Anda di halaman 1dari 44

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN




Pada bab IV ini merupakan langkah awal peneliti untuk
memperoleh refleksi dari kondisi existing yang terdapat di
perusahaan. Data yang diperoleh merupakan data yang didapatkan
dari pengumpulan data sekunder dan hasil brainstorming dengan
pihak perusahaan yang diteliti.
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data-data apa
saja yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian yang sedang
dilakukan kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data yang
telah didapatkan tadi sesuai dengan metode yang telah ditetapkan
dalam rangka penyelesaian permasalahan yang dibahas dalam
penelitian.

4.1 Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data akan dijelaskan data apa
saja yang dikumpulkan selama penelitian dilakukan. Data yang
dikumpulkan adalah profil perusahaan sebagai tempat yang
menjadi objek penelitian dan proses produksi yang terjadi sebagai
gambaran kinerja sistem yang menjadi amatan selama penelitian.
Kemudian sebagai input kedalam model simulasi yang dibuat
merupakan data sekunder berupa data historis kerusakan mesin
dan lama perbaikan masing-masing tersebut. Selain data yang
disebutkan diatas, diperlukan juga data mengenai diagram aliran
proses (Process Flow Diagram) untuk pembentukan blok diagram
yang akan digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
mesin yang satu dengan mesin yang lain dan diterjemahkan ke
dalam model simulasi.





38

4.1.1 Profil dan sejarah umum perusahaan

PT. Petrokimia Gresik merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dalam lingkup Departemen Perindustrian dan
Perdagangan yang bernaung di bawah Holding Company PT.
Pupuk Sriwijaya Palembang. PT. Petrokimia Gresik berusaha
dalam bidang produksi industri pupuk pestisida, industri bahan-
bahan kimia, peralatan pabrik, jasa rancang bangun dan
perekayasaan serta jasa lainnya. Pada bidang industri pupuk
terdapat produk utama yang dihasilkan adalah Urea, Amonium
Sulfat (ZA), Superfosfat (SP-36), dan pupuk majemuk NPK
(Phonska). Selain produk utama tersebut, beberapa produk non
pupuk yang dihasilkan antara lain adalah Cement Retarder dan
Aluminium Fluorida (AlF
3
). Untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku pembuatan produk pupuk dan non pupuk tersebut, PT.
Petrokimia Gresik juga menghasilkan beberapa produk kimia
antara (intermediate product) yaitu Amoniak, Asam Sulfat dan
Asam Fosfat. Sebagai salah satu BUMN, PT. Petrokimia Gresik
mengemban tugas untuk memenuhi kebutuhan pupuk Urea di
seluruh Jawa Timur dan seluruh produk ZA, SP-36 dan Phonska
yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar
seluruh Indonesia. Sedangkan untuk produk non pupuk dan kimia
antara utamanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar
dalam negeri dan sebagian sisanya diekspor ke pasar luar negeri.
PT. Petrokimia Gresik berlokasi di Kawasan Industri PT.
Petrokimia Gresik yang berada di Kabupaten Gresik Provinsi
Jawa Timur dengan luas lahan sebesar 450 Ha. Pabrik ini
menempati 3 kecamatan yang terdiri atas beberapa desa, yaitu :
1. Kecamatan Gresik, yang meliputi Desa Ngipik, Karangturi,
Sukorame dan Tlogopojok.
2. Kecamatan Kebomas, yang meliputi Desa Kebomas, Tlogopatut
dan Randuagung.
3. Kecamatan Manyar, yang meliputi Desa Romo Meduran, Pojok
Pesisir dan Topen.


39

Pada mulanya pabrik pupuk yang hendaknya di bangun di
Jawa Timur ini disebut Proyek Petrokimia Surabaya, dimana
pemerintah telah merancang keberadaannya sejak tahun 1956
melalui Biro Perancang Negara (BPN). Pada tahun 1972 PT.
Petrokimia Gresik diresmikan dan sampai dengan saat ini telah
mengalami 6 kali perluasan dimana pada perluasan yang keenam
ini dilaksanakan pembangunan pabrik pupuk Majemuk oleh
kontraktor PT. Rekayasa Industri dengan nama Phonska yang
menggunakan teknologi proses oleh INCRO dari Spanyol.
Pabrik tersebut menempati areal seluas + 10 ha yang terdiri dari
beberapa bagian, yaitu bagian produksi, bagian utilitas, bagian
gudang bahan baku, bagian pengantongan, bagian mekanik dan
bagian instrumen. Pada bagian produksi terdiri atas unit proses,
scrubbing system, bak penetral, CCR (Central Control Room)
serta laboratorium. Sedangkan pada bagian pengantongan
dilengkapi dengan 2 gudang yaitu gudang penyimpanan produk
akhir yang telah dikantongi dan gudang produk curah. Pabrik
Phonska diresmikan pada 25 Agustus 2000 dimana letak pabrik
tersebut berdekatan dengan pabrik pupuk PF 1 dan PT. Petrosida
yang akan memudahkan memperoleh bahan baku seperti urea dan
ZA serta juga berdekatan dengan pelabuhan milik PT. Petrokimia
Gresik yang memudahkan distribusi bahan baku, yang sebagian
besar masih impor dari negara lain seperti KCl.


4.1.2 Visi dan misi perusahaan
Visi PT. Petrokimia Gresik yaitu : Menjadi produsen
pupuk dan produk kimia lainnya yang berdaya saing tinggi dan
produknya paling diminati konsumen.
Misi PT. Petrokimia Gresik adalah :
1. Mendukung penyediaan pupuk nasional untuk tercapainya
program swasembada pangan.
2. Meningkatkan hasil usaha untuk menunjang kelancaran
kegiatan operasional dan pengembangan usaha.


40

3. Mengembangkan potensi usaha untuk pemenuhan industri
kimia nasional dan berperan aktif dalam community
development.


30

4.1.3 Struktur organisasi

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Petrokimia Gresik


31

4.1.4 Process Flow Diagram

Gambar Process Flow Diagram ini diperoleh dari bagian
produksi Unit Phonska. Data mengenai diagram alir proses ini
digunakan untuk melihat gambaran umum proses yang terjadi
pada produksi produk yang diamati. Dalam diagram alir ini
terdapat informasi yang terperinci dari mesin yang digunakan
untuk proses produksi yang tersusun atas kode mesin dan nama
mesin tersebut. Sehingga dari diagram alir proses ini dapat
diketahui mesin-mesin yang mendukung proses produksi
sehingga dapat dilihat juga hubungan antara mesin yang satu
dengan mesin yang lain. Untuk diagram alir proses yang
didapatkan dari perusahaan dapat dilihat pada lampiran A.

4.1.5. Proses produksi

Berikut ini akan dijelaskan secara rinci proses produksi
dari pembuatan pupuk Phonska meliputi proses Pregranulating,
Reacting, Granulating, Drying, Screening, Polishing Screening,
Cooling, Coating dan Bagging.



Gambar 4.2 Pupuk Phonska Dalam Kemasan






32

4.1.5.1 Proses pregranulating

Adalah proses pencampuran awal bahan baku berbentuk
padatan (solid) yang terdiri dari Amonium Sulfat (ZA), Urea,
Potasium Klorida (KCl) dan Filler. Proses tersebut terjadi di
dalam pug mill yang dilengkapi oleh double screw inclined
conveyor, berfungsi untuk mencampurkan semua bahan baku dan
recycle solid serta memungkinkan penambahan bahan baku cair /
gas seperti asam sulfat, steam dan amoniak untuk meningkatkan
produktivitas unit granulasi. Tetapi saat ini pug mill hanya
sebagai mixer solid saja. Produk yang keluar dari pug mill
selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke dalam drum granulator
dan akan mengalami proses granulasi.

4.1.5.2 Proses reacting

Adalah proses reaksi awal bahan baku berbentuk liquid
(cair) antara Asam Fosfat (H
3
PO
4
) dengan Amoniak. Pada proses
ini Asam Sulfat dinetralkan dengan amoniak hingga mencapai
nisbah MR (Mol Ratio) N/P antara 1 s/d 1,8. Nilai tersebut
bergantung dari grade yang diinginkan. Proses netralisasi ini
berlangsung di dalam reaktor pipa (pipe reactor) yang dipasang
sedemikian rupa sehingga slurry (campuran amoniak dan asam
fosfat) yang dihasilkan langsung tertuang ke dalam granulator.
Temperatur slurry berkisar antara 120-150
0
C sedangkan kadar air
yang terkandung mencapai 8-17 %. Pengamatan selama proses
berlangsung terhadap flow NH
3
harus diperhatikan. Dengan
frekuensi 1 x 1 jam dan batasan minimal 2,1 m
3
/ jam. Sedangkan
untuk flow scrubber liquor dengan frekuensi 1 x 1 jam dan
batasan 7,5 m
3
/ jam.

4.1.5.3 Proses granulating

Adalah proses untuk memperbesar ukuran suatu massa
dari partikel pertikel yang ukurannya lebih kecil, dimana sifat


33

kimia dan fisika dari bahan pembentuk masih dapat diidentifikasi
dan kemungkinan juga sebagian berubah dengan adanya reaksi
kimia. Proses ini terjadi di granulator, yaitu alat terjadinya proses
granulasi yang merupakan proses utama dalam pembuatan pupuk
Phonska. Granulator diperlukan dengan tujuan agar pupuk yang
dihasilkan memiliki butiran yang seragam sehingga
mempermudah penggunaannya oleh konsumen dan memiliki
kekerasan yang cukup pada saat penyimpanan sehingga tidak
mudah menggumpal karena sifat pupuk yang higroskopis.
Seluruh bahan baku dan recycle diumpankan ke dalam
granulator baik secara langsung maupun melalui pug mill.
Recycle berasal dari produk yang berbentuk butiran halus, produk
oversize dan produk undersize. Asam sulfat dapat ditambahkan ke
dalam granulator yang selanjutnya akan bereaksi dengan amoniak
yang dimasukkan melalui ploughshare. Reaksi asam sulfat
dengan amoniak ini terjadi pada permukaan butiran pupuk
(granul) yang menyebabkan granul tersebut tetap kering (yang
merupakan suatu keuntungan jika urea dengan tingkat kelarutan
tinggi), keadaan ini juga dapat membuat granul menjadi keras
sehingga mudah dalam hal penyimpanan dan penanganannya
lebih lanjut. Hal yang perlu diperhatikan selama proses
berlangsung adalah temperatur dari butiran pupuk harus berada
diantara 70 100
0
C dengan frekuensi pengamatan 1 x 1 shift.
Sedangkan untuk MR dan pH dari butiran pupuk frekuensi
pengamatan dilakukan setiap 1 x 2 jam dengan batasan minimal
1,2 untuk MR dan minimal 6 untuk pH.

4.1.5.4 Proses drying

Adalah proses pengeringan butiran pupuk setelah
mengalami proses granulating. Dryer berbentuk rotary drum
yang akan mengeringkan butiran pupuk dari granulator hingga
kadar airnya mencapai 1-1,5 % dengan menggunakan udara
pengering secara co-current. Terdapat 3 jenis fan yang digunakan
untuk menyuplai udara ke dalam dryer. Yang pertama adalah


34

Combustion Fan, berfungsi untuk menyediakan udara dengan
kuantitas stoikiometri untuk pembakaran. Sedangkan yang kedua
adalah Quench Air Fan yang digunakan untuk mendinginkan
daerah furnace (tungku pembakaran). Serta yang ketiga adalah
Air Fan yang berfungsi untuk mengatur kondisi udara yang
dibutuhkan agar dapat mencapai temperatur di dalam dryer sesuai
dengan ketentuan. Produk yang telah kering diumpankan ke exit
dryer conveyor melalui exit dryer elevator yang akan membawa
produk tersebut ke penyaringan.

4.1.5.5 Proses screening

Adalah proses penyaringan awal butiran pupuk. Screen
feeder berguna untuk mengoptimalkan distribusi produk yang
akan melewati screen. Screen bertipe double check ini digunakan
karena memiliki efisiensi yang tinggi dan kemudahan dalam
pemeliharaan dan pembersihannya. Alat tersebut juga dilengkapi
dengan motor vibrator serta self cleaning system. Butiran pupuk
dengan ukuran yang sesuai (onsize) yang berhasil melewati
screen feeder akan langsung diumpankan menuju small recycle
regulator. Untuk butiran pupuk dengan ukuran oversize
dipisahkan secara gravitasi ke dalam pulverizer (crusher), yang
terdiri atas double opposed rotor chain mill yang cocok
digunakan untuk rate produksi tinggi. Selanjutnya butiran pupuk
dengan ukuran onsize diumpankan menuju recycle regulator bin.

4.1.5.6 Proses polishing screening

Pada proses ini terjadi penyaringan akhir butiran pupuk
dari ukuran produk undersize. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan butiran halus yang selanjutnya akan digabungkan
dengan aliran proses recycle. Sisa butiran pupuk onsize (komersil)
yang biasanya berlebih akan dikembalikan menuju recycle belt
conveyor melalui hopper. Perhatian khusus ditujukan pada
recycle belt conveyor dikarenakan dioperasikan dalam kecepatan


35

rendah, hal ini dilakukan untuk mencegah terbuangnya produk.
Recycle conveyor akan mengumpulkan produk yang telah
dihancurkan oleh crusher, butiran halus yang berasal dari screen
dan kelebihan produk yang nantinya menuju granulator elevator.

4.1.5.7 Proses cooling

Adalah proses pendinginan butiran pupuk yang telah
melalui proses penyaringan. Butiran pupuk tersebut dialirkan
secara gravitasi menuju fluid bed cooler yang akan menurunkan
temperatur menggunakan 2 tahap pendinginan yaitu dengan udara
ruang dan udara pendingin. Untuk mencegah penyerapan kadar
air selama proses pendinginan pada proses ini dilengkapi oleh air
desaturator bila udara lingkungan terlalu basah yang dilakukan
pada tahap pertama. Sedangkan pada tahap kedua dilengkapi
dengan air chiller yang akan mengurangi kandungan air absolut
dalam udara yang akan masuk. Butiran pupuk yang telah melalui
proses pendinginan selanjutnya menuju coating rotary drum.

4.1.5.8 Proses coating

Pada proses ini terjadi pelapisan pada butiran pupuk. Hal
ini sangat penting dikarenakan sifat higroskopis bahan baku
pupuk yang dapat mempercepat proses caking (penggumpalan).
Terdapat 2 tahapan, yang pertama adalah proses pemberian
coating powder yang bertujuan untuk menghaluskan permukaan
butiran pupuk. Sedangkan yang kedua adalah proses pemberian
coating oil yang bertujuan untuk memberi warna pada setiap
butiran pupuk, dalam hal ini warna dari butiran pupuk Phonska
adalah warna merah. Untuk menambah sifat anti caking
ditambahkan senyawa teraminasi sehingga dapat memberikan
daya tahan ekstra terhadap penyerapan air. Selanjutnya butiran
pupuk menuju final product belt conveyor yang dilengkapi
dengan timbangan akhir produk serta tempat pengambilan sampel


36

otomatis yang diambil tiap 1x4 jam dan digunakan untuk
keperluan analisis.

4.1.5.9 Proses bagging

Proses akhir dari produksi dimana butiran pupuk akan
mengalami proses pengantongan yang dibantu oleh operator.
Terdapat 2 tahapan dari proses pengantongan ini, yang pertama
adalah pengemasan dua tingkat bahan (double packing) yaitu
pemberian inner berbentuk plastik sebagai kemasan primer dan
pemberian karung plastik / Polypropilene sebagai kemasan
sekunder. Sedangkan yang tahap kedua adalah proses penjahitan
kantong pupuk. Selanjutnya pupuk akan dipindahkan menuju
gudang penyimpanan sementara.


Gambar 4.3 Proses Produksi Pupuk Phonska

4.1.6. Data Waktu Antar Kerusakan dan Data Waktu Lama
Perbaikan

Data waktu antar kerusakan dan data waktu lama
perbaikan merupakan data yang berasal dari Log Book (buku
harian produksi), Records yang didapatkan dari Central Control


37

Room (CCR) dan history cards yang dimiliki oleh masing-masing
mesin. Pengumpulan data ini banyak sekali dibantu oleh pihak
perusahaan untuk dapat menterjemahkan data-data yang
didapatkan dari beberapa sumber yang telah disebutkan. Data
yang telah dikumpulkan dan dicari distribusinya akan digunakan
sebagai input kedalam model simulasi yang akan dibuat. Untuk
data waktu antar kerusakan, data yang perlu dicari adalah data
tanggal kerusakan untuk masing-masing mesin sehingga dapat
dicari interval antar kerusakannya. Kemudian untuk data waktu
lama perbaikan, yang perlu dicari adalah tanggal kerusakan
masing-masing mesin dan lamanya perbaikan untuk masing-
masing mesin yang mengalami rusak. Untuk sistem produksi di
Unit Phonska ini dapat kita klasifikasikan ke dalam beberapa
subsistem yang menggambarkan tingkat atau level dalam proses
produksi. Pada Unit Phonska sendiri secara umum dapat
digolongkan ke dalam 7 subsistem, subsistem yang dimaksudkan
adalah sebagai berikut :
a) Subsistem Feeding
b) Subsistem Granulasi
c) Subsistem Drying
d) Subsistem Screening
e) Subsistem Cooling
f) Subsistem Coating
g) Subsistem Bagging

4.1.6.1. Data Waktu Antar Kerusakan

Data berikut ini merupakan rekap waktu antar kerusakan
masing-masing mesin pada Sub Divisi Phonska. Satuan yang
terdapat dalam data dibawah ini adalah hari. Untuk pencatatan
mengenai data kerusakan ini terlebih dahulu disepakati
bagaimana sebuah equipment atau mesin tersebut dikatakan
rusak. Berdasarkan hasil brainstorming dengan pihak perusahaan
didefinisikan kerusakan yang dicatatkan adalah equipment atau
mesin yang sudah tidak berjalan sesuai fungsi yang diinginkan


38

pada periode tertentu. Jadi rusak disini adalah apabila mesin
tersebut sudah benar-benar tidak dapat dipakai lagi atau pada
suatu periode mesin tersebut harus diganti karena tidak dapat
menjalankan fungsinya sesuai yang diinginkan oleh perusahaan.
Pada tabel 4.1 merupakan salah satu contoh bentuk data rekap
pada subsistem feeding dan untuk rekap data pada subsistem yang
lain akan diberikan pada lampiran B.

Tabel 4.1 Rekap Data Waktu antar Kerusakan Subsistem Feeding

Equipment 09M653 09M654 09M101 09M102 09M103 09M104 09M105 09M106 09M107
221 106 385 126 128 88 224 16 47
264 233 94 222 115 74 239 80 62
159 363 294 229 119 307 188 39
164 99 5
60 103 3
221 214
131
16
7
74
43
Feeding System
W
a
k
t
u

A
n
t
a
r

K
e
r
u
s
a
k
a
n


4.1.6.2. Data Waktu Lama Perbaikan

Data waktu lama perbaikan ini merupakan data seorang
operator melakukan perbaikan pada masing-masing komponen
yang rusak. Untuk pencatatan pada waktu lama perbaikan, yang
dilihat bukan komponen dari suatu mesin yang mengalami
kerusakan sehingga harus diperbaiki namun pada mesin mana
komponen yang diperbaiki tersebut berada. Data lama perbaikan
ini dapat ditemukan dari Log Book (buku harian produksi),
Records yang didapatkan dari Control Room (CCR) dan history
cards yang dimiliki oleh masing-masing mesin. Jika waktu lama
perbaikan untuk masing-masing mesin tidak, maka data mengenai
waktu lama perbaikan ini didapatkan dari hasil brainstorming
dengan pihak perusahaan. Data berikut ini merupakan rekapan
waktu lama perbaikan masing-masing mesin pada Sub Divisi
Phonska. Satuan yang terdapat dalam data dibawah ini adalah


39

jam. Pada tabel 4.2 berikut ini salah satu contoh bentuk data rekap
pada subsistem feeding dan untuk rekap data pada subsistem yang
lain akan diberikan pada lampiran B.

Tabel 4.2 Rekap Data Lama Perbaikan pada Subsistem Feeding

Equipment 09M653 09M654 09M101 09M102 09M103 09M104 09M105 09M106 09M107
4.0 0.5 3.6 2 0.58333 1 6 0.4 1.25
1.4 1.1 3.0 2.23 0.72 1 0.75 0.6 1.42
0.8 2.0 4.3 1.5 1.25 9 2.5 0.4 1.75
4.0 0.8 1 2.8 0.67
0.8 1.1 0 0.08
2 2 9.28
5.3 7.92
0.25
0.25
2.83
1.50
0.42
2.00
13.83
4.58
0.58
W
a
k
t
u

L
a
m
a

P
e
r
b
a
i
k
a
n
Feeding System


4.2 Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data ini, akan dijelaskan tahapan
peneliti untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai dalam
penelitian. Diantaranya adalah membuat blok diagram aliran
proses produksi dengan bantuan (brainstorming) pihak
perusahaan kemudian mengolah data historis yang didapatkan
untuk mendapatkan input model simulasi. Pengolahan ini dibantu
oleh software Reliasoft Weibull ++ dan juga Input Analyzer yang
ada pada software Arena 5.0.

4.2.1. Blok Diagram

Pada tahap pertama pengolahan adalah pembentukan blok
diagram dari proses produksi yang terjadi. Blok diagram ini
dibuat berdasarkan Process Flow Diagram yang terdapat di
perusahaan yang diamati dan juga hasil brainstorming dengan


40

pihak perusahaan untuk mengidentifikasi mesin atau equipment
yang memiliki pengaruh paling besar terhadap proses produksi
yang terjadi. Blok diagram inilah yang akan menjadi dasar
pembentukan model simulasi dimana dalam blok diagram yang
dibuat akan diketahui bagaimana keterkaitan mesin yang satu
dengan mesin yang lain. Blok diagram ini dibuat dengan
menstrukturkan mesin-mesin tersebut sesuai tingkatannya dalam
proses produksi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
pemahaman gambar. Tingkat atau level yang paling tinggi adalah
sistem pabrik atau plant kemudian level selanjutnya adalah
subsistem-subsistem yang terdapat pada pabrik tersebut. Level
paling kecil yang terdapat pada blok diagram ini adalah level 3,
dimana level 3 ini merupakan mesin-mesin yang saling
berhubungan dalam sistem yang terdapat di Unit Phonska.
Subsistem yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
a) Subsistem Feeding
b) Subsistem Granulasi
c) Subsistem Drying
d) Subsistem Screening
e) Subsistem Cooling
f) Subsistem Coating
g) Subsistem Bagging
Contoh blok diagram untuk level satu dapat ditunjukkan pada
gambar 4.4 contoh blok diagram untuk level dua dapat dilihat
pada gambar 4.5 , contoh blok diagram untuk level tiga dapat
dilihat pada gambar 4.6 Untuk blok diagram selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran C.


41


Gambar 4.4 Contoh Blok Diagram Level 1

Gambar 4.5 merupakan level II dari Gambar 4.4 yang merupakan
break down elemen yang terdapat di Subsistem Feeding.



Gambar 4.5 Contoh Blok Diagram level II

Gambar 4.6 merupakan level III dari Gambar 4.5 yang merupakan
break down elemen yang terdapat di Subsistem Conveying I.



Gambar 4.6 Contoh Blok Diagram Level III





42

4.2.2 Fitting Distribusi Waktu Antar Kerusakan dan
Distribusi Waktu Lama Perbaikan

Input yang paling penting dalam simulasi adalah
distribusi waktu proses. Untuk penelitian mengenai Plant
Reliability ini, data yang akan dicari distribusi waktunya adalah
data waktu antar kerusakan dan data waktu lama perbaikan. Tool
yang akan digunakan sebagai alat bantu disini adalah Input
Analyzer yang terdapat pada software Arena 5.0.

4.2.2.1 Distribusi Waktu antar Kerusakan

Setelah mengumpulkan waktu antar kerusakan pada
masing-masing mesin maka langkah selanjutnya adalah mencari
distribusi waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin
tersebut. Data yang telah dikumpulkan sudah dikelompokkan
berdasarkan sub sistem yang terdapat pada blok diagram sehingga
untuk pengolahannya juga berdasarkan pada subsistem masing-
masing.

4.2.2.1.1 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem
Feeding

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada
tabel 4.3 dihalaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap
hasil fitting distribusi data waktu antar kerusakan untuk masing-
masing mesin pada subsistem Feeding.








43

Tabel 4.3 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Feeding
1 UNIF(159, 264)
2 UNIF(106, 363)
3 94 + 291 * BETA(0.112, 0.112)
4 UNIF(126, 294)
5 UNIF(60, 229)
6 74 + WEIB(29.7, 0.483)
7 224 + 84 * BETA(0.271, 0.31)
8 16 + EXPO(78.7)
9 -0.001 + EXPO(42.7)
09M105
09M106
09M107
Feeding System
No Nama Subsistem/Equipment
09M101
09M102
09M103
09M104
Distribusi
09M653
09M654


4.2.2.1.2 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem
Granulasi

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada
tabel 4.4 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting
data waktu antar kerusakan untuk masing-maisng mesin pada
subsistem Granulasi.

Tabel 4.4 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Granulasi
1 0.999 + WEIB(47.6, 0.488)
2 45 + WEIB(31.3, 0.26)
3 45 + WEIB(31.3, 0.26)
4 TRIA(33, 158, 283)
5 UNIF(135, 291)
6 231 + 286 * BETA(0.112, 0.112)
7 55.5 + 73 * BETA(0.252, 0.277)
8 0.999 + WEIB(27.3, 0.339)
9 UNIF(5, 142)
10 45 + WEIB(35.7, 0.4)
11 -0.5 + LOGN(10.8, 18.8)
09E104
Pipe Reactor
09M109 (Granulator)
09P800A (NH
3
)
09P800B (NH
3
)
09P705A (H
2
SO
4
)
09P705B (H
2
SO
4
)
No Nama Subsistem/Equipment Distribusi
09P952B (Water)
Granulasi System
09M108
H
3
PO
4
09P952A (Water)




44

4.2.2.1.3 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem
Drying

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada
tabel 4.5 akan ditunjukkan dihalaman selanjutnya secara lengkap
distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-
masing mesin pada subsistem Drying.

Tabel 4.5 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Drying
1 UNIF(72, 260)
2 128 + WEIB(19.8, 0.263)
3 99 + 156 * BETA(0.0649, 0.0381)
4 215 + WEIB(9.26, 0.265)
5 Constan 1x 416
6 -0.001 + WEIB(7.61, 0.45)
7 15 + EXPO(49.1)
8 -0.001 + WEIB(22.8, 0.57)
No Nama Subsistem/Equipment Distribusi
Drying System
Natural gas
Fuel oil
09P107A/B
09C104 (Blower)
09C105 (Blower)
09B101 (Furnace)
09M111
09M112


4.2.2.1.4 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem
Screening

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada
tabel 4.6 dihalaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap
distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-
masing mesin pada subsistem Screening.







45

Tabel 4.6 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem
Screening
1 UNIF(192, 345)
2 79 + GAMM(282, 0.245)
3 5 + 241 * BETA(0.118, 0.114)
4 6 + 241 * BETA(0.118, 0.114)
5 2 + WEIB(28.5, 0.535)
6 8 + EXPO(65.1)
7 -0.5 + 97 * BETA(0.452, 1.64)
8 105 + 194 * BETA(0.033, 0.0363)
9 3 + EXPO(92.3)
No Nama Subsistem/Equipment Distribusi
Screening System
09V102 (Diverter)
09V103
09M113A (Screen Feeder)
09M113B (Screen Feeder)
09F101A (Screen)
09F101B (Screen)
09M114
09M115 (Screen Feeder)
09F102 (Polishing Screen)


4.2.2.1.5 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem
Cooling

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada
tabel 4.7 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting
data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada
subsistem Cooling.

Tabel 4.7 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Cooling

1 82 + EXPO(61.7)
2 UNIF(56, 191)
3 -0.001 + WEIB(24.3, 0.408)
4 61 + EXPO(49.8)
5 9 + WEIB(28.8, 0.256)
09C102
09FB101
09M116
Distribusi
Cooling System
09E105
09C103
No Nama Subsistem/Equipment






46

4.2.2.1.6 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem
Coating

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada
tabel 4.8 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting
data waktu antar kerusakan untuk masing-masing mesin pada
subsistem Coating.

Tabel 4.8 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Coating
1 68.5 + 37 * BETA(0.553, 0.483)
2 UNIF(120, 306)
3 87 + WEIB(21.7, 0.464)
4 37 + EXPO(156)
5 -0.5 + LOGN(21.6, 65.8)
09M119
09P109
No Nama Subsistem/Equipment Distribusi
Coating System
09M124A/C
09M117
09M118


4.2.2.1.7 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem
Bagging

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu antar kerusakan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan hari. Pada
tabel 4.9 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara lengkap
distribusi hasil fitting data waktu antar kerusakan untuk masing-
masing mesin pada subsistem Bagging.










47

Tabel 4.9 Distribusi Waktu Antar Kerusakan Subsistem Bagging
1 4 + GAMM(405, 0.282)
2 55.5 + 85 * BETA(0.36, 0.33)
3 47 + GAMM(307, 0.255)
4 NORM(150, 40.7)
5 64 + EXPO(192)
6 63 + EXPO(44.4)
7 42.5 + 63 * BETA(0.4, 0.519)
Distribusi No Nama Subsistem/Equipment
Bagging System
09M403
09M404
09M505B-1
09M505B-2
09M503
09M505A-1
09M505A-2


4.2.2.2 Distribusi Waktu Lama Perbaikan

Selain pencarian distribusi data waktu antar kerusakan
maka dicari pula distribusi waktu lama perbaikan untuk masing-
masing mesin yang mengalami kerusakan. Data yang yang telah
dikumpulkan sudah dikelompokkan berdasarkan sub sistem yang
terdapat pada blok diagram sehingga untuk pengolahannya juga
berdasarkan pada subsistem masing-masing.

4.2.2.2.1 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Feeding

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada
tabel 4.10 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara
lengkap distribusi hasil fitting data waktu lama perbaikan untuk
masing-masing mesin pada subsistem Feeding.









48

Tabel 4.10 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Feeding
1 0.48 + EXPO(1.72)
2 UNIF(0.35, 2)
3 UNIF(3, 4.43)
4 1.42 + 0.89 * BETA(0.875, 0.779)
5 0.44 + WEIB(0.703, 1.42)
6 -0.001 + WEIB(2.16, 0.624)
7 0.22 + LOGN(3.1, 3.96)
8 0.16 + 2.84 * BETA(0.0836, 0.183)
9 LOGN(3.49, 8.44)
Distribusi
09M653
09M654
No Nama Subsistem/Equipment
09M101
09M102
09M103
09M104
09M105
09M106
09M107
Feeding System


4.2.2.2.2 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Granulasi

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada
tabel 4.11 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting
data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang
terdapat pada subsistem Granulasi.

Tabel 4.11 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Granulasi
1 7 * BETA(0.374, 1.14)
2 0.22 + 1.49 * BETA(0.812, 0.846)
3 LOGN(1.31, 1.46)
4 0.02 + 0.71 * BETA(0.709, 0.959)
5 0.28 + 1.61 * BETA(0.0719, 0.0446)
6 0.9 + 0.57 * BETA(0.851, 0.813)
7 0.32 + 2.08 * BETA(0.9, 0.941)
8 LOGN(2.88, 3.42)
9 WEIB(12.8, 0.526)
10 NORM(1.94, 0.729)
11 -0.001 + WEIB(2.98, 0.817)
H
3
PO
4
09P952A (Water)
09P952B (Water)
Granulasi System
09M108
No Nama Subsistem/Equipment Distribusi
09P800A (NH3)
09P800B (NH3)
09P705A (H2SO4)
09P705B (H2SO4)
09E104
Pipe Reactor
09M109 (Granulator)





49

4.2.2.2.3 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Drying

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada
tabel 4.12 akan ditunjukkan secara lengkap distribusi hasil fitting
data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang
terdapat pada subsistem Drying.

Tabel 4.12 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Drying
1 0.14 + 4.41 * BETA(0.313, 0.46)
2 7 + 9 * BETA(0.509, 0.476)
3 1.37 + 4.51 * BETA(0.854, 0.947)
4 2 + 12 * BETA(0.435, 0.513)
5 Constan 1x 1.08
6 WEIB(1.98, 1.04)
7 WEIB(2.78, 0.48)
8 -0.001 + 96 * BETA(0.0342, 0.385) 09M112
09C105 (Blower)
09B101 (Furnace)
09M111
Natural gas
Fuel oil
09P107A/B
09C104 (Blower)
Distribusi
Drying System
No Nama Subsistem/Equipment



4.2.2.2.4 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Screening

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada
tabel 4.13 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara
lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk
masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Screening.





50

Tabel 4.13 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Screening
1 2.51 * BETA(1.03, 0.769)
2 1 + 2.74 * BETA(0.747, 0.965)
3 0.04 + EXPO(1.21)
4 7 * BETA(0.383, 0.496)
5 8 * BETA(0.585, 1.02)
6 9 * BETA(0.449, 0.851)
7 -0.001 + EXPO(6.03)
8 0.22 + 0.31 * BETA(1.07, 0.714)
9 0.09 + 2.82 * BETA(0.867, 0.856)
09M114
09M115 (Screen Feeder)
09F102 (Polishing Screen)
09M113A (Screen Feeder)
09M113B (Screen Feeder)
09F101A (Screen)
09F101B (Screen)
No Nama Subsistem/Equipment Distribusi
Screening System
09V102 (Diverter)
09V103


4.2.2.2.5 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Cooling

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada
tabel 4.14 akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi
data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang
terdapat pada subsistem Cooling.

Tabel 4.14 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Cooling

1 0.15 + 1.12 * BETA(0.908, 0.811)
2 8.88 * BETA(0.456, 0.786)
3 EXPO(2.83)
4 3.57 * BETA(0.774, 1.1)
5 0.18 + GAMM(1.91, 1.42)
No Nama Subsistem/Equipment Distribusi
Cooling System
09E105
09C103
09C102
09FB101
09M116







51

4.2.2.2.6 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Coating

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada
tabel 4.15 akan ditunjukkan secara lengkap hasil fitting distribusi
data waktu lama perbaikan untuk masing-masing mesin yang
terdapat pada subsistem Coating.

Tabel 4.15 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Coating
1 WEIB(4.88, 0.625)
2 7 * BETA(0.0279, 0.0631)
3 LOGN(3.02, 11)
4 UNIF(0.999, 4.39)
5 5.85 * BETA(0.419, 0.944)
09M124A/C
09M117
09M118
No Nama Subsistem/Equipment Distribusi
Coating System
09M119
09P109


4.2.2.2.7 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem
Bagging

Data berikut ini merupakan data hasil fitting distribusi
waktu lama perbaikan yang didapatkan dari data historis
produksi. Satuan distribusi ini adalah dalam satuan jam. Pada
tabel 4.16 di halaman selanjutnya akan ditunjukkan secara
lengkap hasil fitting distribusi data waktu lama perbaikan untuk
masing-masing mesin yang terdapat pada subsistem Bagging.










52

Tabel 4.16 Distribusi Waktu Lama Perbaikan Subsistem Bagging

1 4.83 * BETA(0.626, 1.12)
2 0.05 + 2.35 * BETA(1.27, 0.815)
3 1.73 * BETA(0.728, 0.888)
4 0.11 + 1.61 * BETA(0.626, 0.849)
5 0.59 + LOGN(1.22, 1.26)
6 LOGN(1.12, 2.03)
7 LOGN(1.52, 3.8)
09M403
09M404
09M505B-1
09M505B-2
09M503
09M505A-1
09M505A-2
No Nama Subsistem/Equipment
Bagging System
Distribusi


4.2.3 Pengembangan Model Simulasi

Menurut Kelton dan Sadowski, simulasi adalah proses
dari desain dan membuat model yang sudah terkomputerisasi dari
sistem nyata maupun sistem yang akan diteliti dengan tujuan
melakukan sejumlah eksperimen untuk memberikan pemahaman
yang lebih baik kepada kita mengenai tingkah laku dari sistem
yang diamati pada suatu kondisi. Memodelkan sistem dengan
menggunakan model simulasi Arena bertujuan untuk
memodelkan kondisi sistem yang terdapat pada unit produksi
pada perusahaan. Memodelkan sistem yang terdapat pada
perusahaan yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan
Blok Diagram yang telah dibuat pada bagian sebelumnya yang
merupakan representasi dari Process Flow Diagram yang dimiliki
oleh perusahaan.

4.2.3.1 Model Simulasi

Model simulasi komputer adalah suatu model dimana
pada model ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
menggambarkan sistem sesungguhnya dan dapat dilakukan proses
eksperimen dengan model ini pada komputer (Pritsher, 1986).
Yang akan dimodelkan disini adalah keterkaitan yang dimiliki
oleh mesin yang satu dengan mesin yang lain. Keterkaitan atau


53

hubungan yang dimiliki oleh mesin satu dengan mesin yang lain
meliputi (O Connor, 1995) :
Hubungan Seri, yakni hubungan antara mesin yang satu
dengan mesin yang lain dimana jika dalam rangkaian mesin
tersebut, salah satu mesin mengalami kegagalan atau rusak
maka sistem yang ada akan berhenti.
Hubungan Paralel, yakni hubungan antara mesin yang satu
dengan mesin yang lain dimana sistem akan mengalami
kegagalan atau berhenti jika dua atau lebih mesin (yang
terhubung secara paralel) mengalami kegagalan.
Hubungan m dari n mesin, yakni hubungan antara mesin yang
satu dengan mesin yang lain dimana sistem memiliki jumlah
minimal mesin (m mesin) yang harus dapat dioperasikan dari
jumlah yang ada (n mesin) agar sistem yang ada tetap
berjalan sedang mesin yang lain merupakan mesin cadangan
apabila mesin tersebut mengalami kegagalan.
Hubungan Stand By, yakni hubungan antara mesin yang satu
dengan mesin yang lain dimana terdapat satu atau lebih mesin
yang bertindak sebagai subtitute atau pengganti bilamana
mesin utama (yang dijalankan dahulu) mengalami kegagalan.
Jika mesin utama tersebut selesai diperbaiki maka mesin
pengganti tersebut juga akan dihentikan. Pada gambar 4.7
merupakan model simulasi untuk level I dari Unit Phonska,
sedangkan untuk model simulasi keseluruhan Pabrik dapat
dilihat pada lampiran D.



54


Gambar 4.7 Model Simulasi Level I Unit Phonska

Berikut ini merupakan keterangan mengenai pembuatan
model simulasi hingga model untuk penelitian ini terbentuk :
Penggambaran simulasi untuk masing-masing equipment atau
mesin yang terdapat di perusahaan akan ditunjukkan oleh
gambar 4.8.

Gambar 4.8 Model simulasi untuk masing-masing mesin

Modul Create disamping akan digunakan untuk
men-generate waktu antar kerusakan dimana
didalamnya akan dimasukkan hasil fitting
distribusi waktu antar kerusakan yang terdapat pada masing-
masing mesin.

Modul Process disamping aka digunakan untuk
men-generate waktu lama perbaikan dimana
didalamnya akan dimasukkan hasil fitting
distribusi waktu lama perbaikan yang terdapat
pada masing-masing mesin.


55


Modul Dispose disamping digunakan untuk
mencatatkan berapa banyak perbaikan yang telah
dilakukan maupun berapa banyak kerusakan yang
terjadi selama simulasi dijalankan.

Penggambaran logika sistem yang digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara mesin yang satu dengan
mesin yang lain akan ditunjukkan pada gambar 4.9

Gambar 4.9 Pengembangan model untuk menggambarkan
hubungan antar mesin

Modul Create disamping digunakan untuk
melakukan pengecekan status dari mesin yang
ingin dilihat kondisinya.

Modul Decide disamping digunakan untuk
memeriksa status dari mesin yang
dimodelkan. Di modul inilah akan
dimasukkan logika hubungan daripada mesin
yang dimodelkan.

Logika hubungan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Untuk mesin yang dihubungkan secara seri maka logika yang
dimasukkan adalah STATE(Operator 09M106) ==
BUSY_RES || STATE(Operator 09M107) == BUSY_RES.
Tanda || menunjukkan fungsi or atau dapat diinterpretasikan
bahwa jika salah satu mesin mengalami kerusakan, dimana


56

kerusakan disini digambarkan sebagai State atau keadaan dari
Resource berupa operator adalah Busy atau sedang melakukan
proses, maka sistem juga akan berhenti.
Untuk mesin yang dihubungkan secara paralel maka logika
yang dimasukkan adalah STATE(Operator 09M102) ==
BUSY_RES && STATE(Operator 09M103) ==
BUSY_RES. Tanda && menunjukkan fungsi and atau dapat
diinterpretasikan bahwa sistem akan mengalami kegagalan
jika kedua buah mesin yang dimodelkan mengalami
kerusakan.
Untuk mesin yang dihubungkan secara m dari n mesin yang
tersedia maka logika yang dimasukkan hampir sama dengan
hubungan paralel namun yang diparalelkan adalah jumlah
minimal mesin yang dapat membuat sistem berhenti. Seperti
yang terdapat pada subsistem Dozometer Conveying pada
penelitian ini, dimana dibutuhkan 3 mesin yang harus
beroperasi dari 4 mesin yang tersedia agar sistem berjalan.
Sehingga sistem akan berhenti jika minimal dua mesin yang
tersedia mengalami kerusakan.
Untuk mesin yang memiliki stand by maka logika yang
dimasukkan juga hampir sama dengan hubungan paralel jika
hanya terdapat dua buah mesin (salah satu merupakan mesin
stand by) dan hampir sama juga dengan hubungan yang
dimiliki oleh hubungan m dari n mesin (yang biasaya dalam
sistem yang memiliki stand by ini satu mesin merupakan
cadangan bagi mesin yang lain).

Modul Assign disamping digunakan untuk
menandai bagaimana status dari sistem yang
dimodelkan oleh mesin-mesin yang terdapat
dibawahnya dan dihubungkan oleh logic dalam
modul decide. Status yang dimaksudkan adalah jika sistem
mengalami kegagalan maka akan ditandai dengan nilai 1
sedangkan jika sistem berjalan normal maka akan ditandai dengan
nilai 0.


57


Untuk mesin yang berfungsi sebagai Stand By dari mesin
yang lain maka model akan digambarkan seperti pada
gambar 4.10


Gambar 4.10 Pengembangan model untuk mesin yang digunakan
sebagai stand by dari mesin yang lain

Penggunaan masing-masing modul hampir sama dengan
yang telah dijelaskan sebelumnya namun dalam mesin yang
berfungsi stand by ini kerusakan yang di-generate-kan hanya
sekali (pada modul Create) dan memiliki 3 nilai status yakni -1
untuk menandai bahwa mesin dalam keadaan stand by, 0 untuk
menandai bahwa mesin sedang digunakan atau beroperasi dan 1
untuk menandai bahwa mesin dalam keadaan rusak. Serta
terdapat beberapa logic untuk melihat status dari mesin yang lain
sehingga jika mesin yang lain mengalami kerusakan, mesin stand
by ini akan dijalankan.

4.2.3.2 Integrasi software Arena 5.0 kedalam Excel

Dari model simulasi yang telah dibuat perlu ditambahkan
script atau bahasa pemrograman yang dapat memfasilitasi output
yang ingin dicapai oleh simulasi pada penelitian ini. Script ini
merupakan salah satu sarana yang terdapat pada software Arena
berupa Visual Basic on Application. Bahasa pemrograman ini
sangat berguna sekali karena output yang ingin dilihat dari
simulasi ini adalah titik kerusakan yang di-generate oleh simulasi.
Bahasa pemrograman ini akan mengeintegrasikan outputan
simulasi berupa titik kerusakan tadi kedalam Excel untuk dapat


58

dilakukan pengolahan lebih lanjut. Untuk script dari VBA yang
digunakan akan ditunjukkan pada lampiran E.

4.2.3.3 Verifikasi dan Validasi Model

Setelah model dapat dijalankan maka perlu dilakukan
proses verifikasi untuk memastikan bahwa model yang dibuat
sudah sesuai dengan logika yang telah ditentukan. Verifikasi
merupakan proses untuk meyakinkan bahwa implementasi
komputer dari model adalah bebas error. Proses verifikasi ini
dapat dilakukan dengan cara melakukan proses debug terhadap
model komputer (Kelton & Sadowski, 2003).
Validasi merupakan suatu proses perbandingan
parameter antara model simulasi dengan sistem yang
disimulasikan (Pidd, 1992). Proses validasi ini dilakukan untuk
memastikan bahwa model berlaku seperti sistem riilnya (Kelton
& Sadowski, 2003). Sebuah model dapat diterima sebagai model
yang memadai apabila model tersebut berhasil melewati uji
validasi. Validasi yang dilakukan pada penelitian Tugas Akhir ini
adalah dengan menggunakan validasi kotak putih (White Box
Validation). Proses validasi kotak putih ini dilakukan bersamaan
dengan pembuatan model itu sendiri. Pada validasi kotak putih ini
sendri lebih ditekankan pada detail proses kinerja internal
daripada model itu sendiri (Pidd, 1992). Menurut Pidd, untuk
dapat melakukan validasi seperti ini maka perlu
mempertimbangkan beberapa aspek yaitu :
a) Input distribusi
Hal ini perlu dilakukan mengingat distribusi waktu proses,
atau kalau pada penelitian ini yang digunakan adalah
distribusi waktu kerusakan, merupakan input dari simulasi
yang dilakukan.
b) Logika Statis
Dalam kebanyakan simulasi memasukkan faktor logika statis
yang dapat mempengaruhi tingkah laku daripada objek
didalam sistem. Jika logika statis yang dibuat salah maka


59

model yang dibuat tidak dapat meniru tingkah laku daripada
sistem riilnya. Kunci untuk dapat menghindari kesalahan
tersebut adalah dengan melibatkan seluruh orang yang terlibat
dalam dalam penelitian, bukan hanya peneliti sebagai
pembuat model namun juga pihak perusahaan yang tentunya
mengerti betul keadaan yang terdapat pada objek yang sedang
diteliti. Terdapat dua macam pendekatan untuk melakukan
hal diatas dan biasanya juga dilakukan secara bersamaan,
yakni menggunakan metode Non-Teknikal dan membuat
prototype dalam bentuk program simulasi yang sudah dapat
berjalan untuk menunjukkan keadaan dari model. Pada
metode Non Teknikal, ide dasarnya adalah mengijinkan klien
atau pada penelitian ini adalah pihak perusahaan objek
amatan, untuk berpartisipasi dalam validasi dan
menggunakan pengetahuan yang mereka miliki dalam
pembuatan model.

c) Logika Dinamis
Dalam simulasi sendiri tidak hanya faktor logika statis yang
berperan karena simulasi digunakan untuk menirukan tingkah
laku yang dinamis daripada sistem. Sehingga sangat penting
untuk dapat memvalidasi performansi dinamis dari model
yang dibuat ketika model sedang di-running. Cara terbaik
untuk dapat melakukan validasi ini adalah memberikan
gambar animasi pada program simulasi. Sehingga variabel
penting dan keadaaan sistem dapat dimonitor atau dilihat
ketika program dijalankan. Sama dengan logika statis,
sangatlah bijaksana untuk menggunakan pengetahuan dari
pihak perusahaan dari sistem yang disimulasikan dengan
membuat gambar dinamis untuk mempermudah dalam
pemahaman.






60

4.2.3.4 Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi

Model simulasi yang telah valid akan dijalankan selama
rentang waktu 3 tahun. Hal ini dilakukan berdasarkan data yang
diolah dimana rentang waktu terkecil untuk simulasi adalah 3
tahun. Waktu antar kerusakan yang di-generate oleh model
simulasi yang telah dijalankan akan muncul bersamaan dengan
jalannya simulasi tersebut kedalam software Microsoft Excell
sebagaimana telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya dengan
bantuan aplikasi VBA dalam software Arena 5.0. Output yang
dikeluarkan oleh simulasi ini adalah titik-titik kerusakan yang
terjadi pada sistem plant pada unit Phonska dan juga masing-
masing subsistem yang menyusun sistem plant tersebut.
Keberadaan titik-titik kerusakan untuk masing-masing
subsistem tersebut adalah agar dapat kita hitung tingkat keandalan
masing-masing subsistem tersebut sehingga dapat diketahui
subsistem yang mana yang memiliki tingkat keandalan yang
rendah. Contoh dari waktu antar kerusakan hasil simulasi dapat
dilihat pada tabel 4.17 di halaman selanjutnya. Nilai nol yang
tertera pada hasil simulasi menunjukkan bahwa sistem plant
berjalan normal sedang jika plant mengalami kerusakan, nilainya
akan menjadi satu.
Dari output yang dihasilkan dari simulasi berupa titik
kerusakan tadi, kemudian direkapkan waktu antar kerusakan
untuk sistem Plant yang akan ditunjukkan pada tabel 4.18 dan
waktu antar kerusakan untuk masing-masing subsistem yang
dapat ditunjukkan pada tabel 4.19.



61

Tabel 4.17 Contoh Hasil Simulasi
Waktu Subsistem Feeding Subsistem Granulasi Subsistem Drying Subsistem Screening Subsistem Cooling Subsistem Coating Subsistem Bagging Sistem Plant
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
6.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
10.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
12.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
14.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
16.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
18.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
22.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
24.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
26.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
28.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
30.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
32.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
34.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
36.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
38.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
40.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
42.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
44.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
46.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
48.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00
50.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
52.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
54.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
56.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
58.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
60.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 1.00
62.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 1.00
64.00 0.00 0.00 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 1.00
66.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
68.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
70.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
72.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00



62


Tabel 4.18 Rekap Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi untuk Sistem Plant

3 5 2 31 2 15 17 10 12 20 21
5 8 1 15 6 5 8 12 2 25 4
8 8 2 4 32 1 2 8 14 14 27
1 1 6 7 5 15 2 2 3 7 23
4 5 3 8 6 2 5 1 12 12 2
2 4 4 12 14 6 1 7 26 13
1 2 28 14 21 23 27 8 32 6
1 19 30 1 9 1 5 14 5 3
13 5 5 1 1 30 21 5 9 2
2 1 1 12 20 3 19 33 22 10
S
i
s
t
e
m

P
l
a
n
t
Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi



63

Tabel 4.19 Rekap Waktu Antar Kerusakan Hasil Simulasi untuk
Masing-masing Subsistem

Feeding Granulasi Drying Screening Cooling Coating Bagging
43 23 2 46 10 5 113
38 3 16 8 9 65 153
182 1 8 52 9 43 142
43 4 76 14 19 15 421
52 34 4 1 28 178
209 49 8 4 41 92
42 32 100 3 81 54
74 52 27 61 380 1
71 97 20 80 425 181
185 49 16 115 87 63
9 14 20
1 38 48
61 21 61
34 70 5
53 17 80
23 61 10
104 67 25
4 54 16
36 12 51
218 3 38
21 115 38
74 58 60
51 57 19
72 24
15 91
31
Subsistem
W
a
k
t
u

A
n
t
a
r

K
e
r
u
s
a
k
a
n

H
a
s
i
l

S
i
m
u
l
a
s
i


4.2.4 Perhitungan Plant Reliability

Tujuan utama dari penelitian ini adalah pengaplikasian
pendekatan simulasi untuk menghitung Plant Reliability dari
sistem yang ada di perusahaan. Sehingga dari hasil simulasi yang
telah direkap titik kerusakannya dapat dicari distribusi datanya
dengan menggunakan bantuan software Weibull ++. Hasil yang
didapatkan dari fitting distribusi waktu antar kerusakan sesuai
rekap diatas oleh software Weibull menyatakan bahwa kerusakan
sistem plant berdistribusi weibull. Berikut ini merupakan
hasilnya:
Distribusi : Weibull 3
Parameter Beta : 0,8492


64

Parameter Eta : 8,9048
Parameter Gamma : 0,7
Untuk parameter distribusi keandalan yang lain dapat dilihat
sebagai berikut :

Subsistem Feeding
Distribusi : Weibull 2
Parameter Beta : 1,4184
Parameter Eta : 108,5683
Parameter Gamma : 0
Subsistem Granulasi
Distribusi : Weibull 2
Parameter Beta : 0,7067
Parameter Eta : 64,2213
Parameter Gamma : 0
Subsistem Drying
Distribusi : Weibull 3
Parameter Beta : 0,9287
Parameter Eta : 38,4827
Parameter Gamma : 1,21
Subsistem Screening
Distribusi : Weibull 3
Parameter Beta : 1,0014
Parameter Eta : 42,2758
Parameter Gamma : - 0,1949
Subsistem Cooling
Distribusi : Weibull 2
Parameter Beta : 0,5328
Parameter Eta : 1132,7055
Parameter Gamma : 0
Subsistem Coating
Distribusi : Weibull 2
Parameter Beta : 0,5349
Parameter Eta : 892,3518
Parameter Gamma : 0


65

Subsistem Bagging
Distribusi : Weibull 2
Parameter Beta : 1,1003
Parameter Eta : 770,8532
Parameter Gamma : 0

Dari parameter-parameter tersebut dapat dihitung nilai
keandalannya dengan memasukkan kedalam persamaan weibull 3
parameter, yakni :


Dimana :
t adalah waktu simulasi
adalah nilai parameter beta
adalah nilai parameter eta
adalah nilai parameter gamma

4.2.5 Eksperimentasi Model

Tujuan dari eksperimentasi pada model simulasi yang
telah dibuat adalah agar nilai keandalan daripada sistem yang
diamati dapat meningkat. Eksperimentasi ini terutama ditujukan
pada subsistem yang memiliki nilai keandalan paling rendah
dengan harapan jika nilai keandalannya meningkat maka nilai
keandalan sistem yang berada diatasnya juga dapat meningkat.
Langkah pertama adalah mengidentifikasi equipment apa
menyebabkan subsistem tersebut memiliki nilai keandalan
rendah. Lalu equipment tersebut yang akan coba
dieksperimentasikan.
Pada dasarnya banyak sekali cara untuk dapat
meningkatkan keandalan dari sistem tersebut yang pertama adalah
memperbaiki prosedur berupa sistem maintenance atau perawatan
yang dimiliki oleh perusahaan. Cara yang kedua adalah
memperbaiki konfigurasi sistem yang terdapat di perusahaan yang
diamati. Konfigurasi yang dimaksudkan adalah hubungan antara

=
t
e t R ) (


66

mesin yang satu dengan mesin yang lain dalam perusahaan yang
diamati. Cara yang kedua inilah yang akan dieksperimenatasikan
melalui penelitian kali ini. Cara ini dipilih mengingat model
simulasi yang dibuat mensimulasikan hubungan antara mesin
yang satu dengan mesin yang lain.
Dari hasil perhitungan Plant reliability dapat diketahui
bahwa subsistem yang memiliki nilai keandalan paling rendah
adalah subsistem Granulasi. Dari beberapa macam equipment atau
mesin yang berada didalam subsistem granulasi, yang memiliki
data waktu antar kerusakan yang paling banyak adalah equipment
conveyor 09M109. Sehingga yang akan dijadikan objek
eksperimentasi model adalah equipment tersebut dengan harapan
dapat meningkatkan Reliability dari subsistem granulasi.
Conveyor 09M109 merupakan conveyor yang
mengalirkan material dari subsistem Granulasi menuju subsistem
Drying. Jadi equipment tersebut terhubung secara seri didalam
sistem sehingga jika terjadi kerusakan pada equipment tersebut
proses produksi pun juga akan berhenti. Dari data historis dapat
kita ketahui bahwa equipment tersebut sering sekali mengalami
kerusakan sehingga sistem produksi terhenti.
Dalam eksperimentasi ini akan dicobakan bagaimana
bagaimana jika terdapat 2 buah mesin conveyor 09M109 yang
terhubung secara paralel. Asumsi yang digunakan untuk
penggunaan mesin yang baru tersebut adalah distribusi waktu
antar kerusakan yang dimiliki sama dengan distribusi waktu antar
kerusakan pada mesin yang lama dan tidak ada biaya penambahan
mesin. Untuk pengembangan modelnya dapat dilihat pada gambar
4.11 di halaman selanjutnya.



67


Gambar 4.11 Pengembangan model untuk eksperimentasi pada
equipment 09M109




68

Anda mungkin juga menyukai