Penulis : Ayu Utami Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Tebal : 251 halaman ISBN : 978-979-91-0493-9
Novel Lalita ini merupakan seri dari novel karangan Ayu Utami, Bilangan Fu. Di novel Lalita ini akan kita jumpai kembali ketiga tokoh sentral dalam novel - novel sebelumnya yaitu Yuda, Parang Jati dan Marja. Entah kesialan atau keberuntungan, Yuda yang sedang berada di Jakarta bertemu dengan Lalita yang dikenalkan oleh Oscar pemilik galery serta sekolah foto Antara. Dewasa dan cantik serta tak pernah terlihat tanpa polesan di wajahnya juga Indigo itulah sosok yang terlihat dimata Yuda ketika menilai Lalita. Yuda yang menyelamatkan Lalita dari serangan penggemar Oscar maka mendapat hadiah yang tak ternilai, ilmu dan penyatuan tutup sampanye yang membuat Yuda seperti kecanduan akan kehebatan tubuh indah Lalita. Lalu rahasia siapa Lalita pun mulai terkuak. Tanpa sengaja Yuda melihat buku indigo Lalita yang tertulis bahwa dia adalah keturunan drakula, benarkah itu? Yuda terus bertanya dan tanpa Yuda harapkan datang undangan dari Jataka, abang atau kembaran Lalita yang menyebutkan kalau apa yang Yuda dengar dari Lalita adalah omong kosong. Dia meminta Yuda mengecek di internet tentang nama - nama yang berhubungan dengan Lalita, dan hasilnya semua nama itu telah meninggal dunia. Yuda semakin bingung tapi dia juga tak bisa terlepas dari jerat Lalita. Sementara itu sahabat Yuda, Parang Jati yang masih marah dengan Yuda akibat pengkhianatan Yuda (novel sebelumnya) mengetahui perselingkuhan Yuda dengan Lalita. Parang Jati marah, bukan hanya marah karena Yuda sudah memiliki kekasih bernama Marja tapi juga karena dia mencintai Marja tapi tetap tak bisa menjadi jahat lalu mengambil Marja dari Yuda yang ketahuan selingkuh. Lalita dan rahasianya serta jilid tua dari kakek Lalita membawa Yuda, Parang Jati dan Marja menelusuri seluk beluk Candi Borobudur dan banyak lagi rahasia tentang Lalita yang terungkap. Didalam novel ini juga diceritakan bagaimana kakek Lalita yang orang Eropa bisa sampai di Indonesia dan membuat jilid tetang bagan - bagan Mandala. Dan kakek Lalita yang ingin terkenal. Novel yang sampul mukanya digambar sendiri oleh si penulis untuk menghormati pelukis botani ini terbagi dalam tiga bab, yaitu Indigo, Hitam dan Merah, kesemuanya adalah warna. Indigo juga merupakan sebutan bagi Lalita dari Sandi Yuda, perempuan dengan warna favorit biru mendekati ungu. Ketertarikan Ayu Utami pada tokoh Cephas itu membuatnya menokohkan Oscar, seorang direktur Galeri Foto sekaligus Sekolah Foto Jurnalistik Antara, tokoh yang bisa saja terbaca sebagai fakta atau hanya sekadar cerita, tetapi lengkap dengan kecocokan karakter. Kehadiran tokoh Oscar ini memperkuat pendapat tokoh Lalita tentang dunia fotografi digital dengan pendapat yang disampaikan pada Sandi Yuda demikian Yuda, kamu mengajar di Sekolah Foto Jurnalistik sekarang. Kamu tidak boleh seperti fotografer digital dangkal zaman sekarang. Mereka tak tahu apapun tentang dasar-dasar fotografi. Kamu harus tahu prinsip-prinsip cuci-cetak kamar gelap. Aku akan mengajari kamu. Aku punya kamar gelap di rumahku Cerita pada bab ini ditutup dengan kisah sengsara Lalita yang dianiaya. Lalita yang telanjang, tubuhnya ditutupi oleh kain, wajah yang biasanya ber-make up layaknya topeng, kini tampil polos. Pun bulu mata palsu congkak warna ungu yang telah ditanggalkan, tangannya terluka karena jeratan tali. Di bab selanjutnya yang ia selingi dengan lambang aurobros, ular yang menelan ekornya sendiri, sebuah simbol dari zaman pagan Mesir Kuno. Ayu menceritakan kehidupan pemuda kecil bernama Anshel Eibenschutz dengan cerita yang dituturkan Babushka Katarina kira-kira tahun 1889 di Paris tentang kehidupan para drakula. Hilangnya Buku Indigo pada saat yang bersamaan dengan disiksanya Lalita membuat buku setebal 256 halaman ini semakin hidup dengan petualangan, petualangan dua sahabat Sandi Yuda dan Parang Jati menyelamatkan kekasih Sandi Yuda, Marja yang juga dicintai Parang Jati. Dibagi menjadi tiga bagian. Indigo, Hitam, dan Merah. Kenapa ketiga warna ini? Sepanjang cerita yang juga memberi informasi mengenai fotografi ada banyak penjelasan mengenai warna, cahaya Di akhir cerita juga ada pemaparan mengenai spektrum warna dan sebaiknya, masing-masing pembaca menafsirkan sendiri mengenai bagian-bagian ini. Bagian Hitam, selalu mengingatkan saya pada Remy Silado. Ada banyak tokoh dalam novelnya yang bersinggungan dengan tokoh dunia, pun di novel ini. Bagaimana si kakek juga bersinggungan dengan tokoh-tokoh dunia. Ya seru aja sih meskipun tetap gaya bahasa Ayu Utami, tapi seolah-olah saya juga membaca salah satu novel Remy Silado. Rasa itu jadi lebih kental karena settingnya di Eropa. Tapi sudahlah, itu bukan hal penting. Bagian ini juga yang paling menarik bagi saya. Bagaimana si kakek yang terpengaruh sekali dengan mimpinya saat usia muda. Hmm saya punya mimpi semacam itu dan berulang-ulang. Saya yang setiap hari bermimpi. Saya jadi tertarik untuk mempelajari lagi soal mimpi ini. Baiklah, boleh dikatakan, bagian Hitam adalah favorit saya sejauh ini. Didalam penulisan novel juga memberikan manfaat kepada para pembaca mengenai sejarah penting yang ada didalam Candi Borobudur. Apa saja arti dari tiap lekukan candi tersebut, dan novel Lalita ini mengajarkan kita untuk bahwa kita tidak boleh begitu gampang percaya terhadap orang lain, dan kita juga tidak boleh menyianyiakan orang yang kita sayangi
Resensi Buku Serial Bilangan Fu
Judul Buku : Lalita Pengarang : Ayu Utami Penerbit : KPG Halaman : 251 Cetakan, terbit : ke-1, September 2012 Jenis Covere : Soft cover
Sebagaimana namanya bilangan, bilangan Fu seharusnya mewujud layaknya bilangan. Aku coba googling, tapi nihil, karena keyword bilangan Fu ternyata selalu, pasti, semua memunculkan Ayu Utami. K here it is
Walaupun novel ini adalah seri ke-3 dari Serial Bilangan Fu, bagi pembaca yang belum membaca buku ke-1, serialnya, tidak akan bingung, karena 3 tokoh utama dalam novel ini mengalami kisah yang berbeda dari seri sebelumnya.
Tetap dengan postmodernisme, militerisme dan nuansa polyteisme berpadu dalam jalinan roman berbalut misteri ini berkisah. Ayu juga berhasil merasionalkan bilangan Fu sebagai perangkum, ide logika dari cerita ini, dalam bentuk sesederhananya dari pemahaman atas pengetahuan yang sarat falsafah kehidupan dalam paparan yang luas dan dalam. Walaupun tetap saja tidak semua pembaca akan mudah memahaminya.
Kejeniusan membangun misteri sangat terasa sepanjang cerita merupakan satu dari banyak hal yang menarik dari novel ini. Perasionalan atas pengetahuan dan pemahaman yang penuh dengan makna menguatkan cerita dan misteri itu sendiri. Cerita ditutup mungkin agak klise seperti sebagaimana cerita misteri umumnya. Tapi paparan akhir merangkum kisah untuk makna dan pemahaman yang dalam merupakan satu bentuk kejeniusan mengolah cerita dalam paduan yang tidak monoton.
Dipisah dalam 3 bagian; Indigo, Hitam, dan Merah, Lalita sangat padat dan berisi untuk sebuah novel yang berisi 251 halaman. Dialog yang ada tidak sebanyak pada novel-novel pada umumnya. Bahasa yang lebih sederhana dibanding novel-novel Ayu sebelumnya (terutama Saman) adalah pilihan yang bijak, mengingat materi yang disuguhkan tidak bisa dibilang ringan atau mudah. Dan cara bercerita yang digunakan adalah menggunakan sudut pandang orang pertama dengan segala interpretasinya. Seperti banyak orang bilang bahwa karya-karya Ayu (novel) sulit dicerna. Lalita juga begitu, terutama bagi pemula.
Tiga tokoh utama dalam Lalita bukanlah sosok heroik atau manusia sempurna, seumum novel- novel roman. Dengan segala kelebihan dan kekurangan, gambaran tokoh-tokoh ini lebih manusiawi yang proporsional. Marja mendapatkan momen-momen untuk memenangkan sisi jahat dirinya untuk membalas perselingkuhan Yuda. Parang Jati yang berkali-kali tergoda untuk merebut Marja sang kekasih sahabatnya, tidak harus jadi tokoh yang kalah. Dan Lalita sebagai tokoh sentral, baik dari segi ide cerita juga misterinya, namun tetap proporsional dikisahkan. Dari Yuda penulis menempatkan sudut pandangnya bercerita tanpa harus menjadi heroik atau super-super lainnya dan tanpa kesan menggurui.
Pembaca juga dibawa ke banyak Negara-negara di Eropa bahkan sampai Transylvania, tempat Vlad Drakula berasal. Dan pegunungan Himalaya dengan dataran Tibet-nya bukan sekedar pelengkap cerita belaka. Begitu juga gambar-gambar, denah, mandala di beberapa halaman, menguatkan kesan misteri tersendiri.
Lagi, kebanyakan orang menganggap tulisan Ayu terlalu vulgar. Mungkin yang mereka maksud adalah pada bagian dimana menceritakan tentang hubungan intim manusia. Bukankah justru sebaliknya, kejujuran kepenulisannya dalam bercerita, termasuk urusan hubungan tersebut dengan apa adanya, sehingga membuatnya bukan sekedar pemikat atau bumbu cerita. Dimana ada makna dan falsafah terkandung sekaligus penguat argumen dari rangkaian cerita, misteri.
Dalam Lalita, novel ke-3 ini, Ayu berhasil mengangkat dan membesarkan Borobudur dengan segala latar kisah dan sejarahnya pada pemahaman dan penghargaan yang lebih dari sekedar sekumpulan arca (batu) yang ditata apik sempurna, yang termasuk dalam keajaiban dunia hasil karya nenek moyang kita, Indonesia.
Kejeniusan lainnya dari sebuah novel roman misteri, Lalita, ini adalah bagaimana Ayu memadukan legenda, pengenalan warisan budaya Nusantara, logika atau jalan berpikir, kimia- fisik sekaligus hubungan unik antar manusia dalam alur cerita yang jelas pemisahannya, menjadi suatu misteri yang jauh dari klise atau garing.
Lalita bagiku jenius yang unik, merupakan rangkaian dari ide besar yang kompleks dan tidak berlebihan rasanya jika Lalita adalah Kejeniusan sebuah roman misteri dari seorang Ayu.
Untuk sebua novel Lalita, perlu sedikit konsentrasi dan pikir dalam membaca dan memahaminya, maka rasa, paham dan penghargaan kita akan terlatih dalam pemaknaan hidup dalam kehidupan yang dimana kesempurnaan berproses untuk menyata langkah menjadi bijak.
Just open up your mind and your heart, then read it
Setiap kita memiliki bayang-bayang. Bukan musuh. Melainkan pasangan yang berkebalikan.