Anda di halaman 1dari 14

BAB VIII

GERAKAN TANAH
8.1. Definisi Gerakan Tanah
Gerakan tanah (mass wasting) atau dikenal dengan tanah longsor didefinisikan sebagai
hasil proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan terjadinya perpindahan
material pembentuk lereng yang berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau campuran
material tersebut bergerak ke daerah yang lebih rendah atau keluar lereng oleh gaya
gravitasi. Gerakan tanah dapat terjadi pada lereng-lereng yang hambat geser
tanah/batuannya lebih kecil daripada berat massa tanah atau batuan itu sendiri. Misalnya
pada daerah tebing, sungai, danau, reservoar, dan dasar laut yang berbentuk lereng
pegunungan.
Menurut Sadisun (2004), gerakan tanah adalah pergerakan massa tanah atau batuan secara
gravitasional yang dapat terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba, dengan dimensi
yang sangat bervariasi berkisar dari beberapa meter hingga ribuan kilometer. Gerakan
tanah dapat terjadi secara alami ataupun dipicu oleh adanya ulah manusia. Terjadiannya
tanah longsor sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti penggundulan
hutan di sekitar lereng, penataan air yang tidak memadai dan pembukaan lahan dari lahan
kering ke lahan basah terutama pada daerah lereng yang terjal.
Pada gambar 8.1 terlihat bahwa gravitasi selalu mengakibatkan gaya tarik material
penyusun lereng menuju ke bawah (hukum Gravitasi). Friksi memberikan gaya perlawanan
terhadap kecenderungan pergerakan akibat gravitasi, friksi 0 berarti material mudah
sekali tergelincir. Semakin besar sudut lereng, semakin besar pula kecenderungan material
untuk bergerak ke bawah.
Gambar 8.1 Benda di atas bidang miring dipengaruhi gravitasi (g), yang dapat diurai sebagai gaya
tegak lurus bidang (g
p
) dan gaya pada bidang (g
t
)
Gerakan Tanah
65
Gerakan tanah dapat diperkirakan akan kejadiannya dengan mengetahui tanda-tandanya.
Tanda-tanda (gejala) umum terjadi tanah longsor adalah sebagai berikut :
Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
Bisanya terjadi setelah hujan.
Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
8.2. Penyebab Terjadinya Gerakan Tanah
Meskipun penyebab utama kejadian gerakan tanah ini adalah gravitasi (gaya tarik bumi)
yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang
turut berpengaruh, yakni: erosi, lemahnya batuan dan tanah, gempabumi dan gunungapi,
getaran dan beban tambahan, tataguna lahan, penggundulan hutan, bekas longsor lama, dan
daerah pembuangan sampah.
8.2.1. Erosi oleh sungai dan gelombang air laut
Erosi adalah peristiwa pengikisan tanah oleh angin, air atau es di pinggir sungai ke arah
tebing. Erosi dapat terjadi karena sebab alami atau disebabkan oleh aktivitas manusia.
Penyebab alami erosi antara lain adalah karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman
penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah
dangkal. Erosi yang disebabkan oleh aktivitas manusia umumnya disebabkan oleh adanya
penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan. Erosi yang
disebabkan sungai-sungai atau gelombang laut menciptakan lereng-lereng yang terlalu
curam.
Abrasi adalah proses pengikisan di pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang
bersifat merusak. Abrasi biasa disebut juga sebagai erosi pantai. Kerusakan garis pantai
akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.
Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai
penyebab utama abrasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah dengan
penanaman hutan mangrove (tumbuhan bakau).
8.2.2. Lereng batuan dan tanah yang lemah akibat resapan air hujan
Jenis tanah yang kurang padat dan lemah (Gambar 8.2A) adalah tanah lempung (tanah
liat) yang memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan.
Gerakan Tanah
66
Selain itu, tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek
apabila terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. Sedangkan batuan yang kurang
kuat (Gambar 8.2B) adalah batuan endapan gunungapi dan batuan sedimen ukuran pasir
dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung. Batuan tersebut akan mudah menjadi
tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap gerakan tanah bila
terdapat pada lereng yang terjal.
Air hampir selalu terdapat pada tanah/batuan dipermukaan bumi yang terdapat di dalam
pori-pori (lubang kecil) dan rekahan/retakan atau antar butiran. Pengaruh air dalam
gerakan tanah adalah sebagai penambahan beban (memperbesar gravitasi), memperkecil
gaya kohesi (daya rekat tanah) akibat tekanan air, dan melarutkan perekat antar butir.
8.2.3. Gempabumi
Gempabumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi. Gempabumi bisa
disebabkan oleh pergerakan lempeng bumi dan dapat menimbulkan tekanan besar yang
mengakibatkan gerakan tanah di lereng-lereng yang lemah. Gempabumi diukur dengan
menggunakan alat yang dinamakan seismograf dan dibagi ke dalam skala dari satu hingga
sembilan berdasarkan ukurannya skala Richter. Selain itu, gempabumi juga dapat diukur
dengan menggunakan ukuran Skala Mercalli.
Gambar 8.3. Longsoran blok batuan akibat
gempa bumi
A
B
Gambar 8.2. Tanah kurang padat dan lemah (A) dan batuan kurang kuat (B)
Gerakan Tanah
67
8.2.4. Gunungapi
Gunungapi terdapat dalam beberapa bentuk. Gunungapi yang aktif mungkin sekali
mengalami perubahan menjadi separuh aktif, atau bahkan menjadi padam, sebelum
akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Oleh karena itu, cukup sulit untuk menentukan
keadaan sebenarnya suatu gunungapi, apakah dalam keadaan padam atau telah mati.
Letusan gunungapi dapat menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan debu, dan
aliran debu-debu.
8.2.5. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan atau letusan
gunungapi, pengunaan bahan-bahan peledak, getaran mesin, getaran lalulintas kendaraan
dan bahkan petir. Semua itu dapat menyebabkan retaknya tanah, badan jalan, lantai, dan
dinding rumah.
Gambar 8.4. Longsor akibat gunung berapi
Gambar 8.5. Badan jalan retak dan jatuh akibat getaran
Gerakan Tanah
68
8.2.6. Adanya beban tambahan
Beban tambahan (Gambar 8.6A) yang terlalu berlebihan seperti bangunan pada lereng
dan kendaraan, akan memperbesar gaya pendorong terjadinya gerakan tanah, terutama di
sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya sering terjadi penurunan tanah dan
retakan yang mengarah ke lembah.
8.2.7. Jenis tata guna lahan
Gerakan tanah banyak terjadi di daerah tata guna lahan persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal, seperti terlihat pada Gambar 8.6B. Pada lahan
persawahan, akar tanaman kurang kuat untuk mengikat butir-butir tanah dan membuat
tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi gerakan tanah.
Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak
dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi pada daerah
longsoran lama.
8.2.8. Penggundulan hutan
Gerakan tanah umumnya banyak terjadi pada daerah yang relatif gundul karena
pengikatan airtanah sangat kurang (Gambar 8.7A).
8.2.9. Bekas tanah longsor lama
Tanah longsor lama (Gambar 8.7B) umumnya terjadi selama dan setelah terjadi
pengendapan material gunungapi pada lereng yang relatif terjal atau pada saat/sesudah
terjadi pergerakan sesar di permukaan bumi. Bekas tanah longsor lama memiliki cici-ciri
antara lain:
Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
Gambar 8.6. Beban tambahan (A) dan Tata guna lahan (B)
A B
Gerakan Tanah
69
Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur
dan subur.
Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada
longsoran lama.
Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil
Banyak dijumpai pohon yang relatif miring.
Longsoran lama ini cukup luas.
8.2.10. Daerah pembungan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang memiliki daya dukung rendah untuk pembuangan
sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan gerakan tanah, apalagi bila dipicu
dengan guyuran hujan yang lebat (Gambar 8.7C).
Faktor-faktor tersebut di atas pada umumnya tidak berjalan sendiri namun saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.
8.3. Proses Gerakan Tanah
Gerakan tanah bisa terjadi pada material tanah atau batuan atau campuran keduanya. Tanah
dan batuan terdiri dari komponen-komponen yang apabila terjadi gangguan, akan
mengalami ketidakseimbangan di dalamnya, sehingga mudah rusak atau terlepas dari
bagian massa dasarnya. Misalnya, salah satu contoh proses umum terjadinya gerakan tanah
yaitu air yang meresap ke dalam tanah akan menambah berat/bobot tanah itu sendiri. Jika
air tersebut terus meresap sampai ke bagian tanah yang tidak dapat ditembus air yang dapat
berperang sebagai bidang gelincir (bagian tanah atau batuan yang merupakan tempat
meluncur massa tanah dan batuan yang bergerak), maka tanah yang di atasnya menjadi
licin dan lapuk sehingga mudah sekali bergerak mengikuti kemiringan lereng yang ada.
Gambar 8.7. Penggundulan hutan (A), bekas longsor lama (B), dan tempat pembuangan sampah (C)
A B C
Gerakan Tanah
70
8.4. Klasifikasi Gerakan Tanah
Proses terjadinya gerakan tanah tergantung dari banyak faktor, sepeti jenis material, jenis
dan kecepatan gerakan, serta ada tidaknya air, sehingga pengelompokkan gerakan tanah
menjadi cukup rumit. Namun demikian, secara umum gerakan tanah dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok utama, yaitu falls (jatuhan pecahan tanah dan batuan), slides
(gelinciran tanah dan batuan), dan flows (gerakan tanah yang mengalir seperti cairan
kental).
8.4.1. Falls
Falls umumnya merupakan gerak pecahan batuan besar atau kecil yang terlepas dari massa
batuan dasar dan jatuh bebas. Gerakan tanah ini biasanya terjadi pada tebing-tebing yang
terjal dimana material lepas tidak dapat tetap di tempatnya, dapat langsung jatuh atau
membentur-bentur dinding tebing sebelum sampai di bagian bawah tebing. Contoh
kejadian yang paling umyum adalah pada tebing di pinggir jalan atau sungai yang baru
dikupas/digundul dengan batuan yang agak lapuk dan banyak rekahan.
8.4.2. Slides
Slides adalah material yang bergerak masih agak koheren dan bergerak di atas suatu
permukaan bidang gelincir. Bidang gelincirnya dapat berupa bidang rekahan, kekar atau
bidang perlapisan yang sejajar dengan lereng. Slide dibedakan menjadi dua, yaitu rockslide
(gelinciran blok batuan yang biasanya memiliki bidang gelincir planar) dan slump
(gelinciran yang umumnya terjadi di tanah dan memiliki bidang gelincir yang
melengkung).
Gambar 8.8. Jatuhan atau runtuhan batu
Gerakan Tanah
71
a) Rockslide
Rockslide atau gerakan blok batuan adalah gerakan massa batuan dengan bentuk
bidang gelincir planar atau gelinciran translasional.
b) Slump
Slump merupakan gerakan massa tanah dengan permukaan bidang gelincir yang
melengkung atau sirkular. Jenis ini disebut juga sebagai nendatan atau gelinciran
rotasional.
8.4.3. Flows
Flows adalah gerakan material menuruni lereng sebagai halnya cairan kental dengan cepat
dan umumnya dijumpai berupa campuran sedimen (hasil lapukan batuan dan tererosi atau
terkikis), air dan udara yang dianggap mengalir. Aliran yang biasa terjadi adalah aliran
lumpur (mud flow) atau aliran material rombakan massa tanah (debris flow) dengan
kandungan air yang banyak. Jenis gerakan tanah ini umumnya terjadi di daerah yang curah
hujannya tinggi. Kecepatan alirannya tergantung pada kecuraman lereng dan kandungan
air
Gambar 8.9. Gerakan blok batu
Gambar 8.10. Longsoran rotasi
Gerakan Tanah
72
a) Mud Flow
Mud flow adalah gerakan massa lumpur atau material berukuran lempung pada bidang
dasar licin yang rata atau bergelombang landai. Jenis ini baisa disebut juga sebagai salah
satu jenis gerakan tanah yang memiliki pergerakan translasional.
