Anda di halaman 1dari 10

Biosekuriti

Upaya pencegahan timbulnya kontaminasi silang akibat adanya agen penyakit, baik dari
dalam kandang ke luar kandang maupun dari luar kandang ke dalam kandang dilakukan dengan
program biosekuriti. Biosekuriti merupakan suatu sistem dan penerapan manajemen untuk
mengurangi atau mencegah potensi transmisi perkembangan organisme yang menimbulkan
penyakit infeksius. Penerapan biosekuriti yang ketat dalam suatu farm dapat meminimalisir
kerugian dan resiko yang ditimbulkan dari adanya agen penyakit yang bersifat zoonosis maupun
non zoonosis.
Program biosekuriti dan sanitasi yang diterapkan dilingkungan PT. Super Unggas Jaya
Farm Unit Sukorejo meliputi pengendalian lalu lintas dan sanitasi lingkungan. Biosekuriti
pengendalian lalu lintas dibagi menjadi sanitasi karyawan, kendaraan, peralatan dan barang.
Sanitasi karyawan terbagi menjadi 3 ring yaitu ring 1 untuk area farm, ring 2 untuk area kandang
dan ring 3 untuk masuk kedalam kandang. Ring 1 pada ruang sanitasi karyawan terdapat
peralatan sprayer yang dibuat khusus secara otomatis berisi desinfektan golongan ammonium
dan terdapat tempat untuk mandi yang berisi alat mandi, sabun dan shampo gambar 1. Setiap
karyawan wajib melepas baju dan alas kaki yang dipakai dari luar, melakukan celup kaki, mandi
dan ganti dengan menggunakan baju dan alas kaki transit yang telah didesinfeksi. Untuk ring 2
menuju ke kandang, yaitu dengan melepas pakian transit, celup kaki, melewati spray desinfektan,
mandi, ganti baju mengunakan pakaian kandang bewarna biru sepatu boots. Untuk ring 3
karyawan masuk ruang sanitasi sederhana yang didalamnya hanya melakukan spray desinfektan
dan celup kaki. Ruang sanitasi sederhana pada ring 3 terdapat dua di area kandang, yaitu sebagai
pintu masuk untuk kandang 1 sampai 8 dan kandang 9 sampai 16. Untuk memasuki masing
masing kandang diwajibkan untuk mengganti dengan boots khusus masing-masing kandang dan
mencelupkan boots ke desinfektan golongan glutaraldehide atau phenol serta celup kaki ke
kapur dan semprot tangan dengan golongan ammonium. Bila akan memasuki beberapa kandang,
maka terlebih dahulu harus masuk pada kandang dengan umur ayam paling muda kemudian
dilanjutkan ke umur ayam yang lebih tua. Hal ini dilakukan untuk menekan terinfeksinya ayam
muda yang lebih rentan terserang agen penyakit.
Gambar 1. Sanitasi karyawan

Sanitasi kendaraan dilakukan dua kali yaitu di Ring 1 area farm dan Ring 2 area menuju
ke kandang. Setiap kendaraan wajib dilakukan spray desinfeksi dan celup roda menggunakan
desifektan golongan ammonium seperti gambar 2. Sanitasi peralatan dibagi menjadi 2 yaitu
peralatan yang bisa dicuci dengan air seperti egg tray, basket dan peralatan lainnya meggunakan
desifektan golongan glutaraldehide atau phenol dan peralatan yang tidak dapat dicuci dengan air
seperti kandang didesifektan menggunakan formaldehyde 10%. Sanitasi barang bawaan
dilakukan dengan cara memasukkan barang bawaan pada kotak sanitasi UV, baik itu di Ring 1
maupun Ring 2. Barang bawaan dibiarkan di dalam box ultraviolet selama kurang lebih 5 menit.
Hal ini bertujuan untuk membunuh bakteri yang terbawa pada barang bawaan sehingga
kemungkinan kontaminasi dapat diminimalisir gambar 3.
Gambar 2a. sanitasi kendaraan; b. ultraviolet box
Sanitasi lingkungan penyemprotan lingkungan rutin dengan desinfektan formaldehyde
10% setiap dua hari sekali. Frekuensi dari penyemprotan desinfeksi dapat ditingkatkan jika ada
kemungkinan terjangkit penyakit. Sanitasi yang kedua yaitu penyemprotan di sekitar area
kandang dengan desinfektan glutaraldehid setiap satu minggu sekali. Selain biosekuriti dan
sanitasi dilakukan dengan penyemprotan, menjaga kebersihan sangat wajid dilakukan dengan
cara membersihkan saluran air secara berkala sehingga tidak terjadi penyumbatan yang
menimbulkan adanya genangan air untuk sarang nyamuk dan setiap kandang disediakan masing-
masing tempat sampah dan tempat bangkai. Bangkai akan diangkut di tempat pembuangan
terakhir khusus yang letaknya jauh dari kandang sehingga dapat memutus rantai
penyakit.Sanitasi lingkungan juga dilakukan pemotongan rumput di area dekat kandang secara
berkala agar ketinggian rumput tidak terlalu rimbun sehingga tidak dipakai sebagai sarang tikus,
serangga dan kumbang predator lainnya. Kontrol lalu lintas tidak hanya berlaku untuk manusia
tetapi juga untuk hewan penggangu seperti burung-burung liar, tikus, kumbang predator, kucing,
serangga dan lainnya yang berpotensi membawa agen penyakit. pengendalian hewan penggangu
untuk tikus dengan cara pemberian racun tikus secara berkala serta penaburan belerang disekitar
kandang untuk menghalang tikus dan ular untuk masuk ke kandang. Sedangkan untuk
pengendalian serangga dan lalat menggunakan insektisida secara berkala.




