suatu kawasan ditanam jagung, maka ketika jagung tersebut panen, hasil sisa tanaman merupakan limbah yang harus dibuang oleh petani. Tidak demikian halnya apabila di kawasaan tersebut tersedia ternak, maka limbah tersebut akan menjadi makanan bagi hewan tersebut. Hubungan timbal balik akan terjadi ketika ternak mengeluarkan kotoran yang digunakan untuk pupuk bagi tanaman yang ditanam di kawasan tersebut. Konsep Sistem Pertanian terpadu adalah konsep pertanian yang dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep ini menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan sempit akan memberikan produksi maksimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma. Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi mengembangkan pertanian agribisnis yang lebih menguntungkan. Melaiui sistem yang terintegrasi ini akan bermanfaat untuk efisiensi penggunaan lahan, optimalisasi produksi, pemanfaatan limbah, subsidi untuk antisipasi fluktuasi harga pasar dan kesinambungan produksi. Hewan atau ternak bisa beragam fungsi dalam sistem usaha tani lahan sempit, hewan memberikan berbagai produk, seperti daging, susu, telur, wol, dan kulit. Selain itu, hewan juga memiliki fungsi sosiokultural, misalnya sebagai mas kawin, untuk pesta upacara dan sebagai hadiah atau pinjaman yang memperkuat ikatan sosial. Dalam kondisi input luar rendah, integrasi ternak ke dalam sistem pertanian penting, khususnya untuk :

Meningkatkan jaminan subsisten dengan memperbanyak jenis-jenis usaha untuk menghasilkan pangan bagi keluarga petani. Memindahkan unsur hara dan energi antara hewan dan tanaman melalui pupuk kandang dan pakan dari daerah pertanian dan melalui pemanfaatan hewan penarik. Konsep pertanian terpadu ini perlu digalakkan, mengingat sistem ini disamping menunjang pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga mampu meningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga di harapkan mampu mencapai kecukupan daging nasional. Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan. Beragamnya pemeliharaan ternak memperluas strategi penurunan risiko budidaya tanaman ganda hingga akan meningkatkan stabilitas ekonomi sistem usaha tani. Linkages agribusiness communications system (reseach, edukasi, extension

communications) with good practices farming Reseach (Penelitian) Jaringan komunikasi merupakan salah satu dari beberapa pendekatan yang mempelajari perilaku komunikasi dengan pendekatan konveregen. Dikatakan demikian karena konsepsi jaringan komunikasi menekankan bahwa komunikasi sebagai proses saling tukar menukar informasi (Setiyanto, 1993). Jaringan komunikasi membentuk stuktur jaringan komunikasi dalam suatu sistem (Djamari, 1999). Setiap individu dalam suatu sistem akan berhubungan dengan individu lain, tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat pencilan. Munculnya pencilan (isolote) dalam stuktur jaringan komunikasi di sebabkan karena tidak adanya komunikasi antar individu tersebut dengan anggota lain dalam sistem. Analisis jaringan komunikasi menekankan objek penelitian pada pola tersebut terhadap sistem, untuk mengetahui gambaran besar interaksi individu dalam sistem (Rogers dan Kincaid, 1981) Penelitian ini mengambil kelompok tani sebagai subjek peneliti. Subjek penelitian terdiri dari dua kelompok tani. Masing-masing kelompok tani menerapkan teknologi PHT dalam mengelolah pertanian padi sampai saat penelitian ini dilakukan. Kelompok Tani Sembuh Wetan menerapkan teknologi PHT dengan baik, sementara Kelompok Tani JetisPrenggan merupakan salah satu kelompok tani dengan penerapan teknologi PHT buruk.

Kedua kelompok tani tersebut telah mengikuti program SLPHT (Sembuh Wetan sejak 1998 dan Jetis Prenggan sejak 1995), dan dilanjutkan dengan pertemuan rutin setiap tanggal 17 setiap bulannya, yang membahas tentang permasalahanpenerapan teknologi PHT pada lahan pertanian masing-masing anggota kelompok tani. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mempelajari stuktur jaringan komunikasi pad kelompok tani. (2) membandingkan stuktur jaringan komunikasi antara kelompok tani dengan penerapan teknologi PHT baik dengan kelompok tani penerapan PHT yang buruk. (3) mempelajari hubungan antara karakteristik individu dengan jaringan komunikasi pada kedua kelompok tani dalam menerapkan program PHT. Penelitian mengacu pada penelitian Rogers dan Kincaid (1981), yang mengatakan bahwa karakteristik individu berhubungan dengan jaringan komunikasi. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa, hubungan antara anggota kelompok taniberbeda-beda, tergantung pad karakteristik individu. Variabel karakteristik individu diukur melalui umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengalaman usahatani, serta tingkat penguasaan lahan. Karakteristik tingkat individu tersebut di atas di duga menentukan jumlah hubungan dengan seluruh anggota kelompok. Beberapa variabel dalam jaringa komunikasi anatar lain : peranan individu, derajat koneksi individu, derajat integrasi individu dan derajat perbedaan individu. Hasil penelitian hubungan antara karakteristik individu dengan komunikasi serta perbandingannya dalam penerapan teknologi PHT adalah hubungan tingkat pengalaman usahatani dan tingkat penguasaan lahan dengan jaringan komunikasi pada kedua kelompok tani tidak berbeda (tidak adanya hubungan yang signifikan dari hubungan antara kedua variabel tersebut, kecuali hubungan tingkat pengalaman usahatani dengan peranan individu). Demikian juga dengan hubungan tingkat pendidikan dengan peranan individu dan derajat perbedaan individu, serta hubungan pekerjaan dengan derajat perbedaan individu. Tinggi rendahnya pengalaman usahatani dan luas atau sempitnya penguasaan lahan masingmasinganggota kelompok tidak mempengaruhi hubungan komunikasi yang terjadi antar anggota pada masing-masing kelompok. Edukasi (Pendidikan) Chaudhri 1979 (dalam Soekartawi, 1988) menyatakan bahwa pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Dengan demikian hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi pertanian adalah berjalan secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang inovasi baru tersebut. Hal ini sesuai dengan Reksohadiprojo (1982) mengemukan bahwa dengan

pendidikan akan menambah pengetahuan, mengembangkan sikap dan menumbuhkan kepentingan petani terutama dalam menghadapi perubahan. Pendidikan seseorang pada umumnya mempengaruhi cara berpikirnya. Makin tinggi tingkat pendidikannya makin dinamis sikapnya terhadap hal-hal baru. Selanjutnya Efferson (dalam Sudjadmiko, 1990) menyatakan bahwa tingkat pendidikan baik formal maupun non formal besar sekali pengaruhnya terhadap penyerapan ide-ide baru, sebab pengaruh pendidikan terhadap seseorang akan memberikan suatu wawasan yang luas, sehingga petani tidak mempunyai sifat yang tidak terlalu tradisional. Jadi tingkat pendidikan masyarakat merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pola pikir seseorang dalam menentukan keputusan menerima inovasi baru, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan dapat berpikir lebih baik dan mudah menyerap inovasi pertanian yang berkaitan dengan pengembangan usahataninya. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit dan memakan waktu yang relatif lama untuk mengadakan perubahan.
Penyuluhan Sistem Agibisnis

Menurut Suparta (2001), yang dimaksud dengan penyuluhan sistem agribisnis adalah jasa layanan dan informasi agribisnis yang dilakukan melalui proses pendidikan non formal untuk petani dan pihak-pihak terkait yang memerlukan, agar kemampuannya dapat berkembang secara dinamis untuk menyelesaikan sendiri setiap permasalahan yang dihadapinya dengan baik menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan penyuluhan itu adalah jasa layanan, dan jasa layanan itulah yang harus dibuat bermutu sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan sasaran penyuluhan pada waktu yang diperlukan. Mutu jasa layanan dapat dilihat dari segi keterpercayaan (reliability), keterjaminan (assurance), penampilan (tangiability), kepemerhatian (empaty), dan ketanggapan (responsiveness). Jasa layanan itu dilakukan melalui proses pendidikan non formal guna meningkatkan kesadaran para pelaku sistem agribisnis (sasaran), yang dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai media cetak atau elektronik. Dengan demikian, sasaran penyuluhan diharapkan akan meningkat kemampuannya secara dinamis untuk dapat menyelesaikan sendiri setiap permasalahan yang dihadapinya. Sasaran penyuluhan atau para pelaku sistem agribisnis juga diharapkan kreatif, inovatif, berani dan bebas mengambil keputusan untuk memecahkan segala persoalan yang dihadapinya dengan kekuatan dan kemampuan yang ada pada dirinya serta prospek pengembangan usahanya ke depan.

Penyuluhan sebagai proses komunikasi merupakan proses pembelajaran. Salah satu ciri belajar adalah membutuhkan interaksi, khususnya interaksi yang sifatnya manusiawi. Dalam hal ini terjadi komunikasi dua arah antara penyuluh sebagai fasilitator dan petani sebagai pembelajar. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluhan merupakan proses komunikasi, artinya di dalam penyuluhan terjadi proses penyampaian pesan dari seseorang sebagai sumber pesan kepada seseorang orang atau sekelompok orang sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan berupa inovasi baru, yakni bisa ide, teknologi, atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau sekelompok individu. Materi penyuluhan tidak hanya mengenai teknis produksi saja, tetapi mencakup seluruh aspek teknis produksi, aspek manajemen agribisnis dan aspek hubungan sistem agribisnis dengan wawasan industri terutama etika kesisteman, kemampuan kewirausahaan, dan keperibadian sebagai pengusaha agribisnis agar pelaku sistem agribisnis dapat memiliki persepsi dan sikap yang sama tentang: visi, misi, etika bisnis, tujuan, sasaran dan rencana kerja bersama yang dirumuskan dengan cara terbuka. Tujuan penyuluhan sistem agribisnis harus jelas kearah terbentuknya perilaku agribisnis dengan wawasan industri. Metode penyuluhannya maupun media komunikasi yang digunakan agar lebih beragam, inovatif dan kreatif sesuai dengan kebutuhan dan target sasaran. Uraian sebagaimana yang telah dipaparkan diatas menggambarkan tentang konsep penyuluhan sistem agribisnis, yang berbeda dengan penyuluhan sistem Bimas. Konsep penyuluhan sistem Bimas mengutamakan materi penyuluhan tentang Sapta Usaha Pertanian/Peternakan yang dilengkapi dengan penyediaan sarana kredit, tetapi tidak menekankan pentingnya manajemen hubungan sistem agribisnis. Penyuluhan sistem agribisnis sangat menekankan pentingnya manajemen hubungan sistem agribisnis atau koordinasi vertikal diantara para pelaku sistem agribisnis. Penyuluhan sistem agribisnis menekankan perlunya penyamaan persepsi dan sikap tentang visi, misi, etika bisnis, tujuan, sasaran dan rencana kerja bersama diantara para pelaku sistem agribisnis. Karena itu, kegiatan penyuluhan sistem agribisnis tidaklah adil jika hanya dilakukan kepada petani peternak saja. Petani memang memerlukan penyuluhan, tetapi para pelaku perusahaan agribisnis lainnya dan subsistem jasa penunjang yang terkait dalam sistem agribisnis juga perlu dilakukan penyuluhan. Jika hal ini berhasil, maka akan terbentuk hubungan yang harmonis dalam kebersamaan dan saling ketergantungan diantara para pelaku system agribisnis untuk menghasilkan visi, misi, etika bisnis, tujuan dan sasaran serta rencana kerja bersama agar dapat menghasilkan produk pertanian yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Penyuluhan sistem agribisnis juga memerlukan perubahan perilaku penyuluh, yakni harus mampu: (a) meningkatkan profesionalisme penyuluh dengan melakukan perbaikan mutu layanan secara terus menerus yang mengacu kepada kebutuhan dan kepuasan pelanggannya; (b) menguasai materi penyuluhan yang menyangkut teknis produksi, manajemen agribisnis, manajemen hubungan sistem agribisnis, informasi permintaan pasar atau kebutuhan konsumen, jiwa kewirausahaan, serta etika bisnis dan keunggulan bersaing; (c) tidak menjadikan petani dan perusahaan agribisnis lainnya sebagai obyek tetapi sebagai subyek yang dapat menentukan masa depannya sendiri. Untuk medukung strategi pendekatan penyuluhan sistem agribisnis maka, penyuluh seharusnya tetap berpegang pada falsafah dasar penyuluhan pertanian (Slamet, 1969 dan Samsudin, 1987), yaitu: (1) penyuluhan merupakan proses pendidikan. (2) penyuluhan merupakan proses demokrasi. (3) penyuluhan merupakan proses kontinyu. Penyuluh juga sebaiknya tetap berpegang pada prinsip-prinsip penyuluhan (Dahama dan Bhatnagar, 1980), antara lain: (1) penyuluhan akan efektif bila mengacu kepada minat dan kebutuhan sasaran. (2) penyuluhan harus mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk bekerjasama dalam merencanakan dan melaksanakan program penyuluhan, (3) penyuluh mendorong terjadinya belajar sambil bekerja. (4) penyuluh harus orang yang sudah terlatih dan benar-benar menguasai materi yang akan disuluhkan. (5) metode penyuluhan disesuaikan dengan kondisi spesifik sasaran (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi, dan sosial budaya). (6) penyuluhan harus mampu mengembangkan kepemimpinan partisipatif. Peran penyuluh adalah mengembangkan kekondusifan lingkungan belajar bagi sasaran penyuluhan untuk belajar secara mandiri, dan memberikan konsultasi bagi petani peternak atau pengusaha agribisnis lain yang memerlukan. Penyuluh berkewajiban menyadarkan sasaran penyuluhan tentang adanya kebutuhan yang nyata (real need atau unfelt need) menjadi kebutuhan yang dirasakan (felt need). Penyuluh harus mampu mengajak sasaran penyuluhan berpikir, berdiskusi, menyelesaikan masalahnya, merencanakan dan bertindak bersama-sama sehingga terjadi pemecahan masalah dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka.

DAFTAR PUSTAKA Djamari, 1999. Komunikasi pada Hubungan Kelompok Tani. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/17782/A02lna_abstract.pdf?s equence=1 Diakses tanggal 8 Oktober 2012. Rogers dan Kincaid, 1981. Komunikasi pada Hubungan Kelompok Tani. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/17782/A02lna_abstract.pdf?s equence=1 Diakses tanggal 8 Oktober 2012 Setiyanto, 1993. Komunikasi pada Hubungan Kelompok Tani. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/17782/A02lna_abstract.pdf?s equence=1 Diakses tanggal 8 Oktober 2012 Soekartawi. 1992. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta. Surakarta.Mardikanto, Totok. 1994. Dasar-dasar Teori Penyuluhan Pertanian. UNS Press.
(Bayer et al, 1999).Pustaka (source/References) :Anonim. 1992. 5 Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Gaya Teknik Offset. Bogor.Anonim. 1991. Seminar dan Lokakarya Penyuluhan Pertanian. LP3M. Sukoharjo. Bayer, et al. 1999. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Bandung. Kartasapoetra, A.G. 1991. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Mardikanto, Totok. 1994. Persiapan dan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian. University Press. Surakarta.Mardikanto, Totok. 1994. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. UNS Press.

Surakarta.Mardikanto, Totok. 1991. Komunikasi Pembangunan. UNS Press. Surakarta. Soehardiyono, L. 1992. Penyuluhan Petunjuk bagi Penyuluh Pertanian. Erlangga. Jakarta.Van den Ban, A.W dan Hawkins, H.S. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai