Pengertian Gastritis
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang
bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.
Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan,
menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan
peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis,
difus, atau lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan
oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti
alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu
peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor
iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan,
makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan
pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat
hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung,
dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung
yang hampir lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan
berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung
sendiri(Guyton, 2001).
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam
berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi
anatomi, dan kemungkinan patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi
klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat, bahwa
walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak
saling berhubungan. Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut
(Suyono, 2001).
1.1 Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat
jinak dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat
respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa
lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali
kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.
Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus
(Brunner, 2000).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk
penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis
hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung
dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa
lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut
(Suyono,2001: 127).
1.1.1 Gastritis Akut Erosif
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis akut erosif adalah suatu
peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan
erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada
mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping
dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab
yang tidak diketahui.
Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang
dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian
atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering
diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).
Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerisaan khusus yang
sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja.
Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung (Suyono,
2001).
2.1.1.2 Gastritis Akut Hemoragik
Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama diperkirakan
karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa
gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan
mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti
sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress gastritis
yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang
mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat
lainnya (Suyono, 2001).
Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung
proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang.
Berbeda dengan ulserasi menahun yang lebih biasa pada traktus gastrointestinalis
atas, ia jarang menembus profunda ke dalam mukosa dan tak disertai dengan
infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut
dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang
menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam
nyawa. Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta (Sabiston, 1995:
525).
1.2 Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada
lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik,
yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis
sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat
paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai
bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga
mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya
berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal
(Chandrasoma, 2005 : 522).
Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu
tipe A yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan
berkaitan dengan anemia pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan
berkaitan dengan infeksi Helicobacter pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis
kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak
diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan
histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut
(Suyono, 2001).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang sering
digunakan membagi gastritis kronik menjadi :
1.
2.
3.
Atrofi lambung
Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik.
Pada saat itu struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara
nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun.
Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa
pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.
4.
Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi
kelenjar-kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet. Perubahanperubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh
segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada
beberapa bagian lambung.
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi anatomis pada gastritis
kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :
1.
2.
klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki
dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi
pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan
pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang
membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga
makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel
mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik
lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam
duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk
suatu kimus, dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan
kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince,
2005).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan
enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk
gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk
membentuk cairan padat yang dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke
duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan
lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen.
HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein,
menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta
merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk
menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak
mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung mengandung
mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung (Ganong, 2001).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf
yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan
parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin,
asetilkolin, dan histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam
lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan
belum masuk lambung, akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase
gastrik, ketika makanan masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam
lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di
dalam lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika
makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung
meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi
sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali
waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).
2.3
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam
sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti
racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya
seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol,
perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene,
urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain
nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun
lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan
(Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup
esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam
lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan
cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat
sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga
mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obatobatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal
tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada
mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan
sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan
berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga
dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan
tukak peptik (Beyer, 2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan
bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung.
Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang
tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).
3.5 AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia
heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis
prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase
merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam
arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa
lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa,
aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara
topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut
bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin
dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan
mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika
pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus
menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum.
Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan
gastritis(Rosniyanti, 2010).
3.6 Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi
yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan
tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan
melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin
(pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung.
Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk
ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
3.7 Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan
kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang
terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman
keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung
dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka
panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan
lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung
berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak,
alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol
berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan
mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya
kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim
pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer
2004).
3.8 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva
Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif
(asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan
aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan
kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa
lambung. Gastritis dapatmenimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau
ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh
berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti
asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor
eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas
epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster
memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor
defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang
didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam
mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel
epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan
produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan
subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai
penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang
adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung.
Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak,
sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung
(Prince, 2005)
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain
dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan
memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini
menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan
penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-
Manifestasi Klinis
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan
muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula
perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan
dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis
lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu
(Suyono, 2001).
Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi,
ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat
terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare
dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah
mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun
nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001).
Komplikasi Gastritis
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), komplikasi yang timbul pada
gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis
dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat
dan jarang terjadi perforasi.
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus
peptikum dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus
menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung
(Prince, 2005).
Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada
sel-sel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat
infeksiHelicobacter pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat
Helicobacter pylori adalah MALT (mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas,
kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada
dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap
awal (Anonim, 2010).
7
Penatalaksanaan Gastritis
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk
gastritis akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi
kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung
berupa antagonis reseptor H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid
juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien
dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan
menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan
dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto
bismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12
(Chandrasoma, 2005 : 522).
8
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai macam tes,
diantaranya :
1. Tes Darah
Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap
seranganHelicobacter pylori. Hasil test yang positif menunjukkan bahwa
seseorang pernah mengalami kontak dengan bakteri Helicobacter pylori
dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti seseorang telah
terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk
mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan oleh
perdarahan karena gastritis (Anonim, 2010).
2. Breath Test
Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk
mengetahui apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh
seseorang.
3. Stool Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori
dalam sampel tinja seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang
tersebut terinfeksi Helicobacter pylori. Biasanya dokter juga menguji
adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan dalam
Daftar pustaka
Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Anonimous, 2010. Gastritis. http://bluebear.student.umm.ac.id/2010/07/14/-gastritismagh. Diakses tanggal 04 Januari 2012, 09:04 WIB.
Anonimous, 2011. Kenapa Setelah Minum Kopi Perut Terasa
Sakit.http://cupu.web.id/kenapa-setelah-minum-kopi-perut-terasa-sakait/.
Diakses tanggal 04 Januari 2012, 09:13 WIB.
Arifa, Amelia D. 2008. Uji Efek Antiulcer. http://etd.eprints.ums.ac.id/3374/1/K100040224.pdf. Diakses tanggal 04 Januari 2012, 09:45 WIB.
Arifianto. 2009. Gastritis. http://tonyarf87.blogdpot.com/2009/02/-gastritis.htm.
Diakses tanggal 04 Januari 2012, 09:05 WIB.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT. Asdi Mahasatya
Baliwati, Yayak F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
Beyer. 2004. Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract Disorders.
Philadelphia: Saunders
Brunner dan Suddart. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Budiana. 2006. Gambaran Pengetahuan Klien Tentang
Gastritis.http://www.scribd.com/doc/41520350/Gambaran-Pengetahuan-
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Shinya, Hiromi. 2008. The Miracle of Enzyme : Self-Healing Program. Bandung:
Qanita
Supriatna. 2009. Hati-hati dengan Rasa Nyeri di
Lambung.http://suaramerdeka.cetak/2009/05/22/14265/Hati-hati-denganRasa-Nyeri-Lambung. Diakses tanggal 13 Januari 2012, 15:10 WIB.
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI
Thompson. 2010. Alcoholism.http://emedicine.medscape.com/article/285913
overview Diakses tanggal 10 Januari 2012, 11:37 WIB.
Warianto, Chaidar. 2011. Minum Kopi Bisa Berakibat Gangguan Pencernaan.
http://www.griyawisata.com/pdf. php ? url pdf = 28640Diakses tanggal 11
Januari 2012, 09:05 WIB.
Wijoyo, M. Padmiarso. 2009. 15 Ramuan Penyembuh Maag. Jakarta: Bee Media
Indonesia