3.1. Manajemen hatchery
Unit Hatchery Sukorejo PT Super Unggas Jaya terdiri dari 3 devisi, yaitu terminal HE
(Hatching eggs), transfer, dan pull chick.
3.1.1. Terminal HE
Kegiatan terminal ini meliputi beberapa proses diantaranya bongkar muat, fumigasi,
grading, masuk cooling room, dan prewarming.Terminal HE bertugas sebagai penerimaan HE
dari berbagai farm di Indonesia seperti farm Sukorejo, farm Ngembal, farm Samarinda, dan
berbagai wilayah lainya. penerimaan HE dari farm sebelum masuk di Hatchery, harus terlebih
dahulu diperiksa surat-surat kelengkapan jalan, berupa asal telur, jumlah box telur. Semua itu
harus sesuai antara muatan dan surat-surat yang dibawa. HE dikeluarkan dari mobil box dan
dikelompokan berdasarkan umur indukan dan asal kandangnya masing-masing, karena umur
indukan sangat menentukan kualitas chicks yang dihasilkan.
HE yang telah dikelompokan diproses dengan tahap fumigasi, yang dilakukan didalam
ruangan tertutup. Ruangan ini memiliki kapasitas 8-12 kereta troly. Fumigasi dilakukan dengan
menggunakan formalin yang dikatalis dengan PK yang akan menyebabkan timbulnya asap
formalin. Penggunaan formalin dengan katalis PK dinilai lebih efektif dari pada penggunaan
formalin yang disemprotkan, karena jika menggunakan formalin langsung maka ditakutkan
adanya titik titik air berformalin di permukaan telur dan akan berefek buruk bagi hatchibilitas
HE. Fumigasi dilakukan selama 20 menit. Dengan dosis pencampuran PK dan Formalin
disesuaikan dengan volume ruangan tersebut. Fumigasi ini dilakukan untuk mematikan bakteri-
bakteri yang ada di permukaan cangkang HE untuk mencegah adanya kontaminasi. Selanjutnya
blower dinyalakan selama 10 menit untuk menghilangkan adanya gas formalin diruangan,
ruangan suhunya disesuaikan agar tetap terjaga sekitar 24 derajat celcius kelembapan 80%.

Tahap selanjutnya adalah pemilihan kualitas telur/grading telur. Telur di grading berdasarkan
bentuk dan keadaan telur tersebut. Grading meliputi misshape, cracks, dirty, HE yang sudah di
grading kemudian dimasukan di kereta (1 kereta berisi 16 rak). Dalam penyusunannya yang
perlu diperhatikan adalah cara penempatan telur harus benar yaitu bagian ujung lancip berada
dibawah sedangkan ujung yang tumpul berada diatas, ini mengantisipasi agar telur dapat menetas
dengan sempurna karena jika salah posisi maka benang kalazam akan memutar bahkan embrio
salah posisi yang mengakibatkan telur gagal menetas. Untuk grading HE dari Kalimantan
diharapkan HE yang tak lolos gradding tidak lebih dari 5%, sedangkan dari farm terdekat tidak
lebih dari 1%. HE yang tidak lolos gradding biasanya pecah selama perjalanan.

Gambar 3.23 Gradding Hatching Egg
3.1.2. Fumigasi


Gambar 3.24 Fumigasi room
3.1.3. Prewarming dan penyimpanan
HE selanjutnya melewati proses yang bernama prewarming. Di tahap ini HE
dihangatkan untuk penyeragaman umur HE sehingga diharapkan HE dapat menetas secara
bersamaan. Prewarming dilakukan pada suhu 26-27 derajat celcius selama 6 jam untuk HE yang
berasal dari breeding farm dekat sedangkan untuk breeding farm yang jauh dilakukan selama 24
jam. Tahap berikutnya adalah setting, sebelum tahap ini dilakukan penimbangan seluruh HE
dalam rak, dan beberapa sampel bagian rak atas tengah dan bawah, penimbangan ini berfungsi
untuk mengetahui weight loss dari telur setelah inkubasi. Setelah ditimbang HE langsung masuk
menuju mesin tetas sesuai kandang masing-masing HE, jika tidak langsung diinkubasi telur
masuk ruangan penyimpanan untuk jangka waktu tertentu. Diruangan ini dilengkapi pendingin
ruangan yang disesuaikan suhunya sama disetiap sudut ruangan, suhu yang digunakan di dalam
penyimpanan ini sekitar 18 derajat celcius sampai 19 derajat celcius untuk penyimpanan selama
3 hari, untuk penyimpanan selama 7 hari digunakan suhu 15 derajat celcius. Ini sesuai dengan
ISA poultry (2009) bahwa penyimpanan telur dilakukan pada suhu 15 sampai 18 derajat celcius,
tergantung lama penyimpanan telur yang akan dilakukan. Untuk telur yang akan disimpan
dengan waktu kurang dari seminggu ditempatkan dengan posisi bagian ujung lancip telur berada
di bawah, sedangkan untuk penyimpanan jangka panjang telur ditempatkan dengan posisi bagian
ujung telur yang lebar berada dibawah.

Gambar 3.25 Storage room
3.1.4. Setter
Sedangkan HE ingin ditetaskan langsung menuju ruang tetas (setting) yang
berkapasitas 90.040 buah dengan jumlah mesin sebanyak 6 buah. Di dalam Ruangan mesin tetas
dan mesin tetas diatur suhunya. Suhu ruangan diatur sekitar 26 sampai 27 derajat celcius,
sedangakan suhu mesin inkubasi(setter) berkisar antara 99,3
o
F, suhu mesin ini jika berubah
dengan rentang 0,5 derajat Fahrenheit dari standar yang diberikan maka akan membunyikan
alarm. Didalam mesin inkubasi telur dilakukan turning otomatis secara berkala setiap 60 menit.
Manfaat dilakukan turning antara lain mencegah malposisi pada embrio saat masa akhir inkubasi
(Tona et al,.2003).
Di dalam mesin inkubasi diatur kecepatan angin kelembapan dan ventilasinya. HE
dimasukan mesin inkubasi selama 18 hari. HE yang masuk kedalam mesin tetas tiap rak diberi
identitas masing-masing, sehingga dapat diketahui mana HE terlebih dahulu yang harus masuk
ke dalam mesin Hatchery terlebih dahulu. Sebelum masuk ke mesin Hatchery terlebih dahulu
HE ditimbang dan dilakukan candling. Dalam proses penimbangan jumlah berat weight loss
berkisar antara 11-13%, selanjutnya dilakukan candling untuk mencari HE mana yang fertile dan
infertile.

Gambar 3.26 Candling HE
Candling dilakukan dengan menempatkan rak diatas meja kaca yang bawahnya
terdapat beberapa lampu kemudian diliat mana yang tembus cahaya mana yang tidak tembus
cahaya. Untuk HE yang gelap atau tidak tembus cahaya menunjukan terdapat embrio didalamnya
sedangakan yang terang atau tembus cahaya menunjukan tidak terdapat embrio didalamnya atau
dinamakan infertile. HE yang fertile langsung dimasukan kedalam rak yang agak besar untuk
persiapan dimasukan mesin tetas.

