Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KHUSUS

INDUSTRI JAMUR TIRAM

1.1. Jamur Tiram


Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) adalah jamur pangan dari kelompok
Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum
tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah

lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Jamur tiram

masih satu kerabat dengan jamur Pleurotus eryngii atau King Oyster Mushroom.

1.2. Persiapan Usaha Budidaya Jamur Tiram


Jika anda berniat untuk memulai usaha budidaya jamur tiram, anda harus
membuat perencanaan terlebih dahulu seberapa besar usaha yang akan

dibangunnya. Untuk skala mikro, kecil menengah mungkin saja tidak terlalu
detail, tetapi untuk memulai budidaya jamur tiram dalam skala industri, ada hal-hal
yang harus diperhatikan mengingat resiko yang dihadapi sangat besar. Pelaksanaan
budidaya jamur tiram secara terpadu memerlukan perencanaan yang matang,

karena beragam resiko yang dihadapi kedepannya. Resiko tersebut diantaranya

gagal produksi akibat kontaminasi, gagal panen dan kesulitan memasarkan .


Karena itu, perencanaan yang matang dengan memperhitungkan hal-hal detail

diperlukan untuk meminimalkan resiko tersebut. Berikut perencanaan yang harus


dilakukan ketika ingin membuat industri jamur tiram.
1.2.1. Teknologi
Teknologi yang menunjang proses produksi perlu dipersiapkan dari awal.
Hal ini berkaitan dengan alat pendukung, termasuk juga sumber daya manusia
yang akan menggunakannya. Penggunaan teknologi juga terkait dengan skala
usaha yang akan dijalankan. Teknologi tradisional mungkin dapat diterapkan pada
skala usaha kecil hingga menengah, mengingat produktifitas yang dituntut tidak
terlalu besar. Tapi jika masuk skala industri, yang menuntut produktifitas dalam

jumlah besar dengan resiko tinggi, penerapan teknologi modern dan alat-alat
canggih sanagat diperlukan demi mutu yang lebih baik.
1.2.2. Bahan baku
Pemilihan bahan baku perlu diperhatikan terutama bagi petani yang

membuat sendiri media tanam (baglog). Memperhitungkan bahan baku selain

berhubungan dengan kualitas jamur yang dihasilkan, terkait juga dengan

ketersediaannya sepanjang waktu. Jamur yang diusahakan menjadi tidak ekonomis


jika bahan baku tidak tersedia sepanjang tahun sehingga akan berpengaruh pada

kontinyuitas produksi. Jamur tiram adalah jamur yang membutuhkan media

tumbuh dari bahan kayu-kayuan, seperti serbuk kayu, dan serbuk kayu sengon.
1.2.3. Lokasi
Keberadaan lokasi mempengaruhi efisiensi, baik dari segi waktu, tenaga

dan biaya. Selain itu, keberadaan tempat budidaya berdampak secara sosial dan

ekonomi terhadap masyarakat sekitar. Pengusaha yang memiliki tempat budidaya


dengan status kepemilikan sendiri akan lebih menguntungkan jika dibanding
dengan menyewa lahan. Baik untuk dijadikan milik sendiri maupun untuk disewa,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih lokasinya. Pemilihan
lokasi yang tepat harus memperhitungkan hal-hal sebagai berikut:
1.2.4. Memenuhi persyaratan untuk pertumbuhan jamur
Jamur tiram tumbuh ideal di ketinggian 700-1000 meter dpl. Dataran tinggi
yang berhawa sejuk merupakan piihan yang cocok untuk hidup jamur. Selain itu,
diperhatikan juga morfologi tempatnya. Jangan sampai menyulitkan kegiatan
produksi itu sendiri. Misalnya, tempat budidaya yang terletak di lereng gunung
akan sulit dicapai oleh kendaraan pengangkut maupun akses pekerja industri.
1.2.5. Dekat dengan lokasi bahan baku
Kedekatan lokasi budidya dengan sumber baha baku penting agar tidak
menggangu proses produksi, terutama bagi petani yang membuat media tanamnya
sendiri. Semakin dekat jaraknya akan semakin efisien. Jangan sampai saat
dibutuhkan bahan baku terlambat datang karena jauh dari sumbernya. Jamur
memiliki sifat perishable atau cepat busuk layaknya sayuran pada umumnya
membuat lokasi pasar harus cepat dijangkau dalam waktu yang tidak melebihi
batas kesegaran. Hal ini penting agar jamur sampai dipasar dalam kondisi baik.
1.2.6. Infrastruktur Memadai
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai infra struktur adalah
transportasi, komunikasi, listrik, dan beberapa komponen pendukungnya.
Transportasi terkait dengan akses jalan yang menghubungkan lokasi tempat
budidaya dengan pasar atau dengan lokasi lain yang berhubungan dengan
budidaya. Pengusaha harus mengetahui status dari jalan yang melintasi tempat
budidaya. Apakah jalan itu milik pemerintah atau jalan desa. Status jalan milik
desa yang pemeliharaannya tidak ditanggung pemerintah membuat pengusaha juga
harus ikut menanggung biaya pemeliharaan karena seringnya kendaraan
pengangkut yang lewat dari dan ke kumbung jamur. Hal ini membuat biaya
produksi yang ditanggung pengusaha akan makin besar.
1.2.7. Jauh dari polusi
Pilih lokasi yang jauh dari polusi agar tidak menambah resiko kontaminasi
pada jamur yang dibudidayakan. Selain itu, pemilihan tempat yang jauh dari
polusi memberikan kenyamanan kerja bagi karyawan dan masyarakat sekitar. Hal
yang juga tidak kalah penting untuk diperhatikan dalam pemilihan lokasi adalah
aspek sosial budaya masyarakat sekitar. Tempat budidaya sudah pasti akan sibuk
dengan segala aktifitas produksi baik didalam tempat produksi maupun kendaraan
pengangkut yang keluar masuk tempat budidaya.

1.3. Upaya Peningkatan Kapasitas Produksi dan Kualitas Budidaya Jamur


Tiram Putih di Kabupaten Belu NTT
Kegiatan pengabdian masyarakat IbM yang dilakukan salah satunya
tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan memperbaiki
peralatan ataupun sarana yang digunakan sebelumnya untuk budidaya jamur tiram
putih. Perbaikan teknik budidaya jamur tiram putih yang meliputi proses
sterilisasi, proses inokulasi dan inkubasi pada kegiatan IbM ini secara signifikan
meningkatkan kapasitas produksi jamur tiram putih yang dikelola.
1.3.1. Alat Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan
mikroba, baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat menganggu
pertumbuhan jamur yang ditanam. Tujuannya mendapatkan serbuk kayu yang
steril bebas dari mikroba dan jamur lain yang tidak dikendaki. Sterilisasi pada suhu
121C dengan cara direbus membutuhkan waktu selama 4 jam (Susilawati dan
Budiraharjo, 2010). Proses sterilisasi yang dilakukan di UD Jamur Tiram Atambua
menggunakan drum dengan model pengukusan langsung dengan kapasitas 200
baglog untuk sekali proses sterilisasi, dengan lama waktu 10 jam.

Gambar 3.1. Sterilisasi Sederhana Secara Langsung Kapasitas 200 Media


(Sumber : Satmalawati, E. M, 2016)

Proses sterilisasi selain digunakan untuk menghilangkan mikroba patogen,


juga berfungsi untuk mempercepat pelapukan serbuk kayu jati yang memiliki
karakteristik cenderung lama terurainya (lama proses sterilisasi ini merupakan
hasil trial and error Pak Santosa sehingga diperoleh media berbahan dasar serbuk

kayu jati yang baik bagi pertumbuhan jamur tiram) . Sehingga untuk mensterilkan
jumlah baglog yang akan ditanam bibitsejumlah 4.000 memerlukan periode waktu

yang sangat lama yaitu 20 hari, karena dalam sehari hanya dapat dilakukan
sterilisasi sekali proses saja (kapasitas 200 baglog) dimulai dari jam 8 pagi sampai
dengan jam 18.00 (selama 10 jam) dan dilanjutkan dengan pendinginan dengan

cara membuka penutup drum dan dibiarkan 3-4 jam , proses sterilisasi sampai

pendinginan berakhir pada jam 21.00, oleh karena itu untuk proses selanjutnya

dilakukan pada keesokan harinya. Kegiatan pengabdian masyarakat berupa


penerapan Ipteks ini menyempurnakan desain alat sterilisasi yang berkapasitas

lebih besar sehingga dapat lebih menghemat waktu . Kapasitas baru alat sterilisasi
adalah 600 baglog (tiga kali lebih besar dari kapasitas alat sterilisasi yang lama)
dapat memperpendek waktu penyelesaian proses sterilisasi yang semula untuk

4.000 baglog per proses produksi diperlukan waktu 20 hari , maka dengan
kapasitas alat yang baru dan model sterilisasi uap ini proses sterilisasi 4.000

baglog dapat diselesaikan dalam waktu maksimal 7 hari.


Waktu sterilisisasi juga diperbaiki sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Desna, dkk (2010), tentang kajian proses sterilisasi edia jamur
tiram putih terhadap mutu bibit yang dihasilkan, ternyata waktu sterilisasi selama 8
jam jauh lebih efektif dibandingkan dengan lama sterilisasi selama 10 jam.
Sterilisasi media selama 8 jam menghasilkan massa jamur tiram lebih berat
dibandingan dengan lama waktu sterilisasi 10 jam. Sehingga pada tahapan
sterilisasi ini telah ada transfer Ipteks dari hasil penelitian yang menunjang
peningkatan kualitas proses yang dilakukan. Kapasitas produksi jamur tiram dapat
ditingkatkan dengan peralatan sterilisasi yang baru, dari 4.000 baglog per siklus
produksi menjadi 6.000 baglog per produksi.

Gambar 3.2. Penyempurnaan Alat Sterilisasi: Sterilisasi


Uap Berkapasitas 600 Media
(Sumber : Satmalawati, E. M, 2016)

1.3.2. Alat (Ruang Inokulasi)


Inokulasi adalah proses pemindahan sejumlah kecil miselia jamur dari
biakan induk kedalam media tanaman yang telah disediakan. Tujuannya adalah
menumbuhkan miselia jamur pada media tanam hingga menghasilkan jamur yang
siap panen. Prosedur pelaksanaan inokulasi bibit yang dilakukan di UD Jamur
Tiram Atambua adalah sebagai berikut: tenaga kerja yang akan menginokulasi
bibit harus bersih, mencuci tangan dengan alkohol, dan menggunakan pakaian
bersih. Selanjutnya spatula disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% dan
dibakar dan diteruskan dengan membuka sumbatan kapas baglog, diambil bibit
jamur tiram (miselia) lebih kurang satu sendok teh dan diletakkan ke dalam
baglog. Selanjutnya media yang telah diisi bibit ditutup dengan kapas . Media
baglog yang telah diinokulasi dikondisikan 22-28C untuk mempercepat
pertumbuhan miselium dalam ruangan inokulasi.
Gambar 3.3. Ruang Inokulasi Yang Kurang Higienis Berkapasitas 200 Media
(Sumber : Satmalawati, E. M, 2016)

Kondisi ruang inokulasi yang baru setelah kegiatan pengabdian


masyarakat IbM dengan luasan ruang yang memadai untuk 600 baglog dan bersih

akan mendukung budidaya jamur tiram dengan lebih higienis . Ruangan inokulasi

yang baru juga sangat mudah dibersihkan karena berlantaikan porselin . Dengan
kapasitas yang baru yaitu untuk 600 baglog per proses inokulasi dapat

meningkatkan kapasitas produksi jamur tiram. Proses inokulasi yang semula


berkapasitas 200 media sekarang dengan ruang inokulasi yang baru yaitu 2,5 m x 3
m x 2,5 m yang mampu menampung 600 media secara signifikan mempersingkat

waktu proses. Dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan UD Jamur Tiram

Atambua sebagai mitra-1 dapat meningkatkan kapasitas produksinya ke depan .


Proses yang semula memerlukan waktu 90 hari (3 bulan) dari sterilisasi , inokulasi,
inkubasi hingga pertumbuhan, pemeliharaan dan panen, maka dengan perbaikan
proses waktu yang diperlukan untuk sekali siklus produksi (4.000 baglog) dari
sterilisasi hingga pemanenan diperlukan waktu 75 hari , sehingga menghemat
waktu 15 hari. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi UD Jamur Tiram
Atambua untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi dengan melihat makin

luasnya permintaan pasar akan jamur tiram putih.


1.3.3. Ruang inkubasi
Inkubasi adalah menyimpan atau menempatkan media tanam yang telah

diinokulasi pada kondisi ruang tertentu agar miselia jamur tumbuh. Tujuanya

adalah untuk mendapatkan pertumbuhan miselia. Hal-hal yang perlu diperhatikan


pada tahap inkubasi ini adalah: suhu ruang pertumbuhan miselia jamur antara 28

35C untuk mempercepat pertumbuhan miselium, media baglog yang telah


dinokulasi dipindahkan dalam ruang inkubasi. Proses inkubasi dilakukan hingga
seluruh permukaan media tumbuh dalam baglog berwarna putih merata setelah 20-

30 hari, perlu pengendalian suhu ruang mencapai 2533oC (Susilawati dan Budi

Raharjo, 2010). Keadaan ruang inkubasi yang kurang ideal menyebabkan suhu
ruang sesuai dengan persyaratan pertumbuhan jamur tiram kurang konsisten

terpenuhi. Hal ini dapat mempengaruhi hasil jamur tiram yang dibudidayakan .

Inkubasi merupakan tahapan sebelum jamur tiram dipindahkan di ruang budidaya.


Sedangkan pada ruang inkubasi yang baru dengan ukuran ruangan lebih besar
yaitu 8 m x 2,5 m x 2,5 m juga terdapat perbaikan bahan seperti rak yang terbuat
dari rangka besi dan dibuatkan kubung (penutup ruang inkubasi) dengan bahan
lebih tebal sehingga dapat memenuhi suhu ideal ruang inkubasi yang memerlukan
suhu lebih tinggi dari suhu ruang untuk dapat memacu pertumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, I. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Islami, A. Pengaruh Komposisi Ampas Tebu dan Kayu Sengon sebagai Media
Pertumbuhan terhadap Nutrisi Jamur Tiram. Jurnal Sains dan Seni Pomits,
Vol. 2, No,1 (1-4).
Salmalawati, E. M. 2016. Upaya Peningkatan Kapasitas Produksi dan Kualitas
Budidaya Serta Olahan Jamur Tiram Putih Di Kabupaten Belu NTT.
Denpasar: Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (Lppm)
Unmas Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai