Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MAMASUKI ALAM FILSAFAT


( MATA KULIAH FILSAFAT ILMU )

Disusun oleh
Kelompok 1

1. ARSANTI SUSILOWENI
2. DANNY AKBAR NUGROHO
3. FERIE SULISTIONO

NIM. 12030114410053
Nim. 12030114410085
Nim. 12030114410085

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
1

DAFTAR ISI
Hal

I
II

III

Daftar Isi.................................................................................................................
PENDAHULUAN .................................................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................................
B. Rumus Masalah ..............................................................................................
PEMBAHASAN ....................................................................................................
A. Perkembangan Rasa Keingintahuan ..............................................................
B Pengertian Filsafat Ilmu .................................................................................
B Objek Filsafat..................................................................................................
C. Fungsi Filsafat ................................................................................................
D. Ciri ciri Berpikir Filsafat
1. Berpikir Radikal .............................................
2. Mencari Asas ..
3. Mencari Kebenaran ............................................
4. Mencari Kejelasan ..
5. Berpikir Rasional
E. Kegunaan Filsafat ...
PENUTUP ..............................................................................................................
A. Kesimpulan .....................................................................................................
Daftar Pustaka

ii
1
1
7
8
8
11
15
16
17
17
17
17
18
18
18
22
22

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Salah satu kodrat manusia adalah untuk mencari tahu apa yang belum
diketahui. Disadari atau tidak, sebenarnya seseorang lebih banyak belajar dari
pertanyaan daripada jawaban. Anak kecil adalah penanya sejati, dia tanyakan
2

semua apa yang di sekitarnya, dia menganggap segala sesuatu itu luar biasa, dia
selalu ingin tahu, makanya banyak orang beranggapan bahwa anak kecil adala
filosof sejati. Namun pada umumya setelah dewasa, orang menganggap hal-hal
yang ada disekitarnya biasa- biasa saja, jadi tidak perlu dipertanyakan. Memahami
orang dan kodrat manusia hanyalah soal mengenali dan mengakui seseorang
sebagaimana mereka adanya, bukan apa yang orang pikirkan tentang mereka dan
bukan orang menginginkan mereka menjadi apa. Tindakan manusia diatur oleh
pikirannya sendiri, Sifat ini sangat kuat dalam diri manusia sehingga pikiran yang
menonjol dalam kasih sayang adalah kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh si
pemberi dengan memberi, bukan dengan menerima. Kodrat manusia sejak awal
memang demikian dan akan tetap demikian sampai akhir zaman karena manusia
ditempatkan di bumi dengan kodrat itu. Manusia sebagai animal rational dibekali
hasrat ingin tahu. Manusia selalu ingin tahu dalam hal apa sesungguhnya yang ada
(know what), bagaimana sesuatu terjadi (know how), dan mengapa demikian (know
why) terhadap segala hal. Orang tidak puas apabila yang ingin diketahui tidak
terjawab.
Keingintahuan manusia tidak terbatas pada keadaan diri manusia sendiri
atau keadaan sekelilingnya, Tetapi terhadap semua hal yang ada di alam fana ini
bahkan terhadap hal-hal yang ghaib. Manusia berusaha mencari jawaban atas
berbagai pertanyaan itu; dari dorongan ingin tahu manusia berusaha mendapatkan
pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakannya. Ilmu Pengetahuan berawal
pada kekaguman manusia akan alam yang dihadapinya, baik alam besar (macro
cosmos), maupun alam kecil (micro-cosmos). Di dalam sejarah perkembangan pikir
manusia ternyata yang dikejar itu esensinya adalah pengetahuan yang benar atau
secara singkat disebut kebenaran.
Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan kalau dia memperoleh pengetahuan
mengenai hal yang dipertanyakannya .Rasa keingintahuan manusia dimulai dari
rasa ingin mengenal dirinya sendiri yang kemudian berkembang kepada rasa
keingintahuan manusia pada alam sekitarnya.
Rasa ingin tahu hanya akan mendorong seseorang untuk mengkaji
fenomena alam semesta di saat hati nuraninya menyakini bahwa alam semesta ini
3