b) Debris Flow
Debris flow adalah gerakan material tanah dan batu-batuan akibat rombakan yang bergerak
karena dorongan air yang sangat kuat. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan
lereng, volume dan tekanan air, serta jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang
lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya, bahkan di beberapa tempat bisa
sampai ribuan meter, seperti di daerah aliran sungai dan sekitar gunungapi.
Gambar 8.11 Longsoran translasi
Gambar 8.12. Aliran bahan rombakan
Gerakan Tanah
73
8.4.4. Creep dan Solifluction
a) Creep
Creep (rayapan) merupakan jenis gerakan material dimana gerakannya sangat lambat
sehingga gerakannya seringkali tidak bisa dilihat dengan mata. Namin, akibatnya dari jenis
gerakan tanah ini bisa diamati, seperti dinding rumah retak-retak akibat pondasinya
bergeser perlahan-lahan, dan tiang-tiang serta pepohonan tumbuhnya melengkung.
Rayapan dapat terjadi juga karena tanah jenuh air, daya kohesinya berkurang dan tanah
mudah bergerak ke bagian bawah lereng.
b) Solifluction
Gerak tanah tipe ini termasuk lambat dan hanya terjadi pada elevasi tinggi, dimana suhu
dingin. Pada musim semi dan panas, hanya bagian atas es atau salju mencair, sedangkan
tanah dibawahnya masih beku. Air dari pencairan es ini tidak mengalir, membuat tanah
menjadi jenuh. Kejenuhan tanah akan air membuatnya mudah bergerak, seperti halnya
pada rayapan. Gambar 8.14. memperlihatkan beberapa Bentuk gerak tanah yang umum
terjadi di permukaan bumi.
Gambar 8.13. Rayapan tanah
Gambar 8.14. Gejala rayapan terlihat dari miringnya tiang, pohon yang tumbuh bengkok, pagar
yang bengkok ke arah bawah lereng dan hancuran batuan dari singkapan (Hamblin, 1989)
Gerakan Tanah
74
Tidak semua tanah longsor dapat dicegah tetapi tindakan pencegahan dan penanggulangan
dapat dilakukan guna mengurangi resiko yang ditimbulkan. Langkah untuk mencegah
terjadinya tanah longsor adalah dengan mengurangi gaya-gaya penyebab dan meningkat
gaya-gaya penahan (daya tahan).
Beberapa cara untuk pencegahan yang praktis, yaitu:
1. Mencegah perembesan air ke dalam tanah di daerah yang diketahui atau yang
dianggap rawan terhadap tanah longsor, antara lain memelihara hutan-hutan yang ada
atau menghijaukan kembali hutan-hutan yang gundul dengan jenis tanaman yang
sesuai, pembuatan drainage atau saluran pengering di daerah rawan tanah longsor (
terutama pada musim hujan).
2. Mengatur penggunaan daerahdaerah lereng gunung terutama daerah lereng gunung
dan tepi sungai. Lahan usaha di daerah lereng harus di sesuaikan dengan keadaan
permukan tanah tempat itu.
3. Pengaturan lokasi perkampungan atau pedesaan. Hal ini penting untuk mencegah
jatuhnya korban jiwa jika terjadi tanah longsor secara mendadak. Hindari lokasi
pemukiman di daerah rawan tanah longsor (jalur aliran tanah longsor, dataran
sepanjang aliran sungai dan cekungan-cekungan pada kaki gunung).
Pada daerah-daerah rawan tanah longsor yang kritis perlu dibangun pos-pos pengawasan
yang dapat memberikan isyarat tanda bahaya. Pos-pos pengawasan ini agar disiagakan
terus menerus pada waktu musim hujan untuk tidak terperangkap oleh kejadian yang
mendadak. Pada jalur jalan di kaki lereng/bukit yang rawan gerakan tanah terutama untuk
jenis jatuhan dan aliran batu perlu di pasang tanda bahaya (rambu) agar pemakai jasa
angkutan atau setiap pengendara dapat berhati-hati setiap kali melintasi jalur jalan ini.
Strategi penanggulangan resiko bencana tanah longsor meliputi peningkatan kerjasam
antara pemerintah dengan semua kalangan akademisi dan sektor swasta dan melakukan
pemetaan daerah rawan tanah longsor, mengembangkan penyelidikan, melakukan
pemeriksaan, pemantauan, manajemen dan penyebar luasan informasi, dan kesiap-siagaan
atau tanggap darurat menanggapi bencana tanah longsor.
Dalam penanggulangan bahaya tanah longsor, untuk mengurangi akibanya dilakukan
secara bertahap. Adapun tahapan mitigasi bencana tanah longsor sebagai berikut:
1. Pemetaan
Memberikan informasi dalam bentuk gambar (peta) dan film tentang daerah-daerah
mana yang rawan bencana tanah longsor kepada masyarakat atau pemerintah agar
menghidari daerah tersebut bila ingin melakukan pembangunan.
Gerakan Tanah
75
2. Penyelidikan
Mempelajari apa penyebab dan akibat dari bencana tanah longsor agar dapat digunakan
untuk merencanakan penanggulangan bencana dan pembangunan wilayah.
3. Pemeriksaan
Melakukan pemeriksaan atau pengecekan pada saat dan sesudah terjadi bencana tanah
longsor, sehingga dapat diketahui penyebab proses terjadinya, kondisi bencana dan
cara menanggulanginya.
4. Pemantauan
Pemantauan dilakukan pada daerah rawan tanah longsor dan daerah strategis secara
ekonomi, agar masyarakat tahu tingkat bahaya daerah tersebut untuk dijadikan
bercocok tanam dan perkampungan.
5. Sosialisasi
Memberikan pemahaman pada pemerintah dan masyarakat umum tentang bencana
tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannya. Sosialisasi dilakukan beberapa cara
antara lain mengirimkan gambar (poster) atau secara langsung kepada masyarakat dan
pemerintah.
Gambar 8.15. Alat pematau kegiatan tanah longsor. sistim kerja alat pemantau (kiri), pemasangan alat
pemantau tanah longsor (kanan)
Gerakan Tanah
76
Gambar 8.16. Hal-hal yang harus dilakukan masyarakat dan pemerintah
h g
j i
b c
d e,f
Benar
Salah
a
Gerakan Tanah
77
Selain itu, masyarakat dan pemerintah harus memperhatikan beberapa hal agar terhindar
dari bahaya bencana tanah longsor (Gambar 8.16) antara lain:
a. Membuat rumah atau bangunan di lereng bukit harus benar.
b. Tidak boleh membuat sawah dan kolam pada lereng bagian atas di dekat
perkampungan.
c. Segera menutup retakan tanah dan padatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah
melalui retakan itu.
d. Jangan menebang pohon di lereng.
e. Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun perkampungan
f. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal
g. Tidak boleh membuat perkampungan di tepi lereng terjal
h. Jangan mendirikan rumah atau bangunan lain di bawah lereng terjal
i. Jangan memotong tebing di pinggir jalan jadi tegak.
j. Jangan membuat rumah di tepi sungai yang rawan longsor.
8.5. Tugas
1. Cari di Internet lokasi gerakan tanah (longsor) pada setiap kabupaten/kota di Sulsel
2. Coba tunjukkan daerah di Sulsel yang sesuai dengan salah satu bagian Gambar 8.16.
3. Terangkan kejadian salah satu jenis gerakan tanah yang anda ketahui dan cara
menanggulanginya.

Anda mungkin juga menyukai