Gambar 3.27 Setter Room
3.1.5. Transfer HE
HE yang lolos candling dimasukan kedalam mesin tetas, proses ini yang dinamakan
proses Transfer. Didalam mesin tetas ini HE ditempatkan selama 3 hari dengan suhu 98,3
o
F
dengan kelembepan 82%, jika suhu berubah dengan selang 0,5 derajat celcius maka alarm akan
berbunyi. Didalam mesin penetasan diberi juga formalin sebanyak setengah liter dengan tujuan
mengurangi bakteri didalam mesin tetas dan menampilkan warna DOC yang lebih kuning. PT
Super Unggas Jaya memiliki 6 mesin Hatcher. Setiap mesin dapat menampung 3 basket, setiap
basket terdapat 16 susunan egg trace, setiap egg trace dapat diisi 165 HE.
3.1.6. Pull chick
DOC akan menetas setelah HE berumur 21 hari, setelah HE menetas langsung
dipindahkan kedalam ruangan khusus untuk gradding HE. Tingkat hatchibilitas biasanya
mencapai 99%, atau dalam satu rak berisi 500 butir HE terdapat sekitar 5 butir HE yang gagal
menetas atau terlambat menetas. HE ini selanjutnya dibawa untuk dilakukan egg breakout untuk
mengetahui penyebab kegagalan menetas sehingga dapat dilakukan evaluasi dan laporan.

Gambar 3.28 HE yang telah menetas
3.1.7. DOC Gradding
DOC yang telah menetas kemudian dikelompokan berdasarkan umur indukan,
gradding dikategorikan menjadi Bm, A, Super. Katergori ini berdasarkan umur induk, Bm untuk
induk dengan usia kurang dari 31 minggu, A untuk induk usia 31-35 minggu, sedangkan grade
super untuk HE dari indukan usia 36-60 minggu. Gradding dilakukan berdasarkan usia indukan
dikarenakan HE yang berasal dari indukan lebih muda cenderung memiliki HE yang relatif lebih
kecil, dan semakin tua memiliki telur dengan berat dan ukuran yang lebih besar dan akan
mempengaruhi bobot DOC yang dihasilkan ini sesuai dengan penelitian Abudabos (2010).
Gradding selanjutnya berdasarkan ciri fisik dari DOC, DOC digradding dengan melihat bagian
pusarnya apakah terdapat noda hitam atau bersih, jika bersih maka akan dimasukan kedalam
kategori gradding diatas namun jika terdapat noda hitam atau orange maka akan dimasukan
kedalam kategori B dan Polos. Noda ini berasal dari penyerapan yolk yang belum sempurna, dan
akibat dari infeksi bakteri. DOC dengan grade polos dan B dijual dengan harga yang sangat
murah.
DOC yang telah melewati tahapan gradding kemudian dimasukan kedalam box khusus
dengan isi 100 ekor DOC, ditambah garansi kematian sebesar 2% atau 2 ekor per box. Box
dimasukan keruang khusus untuk menunggu diangkut ke farm. Vaksin dilakukan sesuai pesanan
pihak farm, jika farm menggendaki DOC yang akan dikirimkan untuk divaksin dahulu maka
akan dilakukan vaksinasi di hathery.

3.1.8. Egg Break Out
Dalam menjaga hatchibilitas tetap tinggi dilakukan menegemen yang baik mulai telur
mulai ditetaskan sampai menetas. Kondisi lingkungan selama koleksi telur, desinfektan,
transport telur, penyimpanan, pre-warming, atau selama inkubasi sangatlah penting untuk
diperhatikan. Dengan menejemen yang baik tetap tidak semua telur akan menetas, untuk itu
dilakukan egg break out sebagai langkah infestigasi penyebab kegagalan menetas, agar
selanjutnya dapat dilakukan pencegahan. Egg break out dilakukan dengan cara mengambil
semua telur yang gagal menetas dalam seluruh trays yang ada, kemudian mencatatnya. Telur
yang gagal menetas dibawa kedalam ruangan khusus untuk dilakukan pemecahan. Kemudian di
kelompokan berdasarkan fase pertumbuhan yang diamati dari anatomi yang terbentuk. Hasilnya
kemudian dicatat dan didokumentasikan untuk dilaporkan.

Gambar 3.29 Egg Break Out
Telur yang gagal menetas di PT Super Unggas Jaya dikelompokan kedalam 6 tahapan
perkembangan sebagai berikut.
Fase Perkembangan Klasifikasi Observasi
0 Infertil Tidak ada tanda-tanda,
telur terlihat kuning jernih
0-7 Early Dead Embrio mulai terbentuk
organ dan pembuluh darah
8-14 Mid Dead Kematian diminggu
pertama inkubasi, organ
sudah lengkap namun
bulunya belum lengkap
15-19 Late Dead Bulu embrio telah
sepenuhnya lengkap,
namun yolk terdapat diluar
tubuh.
20 External Pip Terlihat paruh yang
terlihat memecah
cangkang bagian luar.
0-21 Contaminated Terlihat perubahan warna
terhadap isi telur, warna
menghitam
Tabel 3.2 Egg Break Out Analysis
Melalui egg break out dapat diketahui penyebab kematian embrio, setiap kematian
difase tertentu dapat merujuk kepada penyebabnya, sehingga dapat diambil pencegahannya.
Berikut ini interprestasi kematian disetiap fase pertumbuhan yang nampak. Pada telur infertil
dapat disebabkan karena jantan yang immature, jantan memiliki berat badan yang terlalu besar,
terdapat masalah pada kaki, atau mating ratio yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kematian
pada early dead embryo disebabkan lebih banyak permasalahan pada farm seperti frekuensi
pengambilan telur di nest yang tidak teratur, masalah transport, penyimpanan yang terlalu lama,
suhu yang fluktuatif, atau desinfeksi yang tidak tepat (Steve, 2009).
Kematian embrio usia 5-12 hari atau sering disebut black eye ditandai dengan mata
embrio bewarna hitam, sayap dan kaki kecil. Kematian pada fase ini disebabkan kontaminasi,
kontaminasi bakteri berasal dari cangkang telur yang pecah, sanitasi kandang yang kurang baik,
telur berasal dari egg floor, atau perubahan suhu dan kelembapan yang secara tiba-tiba.
Kematian embrio usia 13-17 hari atau sering disebut fase feathers. Pembentukan bulu terjadi
pada usia 11 hari inkubasi, namun tidak terbentuk secara rata hingga usia 13 hari inkubasi.
Kebanyakan embrio dapat bertahan di fase ini meskipun adanya deficiency nutrisi akan
meningkatkan mortality, faktor lainnya adalah adanya kontaminasi dan kondisi inkubasi yang
tidak sesuai (Steve, 2009).
Embrio pada usia 18-19 dinamakan fase turned, embrio mengisi ruangan telur dengan
kepala mulai berbalik ke arah air cell pada bagian ujung tumpul telur. Yolk sac masih tetap
berada diluar abdomen, kematian difase ini diakibatkan ketidaksesuaian temperatur dan
kelembapan pada setter atau hatcher, defisiensi nutrisi atau kontaminasi akan meningkatkan
kematian embrio pada fase ini, kematian juga diakibatkan frekuensi atau sudut dari turning.
Kematian akibat turning ini juga ditunjukan pada embrio yang mati dengan posisi telah
menembus air cell pada bagian ujung tumpul telur, selain dikarenakan turning yang kurang baik
juga lebih disebabkan karena kelembapan yang terlalu tinggi setelah transfer. Embrio tidak
dapat menetas namun posisinya telah membuat lubang pada kerabang, mungkin embrio mati atau
masih hidup, kegagalan menetas ini dikarenakan kelembapan yang rendah, atau waktu
penyimpanan telur yang terlalu lama (Steve, 2009)
Selain kegagalan penetasan diakibatkan menejemen yang kurang tepat juga dapat
terjadi karena defisiensi nutrisi tertentu, kematian embrio akibat defisiensi pakan dibagi menjadi
beberapa kategori seperti(Steve, 2009).
Early embryo death diasosiasikan karena kekurangan vitamin A(circulatory
development), vitamin E (circulatory failure), biotin, niacitin, copper, selenium atau
thiamin.
Mid-term embryo death diasosiasikan karena kekurangan vitamin B12, niacin,
pathothenic acid, dan riboflavin.
Late embryo death diasosiasikan karena kekurangan vitamin B12, vitamin D, vitamin E,
Vitamin K, riboflavin, folic acid, biotin, kalsium, mangan,tiamin, iodin.

KANDANG
Mess
Mess Masjid

Area Transport
parkir
pos
Gudang
pakan
Area Transport Area Transport
Area Transport
Kantor
Lapangan 1

Area Transport
1

Area Transport
2

Area Transport
3 3

Area Transport
1

Area Transport
2

Area Transport

Anda mungkin juga menyukai