A. Tujuan
1. Menganalisis sediaan obat dengan metode argentometri.
2. Memahami proses analisis dalam metode argentometri.
B. Dasar Teori
1. Titrasi Argentometri
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan
perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode ini disebut juga metode
pengendapan karena pada argentometri menghasilkan pembentukan
senyawa yang relatif tidak larut atau endapan (Gandjar, 2007).
Titrasi argentometri merupakan titrasi yang didasarkan pada
pengendapan anatara ion Ag+ dan anion-anion yaitu halida, tiosianat, dan
sianida. Pada titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan sebagai larutan
standar. Titrasi argentometri ini didasarkan pada reaksi:
AgNO3 + Cl-
AgCl(s) + NO3-
AgSCN(s) + NH4NO3
atau
dilapisi
dengan
dietilftalat
untuk
mencegah
SCN-
AgNO3 + KCN
Sampel garam dilarutkan dalam air dan dititrasi dengan larutan perak
standar sampai keseluruhan garam perak mengendap. Jenis titrasi ini dapat
menunjukkan titik akhirnya sendiri, tetapi biasanya suatu indikator dipilih
untuk menghasilkan endapan berwarna pada titik akhir titrasi. Pada
penetapan kadar NaCl, kalium kromat (K2CrO4) ditambahkan ke dalam
larutan sebagai suatu indikator, setelah semua NaCl bereaksi, tetesan
pertama AgNO3 berlebih akan menghasilkan endapan perak kromat
(AgCrO4) berwarna merah yang akan mengubah larutan menjadi berwarna
coklat merah (Cairns, 2008).
2. Macam-Macam Metode Titrasi Argentometri
Metode titrasi argentometri dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Metode Volhard
Metode Volhard didasari pada pengendapan dari perak tiosinat
dalam larutan asam nitrit, dengan ion besi (III) yang digunakan sebagai
indikator untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat:
Ag+ + SCN2+
Fe + SCN
AgSCN (s)
FeSCN2+
2HCrO4konsentrasi
sejumlah
ion
besar
Cr2O72- + H2O
kromat
ion
perak
mengharuskan
untuk
untuk
menghasilkan
pengendapan dari perak kromat dan akhirnya mengarah pada galat yang
besar. Secara umum, dikromat cukup dapat larut.
Metode Mohr dapat diaplikasikan pada ion bromida dengan perak
dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit alkali (Watson, 2009).
3. Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Argentometri
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi titrasi argentometri
adalah sebagai berikut:
a. Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan adanya suhu. Jadi, dengan
meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang.
b. Sifat alami pelarut
Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan,
sehingga semakin mudah pelarut itu melarutkan maka pengendapan akan
lebih sulit terjadi.
c. Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah
dipengaruhi oleh pH. Hal ini disebabkan karena penggabungan proton
dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut
jika pH meningkat.
d. Hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan
dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan
kation
garam
tersebut
akan
mengalami
hidrolisis
yang
akan
e. Ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat
kelarutannya dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan
kation garam tersebut (Basset, 1994).
4. Kloramfenikol
Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang efektif melawan
sebagian besar bakteri aerob dan anaerob kecuali Pseudomonas aeruginosa.
Kloramfenikol dapat menyebabkan depresi sumsum tulang dan anemia
aplastik yang biasanya fatal (Stringer, 2006).
Kloramfenikol
digunakan
dalam
pengobatan
demam
tifoid,
banyak
disukai
anak-anak.
Untuk
bentuk
sirup,
digunakan
5. Etambuthol Hidroklorida
Etambuthol HCl merupakan obat yang digunakan pada terapi
tuberkulosis. Efek samping etambuthol HCl adalah toksisitas yang terjadi
pada mata yang dapat mengakibatkan gangguan penglihatan (Wawan,
2001).
Etambuthol HCl memiliki rumus molekul C10H24N2O2.2HCl dengan
berat molekul 277,24 g/mol. Pemerian etambuthol HCl adalah serbuk
hablur; putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau. Etambuthol HCl larut
dalam 1 bagian air, dalam 4 bagian etanol (95%) P dan dalam 850 bagian
kloroform P; sangat sukar larut dalam eter P.
D. Prosedur Kerja
1. Standarisasi AgNO3 dengan menggunakan larutan baku NaCl
a. Ditimbang 0,2925 gram padatan NaCl.
b. Dilarutkan padatan dengan aquades.
c. Dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan aquades sampai
tanda batas kemudian dihomogenkan.
d. Diambil 10 mL larutan, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
ditambahkan indikator K2CrO4.
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
a. Standarisasi AgNO3
No.
1.
10,1 mL
10 mL
2.
10,2 mL
10 mL
3.
