Anda di halaman 1dari 17

Tholabul Ilmi (Mencari Ilmu)

18 JUNI 2010
tags: adab mencari
ilmu, agama, ahlussunnah, akhlaq, hadits,manhaj, sunnah
(Transkrip Ceramah AQI 190207)
THOLABUL ILMI (MENCARI ILMU)
oleh: Ust. Achmad Rofii, Lc.



Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh ,
Tema kajian kita kali ini akan membahas
tentang TholabulIlmi (Mencari Ilmu atau menuntut Ilmu).
Tholabul Ilmi artinya mencari Ilmu karena mengharap ridho
dan cinta kepada Allooh . Perbuatan itu akan
menyampaikan seseorang kepada Surga Allooh .
Namun ada beberapa perkara yang harus kita pahami dengan
benar, agar jelas benar tentang hal itu.
1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu.
2. Apa urgensi menuntut Ilmu.
3. Apa keutamaan menuntut Ilmu.
4. Apa cabang dari Ilmu Syari.
Itulah beberapa perkara yang harus kita pahami.
1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu.
Al Ilmu menurut para Ulama berasal dari kata Alima
Yalamu Ilman. Maknanya adalah :Marifah wal
idrook, dalam bahasa Indonesia: Pengetahuan.
Di Indonesia disebut Ilmu Pengetahuan, lalu seolah-olah
diartikan Ilmu yang berseberangan dengan Ilmu Dien (Islam).
Lalu dilengkapi sebutannya menjadi : Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK). Padahal sesungguhnya kata Pengetahuan
itu sendiri adalah pengertian (definisi) secara etimologis
(kebahasaan) dari kata Ilmu.
Jadi Ilmu dalam bahasa Arab, bahasa Indonesianya adalah:
Pengetahuan.
Lalu akhirnya menjadi Ilmu Pengetahuan, yang maknanya bukan
Ilmu Dien. Maka kalau ada orang mengatakan Ilmu pengetahuan,
maknanya: bukan Ilmu Dien.
Ada juga yang mengartikan, terutama dari kalangan para Ulama
Ushul Fiqih, bahwa yang dimaksud dengan Ilmu adalah :

Artinya:
Pengetahuan tentang sesuatu diatas fakta dan data, secara
pasti.
Itulah yang disebut Ilmu.
Dengan demikan, kalau kita telusuri, maka yang disebut
dengan Jazim (pasti) adalah Ilmu Syari.
Sedangkan Ilmu dunia itu tidak pasti. Tentang Ilmu Fisika, Ilmu
matematika dll, tidak ada yang pasti. Mungkin pasti, menurut
manusia. Padahal kepastian jangan hanya dipandang dari sisi
manusia. Yang disebut pasti adalah jika menurut Allooh
pasti.
Yang disebut dengan pasti adalah Ilmu Dien (Islam). Karena yang
memastikannya adalah Pencipta (Allooh ), dan
dasarnya pasti. Misalnya: Al Quran sejak 1428 tahun lalu begitu-
begitu saja, tidak ada perubahan. Sampai pada hari Kiamat akan
begitu, tidak berubah. Demikian pula Al Hadits, tidak berubah.
Rosuulullooh sejak 1428 yang lalu telah
bersabda, telah menggariskan Sunnah kepada kita, dan sabda
beliau :

Artinya:
Kalau kalian meninggalkan sunnahku ini kalian pasti celaka.
Seperti yang kita alami pada zaman sekarang, adalah merupakan
kepastian yang berdasarkan pada wahyu. Rumusnya:
Maksiat pasti mengundang murka Allooh , atau
dengan kata lain: Maksiat pasti mendatangkan petaka.
Dalilnya adalah sabda Rosuulullooh dalam
Hadits, dan Hadits ini sudah disampaikan sejak 1428 tahun lalu.
Hadits:
:


Artinya:
Dari Imron Ibnu Husain . Rosuulullooh
bersabda : Pada umat ini akan
terjadi Khosfun (Tanah ambles, runtuh,
longsor), Maskhun (permukaan bumi hancur
berantakan), Qodzfun (Allooh lempari dari atas hujan deras
sekali, angin topan, dilempari dengan batu yang berasal dari
Sijjil), jika muncul/ nampak nyata budak-budak wanita dan
budak-budak laki-laki yang menyanyi.
Hadits Shohiih diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam
Turmudzi, Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad, dishohiihkan
oleh Nashiruddin Al Albaany.
Maksudnya, Rosuulullooh bersabda: Jika
sudah muncul para penyanyi dari kalangan laki-laki dan
perempuan, maka di bumi ini akan terjadi Khosfun (tanah
runtuh, longsor), Maskhun (permukaan bumi hancur
berantakan) dan Qodzfun (Hujan lebat, angin topan, puting
beliung, atau kerikil panas seperti zaman Abrahah yang
menyerang Mekkah).
Al qiyan, para ulama antara lain Ibnul Atsiir dalam Kitab An
Nihayah fi Ghoriibil Hadits, mengartikan: Laki-laki dan wanita
yang menyanyi.
Al maazif (jamak), tunggalnya adalah mazaf, artinya apa saja
yang dipukul, alat musik yang dipukul. Dalam Hadits Shohiihul
Bukhoory, bahwa umat ini akan menghalalkan musik. Jadi musik
itu hukum asalnya adalah haram.
Atau makna kedua, para ulama mengartikan bahwa Al Maazif
adalah setiap apa saja yang disebut permainan (sekarang: Game).
Suribat, artinya apa yang diminum. Yang diminum adalah Al
Khumur, jamak dari kata Khomrun (Khamer, minuman keras).
Hadits tersebut adalah wahyu, dan itu adalah kepastian dari
Allooh . Lebih pasti daripada matematika. Oleh
karena itu, kita sebagai muslim hendaknya melakukan
istrospeksi. Bahwa sebenarnya maksiat itu mendatangkan petaka.
Banyak orang mengaku dirinya muslim tetapi ia tidak sadar, lalai,
bahwa ia melaku-kan sesuatu yang mungkin itu suatu perbuatan
yang olehnya disebutkan: Tidak mengapa, halal-halal saja,
tetapi ternyata yang demikian telah mengundang murka Allooh
.
Maka bila sekarang kita sudah tahu, kewajiban kita adalah:
Hendaknya kita memberanikan diri untuk melaksanakan Amar
Maruf dan Nahi Munkar. Kalau ada orang yang melakukan
maksiat, jangan lalu anda mengatakan: Untuk mencegah ini
bukan kewajiban saya, melainkan kewajiban Ustad !.
Rosuulullooh mengajarkan, siapa saja dari
kita yang melihat, menyaksikan kemungkaran diperbuat oleh
seseorang, kita harus bangkit semangat untuk mencegah,
memberantas yang Munkar. Rosuulullooh
bersabda:



Artinya:
Barangsiapa dari kalian yang melihat kemungkaran, maka
ingkarilah kemungkaran itu dengan lisan kalau tidak bisa
dengan tenaga, dan ingkarilah dengan hati kalau tidak bisa
dengan tenaga maupun lisan, dan itu adalah selemah-lemah
iman.
Apakah kita akan lemah terus-menerus? Kapan kita kuat? Untuk
kuat perlu latihan. Perlu kerja keras, perlu tega, gigih dan
pengorbanan. Karena sebenarnya kalau melakukan perbuatan
yang merupakan tuntutan iman, Allooh akan
memberikan balasan dengan surga.
Kaum Bani Israil yang sudah musnah, mereka itu dikutuk oleh
Allooh karena meninggalkan Amar Maruf dan
Nahi Munkar. Begitu pula merupakan Sunatullooh di alam
semesta ini, jika manusia senang melakukan kemungkaran,
menyalahi apa yang menjadi pedoman Allooh dan
Rasul-Nya, yang diperintahkan ditinggalkan, yang dilarang
bahkan dilakukan, itu berarti manusia telah menentang Allooh
dan mengumbar hawa-nafsunya.
Seperti dikatakan diatas bahwa Ilmu adalah pasti. Disebut pasti
karena Ilmu adalah dari Allooh dan Rosuulullooh
, itulah Al Quran dan Sunnah Rosuulullooh
. Sedangkan akal manusia tidak pasti. Karena
intelektual seseorang itu berbeda dengan orang yang lainnya.
Bahkan dari zaman ke zaman berubah. Apalagi ilmu-ilmu yang
berkenaan dengan masalah statistik, sosiologi, kultur, yang
semakin hari semakin berkembang dan berubah, maka berubah
pula lah pola-pikir manusia, demikian pula peradaban manusia
berubah. Kalau begitu, manusia akan berubah dan disebut
dinamis karena ia selalu beradaptasi dengan apa yang ada di
lingkungannya.
Sementara Al Islam adalah statis. Kata Imam Malik:

Artinya:
Perkara yang tidak pernah merupakan bagian dari syariat
Allooh pada masa Rosuulullooh
hidup, tidak akan dan tidak boleh menjadi bagian dari
Dien, sampai kapanpun.
Berarti statis. Apa yang kita bahas sekarang harus mendasarkan
dari apa yang berasal dari Rosuulullooh .
Kalau tidak, maka itu bukan ilmu.
Kata Imam Al Auzaai:


Artinya:
Ilmu itu adalah apa saja yang dibawakan para sahabat Nabi
Muhammad .
Maka apa saja yang tidak (bukan) dibawakan oleh para sahabat,
itu bukan ilmu. (Bahasa kasarnya: Omong kosong).
Yang dibawa oleh para sahabat adalah :
1. Al Quran, karena mereka terima langsung dari Rosuulullooh

2. As Sunnah, karena mereka dididik langsung oleh
Rosuulullooh , mereka melihat,
mendengar, menyaksikan, melaksanakan, mereka
perjuangkan bahkan membela Sunnah tersebut.
3. Ijma, ialah apa yang mereka pahami dari Al Quran, dari
Sunnah Rosuulullooh , lalu mereka
sepakati sebagai suatu ajaran. Baik dengan terang-terangan
yang lalu disebut Ijmaaun Shorihun, atau Ijmaaun
Sukutiyun karena sekelompok sahabat mempunyai sikap
tertentu lalu sahabat yang lain tidak mengingkarinya.
4. Ijtihad dan Fatwa para sahabat. Dan yang demikian itu
telah ditulis oleh salah satu rujukan Ahlussunnah wal Jamaah,
kitabnya disebut Al Muwaththo, ditulis oleh Imam Malik bin
Anas.
Kitab Muwaththo adalah rujukan Ahlussunnah wal Jamaah.
Orang yang tidak merujuk pada Kitab Al Muwaththo bisa disebut
bukan Ahlussunnah wal Jamaah.
Kitab-kitab rujukan Ahlussunnah wal Jamaah adalah :
1. Shohiih Bukhoory,
2. Shohiih Muslim,
3. Sunan Abi Dawud,
4. Sunan Turmudzi,
5. Sunan An Nasaai,
6. Sunan Ibnu Majah,
7. Sunan Ad Darimi,
8. Musnad Imam Ahmad bin Hambal,
9. Muwaththo Imam Malik.
Itulah yang dibawakan oleh para sahabat Rosuulullooh
. Maka bila kita memahaminya, itulah yang
disebut Ilmu.
Setelah kita ketahui bahwa Ilmu adalah Al Quran, Sunnah, Ijma
dan Ijtihad serta Fatwa para sahabat seperti tersebut diatas, maka
kita hendaknya berpegang teguh padanya, dan kalau kita ingin
berilmu hendaknya kita pahami dan kita jabarkan serta kita
laksanakan.
Urgensi menuntut Ilmu.
Ada empat sebab mengapa kita harus menuntut Ilmu, yaitu:
1. Dengan Ilmu, maka Dien (Islam) dan dunia akan
tegak.
Islam akan tegak harus dengan Ilmu. Bagaimana seseorang bisa
sholat dengan benar, kalau ia tidak punya Ilmu yang benar.
Bagaimana mungkin seseorang akan bisa berperilaku sesuai
dengan tuntunan Rosuulullooh kalau ia tidak
tahu tentang tuntunan itu. Bagaimana ia akan menikah
(berumahtangga) sesuai dengan ajaran Sunnah, kalau ia tidak
tahu bagaimana Hukum Nikah sesuai dengan Sunnah
Rosuulullooh . Bagaimana mungkin ia akan
ber-Muamalah, mencari nafkah dsbnya, dengan halal, kalau ia
tidak tahu halal-haram. Bagaimana ia bisa bertetangga dengan
baik kalau ia tidak tahu akhlak dan adab bertetangga? Dan
semuanya itu ada dalam ajaran Al Islam. Semuanya itu bisa
berjalan dengan baik dan tegak bila didasarkan dengan Ilmu.
2. Ilmu adalah Penangkal paham Imperialisme.
Dahulunya kaum Muslimin tidak pernah dijajah. Ketika kaum
Muslimin berpegang teguh pada Sunnah Rosuulullooh
, bangsa lain tidak berani sembarangan dengan Kaum
Muslimin.
Pada zaman Kholifah Umar bin Khothob . yang
diutus menemui Panglima dari Persia cukup seorang prajurit
Islam. Dan Prajurit itu bisa memberikan ultimatum: Kami
datang kepada anda mengajak anda untuk masuk kepada Al
Islam. Kalau anda bersedia. Kalau tidak,Anda harus membayar
upeti kepada kaum Muslimin. Kalau tidak mau juga, kami
tunggu tiga hari dari sekarang. Kita konfrontasi.
Begitulah kaum Muslimin ketika itu, berwibawa dihadapan
bangsa-bangsa lain. Maka dawah Islam semakin menyebar ke
berbagai penjuru dunia. Sampai ditulis dalam sejarah peradaban
manusia, bahwa Islam sempat menguasai dunia.
Zaman sekarang menjadi kebalikannya. Karena kaum Muslimin
sudah menjauhi dan melucuti dirinya dari tuntunan Allooh
dan Rosuulullooh . Padahal
bila manusia beriman, berilmu, bertaqwa kepada Allooh
, bergantung dan tawakal kepada Allooh ,
membela dan menolong agama Allooh , maka
Allooh akan memberikan kepada mereka
kejayaan, Allooh berikan pertolongan. Tetapi
begitu mereka semakin jauh dari Allooh , semakin
suka bermaksiat, semakin tergiur dan terpedaya oleh dunia,
semakin menjauhi Syariat Allooh , maka akan
Allooh datangkan kepada mereka kehancuran, dan
juga dihina oleh orang-orang non Islam. Demikian itu
Sunatullooh. Maka kalau kita ingin jaya, kita harus ber-Ilmu.
Yaitu Ilmu yang Syari, yang membawa manusia dekat dengan
Allooh .
Menurut Imam Ahmad bin Hambal, kata beliau: Ilmu
adalah takut kepada Allooh , maka orang yang
tidak takut kepada Allooh berarti ia tidak
berilmu. Walaupun ia kitabnya banyak, hafalannya banyak,
terkenal dan kesohor bahwa ia ber-ilmu, kalau ia tidak takut
kepada Allooh , maka sebenarnya ia bukan ber-
ilmu.
Karena Allooh berfirman:

Artinya:
Sungguh Kelompok orang dari hamba-Nya yang takut pada
Allooh adalah para Ulama.
3. Ilmu adalah Proteksi dari Berbagai Ajaran dan Faham
yang Sesat danMenyesatkan
Pada zaman Kholifah Umar bin Khoththob . hanya
karena seorang shobiigh IbnulAsal, ketika bertanya tentang
Muhtasyabihat, langsung ia ditumpas oleh beliau. Maka Ahlul
Bidah tidak ada, tidak berkembang ketika itu.
Bukan berarti pada zaman sahabat tidak ada maksiat dan Bidah.
Ada, tetapi prosentasenya rendah (sedikit), dan tidak bisa
mewarnai masyarakat. Karena masyarakatnya masih kokoh,
imannya masih kuat, generasinya masih prima. Setelah generasi
itu berlalu, semakin muncul Bidah dan maksiat.
Maka ingatlah, bahwa semakin ke-Jahilan menguasai, maka
semakin maksiat dan perpecahan subur tumbuh di mana-mana.
Itulah yang harus kita takuti, waspadai, apalagi lalu ada
ajaran Sufimasuk, diterima oleh orang Indonesia. Sehingga
dimana-mana di Indonesia ada kelompok Dzikir, Wirid, amalan-
amalan ini-itu. Itu adalah perkawinan antara Sufi dan
kebatinan.
Misalnya diajarkan, bila seseorang ingin bisa menghilang (tidak
kelihatan), bisa berjalan diatas air, agar bisa mendapat rezeki
seketika tanpa kerja keras, maka lakukan amalan ini, ini, ini, dan
seterusnya. Lalu kalau tidak tercapai, orang itu bisa gila. Lalu
kelihatannya menakutkan sekali orang belajar agama itu. Belajar
agama bisa menjadi gila, dstnya.
Itulah yang membuat Islam dijadikan traumatis. Karena ternyata
Islam membuat orang menjadi gila. Lalu tidak lagi simpati
kepada Islam, karena memang caranya yang salah dan sesat.Yang
demikian itu diikuti oleh banyak orang dan semakin berkembang.
Karena lemahnya Ilmu.
Ada cara lain lagi, katanya kalau orang ingin masuk surga,
ikutilah dia (tokohnya), lalu disuruh menebus tanah sekian
hektar, lalu mendapat sertifikat sebagai anggota kelompok
mereka, berhak masuk surga, dan seterusnya. Anehnya yang
demikian itu justru banyak yang mau mengikutinya. Sehingga
kelompok itu menjadi banyak anggotanya, subur, hartanya
banyak terkumpul, pengikutnya juga banyak, karena mereka
ingin mendapatkan Sertifikat Surga.
Itulah ke-Jahilan. Orang yang Jahil (tidak ber-Ilmu), apa yang
masuk datang kepada dirinya, ia tidak punya daya tangkal,
imunisasinya lemah sekali, sehingga dirinya rentan, mudah sekali
virus apa saja masuk pada dirinya. Karena tidak punya Penangkal
yang kuat. Karena tidak punya filter (penyaring) yang berupa
Ilmu Al Quran dan As Sunnah, maka semua yang datang kepada
dirinya langsung diterima dan diserapnya. Akhirnya ia bingung
sendiri.
Kita sebagai Ahlussunnah wal Jamaah tidak boleh bingung, asal
kita yakin kepada Allooh dan Rasul-Nya, dan
memahami Firman Allooh dan Sunnah
Rosuulullooh sesuai dengan pemahaman
para sahabat (Ijtihad dan Fatwa mereka). Karena Al Quran dan
Sunnah saja tidak cukup, dalam arti: perlu pemahaman yang
benar terhadap Al Quran dan Hadits. Memang cukup
dengan AlQuran dan Sunnah. Seperti sabda Rosuulullooh
:

Artinya:
Aku tinggalkan dua perkara, bila kalian berpegang teguh pada
keduanya, kalian tidak akan pernah sesat selamanya.
Tetapi untuk zaman sekarang perlu pemahaman yang benar.
Bagaimana Al Quran yang benar, bagaimana Sunnah yang benar.
Metodenya harus dari mereka yang betul-betul faham dan pernah
mencicipi bagaimana hidup bersama Rosuulullooh
. Sedangkan kalau hanya berdasarkan perasaan, saya
rasa, dstnya, itu bukan Ilmu. Saya rasa bukan dalil! Saya
pikir juga bukan dalil! Kesepakatan juga bukan dalil! Kecuali
kesepakatan para sahabat, yang merupakan Ijma, itulah yang
boleh. Tetapi Kesepakatan kita tidak lah boleh menjadi Ijma
dan tidak pula boleh menjadi dalil.
Oleh karena itu siapa saja boleh berbicara, tetapi itu boleh
ditolak. Tetapi kalau yang disampaikan itu Qolalloohu, Firman
Allooh , dan Qola Rosuulullooh
seperti tersebut diatas, Hadits-Hadits Rosuulullooh
, maka itu tidak boleh ditolak. Tidak boleh ada diantara
kita yang menolak.
Tetapi ada orang yang bila hendak tidur, disamping tempat
tidurnya dipasang lagu-lagu slow, lagu-lagu untuk menina-
bobokkan agar bisa tidur. Ia mendengarkan musik sambil
tiduran. Ia tidak tahu dan tidak faham bahwa itu merupakan
saham yang mempercepat turunnya murka Allooh
. Itu Hadits Rosuulullooh .
Mengapa kita harus ber-Ilmu, harus mencari Ilmu, karena kalau
Ilmu sudah didapat, kita tidak mudah terjangkit berbagai
penyakit hati seperti Syirik, Ghuruur, Ujub, mengikuti hawa-
nafsu, Taklid, Ashobiyah, dan sebagainya.
4. Ilmu adalah Sesuatu yang Tidak Akan Sempurna
Sebagai Sesuatu Kewajiban Kecuali dengan Sesuatu Itu,
maka sesuatu itu hukumnya wajib.
Kalimat itu terjemahan dari kata para Ulama:

Artinya:
Sesuatu apabila tidak dapat sempurna kecuali dengannya
maka dia adalah Wajib
Contoh: Sholat lima waktu adalah wajib. Sholat tersebut tidak sah
kalau tidak didahului dengan ber-Wudhu. Berarti Wudhu adalah
penentu sahnya sholat itu.
Atau orang yang akan melaksanakan sholat itu ber-Wudhu, tetapi
Wudhunya tidak benar, maka tidak sah pula Wudhunya. Oleh
karena itu, bila ingin sholatnya sah, maka syarat sahnya sholat itu
juga harus benar. Syarat wajib sholat, antara lain: Baligh, muslim,
itu wajib. Syarat sahnya: Sudah masuk waktu, kalau belum masuk
waktu maka tidak sah sholatnya. Oleh karena itu seorang muslim
harus tahu kapan waktu-waktu sholat. Itulah Ilmu. Maka
memperlajari sholat dan waktu-waktu sholat serta syarat dan
rukunnya, hukumnya wajib. Karena akan menentukan sah dan
benarnya akan sholatnya itu.
Contoh lain: Sholat harus menghadap Kiblat. Karena kalau tidak,
maka tidak sah sholatnya. Maka harus tahu mana arah Kiblat.
Kecuali kalau sudah berusaha tetapi tidak tahu arah Kiblat, atau
sebab lain yang tidak bisa diatasi, maka boleh menghadap
kemana saja, karena Allooh tahu mengapa tidak
melakukan hal itu. Dan seterusnya.
Itulah sebabnya mengapa orang harus mencari (menuntut) Ilmu,
di antaranya adalah karena sebab yang empat perkara tersebut
diatas.
Keutamaan Menuntut Ilmu.
Haditsnya dari Abu Huroiroh , diriwayatkan oleh
Imam Muslim, Rosuulullooh bersabda:

Artinya:
Barangsiapa meniti jalan, ia mencari pada jalan itu ilmu (Ilmu
Syari), maka balasannya adalah Allooh akan mempermudah
(dengan sebab Ilmu tadi) jalannya menuju surga.
Maksudnya, siapa yang ingin mudah masuk surga maka
lakukanlah aktivitas yang disebutTholabul Ilmi (Mencari
Ilmu). Mencari ilmu itu tidak terbatas waktu dan usia. Para
Ulama zaman dahulu sejak kecil sudah dihadirkan dalam Majlis
Talim. Sebaliknya juga tidak ada istilah terlambat dalam
menuntut Ilmu. Bahkan banyak Ulama yang baru mulai sadar
untuk menuntut Ilmu setelah ia berusia 40 tahun. Ia berjuang
menuntut Ilmu dan akhirnya menjadi seorang yangAlim (ber-
Ilmu).
Yang dimaksud Ilmu dalam hal ini adalah Ilmu Allooh
. Tentang Ilmu Syari dan cabang-cabangnya akan
diterangkan pada lain waktu. Mudah-mudahan kita akan selalu
bergairah dan nyata beramal, hadir di Majlis Talim, tidak sia-sia.
Semua itu akan dibalas oleh Allooh yaitu akan
masuk surga. Bahkan kalau saja ada orang ditakdirkan meninggal
ketika menuntut Ilmu, maka orang tersebut tergolong orang yang
mendapatkan Khusnul Khootimah.
Tanya-Jawab
Pertanyaan:
Mengenai definisi Ilmu saat ini kita telah termakan oleh
pengertian Ilmu menurut Ilmu Pengetahuan dunia, yang
dikatakan sebagai ilmu pengetahuan modern?
Sedangkan kalau kita melihat arti Ilmu dari Imam Al
Auzaai ternyata adalah sebagaimana diterangkan diatas.
Apakah Ilmu sebagaimana kita sebut sehari-hari ini tidak
termasuk Ilmu, atau bagaimana?
Jawaban:
Ilmu yang biasa kita sebut sehari-hari, yang bukan Ilmu dari
Qolalloohu dan Qola Rosuulullooh , adalah
juga Ilmu. Tetapi kata para Ulama bahwa Ilmu ada yang mutlak,
yaitu Ilmu Syari. Sedangkan yang biasa kita sebut sehari-hari
sebagai Ilmu tenyata adalah Ilmu Muqoyat, misalnya Ilmu Hayat
(Biologi). Tetapi ada Ilmu Al Hayat, tidak sekedar sebagai Ilmu.
Kata para Ulama, Kalau engkau temukan kata Al Ilmu dalam
Al Quran atau dalam Hadits-hadits Rosuulullooh
, maka yang dimaksudkan adalah Al Ilmusy Syari.
Tetapi kalau di luar itu, maka harus ada sebutan di belakangnya,
ilmu apa. Misalnya: Ilmu Al Hayat, Ilmu Nafs, Ilmul Hisab,Ilmu
Fiziqoh, Ilmu Tibb (Kedokteran), dstnya. Semua itu adalah Ilmu
Muqoyat.
Dalilnya dari mana? Yang mengatakan demikian adalah Syaikh Al
Utsaimiin, dalilnya adalah misalnya:

Artinya:
(Sungguh Kelompok orang dari hamba-Nya yang takut pada
Allooh adalah para Ulama).
Kalimat Al Ulama adalah mutlak. Oleh karena ia orang yang
takut kepada Allooh , dan itu dalam kategori Ilmu
Syari. Sedangkan Ilmu tentang duniawi, misalnya Ulama At
Tibb (Ulama Kedokteran), Ulama Ilmu Managemen, dll, tidak lah
disebut dengan Ilmu Syari.
Ilmu selain Ilmu Syari adalah media dan jembatan seseorang
mengabdi dan beribadah kepada Allooh , bila
perkaranya berkesesuaian dengan Syariat. Sedangkan kalau
dengan Ilmu Syari, maka orang itu langsung beribadah kepada
Allooh .
Pertanyaan:
Apakah ada Hadits shohiih yang bertentangan dengan Al Quran
?
Jawaban :
Tidak ada Hadits shohiih yang bertentangan dengan Al Quran.
Bahkan ada Kitab khusus yang terdiri dari delapan jilid yang
ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, memberikan hujjah
dan pembuktian bahwa Nash yang shohiih dan shoriih tidak akan
bertentangan dengan akal yang sehat. Itu menunjukkan bahwa
Hadits tidak ada yang bertentangan dengan Al Quran. Dan
dengan akal-pun tidak ada yang bertentangan.
Pertanyaan :
Bolehkah seseorang mem-Badal-kan haji ?
Jawaban:
Haditsnya shohiih, Rosuulullooh ketika
ditanya oleh salah seorang shohaby, ia meminta ijin untuk mem-
badal-kan haji ibunya, lalu Rosuulullooh
bertanya: Apakah kamu sudah haji?. Orang itu menjawab:
Sudah ya Rosuulullooh.
Maka Rosuulullooh bersabda: Hajikanlah
untuk ibumu. Artinya boleh mem-badal-kan haji untuk ibunya.
Anak terhadap orang tua, boleh mem-badal-kan haji.
Tentang hal ini menurut Fatwa para Ulama boleh seseorang
mem-badal-kan haji, jika orang yang mem-badal-kannya
memenuhi syarat, antara lain ia sudah melaksanakan ibadah haji.
Dan orang tersebut benar-benar harus amanah.
Apakah tidak bertentangan dengan surat An Najm ayat 39?
Tidak. Ayat 39: Bahwa seorang manusia tidak memperoleh
selain apa yang telah diusahakannya, maksudnya adalah:
Bahwa seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain dan
seseorang tidak akan mendapat manfaat kecuali dengan apa
yang telah ia perbuat.
Haditsnya, Rosuulullooh bersabda:

Artinya:
(Sesungguhnya diantara perkara-perkara ikut terbonceng
seorang mumin dari amalannya, setelah matinya).
Maksudnya, ada perbuatan manusia yang pahalanya mengalir
terus-menerus sampai ia sudah meninggal masih mengalir terus,
memberikan manfaat kepada orang yang telah meninggal itu. Itu
hasil dari perbuatan semasa hidupnya, hasil amalannya.
Yaitu: Ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak yang sholih,
mushaf Al Quran yang ia beli dan dibaca orang lain, membangun
masjid, membangun rumah untuk musafir, untuk Ibnu sabil, dll.
Atau sungai yang dialirkan untuk orang yang membutuhkan air.
Maka semua itu akan memberikan manfaat setelah orang yang
beramal itu meninggal. Dan lain sebagainya masih banyak lagi,
ada tujuh macam.
Pertanyaan:
1. Tentang yang berkenaan dengan Al Qiyani, Al Maazif dan As
Sunnah, sekarang banyak acara-acara keagamaan (Islam)
yang lalu ditampilkan Qasidah, dengan penampilan penyanyi
wanita yang berpakaian seronok, maka apakah benar
bahwa suara wanita itu juga merupakan aurat ? Dan
bagaimana dengan penampilan Qasidahnya yang
berlenggang-lenggok itu?
2. Bagaimana dengan kesenian Marawis? Tari Japin (Orang laki-
laki menari bersama orang laki-laki) yang berasal dari Timur
Tengah?
3. Benarkah berpakaian Gamis itu hukumnya Sunnah Rosuul ?
Jawaban:
1. Secara etimologis (bahasa), Qosidah artinya Bait-bait Syiir.
Orang yang membaca Syiir disebut Syair. Dan membuat
untaian bait-bait Syiir disebut Qosidah. Itu merupakan
kebanggaan orang Arab jaman Jahiliyah. Namanya disebut: Al
Muallaqotussabah. (Tujuh yang digantungkan di dinding
Kabah, zaman Jahiliyah).
Lalu zaman sekarang di Indonesia Qosidah disebut nyanyian
Padang Pasir. Bagi yang tahu, bahasa nyanyian-nya bahasa pasar,
bukan bahasa yang baik. Yang sebetulnya semuanya itu musik,
nyanyian, hukumnya haram. Allooh berfirman:



Artinya:
(Jangan kamu lenggang-lenggokkan suaramu, sehingga akan
menaklukkan orang-orang yang dalam hatinya terdapat
penyakit Surat Al Ahzab). Maksudnya, Allooh
melarang jangan melantunkan suaramu, nanti orang akan
terfitnah.
1. Marawis, kalau itu berupa Duf (rebana) maka yang seperti itu
dibolehkan dalam pesta pernikahan. Tarian, yang tidak
menimbulkan gerakan fitnah, maka itupun pernah terjadi
ketika Rosuulullooh masih hidup.
2. Gamis, berasal dari bahasa Arab: Qomisun, Qomis, artinya
baju, kemeja, seperti orang Arab memakainya. Ada beberapa
model. Itu semua adalah berkaitan dengan budaya dan situasi
alam disana. Dan orang yang mengenakan baju semacam itu,
ia harus memakai celana panjang didalamnya.
Dan itu tidak ada hukum Sunnah atau bukan. Yang penting
adalah menutupi Aurat.
Sekian kajian kita mudah-mudahan ada manfaatnya.



Jakarta, Senin malam, 2 Shofar 1428 H 19 Februari 2007

Anda mungkin juga menyukai