Hidrogen memliki potensi besar sebagai energi alternatif. Penggunaan hidrogen
sebagai energi alternatif untuk transportasi memiliki beberapa keuntungan, seperti kelimpahan tinggi, ringan, menghasilkan pembakaran panas tinggi, reprodusibel, dan emisi nol-polutan atau ramah lingkungan selama pembakaran. Berdasarkan data US Departement of Energy, persyaratan agar hidrogen dapat digunakan sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar kendaraan secara komersial adalah memiliki kapasitas penyimpanan 6wt%, dioperasikan pada temperatur -30 sampai 50C, proses pengisian (refuelling) kurang dari 5 menit dengan laju 1,5 kg hidrogen/menit dan hydrogen yang mampu direcovery sebesar 90% (Ross, 2006). Hidrogen merupakan salah satu energi alternatif yang memiliki prospek di masa depan karena densitas energi yang besar dan ramah lingkungan. Selain itu, hidrohgen juga dapat dikonversi menjadi listrik melalui sistem fuel cell, dan salah satu aplikasinya yaitu pada (otomotif) mobil yang berbahan bakar hidrogen. Namun, teknologi penyimpanan hidrogen yang sesuai sampai saat ini belum ditemukan. Kendala ini juga menjadi kendala BBG dalam hal penyimpanan. Selama ini penggunaan bahan bakar cair lebih mudah penanganannya, selain itu industri otomotif sudah merancang infrastruktur yang sesuai untuk bahan bakar cair. Sehingga saat kondisi minyak bumi semakin melejit dan hampir habis, memicu pengembangan bahan bakar alternatif yang berpotensi salah satunya hidrogen, namun penyimpanan dan infrastruktur baik di kendaraan dan filling system menjadi kendala (Galuh, 2014). Gas hidrogen merupakan gas yang sangat reaktif. Bahkan pada konsentrasi 4-74%, gas hidrogen dapat membentuk campuran eksplosif dengan udara. Campuran tersebut akan spontan meledak karena dipicu oleh api, panas atau sinar matahari. Karena alasan inilah maka penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar harus sangat hati-hati. Walaupun densitas energi per gram gas hidrogen lebih besar daripada gasolin, namun densitas energi pervolumenya lebih rendah. Berbagai teknologi penyimpanan gas hidrogen telah dikembangkan dengan mempertimbangkan biaya, berat dan volume, efisiensi, keawetan, waktu pengisian dan pengosongan (charge and discharge), temperatur kerja serta efisiensinya (Widyastari, 2013). Banyak media yang digunakan untuk menyimpan hidrogen, seperti gas, cair, dan padatan sebagai bahan kimia atau kombinasi fisik dengan bahan, seperti hidrida logam atau hidrida kompleks (Ogden, 1999). Selama ini dikenal tiga metode penyimpanan hidrogen, yaitu pada kondisi cair, gas, dan padat. Propertis hidrogen pada kondisi ruangan berupa gas, sehingga bila disimpan harus dalam tangki bertekanan tinggi sekitar 300 ~ 700 bar. Namun, hydrogen yang disimpan sedikit dan sehingga membutuhkan ruangan yang lebih besar, walaupun dari segi keamanan sangat mungkin diaplikasikan. Sedangkan, dalam fase cair hidrogen dapat disimpan dengan teknologi tangki kryogenik 1, suhu dijaga pada -253 C. Namun, hingga ini penyimpanan pada fase cair ini belumlah diaplikasikan skala besar, karena mahal. Walaupun demikian dengan sistem kryogenik ini hidrogen yang disimpan dapat dalam jumlah yang besar (Galuh, 2014). Masing-masing pilihan memiliki atribut yang menarik untuk penyimpanan hidrogen. Untuk