Referat Ektima
Referat Ektima
I.
PENDAHULUAN
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
Streptococcus,
atau
kedua-keduanya.
Penyebabnya
yang
utama
(1)
ialah
Bakteri ini
menyebabkan klinis infeksi yang luas dari pioderma superfisial hingga infeksi
jaringan lunak yang invasif, tergantung dari organisme, lokasi infeksi, dan faktor
host. Pioderma merupakan infeksi pada epidermis, tepat dibawah stratum
korneum atau pada folikel rambut. Jika tidak diobati, pioderma bisa menginfeksi
dermis dan mengakibatkan formasi furunkel dan ektima.(2)
Ektima merupakan ulkus superfisial dengan krusta diatasnya yang
disebabkan karena infeksi oleh Streptococcus. Ektima tampak sebagai krusta tebal
berwarna kuning dan biasanya berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang
relatif banyak mendapat trauma.(1) Krusta yang diangkat lekat dan tampak ulkus
yang dangkal. Lesi ektima dapat berkembang dari pioderma primer, penyakit
kulit, atau trauma yang sudah ada sebelumnya Sedangkan ektima gangrenosum
merupakan luka kutaneus yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa dan mirip
dengan ektima Staphylococcus atau Streptococcus.(2)
Di Eropa, kebanyakan kasus ektima terjadi pada anak-anak. Akan tetapi,
di daerah tropis, ektima lebih umum terjadi pada semua usia. Ektima biasa terjadi
karena impetigo yang tidak diobati akibat tertutupi alas kaki atau pakaian, yang
biasa terjadi pada tunawisma atau pada tentara yang ditugaskan di daerah iklim
lembab dan panas. Higienitas yang buruk dan kurangnya gizi juga merupakan
faktor predisposisi dari ektima. (2, 3)
Peningkatan
penyembuhan
kesehatan
ektima.
dan
gizi
Penyembuhan
merupakan
terjadi
setelah
hal
penting dalam
beberapa
minggu
mengkonsumsi
Staphylococcus.
II.
antibiotik
untuk
mengatasi
bakteri
Streptococcus
dan
(2, 3)
EPIDEMIOLOGI
Kasus ektima terjadi diseluruh dunia, terutama di daerah tropis dan
subtropis. Ektima dapat diamati di segala usia atau jenis kelamin dan biasa
didapatkan pada orang-orang dengan malnutrisi. Lesi ektima juga sering terlihat
pada ektrimitas bawah anak-anak, lansia yang terabaikan, atau orang dengan
penyakit diabetes. Higienitas yang buruk dan terabaikan merupakan kunci dari
patogenesis ektima. Lesi ektima yang banyak pada pergelangan dan punggung
kaki adalah pioderma yang paling sering terjadi saat waktu perang di daerah iklim
tropis.(2, 4)
III.
ETIOLOGI
Ektima
disebabkan
oleh
Streptococcus
(1, 3)
group
beta
penyebab
IV.
PATOGENESIS
Ektima merupakan bentuk lebih dalam dari impetigo dimana ulserasi telah
V.
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis dari ektima dapat dilakukan dengan
dangkal dapat juga sampai bagian dermis dengan dasar yang rapuh dan tepi yang
meninggi.(3, 4, 7, 8)
Gambar 1 : Staphylococcus aureus, Ektima. Luka dengan krusta tebal yang banyak pada kaki pasien
dengan diabetes dan gagal ginjal. Lesi ektima juga muncul pada kaki yang lain, lengan, dan tangan. (2)
Gambar 2 : Ektima(8)
Lesi biasanya berjumlah beberapa lesi namun untuk lesi baru biasanya
berkembang secara autoinokulasi dalam jangka panjang.(9) Biasanya pasien
merupakan pasien yang tidak merawat kebersihan dirinya dan pada orang-orang yang
mengalami malnutrisi. Pada orang-orang yang pernah menggunakan tattoo maupun
obat-obatan terlarang juga dilaporkan memiliki resiko tinggi mengalami ektima.(10, 11)
Predileksi terjadinya pada bokong, paha dan kaki, namun paling sering pada bagian
region tungkai bawah.(3, 4) Tempat luka dapat pada daerah trauma sebelumnya, luka
operasi atau penyakit dermatosis lainnya seperti posriasis ataupun dermatitis. Pasien
biasa juga disertai dengan keluhan nyeri berat adenopati regional, demam sekitar 38
derajat atau lebih serta malaise.(4)
Dalam menegakkan diagnosis ektima, selain melihat gambaran klinis, dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan tambahan seperti :
1. Biopsi kulit
Peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan infiltrasi PMN dan
pembentukan abses mulai dari folikel polisebasea. Pada dermis, ujung pembuluh
darah melebar dan terdapat serbukan sel PMN.(12)
2. Pewarnaan Gram
Pada pemeriksaan ini didapatkan gambaran bakteri kokus gram positif dengan
bentuk rantai atau anggur dengan terdapat neutrofil.(8) Bahan untuk pemeriksaan
bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi yang aktif. Pemeriksaan
dengan Gram merupakan prosedur yang paling bermanfaat dalam mikrobiologi
diagnostik ketika dicurigai adanya infeksi bakteri. Sebagian besar bahan yang
diambil harus diapuskan pada gelas objek dan dengan teknik pewarnaan gram
diperiksa secara mikroskopik.(12)
3. Kultur
Didapatkan umumnya Staphylococcus aureus. Meskipun pemeriksaaan ini
kurang efektif namun dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan air ke tepi lesi
yang aktif, lalu dilakukan aspirasi. Biasanya menghasilkan kadar yang positif
sekitar 5-10 persen.(4)
VI.
DIAGNOSIS BANDING
1. Folikulitis(13)
Folikulitis adalah peradangan bagian distal folikel rambut yang biasanya
hanya mengenai ostium, tapi dapat meluas sedikit kebawahnya yang
disebabkan oleh Staphylococcus koagulase positif. Dapat juga terjadi sebagai
akibat kontak dengan zat-zat kimia tertentu. Pada folikulitis terlihat pustul
folikuler kecil dan berbentuk kubah, sering ditembus oleh rambut halus.
Krusta tipis tipis dapat menutupi muara folikel yang menyembul.(13)
2. Ektima gangrenosum(8)
Penyakit kulit yang disebabkan oleh Pseudomonas biasa terjadi pada
pasien dengan immunocompromised, Ektima gangrenosum dapat pula terjadi
karena bakteri ataupun jamur. Lesi pada ektima ini berupa papulovesikel
berukuran kecil yang berkembang progresif menjadi jaringan ulkus nekrotik
dengan eritem disekitarnya dan skar hitam pada bagian tengahnya.(9)
Merupakan penyakit yang perjalanannya cepat, idiopatik, kronik dan
merupakan penyakit yang sangat melemahkan kulit. Penyakit ini ditandai
dengan infiltrasi neutrofil dan kerusakan pada jaringan yang biasanya terjadi
berhubungan dengan penyakit sistemik seperti misalanya colitis ulcerative
chronic. Biasanya ditandai dengan bentuk yang iregular, ulkus dengan warna
biru merah yang biasanya menimbulkan jaringan nekrotik disekitarnya.(8)
3. Impetigo krustosa(1)
Impetigo ialah infeksi piogenik superfisial dan mudah menular yang
terdapat dipermukaan kulit. Dapat disebabkan Staphylococcus aureus atau
Streptococcus atau oleh keduanya.(13) Persamaan impetigo dengan ektima
sama-sama berkrusta warna kuning. Perbedaannya impetigo krustosa terdapat
pada anak, berlokasi di muka dan dasarnya ialah erosi. Sebaliknya ektima
terdapat baik pada anak maupun dewasa, tempat predileksinya di tungkai
bawah, dan dasarnya ialah ulkus.(1)
VII.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada ektima sama dengan penatalaksanaan pada
impetigo.(14) Pada kasus ektima, yang lebih utama dari pemberian obat adalah
dengan membersihkan perlukaan dengan air dan sabun, menjaga higienitas dan
nutrisi dari tiap individu serta menghindari faktor predisposisi kemudian
dilanjutkan dengan terapi pilihan baik topikal maupun sistemik. Pilihan
1. Terapi Topikal
Terapi topikal yang dapat diberikan berupa desinfektan topikal atau
ointment asam fusidat, pada beberapa kasus berat dapat diberikan mupirocin
ointment dua kali sehari.(16) Mipirocin (bactroban centany) merupakan terapi yang
efektif dan aman untuk mengatasi ektima dan impetigo atau yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus dan Staphylococcus aureus. Tidak seperti antibiotik topikal
lainnya, mupirocin sangat jarang menyebabkan sensitisasi pada kulit. Mupirocin
dapat diberikan empat kali sehari selama tujuh hari sampai sepuluh hari, efeknya
lebih baik dalam eradikasi Staphylococcus aureus jika dikombinasikan dengan
eritromisin.(16)
2. Terapi Sistemik
Berdasarkan data dan temuan klinis, infeksi kutaneus yang disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes dapat menyebabkan glumerulonefritis oleh karena itu
semua kasus ektima, erisipelas, dan selulitis sebaiknya dapat terdiagnosis dan
diterapi secara dini. Saat ini pengobatan yang masih menjadi pilihan utama adalah
penicillin. Dapat digunakan dengan dosis 250 mg per oral empat kali sehari
dalam sepuluh hari atau procaine penicillin G,800.000 U dua kali sehari dalam
sepuluh hari.(4)
Penicillin G dan asam stabil penicillin V merupakan penicillin alami yang
masih aktif dalam eradikasi Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus Aureus.
Semisistetik aminopenicillin ( ampicillin, amoxicillin, dan bacampicillin)
memiliki efek yang sama seperti penicillin. Amoixicillin masih menjadi pilihan
terbaik untuk mengatasi infeksi Streptococcus pyogenes karena dapat terabsorbsi
dengan baik pada pemberian secara oral. Ampicillin jarang digunakan karena
absorpsinya rendah pada traktus gastrointestinal.(17)
8
VIII. KOMPLIKASI
Ektima biasanya ditandai ulkus dan krusta yang disertai jaringan parut pada
luka yang sembuh.(10) Berdasarkan fakta infeksi kulit Streptococcus pyogenes
dapar menyebabkan glomerulonefritis, jadi semua kasus ektima, eriseplas, dan
selulitis harus didiagnosis dan diobati segera.(4)
10
IX.
PROGNOSIS
Bahkan tanpa pengobatan, perjalanan penyakit ektima membaik dalam waktu
15-20 hari.(4)
11
DAFTAR PUSTAKA
1.
BE, Natahusada EC, et al., editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2007. p. 57-60.
2.
Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.
Superficial and Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller A, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 7th ed. USA: McGraw-Hill; 2008. p. 1694-9.
3.
Hay RJ, Adriaans BM. Bacterial Infection. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Deadly
Chiller K, Selkin BA, Murakawa GJ. Skin Microflora and Bacterial Infections
James WD, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infection. Andrew's Disease of
The Skin : Clinical Dermatology 10th Edition. 10th ed. USA: Saunders Elsevier;
2006. p. 255-6
9.
8.
Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2009. p.
598-604.
9.
Weiel JJ, Zhang CZ, Smith JA, Wang W, DuPont J, Lian F. Cinicopathologic
12
The Literature. Journal of Clinical and Anatomic Pathology. 2013. Epub August 22,
2013.
10.
2003.
11.
Laumann A. Body Art. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed.
US: McGraw-Hill; 2008. p. 886-8.
12.
Siregar RS. Ektima. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC;
2002. p. 61-2.
13.
Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.
Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lefell DJ,
editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 2. USA: McGraw-Hill. p.
1694-8.
15.
Craft JC, Parish LC. Systemic Antimicrobial Therapy. In: Craft JC, Parish
LC, editors. Drug Therapy in Dermatology. Pennsylvania: Craft and Parish. p. 57-77.
13