9,8 mL
10 mL
10,03 mL
10 mL
b. Standarisasi KSCN
No.
1.
11,5 mL
10 mL
2.
10,7 mL
10 mL
3.
10,8 mL
10 mL
11 mL
10 mL
1.
3,1 mL
10 mL
2.
2,7 mL
10 mL
3.
2,4 mL
10 mL
2,73 mL
10 mL
1.
11,3 mL
10 mL
2.
14,8 mL
10 mL
3.
11,5 mL
10 mL
12,53 mL
10 mL
2. Perhitungan
a. Standarisasi AgNO3
Ek titran
= Ek titrat
N AgNO3 = N NaCl
V M valensi = V M valensi
10,03 mL M 1
M
= 10 mL 0,1 M x 1
=
= 0,097 M
N AgNO3
= M valensi
= 0,097 M 1 = 0,097 N
b. Standarisasi KSCN
Ek titran
= Ek titrat
N KSCN = N AgNO3
V M valensi
= V M valensi
11 mL M 1
= 10 mL 0,1 M x 1
=
= 0,09 M
N KSCN
= M valensi
= 0,09 M 1 = 0,09 N
= N Etambutol HCl
= V M valensi
2,7 mL 0,097 M 1 = 10 mL M 1
M
=
= 0,02619 M
=MV
= 0,02619 M 10 mL
= 0,2619 mol
massa = n Mr
= 0,2619 mol 277,24
= 72,609 mg
% etambutol HCl
100 %
100 %
= 36,30 %
d. Analisis kadar kloramfenikol
N Kloramfenikol
= N KSCN
V M valensi
= V M valensi
10 mL M 1
= 12,5 mL 0,09 M 1
=
= 0,1125 M
=MV
= 0,1125 M 10 mL
= 1,125 mol
massa = n Mr
= 1,125 mol 323,13
= 363,52 mg
% kloramfenikol
100 %
100 %
= 72,70 %
3. Reaksi
a. Standarisasi AgNO3
AgNO3 (aq) + NaCl (aq) A C
(s)
2 AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq) A 2CrO4 (s) (cokelat merah) + 2 KNO3 (aq)
b. Standarisasi KSCN
AgNO3 (aq) + KSCN (aq) A SCN (s) + KNO3 (aq)
Fe+3(aq) + 6 SCN- [ Fe(SCN)6 ]-3 (merah darah)
c. Analisis Ethambutol HCl
d. Analisis Kloramfenikol
F. Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk menghitung kadar sediaan ethambutol
HCl dan kloramfenikol serta mengetahui proses analisis sediaan obat
menggunakan metode argentometri. Argentometri merupakan metode umum
untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang
membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
Titrasi adalah salah satu analisis kuantitatif untuk menentukan kadar
suatu zat yang belum diketahui konsentrasinya atau biasa disebut titran, dengan
zat yang telah diketahui konsentrasinya atau biasa disebut dengan titrat. Titran
ditambahkan titrat tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen
(artinya secara stoikiometri titran dan titrat tepat habis bereaksi) yang biasanya
d
d d
u h y w
ekuivalen y u
kd
ko
dk o.K d
titik
dk o d
mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik
ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen.
Titrasi argentometri terdiri dari 4 metode yaitu metode Mohr, metode
Fajans, metode Volhard dan metode Leibig. Namun yang digunakan pada
percobaan ini ialah metode Mohr dan metode Leibig. Metode Mohr dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral
dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan K2CrO4 sebagai
indikator. Indikator tersebut digunakan agar kelebihan perak akan berikatan
dengan kromat dan membentuk senyawa berwarna merah. Kekurangan dari
indikator ini yaitu harus bekerja pada pH 6-10, karena jika larutan bersifat
terlalu asam, maka kalium kromat (K2CrO4) kembali menjadi kalium dikromat
(K2Cr2O7).
biasanya untuk menentukan ion sianida. Pada metode ini, titik akhir titrasinya
tidak ditentukan dengan indikator akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya
kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali
sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan akan larut
kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut. Cara Leibig
hanya menghasilkan titik ahir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi
pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibig ini tidak
dapat dilakukan pada larutan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk
kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan
sedikit larutan kalium iodida.
Perlakuan pertama yaitu standarisasi AgNO3 dengan menggunakan
larutan baku NaCl. Standarisasi bertujuan untuk mengetahui konsentrasi
AgNO3 dengan tepat. AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan
AgCl yang berwarna putih. Bila semua Cl- sudah bereaksi dengan Ag+ dari
AgNO3, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari
indikator K2CrO4 dan menghasilkan senyawa berwarna merah serta endapan
putih. Ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai. Kemudian konsentrasi AgNO3
dihitung dengan ekuivalen titrat berbanding lurus dengan ekuivalen titran.
Didapat konsentrasi AgNO3 sebesar 0,09 N.
Perlakuan kedua yaitu standarisasi KSCN dengan menggunakan larutan
baku AgNO3. Padatan KSCN yang ditimbang adalah sebesar 2,425 gram.
Dilarutkan dengan sedikit aquades, dipindahkan ke labu ukur 250 mL.
Ditambahkan aquades hingga tanda batas. Diambil 10 mL, lalu ditambahkan
indikator Fe3+. Dititrasi dengan larutan AgNO3. Didapat konsentrasi KSCN
0,09 N. Indikator Fe3+ yang digunakan adalah sebagai indikator untuk
mengetahui adanya ion tiosianat berlebih. Ion Fe3+ akan mengikat kelebihan
larutan KSCN membentuk warna merah darah yang merupakan FeSCN.
Perlakuan ketiga yaitu analisis etambutol HCl, 200 mg sampel dilarutkan
dengan 50 mL aquades. Diambil 10 mL sampel, ditambahkan K2CrO4 sebagai
indikator. Dititrasi dengan AgNO3 yang telah distandarisasi hingga larutan
berwarna merah bata keruh. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak
klorida dari ikatan antara Ag+ dari AgNO3 dan Cl- dari Ethambutol HCl,
kemudian setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit AgNO3
akan menimbulkan reaksi antara Ag+ dengan CrO42- dengan membentuk
endapan perak kromat yang berwarna merah. Diulangi titrasi 3 kali untuk
mendapatkan data yang valid. Kemudian dilakukan perhitungan dan didapat
kadar etambutol HCl dalam sediaan adalah 36,30 %. Seharusnya presentase
berat analit mencapai 75%. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat
menimbang sampel, tidak tepat 200 mg. Penimbangan mungkin hanya
mencapai pembulatan yang mendekati 200 mg, namun tidak tepat 200 mg.
Metode argentometri yang dilakukan untuk menentukan kadar etambutol
HCl ini adalah metode Mohr. Metode Mohr umumnya digunakan untuk
menentukan kadar Cl-. Pada etambutol HCl terkandung ion Cl-, oleh karena itu
untuk menentukan kadarnya digunakan metode Mohr.
Perlakuan keempat yaitu analisis kadar kloramfenikol, 500 mg sampel
dilarutkan dengan sedikit etanol lalu dipindahkan ke labu ukur 50 mL dan
ditambahkan etanol hingga tanda batas. Kloramfenikol dilarutkan dengan
etanol karena satu bagian kloramfenikol larut dalam 400 bagian air dan dalam
2,5 bagian etanol. Hal tersebut menunjukkan bahwa kloramfenikol lebih
mudah
dilarutkan
dengan
etanol
dibandingkan
dengan
air.
Setelah
dihomogenkan, lalu dititrasi dengan KSCN hingga tercapai titik akhir titrasi
yang ditandai dengan kekeruhan yang terjadi dengan indikator Fe3+. Pada awal
titrasi, ion Ag+ dari AgNO3 akan berikatan dengan ion Cl- dari kloramfenikol
hingga tercapai titik akhir titrasi. Dengan penambahan KSCN berlebih, SCNkemudian bereaksi membentuk kompleks dengan Fe3+ berwarna cokelat.
Setelah dihitung, kadar kloramfenikol dalam sediaan adalah 80,98 %.
Seharusnya kadar kloramfenikol mencapai 100 % karena kloramfenikol yang
digunakan adalah kloramfenikol murni. Hal ini dapat disebabkan karena
penimbangan yang hanya mencapai pembulatan mendekati 500 mg, namun
tidak tepat 500 mg. Metode argentometri yang digunakan pada penentuan
kadar kloramfenikol adalah metode Leibig.
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Kadar etambutol HCl dalam sediaan adalah 37,43 %.
2. Kadar kloramfenikol dalam sediaan adalah 80,98 %.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cairns, D., 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Stringer, J. L., 2006. Konsep Dasar Farmakologi Panduan untuk Mahasiswa.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Spencer, Schwartz dan Shires., 2006. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6.
Jakarta: Gramedia.
Watson, D. G., 2009. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktikum Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wawan, 2001. Pengaruh Obat Etambuthol pada Pasien Tuberkulosis di Kawasan
Pabrik Rokok. Jurnal Kefarmasian. 7. (1).
Widjajanti, D., 2010. Menganalisis Pengaruh Kloramfenikol bagi Kesehatan
Tubuh pada Manusia. Jurnal Kesehatan. 5. (2).