J 92, J
PERPUSTAKAANIKK
FEMA -IPS
fYI'
r,-P~E""'R-~P-"U-f--:T"''''A-K-A-.-;~N-.---I-K-K--"
3
j
T (!-;i~--:;.,
n~
_Ag
n
--~f------'l
Rr:"G'
"'''-"
..
~....
'
,
~ 6
()
~
n_ ,
. -,
it
~
"
IJop I
'._
"'_.>,....
I
I!
I ~ e) I 1'/.,kM.m
"'!~.
TGl , ,..
No. KL AS.
'.
~; ;.1' ...........
, ........
I
'
~ ~..,:
"
~,
;
, t iII , " , . .
PERPUSTAKAANIKK
~.~
~~
~=
KATA PENGANTAR
Tulisan ini digunakan sebagai pegangan untuk mahasiswa Program Sarjana
yang mengambil MK Pengantar IImu Keluarga (Tingkat S1) dan mahasiswa Program
Pasca Sarjana yang mengambil MK Teori keluarga. Dalam kesempatan ini izinkan
kami berterimakasih kepada para mahasiswa Pasca Sarjana atas kontribusi dalam
penyusunan bahan ajar ini. Mahasiswa tersebut adalah:
'iii
~.~
.-.I::
d:;
d-:
d;
d;
d.:
d.~
d?
d~
:I:
.;J.~
f;~ .~
....
~.:
..
.,.:
FEMA IPS
,'"'
.,.13
~:
~~
1.
2.
3.
4.
Megawati Simanjuntak
Salimar
RaniAndrianiBudiKusumo
Was ito
F--;.
~~
DAFTAR lSI
~411
Halaman
~-~
1-
..
~
I~
~:;.
d~
t!:~
d~
d.:
d.:
d;
d.:
d~
iii
Asumsi ......................................................................................... 8
Asumsi ......................................................................................... 10
Asumsi ......................................................................................... 12
Asumsi ......................................................................................... 16
d~
d~
23
24
26
KRITIK ............................................................................................................. 30
t:1~
32
EI3
.~
d~
;J:
.J
~~
;1;
.! 3
11
~3
~
a;jj
ii
~.~
.!~
..I
DAFTAR TABEL ........... .... ........ ...... .............. ......... ..... ......... .... ......... ..... ..........
6. Komusikasi ........................................................................... .
36
Siklus Hidup Keluarga ..........................................................................
36
PENUTUP
..................................................................................................... 39
ZZ
138V.L ~V.L~va
laqel
~3
.~
.' ;:::::r
ueweleH
~ Jeqwe~
DAFTAR LAMPIRAN
:f
i~.
Halaman
Artikel Ke-1
45
50
61
tifl~'
75
..!f~;
81
101
~I
..!:~
d:
d~
d~;
d:
d;
d-;
d~
~~
~;
;I:
E-I;
;a.~
d~
d~
.~
...
,,- 3
.. II 3
lV
;,
...
...
...
..
'"
:.
;
.,
.,
.',
Megawangi. R 2001, Membiarkan befteda : Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Jakarta; Pustaka Mizen
....
-~.~--
dan selalu porak peranda, Mereka mempunyai sikap individualistik, Masyarakat juga
tidak menghormati orang tua maupun yang muda dan tidak memiliki nilai-nilai moral
yang baik, Mereka senantiasa bersikap negatif sepanjang kehidupan di alam semesta.
~
~
~~
~
cL
cL
d~
d:-3
c:I;'3
d~
d
f="~
~-~
'3
~.:~
d~
~a:~
~II.~
&II~
.1 ~
.---II
.-:}
~--
...;;gg?-t
II!!
-r:
,...
E- .;;;;
~.;-
I"~
~.;.
r'
dengan struktur biologi kehidupan. Struktur biologi organisme hid up terdiri dari elemen
elemen yang saling terkait walaupun berbeda fungsi. Perbedaan fungsi-fungsi tersebut
ternyata diperlukan, terutama untuk saling melengkapi agar suatu sistem kehidupan
yang berkesinambungan dapat terwujud. Kerusakan atau tidak belfungsinya satu
elemen dalam suatu struktur organisme hidup, dapat mempengaruhi elemen-elemen
lainnya, sehingga suatu sistem kehidupan dapat tidak belfungsi dengan baik
(Megawangl, 2001).
~.l-J
~l=
~_l"
1-
~"I..--l
~ 1:-.
Pada teori sosiologi dan politik, yang menonjol adalah David Easton dan Talcott
Parsons. Parsons melahirkan Teori Sistem yang berkaitan kemudian dengan perspektif
"struktural fungsional". Dalam pandangan ini, sejumlah kebutuhan harus dipenuhi kalau
suatu masyarakat ingin hidup. Kebutuhan tersebut adalah untuk penyesuaian,
pencapaian tujuan. integrasi. dan pemeliharaan pola-pola. Maka itu, perlu empat
subsistem dalam masyarakat, yaitu ekonomi, politik, kebudayaan, dan sosialisasi
(melalui keluarga dan sistem pendidikan). Masyarakat
berkembang bila terjadi
pertukaran yang kompleks di antara subsistem-subsistem. Subsistem politik
menghasilkan sumber-sumber, kekuasaan otoritas, yang kemudian melahirkan
ekonomi berdasarkan uang. Dengan otoritas yang diperoleh dari negara, ekonomi
menciptakan modal, yang pada gilirannya menjalankan politik3.
:i'..'
~_J.1
,l~
__ 1
~l=
~1.~A
,---'1'"
~~
~l
;1:
Jt
J.:;,
dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dan luar sistem
sosia!.
J~
~
masyarakat dipandang sebagai keanekaan atau keberagaman baik dari sisi peranan
dan status yang semuanya mendukung kearah fungsi-fungsi keseimbangan $Osiar tadi.
Dengan demikian masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem sosial atau struktur
..
~~.
d~
aC:-1.
d~
I .'
Bahkan teori Marxis juga dapat kita lihat bagaimana struktur sos;al itu menjad; penting.
Totalitas dari kelas-kelas, lapisan-Iapisan dan kelompok sosial serta sistem yang
mengatur hubungan antar mereka ini kemudian membentuk struktur sosial masyarakat.
yana dilahirkan dan corak produksi yang ber/aku, dimana kelas-kelas tersebut tidak
mungkin kita temukan di bawah corak produksi lainnya. Kontradiksi mendasar dali
~!J
Ej'.~
:i~
..!~
..I
I
I
~
3 Syahyuti.
.-
~~
~~
200fi. Sistem. Pusat Analisis Sosial Ekonarni dan Kebijakan Per1anian. Bogar
,ii'
il
I"
-~
Jr.>
..........
_at
]~
J:
......
~~
corak produksi yang berlaku, terwujud dalam pola hubungan dan pola perjuangan antar
kelas. Seluruh corak produksi yang antagonistik ditunjukkan dengan keberadaan dua
Kelas yang secara fundamental saling bertentangan.
..J=
--uo
I
Dalam konteks dikotomistis ini, Parson tampil untuk menyatukan dikotomi ini
dengan teon fungsionalisme-struktural. la ingin memperlihatkan bagaimana posisi
individu~individu dari perannya dalam fungsi-fungsi struktur sosial. Namun demikian,
tujuannya untuk menjelaskan "bagaimana keteraturan masyarakat itu dimungkinkan"
justru menyeret dia untuk /ebih mementingkan sistem struktur sosial daripada individu
individu. Posisi yang sama juga telah dilakukan Herbert Mead lewat teori
"Interaksionisme-simbolis". Baginya, struktur sosial memang menyediakan kondisi~
kondisi tindakan sosial, tetapi tidak menentukan.
--..
~
~J
~,
~
~
d~
~~~.
cL
d~J
-.-,.
J:,;.
J~.
f;! -;,
d
j
J~
J~
I
:.i!
~I~
"'-;3
II
"-'3
~.I ~
Harmoni dan stabilitas suatu masyarakat, menurut teon ini sangat ditentukan
oleh efektifitas konsensus nilai~nilai. Sistem nilai senantiasa bekerja dan berfungsi
untuk menciptakan keseimbangan (equilibrium) dalam masyarakat. Meskipun konflik
dan masalah sewaktu-waktu bisa muncul, tetapi tetap dalam batas yang wajar dan
bukan ancaman yang bakal merusak sistem sosia!. Parson dan Bates (1978: 18)
menyebutkan hubungan antara laki-Iaki dan perempuan lebih sebagai hubungan
pelestarian kehar-monisan daripada bentuk persaingan.
Dalam hal peran gender, pengikut teon ini menunjukkan masyarakat pra industri
sebagai contoh, betapa masyarakat tersebut terintegrasi dalam suatu sistem sosia!.
Laki-taki berperan sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai peramu
(gatherer). Sebagai pemburu, laki~laki lebih banyak berada di luar rumah dan
bertanggungjawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran perempuan lebih
terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara.
dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan
berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabi!. Dalam masyarakat seperti
ini stratifikasi peran gender sang at ditentukan oleh jenis kelamin.
Salah satu aspek penting dan perspektif struktural-fungsional adalah bahwa
setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas, fungsi
tersebut terpolakan dalam struktur hirarkis yang harmonis. dan komitmen terhadap
terselenggaranya peran atau fungsi itu. Peran adalah sejumlah kegiatan yang
diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga sebagai subsistem keluarga
II -3
~ .......
iii
2WTEP
- .-z:zt-:::c==
~~-
dengan baik untuk mencapai tujuan sistem. Sejumlah kegiatan atau aktivitas yang
memiliki kesamaan sifat dan tujuan dikelompokkan ke dalam sebuah fungsi.
..
'3-"' ..
.
.~
,.
---'-..
~"fI
~~~
;J.~
~:.
d>~
~.~
EI'3
~3
eJ~
eJ~
e! .~
eI~
~'.~
;J~
~,~
~-I ~
~.I3
II
Er-3
t"! ~
~
\
1
:t
-I",.
~'"
d~
~,~
d;
d.;
! i Loyalty/
I I Compliance
~ I TeachingfAcculturation
Religion _ - -- Family__""Education
Morality/Comfort
-=-_
FaithlConfomlity
t I
Goodsl
Wages
Socialized Children
II I
~
Labor/Company
Loyalty
Economy
Sumber: www.uakron.edu
,.I..:
d.
:I~
d~
1 ~
d~
E"
;J~
~~
~~13
"-3
II~
;1-:
~I ~
c
;i~
d~
d~
Eo! ~
~!~
~!~
... !::.
,.I~
,.I~
~II.~
~!3
d;;
~,.~
d3
d~
d3
II
_~
t:'~
II
f: -
~,~
,,~~
~ II. ,~
~II~
~~ ~
II
~-.~
~~
~ "~
;J~
~3
-1 _)
~.~
J~
J~
~~
.J~.
~?
~::I
d.~
cJ~
menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali dengan pertentangan
Asumsi
Kinloch (2005), menyebutkan asumsi yang dapat diringkas dari tujuan utama
a. Menurut Comte, alam semeste diukur oleh hukum-hukum alam yang tak terlihat
(invisible natural) sejalan dengan evolusi dan perkembangan alam pikiran atau nilai
nilai sosial yang dinamis.
b. Comte memandang seluruh pengetahuan sebagai iJmu sosial alam dalam
pengertiannya yang luas karena ia menggambarkan perkembangan konteks 5Osial.
c. Comte membagi sistem sosial menjadi dua bagian penting, yaitu statistik sosial
yang menyangkut sifat-sifat manuasi, masyarakat dan' hukum-hukum keberadaan .
manusia sebagai mahluk sosial dan yang kedua adalah dinamika sosial atau
hukum-hukum perubahan sosiat.
'
,.)~
d~
~#
~.~
;!~
e!~
e!~
)I.
.3'
f:
t:~ :~
;a~)
~, ~)
..II ~)
E-~.~
~! J'
8/
II'~
...
~J
_~_'"~~ _ _c"",__
~~
:!~
~J
~
--:J
d~
d~
~3
~I~
~! =.
...~I:
- ....
,.) ~
d~
...1 ~
d~
d~
d~
d~
d~
EoJ ~
E-I3
E-J~
E----;"f
d-,~
;J-~
~I,~
~-';~
II
~-3
~!~
Eo!
~l ~
~l~
Ej ~
~-~
~~ 3
,I
~
~- ,~
J
~- 3
I
~- ~
til ~
.1:;.
~I-
~.- -;.
,.1 : :.
~! -=+
I
......
~
,~
~!:..
~I:~
~I~
~~
~~ ~
d~
d3
d~
d:~
~ .~
;J~
~J~
I
3
I
~- 3
~ ......
semua lembaga termasuk dalam organisasi kekeluargaan (Nolan & Lenski, 2004;
Maryanski & Tumer 1992). Namun demikian, dengan meningkatnya jumlah penduduk,
permasalahan muncul terkait dengan memberi makan setiap orang, menciptakan
bentuk baru organisasi (I.e., adanya pembagian tenaga kerja). mengkoordina- sikan
dan mengontrol berbagai unit masyarakat. dan mengembangkan sistem distribusi
sumberdaya. Pemecahannya menurut Spencer adalah pembedaan struktur untuk
memenuhi fungsi yang lebih khusus.
Asumsi
Megawangi (2005) menyatakan secara garis besar, pendekatan struktural fungsional
dalam bentuk yang ekstrem mempunyai asumsi-asumsi :
a. Masyarakat adalah sistem tertutup yang bekerja dengan sendirinya dan cenderung
homeostatis dan mencapai titik keseimbangan (equilibrium).
b. Sebagai sebuah sistem yang memelihara dirinya, masyarakat memerlukan
kebutuhan-kebutuhan dasar serta prasyarat tertentu yang harus dipenuhi agar
kelangsungan homeostatis dan titik keseimbangan dapat terus berlangsung.
c. Untuk memem.:hi kebutuhan dan prasyarat dari sebuah sistem, maka perlu
diberikan perhatian pada fungsi-fungsi dari setiap bagian sistem tersebut.
Dalam sistem-sistem yang mempunyai kebutuhan dasar untuk dapat berfungsi, maka
harus ada sebuah struktur tertentlJ untuk menjamin berlangsungnya survival I
homeostatis I titik keseimbangan.
~13
1:-
10
.......
.. ".~:S::.~_,~_--'-_
~-
~~
E~
e'!'
E~
E3
....
--"
e~
-;3
--.,
-..i.
--
.....
-4
&..
--~
~;.
J~
~J ~
C:;_-,~
.'. :It
~
.:-) ,~
.'
~--~
-,
~3
E-~
~~
J~
d~
J~
' ...
.J
~
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih dari sekadar jumlah dari
seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia
memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari
setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap
"fakta-fakta sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang
ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. la berpendapat
bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan
lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan
hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui
adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.
d3
..,~ ~
~I
-:7
e-i 3
11
e- 3
.-~--
--
e -
1
e1
=
""',."
E-j '-,
~j '-'
~- .~
I
I
~ '!'
~~
~i .~
~~
...
..II
~-
...
~I : ;,
...I . ~
d~
d;.
d:.
~-~
d-3
...!~
E'~
E-I ~
E-' ~
EI~
~I. ~
;J~
~I~
...1
".13
.1 ~
...I ~
12
e -I~~
~i3
~i'~
~-,~
~-'3
I
3. Budaya besar makhluk "hidup" - bersifat organik - dan harus melalui tahapan
kelahiran-perkembangan-pemenuhan-kerusakan-kematian.
~ ,~
~13
~-i3
pl~
~!~
~- ;:.
~I :.
~.~
~.~
d~
~I~
~II ~
~~
~~
E-I.~
d~
~I ~
~I~
f:1 ~
~~
~I-~
d~
Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o Organisasi ekonomi
o
~~-3
Eo.! 3
13
II
~- ~
~.~-
~ 1l: -
~it,~
~i/~
~- ~~
~~
.c:.J ,;;.
~-
~_,~
.c:1~
~--
~!~
L.I
=
~--
tl:....
~I ._
....,
~-
~-
J~
J:;.
J;
J.~
~~
~=3
e-!~
e!~
E-I~
J~
J~
;A.-3
d~
~,~
~.3
~- ~
II
t:~ ~
14
l ".
~~l
J.~
,.~.
Melalui teon-teori Pareto dan Durkheim, Parsons membuat sintesis baru
mengenai pola aksi manusia yang disebut Voluntaristic Theory of Action atau "teori aksi
sukarela." la menganggap bahwa individu bertindak karena adanya proses keputusan
subjektif yang dilakukan secara sukare/a. Proses pengambilan keputusan ini
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tertentu, yaitu normatif dan situasional. Faktor-faktor
normatif dan situasional ini me/ekat dalam benak individu, sehingga dalam melakukan
aksinya, tidak ada faktor pemaksaan, karena seorang aktor akan melakukannya
dengan sukarela. Eleman dasar yang membentuk "aksi sukarela" adalah :
,.~.
~.~.
~.~
;!;:.
a~.
3. Aktor mempunyai seperangkat a/ternatif alat untuk mencapai tujuan atau sasaran
4. Aktor dihadapkan oleh beberapa macam kondisi situasional, seperti kondisi
biologis, keturunan, ekologi ekstemal yang dapat menghalangi individu, yang
semuanya mempengaruhi aktor dalam menentukan sasarannya, serta alat yang
akan digunakannya untuk mencapai sasaran.
5. Aktor juga dipengaruhi oleh nilai-nilai, norma, dan ideologi yang semuanya
mempengaruhi pemilihan sasaran dan bagaimana mencapai sasaran tersebut.
6. Maka, sebuah aksi (perbuatan) akan melibatkan aktor yang membuat keputusan
subjektif untuk menentukan sasaran dan alat yang digunakannya, yang semuanya
dibatasi oleh nilai dan norma serta kondisi situasional dari aktor tersebut.
t!~
~:..
-
.~
~.-
d~
d~.~
w. ~_
~,.
d,~
d~
Setiap sebuah tindakan disebut "unit aksi" (unit act), yang dilakukan oleh satu
atau lebih aktor. Beberapa unit aksi ini dapat saling berhubungan menjadi satu "sistem
aksi". Hal ini karena sebuah unit aksi akan berlangsung dalam sebuah konteks sosial,
di mana konteks tersebut memberikan norma, dan peri/aku yang diharapkan oleh setiap
aktor. Masing-masing aktor mempunyai peran sesuai dengan kondisi situasional dan
norma-normanya. Unit-unit aksi yang saling berinteraksi dapat dilihat sebagai sebuah
sistem interaksi yang terdiri atas berbagai aktor yang mempunyai status dan peran
sosialnya masing-masing (Megawangi, 1999).
d;;.
d ..
~~ ,
;},':
f:l ,~
L-.I. ,.
t:1 ;~
~,~
;J~
d~~
d .'3
~~
Teori yang dikembangkan oleh Parsons (1964) dan Parsons dan Bales (1956)
adalah teori yang paling dominan sampai akhir tahun 1960-an dalam menganalisis
institusi keluarga. Penerapan teori struktural-fungsional pad a keluarga oleh Parsons
adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang meluntumya atau
barkurangnya fungsi keluarga karena adanya modemisasi, bahkan menurut Parsons,
fungsi keluarga pada zaman modem, terutama dalam hal sosialisasi anak dan tension
management untuk masing-masing anggota keluarga, justru akan semakin terasa
panting.
Keluarga dapat dilihat sebagai salah satu dari berbagai subsistem dalam
masyarakat. Keluarga dalam subsistem masyarakat juga tidak akan lepas dari
interaksinya dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat,
misalnya sistem ekonomi, politik, pendidikan, dan agama. Dengan interaksinya dengan
subsistem-subsistem tersebut, keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan
sosial dalam masyarakat (equilibrium state),
'3
3
:~
15
e;
.l1li\
e;
.~
~,
~,
Seperti halnya organisme hidup, keluarga menu rut Parsonian diibaratkan
sebuah hewan berdarah panas yang dapat memelihara temperatur tubuhnya agar tetap
konstan walaupun kondisi lingkungan berubah. Parsonian tidak menganggap keluarga
adalah statis atau tidak dapat berubah. Menurutnya keluarga selalu beradaptasi secara
mulus menghadapi perubahan lingkungan. Kondisi ini disebut "keseimbangan dinamis"
(dynamic equilibrium).
.~
3
3
:~
-;.
Asumsi
Parson dalam Kinloch (2005) memuat sejumlah asumsi pokok yang berkenaan
dengan masyarakat sebagai berikut :
a. Sistem sosial diasumsikan untuk memunculkan sui generis, yaitu masyarakat
memiliki suatu realitas independen untuk melintasi eksistensi individu sebagai suatu
sistem interaksi.
b. Struktur sosial atau subsistem masyarakat menggambarkan sejumlah fungsi utama
yang mendasarinya (struktur mewakili fungsi) aau problem sosial yang
mendasarinya. Fungsi-fungsi ini terdiri atas : integrasi (sistem sosial didasarkan
pada norma-norma yang mengikat individu dengan masyarakatnya melalui integrasi
normatif), pOla pertahanan (sistem budaya, nilai-nilai dan nilai generalisasi),
pencapaian tujuan (sistem kepribadian-basis pembedaan), dan adaptasi (organisasi
perilaku-basis peran dan sistem ekonomi)
c. Parsons berasumsi bahwa fokus atau landasan sentral masyarakat adalah
kecenderungan terhadap ekuilibrium dan homeostatik. Proses-proses sentral dalam
kecenderungan ini adalah beberapa hal antarhubungan empat subsistem alsi
interpretasi, intemalisasi masyarakat, fenomena budaya ke dalam kepribadian, dan
institusionalisasi komponen-komponen normatif sebagai struktur konstitutif. Sistem
sosial ini kemudian dipandang sebagai sistem yang berorientasi integrasi dan
ekuilibrium secara kuat.
...
-'
3
.~
s::
'~
;J ~~
~I.~
~. ",
d;;.
d '~
d'3
~3
t-
~
!'
16
~;~
~ .!,
E
E~
,...
_
- .,
E~
E~;'
E,.....
~ ";'
~
~ ,.:.
J .:.
~ .~
J ..
J .~
J~
~ :3
J3
J~
J~
.J '~
.J .~
~.,~
cJ.~
~1 '~
~~ .~
E~ ~
~! ~
t:! ~
...
17
,','""''""
~
~
~
ritualisme (ritualism) adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat menolak tujuan
yang telah ditetapkan namun masih tetap memilih sarana atau tata cara yang telah
ditentukan, Keempat. penarikan diri (retreatisme) merupakan keadaan di mana warga
masyarakat menolak tujuan dan sarana yang telah tersedia dalam masyarakat.
Retreatisme ini mencerminkan mereka-mereka yang terlempar dari kehidupan
masyarakat. termasuk diantaranya adalah pengguna alkohol (alkoholik) dan
penyalahgunalpemakai narkoba. Kelima. pemberontak (rebellion). yakni suatu keadaan
di mana tujuan dan sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak serta berupaya
untuk mengganti dan mengubah seluruhnya5 .
';.
.,=.
18
IJ.'-'
,...:-;-'
e~
e -<
E'
E ,
Eo';:'
E,,
~I
~il.
... ,
~j .
~
s;-.l...
~
~II.
fLl:, ~
~1_~
r-L~
~J if
~1-~
~-~
~.
~~
I ~
~~
EJ3
~~
E-! '~
e! .~
J;~
~I~
~.I ~
~I.~
f!t!~
.! ~
19
....
:iE,
~:
~:
~3;.,
..
;a~
~.=~l;:.
l .:.
fa-
J
I'
~--;:.
~--~
d::.
I
J~
~- .~
,3
d3
el, ~
e!3
el-~
J~~
d.~
I
~3
~~ .~
~J
saling bergantungan, sehingga peru bah an yang te~adi dalam fungsi satu substruktur,
akan mempengaruhi pada substruktur lainnya, dan (2) setiap substruktur yang telah
yang
-3
~! :3
~-' -~
..
peran
20
:S::::::::""~_,
.
e ..
~,:
E'!'
i '!'
e ~
e ..
E:~
;.
-..
;.
.-
...
.-
;r:
J ..
1.
"""
J~
J~
J.:
1~
e;:.
Untuk memenuhi kebutuhan dan prasyarat dari sebuah sistem, maka perlu
diberikan perhatian pada fungsi-fungsi dari setiap bag ian sistem tersebut.
d~
d~
d~
d~
:I:
~-3
~~
II-!f
21
~ ~ ~ ~
._. _, _
l.t.I
\iJ
1. !~T. 1. 1. P.
"__
1.>
___
l)
""
,il
... ,i)
6..
~i.'
rr~1l,,----,1tJ!
,
"--'
\1.1
III
t-
if!
la'
l'
.l)
n rn
i. ,-
r'f)
n In
(I,
1'1
Iii
Ii'
I,;
III
1,1
Penutis
Asumsi-asumsi
Thesis
Sumber
perubahan
Pola
perubahan
Talcott
Parsons
Siklus.
Francesca
Cancian
Dariluardan
dalam sistem
so sial.
Siklus.
Dan dalam.
Linear.
Everett E.
Hagen
22
I'.
1.1
,I'
III
{I.
.,1
fl.
(1 ~
:II {II
11---'
....
E~-3
E:~
....
'
E.
.~
-'
E,!3
~, 3
i/::;;.. -
~~
~
j
.-
E 3
...13
~l
__
-i ~
.;t
~ 1.::.
~!~
~!~
r-I
I
... _
.lIIII4
~--~
~~
~~
I
Eo-~
e-!.~
e-!3
e-!.~
e-!.~
I
e-a~
f:;'~-3
E-A~
~A~
I
E-~
I
~'i~
t'~~
23
.
d.-'
materialisme dengan fokus pada kepemilikan benda seperti rumah dan mobil,
dan lebih mencari kebahagiaan pribadi di atas segalanya, sedangkan suara dari
timur mengarah pada kesatuan dan seirama dengan alam. Dengan demikian
keluarga modern berdiri di persimpangan jalan, bingung dan ragu jalan mana
yang akan ditempuh.
,~
..--
:?
,,.
:I~
;1:
~:
J;.
d~
~:
d-I ~
....
d~
I"
e-;;
I
e.;::
,II
,If
d
I
.of
:i:
d
dI '.:
..
I
Aapok Struktural
oleh tiga struktur utama yaitu bapaklsuami, ibulisteri dan anak-anak. Struktur
ini dapat pula berupa figur-figur seperti pencari nafkah", ibu rumah tangga,
anak balita, anak sekolah, remaja, dan lain-lain.
(2) Fungsi sosia!. Konsep peran soslal dalam teori Ini adalah menggambar'!(Bn
peran dar! maslng-masing individu atau kelompok menurut status sosialnya
dalam sebuah sistem sosia/. Parsons dan Bales (1955) dan Rice dan Tucker
(1986) membagi dua peran orangtua dalam keluarga, yaitu peran
instrumental yang diharapkan dilakukan oleh suami atau bapak, dan peran
emosional atau ekspresif yang biasanya dipegang oleh figur istrt atau ibu.
~-
E- ..
~-
24
~-=
E-
eE
~~
~
~~
I _
.
~
..
.....
.....
.J::.
..."
.J~
~~
~
~~
~~
~3
~~
d3
E--=.~
J~
e!.~
~I~
J.~
J~
I
.:~
E-j
E--~
..
t=-
.~
25
e-
E .~
~
E ...
E~
E7a
....... ..
(3) Norma sosia!. Norma $Osial adalah sebuah peraturan yang menggambarkan
bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah 'aku dalam kehidupan sosialnya.
Seperti halnya fungsi sosial, norma sosial adalah standar tingkah laku yang
diharapkan oleh setiap aktor.
Keluarga sebagai sebuah sistem (dalam hal ini sering dikaitkan dengan
keluarga inti atau nuklir) akan mempunyai tugas seperti umumnya dihadapi oleh
setiap sistem sosial: menjalankan tugas-tugas, pencapaian tujuan, integrasi dan
solidaritas, serta pola kesinambungan atau pemeliharaan keluarga. Keluarga inti
seperti sistem sosial lainnya, mempunyai karakteristik yang berupa diferensiasi
peran, dan struktur organisasi yang jeras .
.~~
..'Ift/II
.'Ift/II
;;;
.,,,,",
,'filii
...
;1:'
Aspek Fungsional
...
...,
~
~
~
~
"~
'::.
-~
;~
'~
3
~
....
---- :~
...
26
E=
E~
E~
E'1Il
E ".
E ,...,
E
E
E ,.
.-
~..,
"
~.-~ ,"!!!
~;;.
~
..,'
;:;.
~ ;;'
"'"
...
J :~
atau konflik akan terjadi karena tidak adanya kesepakatan siapa yang akan
memerankan tugas apa. Apabila ini te~adi, maka keberadaan institusi keluarga
tidak akan berkesinambungan. Levy selanjutnya membuat daftar tentang
persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai sistem
dapat berfungsi:
1. Diferensiasi peran. Dari serangkaian tugas dan aktivitas yang harus
dilakukan dalam keluarga, maka harus ada alokasi peran untuk setiap aktor
dalam keluarga. Terminologi diferensiasi peran bisa mengacu pada umur,
gender, generasi, juga posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing
aktor. Dengan menyitir sebuah ilustrasi "Seorang bapak adalah lebih kuat
daripada anak lelakinya (karena juga lebih muda), sehingga bapak akan
diberikan peran sebagai pemimpin dalam kegiatan instrumental".
2. Alokasi solidaritas. Distribusi relasi antaranggota keluarga menurut cinta,
kekuatan, dan intensitas hubungar.. Cinta atau kepuasan menggambarkan
hubungan antaranggota. Misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu
dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif
terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak lelaki mungkin
lebih utarna daripada hubungan antara suami dan istri pada suatu budaya
tertentu. Sedangkan intensitas adalah kedalaman relasi antaranggota
menurut Kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan.
3. Alokasi ekonomi. Distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan. Diferensiasi tugas juga ada dalam hal ini terutama dalam hal
produksi, distribusi dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga.
4. Alokasi politik. Distribusi kekuasaan da/am keluarga dan siapa yang
bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. Agar keluarga
dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan.
J~
5. Alokasi integrasi dan ekspresi: Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi,
internalisasi, dan pelestarian nilai-ililai dan perilaku yang memenuhi tuntutan
norma yang beriaku untuk setiap anggota keluarga.
J .~
~ ,-,.
J~
J3
J~
J:.
.J3
.J;~
~
~
.
!!
..
~3
~1 ~
~1.-,
e I .~
....-
27
c-=
t: ":
E '~
E '':
...)
E~
E .,.
~
,II
~.~
~';'
f: ,,.
.A<
~ :;'
f:; .~
f:; '';'
~ .. ~
~
~:;.
~.
, ..
~
J
~
...
1
~ .;.
~ .~
~~
J.
.J~
J-.
~j
menemukan bahwa dengan ayah dan ibu yang sarna-sarna mengambil bagian
dalam mengasuh anak, kaum ayah merasa lebih baik dan terbuka dengan anak
anaknya, sehingga anak-anak tumbuh dengan kemampuan diri yang lebih tinggi
serta keyakinan diri yang lebih besar, cenderung lebih matang dan dapat
bergaul, serta mampu menghadapi berbagai masalah. Perkembangan
kemampuan berbahasa pada anak-anak ini juga menjadi lebih tinggi dan
dilaporkan bahwa anak-anak tersebut mendapat nilai pedagogis yang tinggi. Hal
ini berkaitan erat dengan rangsangan-rangsangan yang diberikan ayah dalam
membantu perkembangan kognitif anak.
Pemyataan tersebut juga didukung oleh Sarwono (dalam Supriyantini,
2002) yang menyatakan bahwa ketiadaan tokoh ayah di mata anak lebih dahsyat
darnpak buruknya. Anak yang setiap hari melihat ayahnya menyediakan waktu di
rumah, bercengkerama dengan mereka serta saling melempar senyum dan
berkomunikasi dengan ibunya akan langsung mengindentifikasi sikap cian
tingkah laku sang ayah. Hal itu akan selalu tumbuh dan terjadi dengan
sendirinya. Berbeda dengan ayah yang tidak dapat memerankan fungsinya
sebagai "tokoh ayah" maka akan membias pada masalah psikis perkembangan
anak. Anak akan menjadf mudah terjerumus dalam banyak konflik disertai
gangguan emosional. Mereka seakan-akan mendapat tekanan dari keadaan
untuk memproses berbagai maeam kebingungan dan ketidakjelasan.
Partisipasi suami dalam kegiatan rumah tangga juga dapat meningkatkan
rasa kebersamaan terutama pada keluarga muda yang mempunyai karir ganda.
Kehidupan keluarga muda karir ganda ini menimbulkan suatu pola hidup yang
lebih kompleks dan membutuhkan keseimbangan, penyesuaian dan pengertian
dari seluruh anggota keluaiga agar tereapai suatu kehidupan peikawinan dan
kehidupan keluarga yang memuaskan.
Seeara umum dikatakan oleh Rowatt
(1990) bahwa para suami dan isteri yang seeara tulus mencintai pasangannya
akan mengalami suatu semangat kerja sarna yang baru. Kesediaan untuk
memberikan diri, akan menahan goneangan-goncangan dan perbenturan
kekuasaan serta memberi makna kembali kepada hubungan suami isteri atas
dasar keadilan.
Pentingnya paranan suami dalam kegiatan rumah tangga akan
membantu menyelamatkan isteri dari kelebinan peran yaitu peran dalam
keluarga dan peran dalam masyarakat, sehingga dengan demikian isteri merasa
dihargai dan suasana keluarga akan lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh
Sobur dan Septiawan dalam Supriyantini (2002)bahwa bila suami ikut terlibat
dalam kegiatan rumah tangga, minimal isteri akan merasa terbantu karena
pematian suami. Apalagi jika isteri adalah seorang pekerja, ada nilai kemandirian
yang harus diterima oleh suami dalam kehidupan
rumah tangga tersebut. Perkawinsn merupakan bersatunya dUB pihak atau dua
posisi dalam kesederajatan, namun dalam mekanisme tugas berbeda-beda
sesuai jenis kelamin. pembawaan, dan kemampuan masing-masing.
Supriyantini (2002) menyatakan bahwa keterlibatan suami dalam
pekerjaan rumah tangga dipengaruhi oleh faldor-faktor berikut :
1. Pandangan masyarakat yaitu pantas tidaknya seorang suami ikut terlibat
dalam kegiatan rumah tangga sesuai norma yang berlaku dalam
masyarakat tersebut dan latar belakang budaya.
~ ~.
~ .-~
.~
I-
--
:.1
28
,...;:-...
.~
c::::.;.
"t;:"'"
....
::0
E'~
E, . ..q
E~
~
. .;.
~:.
~
A;~
....
~.
"I
L: .... ,_
~a
~J
.~
...
J;.
J~
t]
.
~- ....
J.~
J~
Menurut Olson & Miller (1984) berbagai peran dalam pekerjaan rumah
tangga, dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam lingkungan keluarga,
diantaranya adalah :
1. Networks : Penelitian BoH (1957) menunjukkan bahwa pada keluarga
yang dihuni anggota keluarga lain selain keluarga inti, pemisahan peran
antara suami isteri terlihat jelas.
2. Pekerjaan isteri : Isteri yang bekerja di luar rumah mendapat bantuan dar;
suami dalam pekerjaan rutin rumah tangga (Blood & Wolfe, 1960).
Menurut penelitian Berk & Berk (1979), secara umum bantuan suami
sedikit dan terbatas. Hal ini dilihat karena bantuan suami 'ebih banyak
diperoleh pada waktu sore hari ketika isteri belum pulang dari tempat
kerjanya.
3. Anak-anak: Pada keluarga dengan tiga atau lebih anak, terdapat bantuan
dari suami, tetapi pada keluarga dengan lima atau lebih anak, bantuan
yang didapat lebih sedikit (Slocum & Nye, 1976). Farkas (1976)
menambahkan bahwa bantuan suami dalam keluarga yang mempunyai
anak kecil, hanya terdapat pad a keluarga muda (isten kurang dan 35
tahun).
4. Pendidikan: Farkas (1976) berpendapat bahwa pada suami-isteri yang
berpendidikan tinggi terdapat keterlibatan suami yang lebih besar, tetapi
hanya pada keluarga muda.
5. penghasilan : Ericksen et al (1979) mendapatkan bahwa penghasilan
suami yang tinggi, mengurangi keterlibatan suami dalam pekerjaan rumah
tangga.
6. Suku bangsa : suami kulit hitam lebih berpartisipasi dalam pekerjaan
rumah tangga dibandingkan suami kulit putih (Moynihan, 1965).
~ .~
.J3
~~
~~
~~
J:.
~~
J.~
J~
~~ ~
~~ ~
~! ~
1:1
~
...
29
-==~iCGCZ2C
= ,..
:..=-:-.::.~
"\
--.
r-::"
"=
~-3
~J-3
~,_I......
I:
~i ~
EJ~
~~
~- .~
..-1
!~
@ai~
~-
.:.
~.!~
~-.~
~.!~
r-.! .:;.
~ I ,~
,...-.
~-.:!r
~;.
~~
~~
~I
~I~
~.~
::'
~.~
J~
J~
~3
KRITIK
Banyak kritikan-kritikan terhadap struktur-fungsionalisme karena
perubahan yang terjadi dalam masyarakat Struktural-fungsionalisme sangat
positistik dan menempatkan kebudayaan sebagai statis dan tidak melihat proses
perubahan, serta selalu membangun generalisasi.
Dalam pendekatan konsep struktural-fungsionalisme, konsep generalisasi
merupakan satu konsep yang sangat penting. Dimana dalam pendekatan
struktural-fungsionalisme selalu berusaha ingin mencapai generalisasi. Oleh
sebab itu pendekatan-pendekatan yang dilakukan untuk mencapai generalisasi
tersebut dilakukan dengan cara pembandingan (comparativeness) secara lintas
budaya (cross-cufturalfy). yaitu dengan melihat persamaan-persamaan dari
keanekaragaman. dan menarik suatu kesimpulan dari khusus ke umum.
Salah satu kritik yang dilontarkan pada teort ini ialah bahwa teori ini terlalu
tertkat pada kenyataan masyarakat pra-industrt. Padahal. struktur dan fungsi di
dalam masyarakat kontemporer sudah banyak berubah. Keluarga dan unit rumah
tangga telah mengalami banyak perubahan dali penyesuaian. Kalau dahulu
sistem masya-rakat lebih bersifat kolektif. dan keluarga pun masih bersifat
keluarga besar. Tugas dan tanggung jawab keluarga dipikul secara bersama
sarna oleh keluarga tersebut. Masalah anak tidak hanya diurus oleh ibunya.
tetapi oleh semua anggota keluarga yang ramai tinggal di rumah tersebut. Lain
halnya dengan keadaan masyarakat sekarang ini. di mana keluarga inti sernakin
meluas di dalam masyarakat dan sudah menjadi salah satu ciri masyarakat
modem7.
Teori ini juga dikritik karena mengabaikan peranan konflik,
ketidaksepakatan. perselisihan dan evolusi dalam menganalisis masyarakat.
Pendekatan ini dianggap juga mendukung status-quo (apa yang sudah ada itu
adalah baik), dan orang kemudian menduga bahwa teort inl membenarkan dan
memajukan struktur kapitalistis demokrasi 8arat.
Sehubungan dengan perubahan struktur keluarga di atas, menarik untuk
diperhatikan penelitian Nye (1976: 16) yang membagi opini masyarakat terhadap
fungsi dan peran suami-isteri kepada lima kelompok, yaitu; 1) segalanya pada
suami; 2) suami melebihi peran istert; 3) suami dan isteri mempunyai peran yang
sarna; 4) peran isteri melebihi suami, 5) segalanya pada istert. Apa yang
dikemukakan Nye di atas, selain menunjukkan betapa besar perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat, juga menunjukkan betapa besar tantangan teori ini
di masa mendatang. Pembagian fungsi dan peran antara suami isten dianggap
sulit dipertahankan dalam konteks masyarakat modem. Dalam era globalisasi
yang penuh dengan berbagai persaingan, peran seorang laki-Iaki banyak
mengacu pada norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan
faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan.
Laki-Iaki dan perempuan sarna-sarna berpeluang untuk memperoleh kesempatan
dalam persaingan.
I Sahrizal. 2006. Prospek Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2tp2) 01 Provinsi
Nanggroe Aceh DlI1JSsalam Ar-Raniry state Institute of Islamic Studies Women Empowerment Bureau, Regional
Secretariat, Nanggroe Aceh Darussalam Province State Ministry d Women Empowermen~ RI
E13
e! ~
t:-
30
-"'".~L."","""
.....
= ....... _
Aspek lain yang dikritik dalam teori ini adalah karena adanya konsep
diferensiasi peran (role differentiation) dalam segala institusi di masyarakat.
Diferensiasi peran ini akan menyebabkan masyarakat berstrata, karena struldural
fungsional ini memang mengakui adanya segala keragaman (bakat, kapasitas.
kemampuan. biologis. dan sebagainya) dalam setiap masyarakat. Namun
diferensiasi peran ini sebetulnya memang dibutuhkan dalam kelangsungan hidup
masyarakat. Studi klasik tentang diferensiasi peran dalam kehidupan sosial
masyarakat yang dilakukan oleh Davis dan Moore pada tahun 1945, dipengaruhi
oleh kerangka konseptual struldural-fungsional. Penelitian mereka menunjukkan
bahwa sebuah sistem dengan sistem gaji yang berbeda akan memotivasi
individu untuk meningkatkan pendidikan dan meningkatkan kinerja mereka.
Pekerjaan sulit yang memerlukan kemampuan dan bakat yang tinggi. akan diberi
penghargaan lebih tinggi. Kegagalan sistem komunis yang tidak memberikan
motivasi individu untuk meningkatkan produldivitasnya. telah memberikan
konfirmasi akan kebenaran hasil penelitian tersebut. Namun hasil penelitian ini
tetap dikritik oleh para egalitis karena sistem ini secara tidak lang sung
memberikan pembenaran adanya ketidaksetaraan sosial dalam masyarakat.
Begitu pula diferensiasi peran dalam institusi keluarga. Dengan
meningkatnya pendidikan para wanita. maka peran ekspresif wanita yang
dikaitkan dengan wilayan domestik. dianggap tidak sesuai lagi. Wanita yang oleh
teori ini dianggap lebih cocok untuk memerankan peran ekspresif dan emosional,
telah dikritik sebagai upaya untuk mengecilkan kemampuan wanita dalam
berbagai aspek instrumental seperti yang dikerjakan oleh pna. Mereka yang
mengkritik teori struldural-fungsional, menganggap teori ini tidak sesuai dengan
adanya perubahan sosial karena berubahnya kondisi wan ita
Terakhir. kritik yang sering terdengar adalah keluarga bukanlah satu
satunya institusi yang mempunyai fungsi untuk tempat tumbuh dan
berkembangnya individu. Banyak fungsi yang dilakukan dalm keluarga, dapat
digantikan oleh institusi lainnya di luar keluarga. Misalnya sekolah. tempat
penitipan anak, klinik-klinik psikiater dan psikolog, dan sebagainya. Hal ini
disebut defungsionalisasi pada sistem keluarga (Megawangi, 1999).
Walaupun institusi keluarga sudah banyak mengalami perubahan fungsi,
ternyata keJuarga tetap hidup. dan keberadaan keluarga nuklir tidak pernah
berkurang. Hal ini bertolak belakang dari prediksi yang mengatakan bahwa
institusi keluarga pada zaman modern akan "mati" dan hilang. Bahkan di
beberapa negara Barat sudah sering terdengar isu-isu tentang neo-functionalism.
di mana ide-ide konservatif tentang segala bentuk kehidupan termasuk instilusi
keluarga ingin diperkukuh kembali. William Bennet dan Dan Coats mengatakan
bahwa untuk mengembalikan Amenka Serikat menjadi masyarakat madani (civil
society), sangat diperlukan kembalinya pada moral-moral konservatif.
Adanya gerakan neo-functionalism di Barat adalah suatu bukti bahwa
institusi keluarga masih dianggap instilusi normatif yang perlu direvitalisasi dalam
masyarakat Barat. Instilah "back to family values" adalah sebuah istilah yang
sudah umum di dengar masyarakat Amerika Serikat, bahkan menjadi topik utama
kampanye pemilihan Presiden periode George Bush melawan Clinton. Instilusi
keluarga masih menjadi dambaan para wanita Amerika. Berdasarkan polling
yang dilakukan oleh Gullup Poll pada tahun 1985. pola hidup yang diidealkan
oleh mayontas wanita Amerika adalah menikah dan mempunyai beberapa orang
anak.
31
E--;';'
E' "3
E '..
~3
~
..~
~!J
E-:3
~, ~
~.~
~
....
.,, ,.,.
..
~
........
,
1 ~
,,..
1
"';
~
~~
~J .
.......
J ..
J:~
J:~
~3
tJ
~ .~
~.~
~~
~~
~:;.
~~
.!~
~.~
~~
~~
..
.-3
0-I
'_ .,,1
32
.~
.~
:;::;:;:;::;:::""
E:- ....
f!o
.~
~~
~ ~
Eo
.~
Eo
.~
II
~ '
';'
..
~~ ';'
'!t
c:.:, :;,
~.
J .~
J;.
J~
d -,.
d .:
panas, dan ketika suhu dirasakan cukup hangat, thermostat memberikan sinyal
kepada mesin perapian untuk berhenti. Hasilnya suhu di dalam ruangan
berfiuktuasi dengan rentang yang terbatas ketika sistem pemanas ini diaktifkan.
Analogi tersebut memberikan gambaran mengenai keluarga sebagai
sebuah sistem, dimana tiap elemen, yaitu anggota keluarga saling bergantung
satu sarna lain, Dengan cara yang serupa, keluarga juga mengembangkan
sebuah sistem keseimbangan dalam pola hubungan mereka. Perbuatan dari
salah seorang anggota keluarga (misal A) mempengaruhi anggota lainya, dan
perbuatan A juga dipengaruhi reaksi dari anggota lainnya, Hal ini dapat terlihat
ketika kestabilan sebuah sistem terancam, Perubahan dalam keluarga berarti
penyesuaian kembali dari seluruh sistem dan dapat menyebabkan masalah,
serta merupakan tantangan bagi setiap anggotanya.
Ketika seorang individu hidup bersama dalam sebuah lingkungan yang
intim, seperti keluarga, mereka mulai membuat batasan bagi yang lainnya. Hal ini
merupakan batasan dari perilaku yang dapat diterima dan sampai sejauh mana
penyimpangan yang terjadi dapat ditolerir. Ketika perilaku salah seorang individu
melanggar batas yang telah disepakati bersama, anggota yang lain merespon
dengan mencoba mempertahankan batas tersebut dan menjaga kestabilan dari
sistem keluarga, Setiap anggota dari sistem keluarga turut berpartisipasi dalam
menjaga kestabilan, Ketika sistem keluarga berusaha untuk menjaga
kestabilannya, bukan berarti batas yang mereka tetapkan harus kaku dan tidak
bisa dirubah. Keluarga harus mempersiapkan diri untuk merespon perubahan
kebutuhan anggotanya dari waktu ke waktu, bersiap untuk kejadian yang tidak
direncanakan yang melibatkan anggotanga, dan bersiap menghadapi tekanan
yang berasal dari luar sistem,
J~
J .~
d :;.
d~
J ,~
J~
~I .~~
J :~
J~
~I
1
33
.~
~
--~~
e~
E:
Eo
~
1. Batasan Ektemal
E-~
E-~
E~
~~
~~
~, ';'
-'
~-;.
~-.
-'
,..~
.~
"""""~
'IJ~
........
~ .~
'~
J.~
J~
J~
J~
.J
~
.~
.J ';.
J~
~ .~
.J'~
.J~
.I
Meskipun batasan inj tidak tampak secara fisik, namun dapat dirasakan
oleh anggota keluarga. Keluarga dapat menganggap batasan ini seperti pagar,
dinding ataupun bendungan yang memisahkan apa yang menjadi milik
keluarganya. Keluarga juga dapat membuat batasan itu menjadi mudah atau sufit
diakses dengan menggunakan gerbang, bel pintu, atau sistem interkom.
Keluarga dapat membuat pemyataan mengenai seperti apa batasan yang
dimilikinya, seperti privasi dan aksesibilitas, dengan analogi fisik tersebut.
Untuk menggunakan batasan yang dimilikinya, keluarga memiliki banyak
pola sikap, aturan dan juga komunikasi yang membantu mendefinisikan batasan
tersebut, seperti siapa saja yang termasuk. dan dapat mengakses keluarga,
contohnya kaluarga besar, ipar, teman atau keluarga. Berdasarkan
karakteristiknya, keluarga memiliki struktur yang berbeda-beda dalam
menciptakan batasan luar inj, yang dapat dikelompokkan menjadi :
a. Keluarga tipe tertutup
b. Keluarga tipe terbuka
c. Atau gabungan diantara keduanya.
Derajat keterbukaan atau ketertutupan tersebut sangat bervariasi sesuai
dengan gaya, keinginan, dan kebudayaan dari sebuah keluarga. Hampir semua
keluarga memiliki tipe campuran antara terbuka dan tertutup, yang dapat
berubah bergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi, amat jarang
ditemukan sebuah keluarga yang benar-benar menganut tipe terbuka atau
tertutup.
Mempertimbangkan dampak dari batasan keluarga tersebut adalah
penting, sehingga keluarga dan anak-anak dapat menghadapi kemungkinan
tekanan yang datang secara bersama-sama. Satu hal yang paling penting dalam
menentukan batasan ekstemal ini adalah perfunya sikap yang fJeksibel untuk
membuka akses keluarga terhadap sumber daya dari dunia luar untuk
memperoleh kebutuhan dan keinginan mereka dengan memuaskan.
2. Batasan Internal
Sistem keluarga terdiri dari beberapa subsistem, yang menciptakan
batasan intemal. Pembagian subsistem inl dapat dldasarkan pada generasi
(mlsal anak-anak), jenis kelamin, kepentingan atau fungsi yang sama dan
sebagainya. Seorang individu mungkin saja termasuk ke dalam lebih dari satu
subsistem. Seiring berjalannya waktu, perlu dibuat peraturan mengenai
bagaimana subsistem-subsistem tersebut saling berinteraksi satu sama lainnya,
siapa saja yang termasuk dalam subsistem tertentu dan bagaimana setiap
anggota berpartisipasi. Dengan kata lain batasan ini ada untuk membatasi
hubungan antara semua subsistem dalam keluarga.
~~
.- .
~ .~
~...I
....
~
34
C:~
E'3
E'~
E-
.~
E-~
E-: '!9
~
c-;;
.~
~ 'it
~ ,~
J,~
~)- ,...
..rl,,
~
'-.
cJ~
J '~
~
J ',;
J '3
J -. ,
#1 '..
-,j
';'
'I.~
~I'~
f...;
-~
J -;.
~~~
I -
~,
-.~
f.-;~
...! .~
~.~
.J ,._~
4. Peraturan Keluarga
Dari waktu ke waktu, anggota keluarga mengembangkan aturan
mengenai bagaimana mereka berhubungan satu sama lain dan lingkungan luar.
Aturan-aturan ini dapat bersifat eksplisit, namun ada juga yang bersifat implisit,
tidak dapat dikenali secara nyata, contohnya aturan yang menegaskan bahwa
orang tua jangan pemah cekcok di hadapan anaknya. Aturan-aturan tersebut
dijalankan secara berulang-ulang, dapat diprediksi dan tetap, meskipun seperti
beberapa tradisi, bagaimana dan mengapa aturan tersebut dibuat dapat saja
hilang atau dilupakan. Untuk memahami keluarga, sangatlah penting untuk
memepelajari bagaimana suatu aturan dijalankan dan bagaimana pola perilaku
dalam menjalankan aturan tersebut. Suatu aturan dibuat untuk menjamin suatu
sistem keluarga berjalan stabil, mempertahankan keutuhan sebuah keluarga,
serta membangun identitas sebuah keluarga yang membedakan keluarga
tersebut dengan keluarga lainnya.
Aturan ini dapat menjadi masalah yang serius, ketika aturan tersebut
bertentangan dengan kepentingan salah seorang anggota keluarga, dan
keluarga terse but tidak mampu untuk mendiskusikan aturan yang mungkin harus
diuban tersebut seiring dengan berjalannya waktu dan situasi.
5. Distribusi Kekuatan
Semua keluarga harus memiliki cara untuk membuat keputusan dan
menyelesaikan konflik. Hampir dalam semua keluarga, seluruh anggota memiliki
dan perlu untuk memiliki sejumlah kekuatan dan pengaruh di daerah tertentu.
Aponte (1976) mengatakan bahwa anggota keluarga harus memiiiki cukup
kekuatan dalam keluarga agar dapat melindungi kepentingan pribadinya dari
anggota isin maupun seluruh keluarga. Normalnya, pemikiran seseorang
mengenai kekuatan dan pengambilan keputusan menjadi sesuatu yang penting
bagi anggota keluarga yang sudah dewasa. Namun seberapa besar kekuatan itu
terdistribusikan dan digunakan sangat bervariasi tergantung dari keadaan
keluarganya.
35
~1 ~
:.I
...I
E:=
E-'~
E ..
,.
3. Peran Organisasi
UI
,.
',11
..
..
~
J~
J~
d~
~~
d~
d~
d~
d~
d~
.!~
d~
d~
.!.,~
~~
~J
.,
f. ~ .,
.! ~
EI ~
35
c ,.
E .
f: .'"!
E .
Eo
'~
E'~
E:
'~
Eo . ~
E-3
~3
f'o.'~
~;.
c:.;3
~;,
~ ..~
~ .~
~~
J~
;J
~~
JiJ
~
~
...
J~
J~
~'.~
J.3
~~
,J.,
~.~
~J ~
~J~
36
~-~
t:- "3
t:- ;
E-
',~
,~
E--3
~3
~3
Eo-"!t
2.
~3
E--3
~:?
~3
3.
~3
~ '~
4.
~ '~
~3
~ .~
~ ,~
~ '~
I
~~
5.
Diferensiasi peran.
Untuk menjalankan serangkaian tugas dan
aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, maka harus ada
alokasi peran untuk setiap aktor dalam keluarga. Terminologi
diferensiasi peran dapat mengacu pada umur, gender, generasi,
juga posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor.
Allokasi solidaritas.
Merupakan distribusi relasi antar anggota
keluarga menurut cinta, kekuatan dan intensitas hubungan. Cinta
atau kepuasan menggambarkan hubungan antar anggota, misalnya
keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan
mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi
lainnya. HUbungan antara bapak dan anak lelaki mungkin lebih
utama daripada hubungan antara suami dan istri pada suatu budaya
tertentu. Sedangkan intensitas adalah kedalaman relasi antar
ang90ta menu rut kadar cinta, kepedulian ataupun ketakutan.
Alokasi ekonomi.
Merupakan distribusi barang-barang dan
jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas
juga ada dalam hal ini, terutama dalam hal produksi, distribusi dan
konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga.
Alokasi politik. Merupakan distribusi kekuasaan dalam keluarga
dan siapa yang bertanggung jawab atas tindakan anggota keluarga.
Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada
tingkat tertentu diperlukan.
Alokasi integrttas dan ekspresi. Merupakan distribusi teknik atau
cara untuk sosialisasi, intemalisasi dan pelestarian nilai-nilai dan
perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap
anggota keluarga.
~3
J~
J~
~3
~,~
J,~
~.,
~.,
Eo!"
___ J
37
a" ,~
'ill
.~
eo
.:
.~
e
..:
.~
INPUT
.~
E'
.~
E~
SISTEM
~.~
e-3
~~~
CHANGE
{STRESS
~~
I
~ .~
OUTPUT
~~
~~
~
~~
c:J~
Gambar 1.
~~
J~
J~
~iJ
J~
J.,
~~
J~
J~
~~
J.~
EoJ ~
38
~ ... ~
-,-g:gg=:t" _5.;:g
t'3
~
"3
,~
.~
e ,3
e"'3
Eo3
~,3
Eo' ~
~
..
t-:.~
.....-;
-'
~~
J 'A
J~
J~
J '~
~~
J~
]
~~
EJ~
PENUTUP
1. Pendekatan struktural-fungsional adalah pendekatan teon soSiologi yang
diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam
masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam
kehidupl!ln &o&ial ma&yarakat. Pendekatan ini mempunyai warna yang jelas,
yaitu mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosia!.
2. Tokoh-tokoh struktural fungsional diantaranya adalah Auguste Comte (1798
- 1857), Herbert Spencer (1820 -1903), Emile Durkheim (1858-1917),
Oswald Spengler (1880-1936), Bronislaw Malinowski (1884 -1942), Alfred
Reginald Radcliffe Brown (1881-1955), Talcott Parsons (1902-1979),
Anthony Giddens (1938- sekarang) dan Robert Merton (1911-2003).
3. Asumsi teori struktural-fungsional adalah suatu masyarakat terdiri dari
berbagai bagian yang saling mempengaruhi, yakni : (1) masyarakat terber.tuk
atas substruktur-substruktur yang dalam fungsi mereka masing-masing,
saling bergantungan. sehingga perubahan yang terjadi dalam fungsi satu
substruktur, akan mempengaruhi pada substruktur lainnya. dan (2) setiap
:5ubstruktur yang telah mantap akan menopang aktivitas-aktivitas atau
substruktur lainnya.
4. Salah satu aspek penting dari perspektif struktural-fungsional adalah bahwa
setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas,
fungsi tersebut terpolakan dalam struktur hirarkis yang harmonis, dan
komitmen terhadap terselenggaranya peran atau fungsi itu.
5. Struktural-fungsional berpegang bahwa sebuah struktur keluarga
membentuk kemampuannya untuk berfungsi secara efektif. dan bahwa
sebuah keluarga inti tersusun dari seorang laki-Iaki pencari nafkah dan
wanita ibu rumah tangga adalah yang paling cocak untuk memenuhi
kebutuhan anggota dan ekonomi industri baru.
6. Harmoni dalam pembagian dan penyelenggaraan fungsi-peran, alokasi
solidaritas, komitmen terhadap hak, kewajiban, dan nilai-nilai bersama ini
merupakan kondisi utama bagi berfungsinya keluarga
7. Teori .i~i dikritik karena. mengabaikan peranan kontlik, ketidaksepakatan.
persellslhan dan evoluSI dalam menganalisis masyarakat. Pendekatan in;
dianggap juga mendukung status-quo (apa yang sudah ada itu adalah baik),
dan orang kemudian menduga bahwa teon ini membenarkan dan memajukan
struktur kapitalistis demokrasi Barat.
~) ~
~'~
~~
J ,3
J~
~~
J~
~J ~
E-J.,.1 ~
39
e'~
t: "3
to
t:'
Eo
DAFTAR PUSTAKA
E'" ~
~~
~
'~
Eo- -..
~~
~
..~
..
~~
~ /~
~~
~~~
J;.
J-...
J.~
]~
..
.,
-:-
~-.-
~.....
-.,
~.4~
,.....
.~
Barnes, J. 1971. Three Styles in the Study of Kinship. London: Butler & Tanner.
~-.
~~
.~
J~
~
Amri Jasda. Dampak Pemberian ASI temadap status Gizi dan Emotional
Bonding Ibu-Anak pada Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja.2001. Skripsi.
Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Anonim. Pengasingan Pelajar Dari Perspektif Teori Sruktural- Fungsional
Azzachrawani.
Kontribusi Perempuan temadap Pendapatan Keluarga dan
Dampaknya temadap Kepuasan Keluarga (Kasus Perempuan Pedagang
Pasar Tradisional di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie,
Nanggroe Aceh Daruss3Iam). 2004. Tesis.Bogor : IPB
Bagong Suyatno.
Memahami Remaja Dari Berbagai Perspektif Kajian
Sosiologis.
Univesitas
Airlangga.
http://hqweb01.bkkbn.go.idlhqweb/cerialma45memahamLhtml.
Diakses
23 Desember 2007.
Bannard, A (200i) History and Theory in Anthropolgy. Cambridge: University
Press.
40
c-. ~ ~
t;~
e .. ~
E:' ~
Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life, (1912, English translation
by Joseph Swain: 1915) The Free Press, 1965. ISBN 0-02-9080 1O-X,
new translation by Karen E. Fields 1995, ISBN 0029079373
Eo' ~
E:. ~
Ember,C. R., dan Melvin Ember (1990) Anthropology, New Jersey: Prentice Hall,
Englewood Cliffs.
E:~
Etzioni, A. & Halevy, Eva Etzioni- (eds). 1973. Social Changes: Sources, Pattems
and Consequences. Basic Books, New York.
E'~
~3
~.~
~~
~~
~-
~~.;.
~~
http://www.psikologi-untar.com/psikologi/skrtpsiltampil.php?id=34 . Diakses 19
Desember 2007.
Ihromi, T.O. ed. (1981) Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Gramedia.
IJ
,..
~-
~1
:7
~1
..
.
.>
~-"
~-\l1li
1
~-:.I
..,
.;.
J;.
I
J.
~.
, ~
-~
~.,
41
;II
!!I
C:-'..
,
3
t:~
~ .~
E ~~
E ;.
~
-'
,It
...
~;
.
-
,~
~~
~~
~
, fI
~'~
~~
~~
~-,~
I
,j
.!IIl
~-...
~~
J~
~-
J~
J~
J~
J.
- ] ~
~~
J
-I ~
~- ~
.J
42
....
E:
t::
E
E
E
-'
-""
t:
~
~
'~
I.
..
,.I.
I.
,.
'.
,t(
~ ,;.
~.
J~
'~
J~
J~
J;.
Siamet
Widodo. http://agriwidodo-nikel.blogspot.coml2007111/perspektif-teori
tentang-perubahan.html. Perspektif Teori Tentang Perubahan Sosial;
Struktural Fungsional dan Psikologi Sosial. Diakses 2 Desember 2007
Slater (1974),
Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Pustaka Jaya. Jakarta,
Steven Lukes: Emile Durkheim: His Life and Work, a Historical and Critical Study.
Stanford University Press, 1985.
Strong, Bryan and Christine De Vault. 1989. The Marriage and Family
Experience. West Publishing Company. St. Paul.
Supriyantini, Sri. 2002. Hubungan Antara Pandangan Peran Gender dengan
Keterlibatan Suami da/am Kegiatan Rumah Tangga. Fakultas Kedokteran
Program Studi Psikologi. Universitas Sumatera Utara.
Syahyuti. 2006. Sistem. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Bogor
Turner, Bryan, 1985. Teori Teori Sosilogi Modernitas Posmodernitas, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Tylor, E.B. (1889) "On a Method of Investigating the Development of Institution;
Applied to the Laws of Marriage and Descent" da!am Journal of the Royal
lanthropologicallnstitute of Great Britain and Ireland, XVIII, hal. 245-277.
Undsey, 1990: 39).
Wellman, Barry and S.D. Berkowitz. ed. (1988) Social Structure. Australia:
Cambridge University Press.
Winch,1963
Zamralita dan Aswini. 2005. Departement of Psychology Tarumanagara
University
~~
J~
J~
~~
J~
J :;.
d~
~~
t_
~~
~..!
.,
~i
.,
~i ~
t--
.~
43