penyimpan hidrogen dengan memodifikasi keadaan fisik dalam bentuk gas atau cair dalam tangki bertekanan atau di tangki cryogenic. Penyimpanan hidrogen dengan cara ini rumit karena titik didih yang rendah (-252,87 o C) dan kepadatan rendah dalam kondisi gas (0,08988 g / L) pada 1 atm. Penyimpanan gas hidrogen Tekanan tinggi dibatasi oleh berat tabung penyimpanan dan potensi untuk kebocoran. Sehingga penyimpanan hidrogen dalam bentuk cair atau gas dapat menimbulkan masalah keamanan untuk aplikasi transportasi on- board (Sakintuna, 2007). Tangki hidrogen cair (Cryogenic), pada teknologi ini gas hidrogen dicairkan pada suhu yang sangat rendah. Pada tekanan 1 atm, dibutuhkan temperatur hingga 22 K. Energi untuk mendinginkan hidrogen cukup energi yang besar, hingga mencapai 1/3 dari energi yang disimpan. Densitas energi hingga mencapai 8,4 MJ/L. Walaupun sangat berat, namun volumenya lebih kecil daripada tangki tekanan tinggi sehingga cocok untuk aplikasi statis (Widyastari, 2013). Hidrogen membentuk hidrida logam dengan beberapa logam atau paduan yang menyebabkan terbentuknya penyimpanan solid-state yang memberikan keamanan lebih baik dari penyimpanan dalam bentuk gas maupun cair. Hidrida logam memiliki tingkat kepadatan penyimpanan hidrogen yang tinggi (6,5 atoms/cm 3 untuk MgH2) dari pada dalam bentuk gas hidrogen (0,99 atoms/cm3) atau hidrogen cair (4,2 atoms/cm3). Oleh karena itu, logam hidrida adalah penyimpanan hidrogen yang aman dan efisien untuk aplikasi kendaraan on- board (Sakintuna, 2007). Salah satu logam yang banyak diteliti sebagai material penyimapn hidrogen adalah Magnesium karena kapasitas penyimpanan hidrogen yang tinggi (~7.6 wt%) dan biaya rendah ($3.5/kg Mg). Namun, dari termodinamika properties Magnesium hidrida (MgH2) didapatkan temperatur yang relatif tinggi diperlukan selama reaksi absorpsi / desorpsi hidrogen (sekitar 300 o C pada 1 bar). Temperatur desorpsi yang tinggi dikarenakan stabilitas termodinamika MgH2 yang tinggi sehingga menghasilkan enthalpy desorpsi yang tinggi pula (sekitar - 74kJ/mol H2). Selain itu dibutuhkan waktu yang lama (secara umum 50 jam) untuk benar-benar mengubah magnesium menjadi magnesium hidrida (Sakintuna, 2007). Untuk meningkatkan karakterisasi magnesium hidrida terdapat dua metode yang telah banyak diteliti yaitu Yang pertama adalah penambahan katalis, seperti unsur-unsur logam seperti Ni, Mn, Fe, Cu, ataupun Al atau logam oksida. Zat aditif ini mengubah sifat permukaan,strukturmikro dan ukuran butir dengan cara mechanical alloying, dengan cara ini akan kehilangan sedikit kapasitas penyimpanan. Dengan kata lain bahwa logam ini bertindak sebagai gerbang untuk hidrogen pada permukaan hidrida. Metode yang kedua dengan cara memodifikasi termodinamika propertis dengan menggunakan paduan berbasis Mg (Crivello, 2009). Selain metode diatas, peningkatan sifat absorpsi/desorpsi hidrogen pada magnesium atau paduan berbasis magnesium dapat dilakukan dengan metode sintesis mechanical alloying. Keuntungan dari penggunaan mechanical alloying adalah pertama mempermudah pembentukan beberapa paduan dan hidrida, yang kedua didapatkannya Mg berbasis mikro bahkan nanokristalin dengan dislokasi dan special defects dengan energi yang tinggi untuk mengikat hidrogen (Bouaricha 1999).