telah diciptakan berdasarkan hukum kausalitas dan aturan yang selaras, keyakinan
seperti ini tidak akan muncul kecuali dari keimanan terhadap Tuhan, dan ia tidak
akan dimiliki oleh seorang materialis sejati. Oleh karenanya seorang materialis yang
menghabisi usianya di dalam lab-lab dan pusat-pusat kajian guna mengkaji dan
meneliti rahasia dan fenomena alam semesta, pada dasarnya hati nuraninya
menyakini akan keberadaan Tuhan, walaupun secara zahir ia menampakkan dirinya
sebagai seorang materialis.
Rasa keingintahuan tersebut terpuaskan dengan kemampuan bahasa
manusia untuk berkomunikasi dan bertukar pengalaman tentang segala hal yang
ada di alam serta kegunaannya bagi manusia. Meskipun demikian manusia masih
mempunyai

keterbatasan

misalnya

keterbatasan

manusia

dalam

melihat,

mendengar, berpikir dan merasakan tentang apa yang terjadi disekitarnya secara
benar dan utuh.
Manusia adalah makhluk transenden yang tak pernah puas dengan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Bahkan leluhur manusia, Adam yang telah
diberi pengetahuan langsung oleh Allah dan berpengetahuan lebih ketimbang
mahluk lain masih saja ingin tahu rahasia buah kuldi. Rasa ingin tahu manusia tak
pernah terpuaskan, ia terus bertanya dan bertanya.
Dalam manusia curiosity (rasa ingin tahu) pikiran manusia berkembang dari
waktu ke waktu rasa ingin tahunya atau pengetahuannya selalu bertambah
sehingga terjadi timbunan pengetahuan. Maka terjadilah perkembangan akal
manusia sehingga justru daya pikirnya lebih berperan dari pada fisiknya. Dengan
akal tersebut manusia memenuhi tujuan hidupnya disamping untuk melestarikan
hidup untuk memenuhi kepuasan hidup serta juga untuk mencapai cita-cita.
Manusia ingin mengetahui segala sesuatu. Segala sesuatu yang terjadi
(situasi, kondisi, keadaan, sifat, karakter, ciri-ciri, peristiwa, kejadian) maupun apa
saja yang ada (benda, hewan, tumbuhan, dll.) baik yang ada/terjadi di
lingkungannya (environment) maupun yang ada/terjadi di dalam dirinya sendiri
(peredaran darah, degup jantung, rasa senang, sedih, dll.)

Realitas tunggal (single reality) disebut Fakta (fact) yang kebenarannya


tidak perlu diperdebatkan lagi, misalnya "Tahun 1963 John F. Kennedy ditembak
mati."Realitas

yang

satu

dirangkaikan

dengan

realitas

lain

menghasilkan

Phenomenon (Fenomena- fenomena)


Beberapa sifat realitas:
a) Bersifat statis sekaligus dinamis
Realitas bersifat statis sekaligus dinamis berarti dalam setiap realitas
diasumsikan terdapat hal-hal yang tetap (regular) dan hal-hal yang berubahubah. Ketegangan dalam memahami apa yang berubah dan apa yang tetap itu
menjadikan manusia selalu ingin tahu tentang realitas
b) Bersifat denotatif dan konotatif
Realitas bersifat denotatif, artinya realitas "harfiah" menyangkut simbol-simbol
terhadap benda-benda konkrit atau peristiwa konkrit, sedangkan makna
konotatif menyangkut simbolisasi terhadap peristiwa yang imagined (terbayang)
atau "abstrak."
c) Bersifat realitas yang disepakati (agreement reality) dan realitas yang dialami
(experiential reality).
Realitas bersifat disepakati, misalnya seorang anak diberitahu oleh orang
tuanya bahwa cacing adalah binatang menjijikkan, maka persepsi sang anak
terhadap hewan itu adalah hewan menjijikkan, sehingga dihindarinya, namun
kalau sang anak mengalami sendiri makan masakan yang bahan utamanya
daging cacing yang ternyata bergizi, lezat, dan bahkan menjadi makanan
favoritnya, maka pengalamannya (experience) itu bertentangan dengan
kesepakatannya semula dengan orang tuanya (agreement).
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat
di Yunani, philosophia meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya

kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu
kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat
itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan
bagaimana pohon ilmu pengetahuan telah tumbuh mekar-bercabang secara
subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang
mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin
maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula
sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih
khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang
dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat
sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapanungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,
dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan
yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal
tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono
dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat.
Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat
sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih

lanjut

Koento

Wibisono

dkk.

(1997)

menyatakan,

karena

pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan a higher level of knowledge, maka


lahirlah filsafat ilmu

sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan.

Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu


(Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponenkomponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang

Gie, 1999), yang berpendapat bahwa

filsafat ilmu mencari pengetahuan umum

tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.


Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka pembahasan ini akan
difokuskan pada Filsafat Ilmu,

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bagaimana rasa keingintahuan menjadi dasar adanya ilmu filsafat ?


Apa pengertian ilmu filsafat ?
Apa saja objek filsafat ?
Apa fungsi filsafat pada sains dan teknologi?
Bagaimana cara berfikir filsafat?
Bagaimana kegunaan filsafat pada ilmu pengetahuan dan kehidupan seharihari?

BAB II
PEMBAHASAN
7

A. PERKEMBANGAN RASA KEINGINTAHUAN


1. Mitos dan mitologi

Mitos adalah cerita rakyat yang dibuat-buat atau dongeng yang ada
kaitanya dengan kejadian, gejala yang terdapat di alam, manusia pada alam
sekitarnya. Mitos sebenarnya adalah manusia dengan imajinasinya berusaha
secara sungguh-sungguh menerangkan gejala alam yang ada, namun
usahanya belum dapat tepat karena kurang memiliki pengetahuan sehingga
untuk bagian tersebut orang mengaitkannya dengan seorang tokoh, dewa,
atau dewi. Tujuan manusia menciptakan mitos, karena pada saat itu
penduduk masih dalam tingkat mistis peradabannya. Mereka percaya akan
adanya kekuatan-kekuatan gaib yang melebihi kekuatan manusia biasa.
Dalam zaman demikianlah, mitos dipercayai kebenarannya karena beberapa
faktor yaitu :
a. karena keterbatasan pengetahuan manusia,
b. karena keterbatasan penalaran manusia,
c. karena keingintahuan manusia untuk sementara telah terpenuhi.
Telah dikemukakan bahwa kebenaran memang harus dapat diterima oleh
akal, tetapi sebagian lagi dapat diterima secara intuisi, yaitu penerimaan atas
dasar kata hati tentang sesuatu itu benar. Kata hati yang irasional dalam
kehidupan masyarakat awam sudah dapat diterima sebagai suatu kebenaran
(pseudo science), kebenaran dan hasaratnya ingin tahu sudah terpenuhi,
paling tidak untuk sementara waktu.
2. Manusia berpikir rasional:
Rasional adalah menerima sesuatu atas dasar kebenaran pikiran
atau rasio. Paham tersebut bersumber pada akal manusia yang diolah dalam
otak. Dengan berpikir rasional, manusia dapat meletakkan hubungan dari
apa yang telah diketahui dan yang sedang dihadapi. Kemampuan manusia
mempergunakan

daya

akalnya

disebut

intelegensi,

sehingga

dapat

disebutkan adanya manusia yang mempunyai intelegensinya rendah, normal


dan tinggi. Dalam perkembangan sejarah manusia, terdapat kesan bahwa
pada

mulanya

perasaan

manusialah

yang

lebih

berperan

dalam
8

kehidupannya, sehingga timbul kepercayaan atau agama dan rasa sosial.


Dengan makin banyaknya persoalan yang harus dihadapi, manusia makin
banyak mempergunakan akalnya dan kurang mementingkan perasaan.
3. Logika dan pengetahuan
Logika adalah pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir dengan
lurus, tepat dan sehat. Dalam mempergunakan logika manusia mengenal
logika kodrati dan logka ilmiah. Logika kodratiah merupakan cara berpikir
secara spontan dalam menanggapi atau memecahkan suatu persoalan.
Logika ilmiah dapat memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi,
sehingga hasil pemikirannya dapat benar-benar lurus, tepat dan sehat
sehingga terhindar dari kesesatan.
Beruntunglah manusia yang

telah dianugerahi akal (rasio) yang

memiliki kemampuan luar biasa, sehingga manusia dapat memiliki


kemampuan belajar untuk memperoleh pengetahuannya. Dari hal-hal yang
semula tidak diketahuinya, kemudian menjadi tahu dan bahkan dari
pengetahuan

yang

sedemikian rupa,

telah

diketahuinya

itu

kemudian

dikembangkan

dari mulai pengetahuan atau ilmu yang berguna bagi

sesamanya sampai yang dapat menghancurkan atau membinasakan


sesamanya (bom hydrogen).

Jika hasil-hasil penemuan yang ada saat ini,

bila diceritakan pada zaman dulu, niscaya akan dianggap sebagai omong
kosong atau juga bisa dianggap sebagai hal yang tidak masuk akal
(irrasional).
Kemampuan belajar manusia bisa jadi mulanya diawali dari rasa
keingintahuannya saja.

Menurut teori Curiosity Berlyne, seperti yang

dikemukakan oleh Susan Edelman (1997) dari California State University,


Northridge; Curiosity is defined as a need, thirst or desire for knowledge.
The concept of curiosity is control to motivation. The terms can be used as
both a description of specific behavior as well as a hypothetical construct to
explain the same behavior. Berlyne (1960) believes that curiosity is a
motivational prerequisite for exploratory behavior.

Menurut Berlyne, ketidakpastian muncul ketika kita mengalami


sesuatu yang baru, mengejutkan, tidak layak atau kompleks. Hal ini akan
menimbulkan rangsangan yang tinggi dalam sistem saraf kita.

Respon

manusia ketika menghadapi suatu ketidak pastian inilah yang disebut dengan
curiosity atau rasa ingin tahu. Curiosity akan mengarahkan manusia kepada
perilaku yang berusaha mengurangi ketidakpastian. Rasa ingin tahu yang
tinggi dapat juga dikaitkan dengan teori Maslow, yang menyatakan bahwa
manusia memiliki kebutuhan yang salah satunya adalah kebutuhan untuk
memahami.
Rasa ingin tahu (curiosity) akan sesuatu hal, apakah itu rasa heran,
takjub, bahkan keinginan menyingkap kebenaran akan sesuatu yang menarik
hatinya, sebenarnya dimiliki oleh setiap orang, namun hasrat besar atau
kecilnya rasa keingintahuan pada setiap orang itu bisa jadi berbeda-beda
antara yang satu dengan lainnya, akan tetapi rasa keingintahuan itu tetap
ada dan merupakan sifat alami yang positif yang dimiliki oleh setiap orang.
Ambil contoh, seorang anak yang akalnya mulai berkembang sering
menanyakan hal-hal yang masih belum dipahaminya, dan apapun yang ada
disekelilingnya maupun dihadapannya yang belum diketahuinya, misalnya
seorang anak kecil tidak tahu bahaya daripada air yang baru dimasak oleh
ibunya, sebelum ia berhasil menjangkau benda panas tersebut. Rasa
keingintahuannya mendorong untuk menjangkau benda panas tersebut dan
setelah ia merasakan panasnya benda itu, barulah ia menyadari bahaya dari
air yang baru dimasak itu
Namun sayangnya, perkembangan curiosity ini sering terjebak oleh
lingkungan kehidupan yang serba rutin dan mekanis dalam keseharian,
apalagi dimasa-masa sulit seperti sekarang ini yang untuk mendapatkan
kebutuhan pokok saja kita harus berpacu agar tidak kehabisan diambil orang
lain.

Misalnya, pagi bangun, mandi, sarapan pagi, berangkat kerja atau

sekolah, nonton TV, tidur, bangun, terus berulang seperti itu, yang tidak ada
bedanya dengan robot atau program komputer, termasuk makan yang harus
tiga kali sehari, baik ia dalam kondisi lapar atau tidak tidak lapar, dan kalau
10

ada yang menanyakan mengapa harus makan? (padahal habis nyemil).


jawabannya kurang lebih Ya karena sudah jam makan (walaupun tidak
lapar).
Karena pengkondisian seperti inilah, maka rasa ingin tahu
(curiosity) itupun mulai tersingkirkan dengan diawali rasa tidak mau tahu
yang disebabkan oleh adanya hal-hal lain yang menurutnya lebih penting
untuk dipikirkan dan didahulukan untuk dikerjakan. Ironisnya, hal lain yang
lebih penting itu adalah program rutinitas dan mekanisasi hidup, dan segala
sesuatu yang berlangsung disekelilingnya dipandang memang harus berjalan
seperti itu, tanpa berusaha mencari kejelasan apa sebenarnya yang
berkeliaran dan terjadi disekelilingnya itu.
B. PENGERTIAN DAN DEFINISI FILSAFAT
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai
dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Secara etimologis,
istilah filsafat merupakan padanan kata falsafah (bahasa Arab) dan
philosophy (bahasa Inggris), yang berasal dari bahasa Yunani philosophia.
Kata philosophia terdiri dari dua kata yaitu philos yang berarti cinta(love) atau
sahabat sedangkan kata sophia berarti kebijaksanaan (wisdom), kearifan,
dan pengetahuan. Sehingga secara etimologis kata filsafat berarti love of
wisdom atau cinta kebijaksanaan, cinta kearifan, cinta pengetahuan atau
sahabat kebijaksanaan, sahabat kearifan dan sahabat pengetahuan.
Secara terminologi (istilah), terdapat banyak sekali definisi tentang
pengertian filsafat. Beragamnya definisi filsafat menunjukkan bahwa manusia
memiliki kebebasan untuk memilih sudut pandang dalam memikirkan filsafat,
bahkan perbedaan sudut pandang ini diusahakan untuk dapat saling
melengkapi. Berikut ini hanya mengambil dari beberapa definisi dari
beberapa filusuf dan ahli filsafat; andaian-pengandaian dan penyataanpernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang:
1. Para filusuf pra-Socrates

11

Bagi para filusuf pra-Socrates filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk
memahami hakikat alam dan realitas dengan mengandalkan akal budi.
2. Plato
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli
dan murni. Kemudian ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan
tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu
yang ada.
3. Aristoteles
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsipprinsip dan penyebab-penyebab dari realitas yang ada.
4. Rene Descartes
Filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan

yang

pangkal

penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.


5. William James
Filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas
dan terang.
6. R.F. Beerling
Filsafat adalah mempertanyakan tentang seluruh kenyataan atau tentang
hakikat, asas, prinsip dari kenyataan. Beerling juga mengatakan filsafat
adalah usaha untuk mencapai akar terdalam kenyataan dunia wujud, juga
akar terdalam pengetahuan tentang diri sendiri.
7. Louis O Kattsoff
Filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap penalaranpenalaran mengenai suatu masalah dan penyusunan secara sengaja serta
sistematis suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan.
8. Harold H. Titus
a. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Misalnya seorang
berkata:Filsafat saya adalah sedikit bicara banyak bekerja. Ini berarti ia
menunjukkan sikapnya terhadap apa yang dibicarakannya yaitu masalah
bicara dan masalah bekerja.
b. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran teradap kepercayaan
dan sikap yang dijunjung tunggi.
c. Filsafat adalah usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan.
Filsafat berusaha memadukan hasil-hasil berbagai ilmu dan pengalaman
manusia menjadi suatu pandangan dunia yang selaras (consistent)

12

d. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata
dan pengertian (concept).
e. Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan
yang dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat.
9. Poedjawijatno
Filsafat adalah ilmu (tentang segala sesuatu) yang menyelidiki keterangan
atau sebab yang sedalam-dalamnya
10. Sidi Gazalba
Filsafat adalah sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang dipersoalkan
sebagai hasil dari berpikir secara radikal, sistematis, dan universal.
11. Lorens Bagus, mendefinisikan filsafat:
a. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik dan
lengkap tentang seluruh realitas.
b. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
c. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan:
sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
d. Penyelidikan kritis atas pengpengetahuan.
e. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu manusia melihat apa yang
dikatakan dan mengatakan apa yang manusia lihat.
Dari serangkaian definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
filsafat adalah proses berpikir secara radikal (mendasar, mendalam, samapi
ke akar-akarnya), sistematis (teratur, runtut, logis, dan tidak serampangan),
dan universal ( umum, terintegral, dan tidak khusus, serta tidak parsial)
terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada.
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap
yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta
kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju
dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah
kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk
mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa
heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada
gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan
manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat
13

secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk.


(1997), dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri.
Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai
dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang
Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat
ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh
antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula
yang telah digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa
filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan.
Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat
ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa
meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi
pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan
dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah
sesuatu yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya
pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik.
Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja
kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan
manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar
tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke
bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian
setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk
masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat
14

dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk
memahami hakekat dari sesuatu ada yang dijadikan objek sasarannya,
sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang
filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami
apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa
hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu
keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan
tentang apakah ada (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga
seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis,
agnostisistis

dan

lain

sebagainya,

yang

implikasinya

akan

sangat

menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang


akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta
pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan
dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam
Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu,
kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu,
simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi
penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat
ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan
metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah
dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang
ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
C. OBJEK FILSAFAT
Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang
dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan mungkin ada. Objek filsafat
itu bukan main luasnya, tulis Louis Katt Soff, yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia.
Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia
15

sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang


ada dan mungkin ada menurut akal pikirannya. Jadi objek filsafat ialah
mencari keterangan sedalam-dalamnya.
Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan menjadi
dua, yaitu objek material dan formal.
1. Objek Material

Obyek material filsafat merupakan segala sesuatu yang menjadi masalah,


segala sesuatu yang dimasalahkan oleh filsafat. Obyek ini banyak yang sama
dengan objek material sains. Sains memiliki objek material yang empiris. Filsafat
menyelidiki objek filsafat itu juga tetapi bukan bagian yang empiris melainkan
bagian yang abstrak. Saefuddin Ashari juga menyebut obyek material filsafat
adalah sarwa yang ada, yang pada garis besarnya dapat kita bagi atas tiga
persoalan pokok:
a). Hakikat Tuhan
b). Hakikat Alam
c). Hakikat Manusia
2. Obyek Formal
Obyek formal filsafat adalah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya
tentang objek materi filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
ada). Objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal
(sedalam-dalamnya sampai ke akhirya) tentang objek materi filsafat (sarwayang-ada).
D. FUNGSI FILSAFAT PADA SAINS DAN TEKNOLOGI
Fungsi filsafat berbanding lurus dengan harapan manusia. Manusia memiliki
kodrat berfikir maka cara berfikir manusia mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Di sisi lain kemajuan IPTEK menjadikan manusia resah karena tidak
dibarengi dengan kemajuan spiritual dan moral. Manusia telah memiliki kekuatan
besar dengan IPTEK-nya dan mencapai taraf kehidupan yang mudah dan serba
ada. Tapi ia mengalami kegelisahan dan ketidakbermaknaan dalam kehidupan,
merasa terasing dengan lingkungan sosial bahkan dengan Tuhannya.

16

Sehingga filsafat bertugas meluruskan kembali tujuan sains dan teknologi


yang terlepas dari akar metafisisnya. Filsafat harus merumuskan kembali muatan
moral dan nilai bagi landasan bangunan sains modern. Filsafat memberikan
keinsafan dan pandangan jauh ke depan serta artinya pentingnya hidup bagi
manusia.
Secara

ringkas

dapat

disebutkan

bahwa

fungsi

filsafat

menurut

Radhakrisnan dalam buku History of Philosophy adalah untuk menyelamatkan


manusia dalam kesesatan hidup menghadapi pengaruh-pengaruh kemajuan hidup
materialisme, melepaskan kungkungan kegelisahan dan ketidakbermaknaan
(unmeaning purpose of life).
E. CARA BERFIKIR FILSAFAT
1. Berfikir radikal
Berpikir radikal artinya berpikir hingga menemukan akar realitas karena
segala sesuatu yang bertumbuh di atas akar itu akan dapat dipahami.
Tujuannya bukan untuk mengubah dan membuang segala sesuatu
melainkan memperjelas realitas melalui penemuan serta pemahaman akar
realitas.
2. Mencari asas
Filsafat senantiasa selalu mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan
realitas bukan hanya mengacu pada bagian tertentu. Para filusuf Yunani
mengamati keanekaragaman alam semesta kemudian mencari asal usul.
Thales berpendapat asas pertama alam itu air. Anaximandros mengatakan
tak terbatas, sementara Empedocles menyatakan ada empat pembentuk
realitas alam yaitu api, udara,tanah dan air.
3. Memburu kebenaran
Kebenaran yang dicari filusuf ialah kebenaran hakiki tentang seluruh realitas
dan setiap hal yang dipersoalkan. Setiap kebenaran yang diperoleh harus
senantiasa terbuka untuk umum untuk dipersoalkan kembali dan diuji untuk
meraih kebenaran yang lebih pasti. Dengan demikian kebenaran filsafat tidak
pernah mutlak dan final, karena akan berkembang menuju kebenaran yang
lebih pasti. Hal ini menunjukkan juga bahwa filsafat memiliki sifat dasar
mencari kebenaran.
4. Mencari kejelasan
17

Penyebab

lahirnya

filsafat,

salah

satunya

ialah

keraguan.

Untuk

menghilangkan keraguan perlu adanya kejelasan. Geisler dan Feinberg


mengatakan ciri khas penelitian filsafati ialah adanya usaha keras demi
meraih kejelasan intelektual.
5. Berfikir rasional
Artinya logis, sistematis dan kritis, bukan sekedar menggapai pengertian
yang diterima oleh akal sehat melainkan sanggup menggapai kesimpulan
dan mengambil keputusan yang tepat dengan premis premis yang
digunakan. Selain berpikir logis, dituntut juga berpikir sistematis serta kritis
yaitu rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain dan berkaitan
secara

logis

sehingga

dipertanggungjawabkan.

diperoleh

kebenaran

yang

dapat

Berpikir kritis diperlukan agar tidak mudah

mempercayai sesuatu sebelum dipersoalkan dan benar benar diuji terlebih


dahulu.
F. KEGUNAAN FILSAFAT PADA ILMU PENGETAHUAN DAN KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
Kegunaan filsafat menurut Jan Hendrik Rappar, yaitu sebagai berikut;
1. Ilmu Pengetahuan
Pada mulanya ilmu pengetahuan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari filsafat.

Para pemikir yang sebagai filusuf juga merupakan seorang

ilmuwan. Para ahli matematika, astronomi, ilmu bumi adalah seorang filusuf
di masa itu.
Berpikir filsafati mengubah cara berpikir mistis menjadi rasional, luas,
integral, sistematis, logis, kritis dan analitis. Dalam perkembangannya ilmu
pengetahuan mulai mandiri dan filsafat menjadi induk segala ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan memajukan peradaban manusia hingga
mengembangkan

optimisme

yang

hampir

tak

terbatas.

Namun

perkembangan ilmu pengetahuan membuat pandangan bahwa filsafat tak


berguna lagi. Faktanya hasil dari ilmu pengetahuan bersifat sementara,
karena perlu penyempurnaan. Di samping itu ilmu pengetahuan bersifat
kuantitatif tidak mempersoalkan asas dan hakikat realitas. Hal ini dapat
18

dilakukan oleh filsafat sebagai ilmu yang tak terbatas. Tidak hanya
menyelidiki bidang tertentu tapi juga mempersoalkan hakikat, prinsip dan
asas seluruh realitas yang ada.
2. Dalam kehidupan sehari-hari
Meski abstrak, filsafat menggiring pemahaman manusia selain itu juga
menuntun manusia ke tindakan dan perbuatan yang konkrit berdasarkan
pengertian dan pemahaman yang jelas.
3. Cabang-cabang filsafat
Mulanya filsafat meliputi keseluruhan jenis ilmu pengetahuan, selanjutnya
berkembang pada masa Renaissance pada abad ke-17M dan sesudahnya
ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat luar biasa dan
memisahkan diri dari filsafat, walau begitu arti filsafat tidak mati tetap hidup
dengan corak baru sebagai ilmu istimewa yang mencoba memecahkan
masalah yang tidak terpecahkan oleh jangkauan ilmu.
Persoalan mengenai bagian filsafat dengan corak baru tersebut menggiring
pembicaran tentang cabang-cabang filsafat. Beberapa klasifikasi cabang
cabang filsafat :
a. M.J.Langeveld membagi masalah tiga utama:
1. Lingkungan masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan
segala cipta Tuhan);
2. Lingkungan masalah (pengetahuan dan logika);
3. Lingkungan masalah nilai (teori nilai, etika, estetika, moral, yang

bernilai berdasarkan religi).


b. De Vos dalam E.N.S.I.E. (Eerste Nederlandse Systematich Ingeriche
Encyclopaedie)

menggolongkan cabang cabang ilmu filsafat

sebagai berikut:
1. Metafisika
2. Logika
3. Ajaran tentang ilmu pengetahuan
4. Filsafat alam
5. Filsafat kebudayaan
6. Filsafat sejarah
7. Etika
8. Estetika
9. Antropologi
c. Alburey Castell, guru besar filsafat di University of Oregeon membagi
masalah filsafat enam bagian,yaitu:
1. Masalah teologis
19

2. Masalah metafisika
3. Masalah epitemologi
4. Masalah etika
5. Masaah politik
6. Masalah sejarah
d. Will Durrant dalam bukunya berjudul The Story of Philosophy
mengemukakan lima cabang filsafat sebagai berikut:
1. Logika
2. Estetika
3. Etika
4. Politika
5. Metafisika
e. Aristoteles membagi filsafat ke dalam tiga bidang studi:
- Filsafat Spekulatif atau teoritis, bersifat objektif dan termasuk di
dalamnya bidang fisika, metafisika, biopsikologi dsb dengan tujuan
-

pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri


Filsafat Praktika memberi pedoman bagi tingkah laku manusia

sebagaimana mestinya termasuk bidang etika dan politik


Filsafat Produktif pengetahuan yang membimbing manusia
menjadi produktif lewat keterampilan khusus, bidang ini adalah
lain, bidang kritik sastra. Retorika, dan estetika. Tujuannya agar
manusia sanggup menghasilkan sesuatu baik teknis maupun puitis

dalam pengetahun yang benar.


f. Secara umum filsafat dibagi dalam enam bidang studi sebagai berikut:
1. Epistemologi, ilmu pengetahuan yang mempersoalkan sumber,
asal mula dan jangkauan serta validitas dan reabilitas dari
beberapa klaim terhadap pengetahuan
2. Metafisika, hakikat yang ada dibalik fisika bersifat transenden,
diluar jangkaun pengalaman dan pengamatan indra manusia.
Terdiri dari ontologi, kosmologi, teologi metafisik dan antropologi.
3. Logika, metode berfikir dan penelitian ideal. Terdiri dari observasi,
introspeksi, dedukasi dan induksi, hipotesis dan eksperimen,
analisis dan sintesis.
4. Etika, tentang tingkah laku ideal termasuk di dalamnya aksiologi.
5. Estetika, tentang bentuk ideal dan keindahan sering juga disebut
filsafat seni.
6. Filsafat-filsafat khusus atau tentang filsafat berbagai disiplin seperti
filsafat hukum, sejarah, alam, agama, manusia, pendidikan, dsb.
20

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat adalah proses
berpikir secara radikal (mendasar, mendalam, samapi ke akar-akarnya),
sistematis (teratur, runtut, logis, dan tidak serampangan), dan universal (umum,
terintegral, dan tidak khusus, serta tidak parsial) terhadap segala yang ada dan
yang mungkin ada. Objeknya meliputi segala pengetahuan manusia serta segala
sesuatu yang ingin diketahui manusia. Filsafat berfungsi untuk menyelamatkan
21

manusia dalam kesesatan hidup menghadapi pengaruh-pengaruh kemajuan


hidup

materialisme,

melepaskan

kungkungan

kegelisahan

dan

ketidakbermaknaan. Selain itu filsafat memiliki kegunaan tidak hanya menyelidiki


bidang tertentu tapi juga mempersoalkan hakikat, prinsip dan asas seluruh
realitas yang ada serta menuntun manusia ke tindakan dan perbuatan yang
konkrit berdasarkan pengertian dan pemahaman yang jelas. Cara berpikir filsafat
yaitu dengan berpikir secara radikal, logis sitematis serta kritis. Secara umum
filsafat dibagi dalam enam bidang studi epistemologi, metafisika,logika, etika,
estetika serta filsafat filsafat khusus.

DAFTAR PUSTAKA

Maksum, Ali , 2008, Pengantar Filsafat, Yogyakarta; Ar Ruz Media


Rappar, Jan Handrik, 1996, Pengantar Filsafat, Yogyakarta; Kanisius
Bahm, Archie, J., 1980., What Is Science, Reprinted from my Axiology; The
Science Of Values

22

Bertens, K., 1987., Panorama Filsafat Modern, Gramedia Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai