Anda di halaman 1dari 13

Terapi dan Diagnosis Banding BPPV

oleh Ervandy Rangganata, 1006658266


MPK Neurologi

Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi


vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan
tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri
dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya
menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap
menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila
vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.

I.

Terapi Farmakologi Vertigo


Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan
vertigo. Istilah vestibulosuppresant digunakan untuk obat-obatan yang
dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem
vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian obat-obat ini memang
mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian masalahnya. Obatobat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat
menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang
diberikan diantaranya diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan
dalam terapi vertigo. Betahistin adalah golongan antihistamin yang diduga
meningkatkan sirkulasi darah ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi
vestibuler melalui reseptor H3.
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar
kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan
yang sering digunakan:

a. Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin
yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki
aktivitas anti-kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat antikholinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat
antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk).
Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak
yang positif. Beberapa antihistamin yang digunakan adalah :
1

1. Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan
sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo.
Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan
sesekali rash di kulit.
-

Betahistin Mesylate (Merislon)


Dengan dosis 6 mg (1 tablet) 12 mg, 3 kali sehari per oral.

Betahistin di Hcl (Betaserc)


Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi
dalam beberapa dosis.

2. Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25
mg 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
3. Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1
kapsul) 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan
parenteral. Efek samping mengantuk.

b. Antagonis Kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan.
Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering
mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai
dimana sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
-

Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons
terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 30 mg, 3
kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk
(sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan rash di
kulit.

c. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun
tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan

Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan


oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
Promethazine (Phenergan)

Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo.


Lama aktivitas obat ini ialah 4 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg
25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Efek samping yang sering dijumpai ialah
sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping ekstrapiramidal lebih sedikit
disbanding obat Fenotiazine lainnya.
Khlorpromazine (Largactil)

Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan
akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan
intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) 50
mg, 3 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi (mengantuk).

d. Obat Simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
-

Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali
sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti
vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi)
dan menjadi gelisah gugup.

e. Obat Penenang Minor


Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan
yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti
mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.
-

Lorazepam
Dosis dapat diberikan 0,5 mg 1 mg

Diazepam
Dosis dapat diberikan 2 mg 5 mg

f. Obat Anti Kholinergik


Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem
vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.
-

Skopolamin
3

Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan


mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg 0,6 mg, 3
4 kali sehari.

II.

Terapi Non-Farmakologi Vertigo


Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa
penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini
mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau
didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat
tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan
bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan.
Tujuan latihan ialah :
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan :
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan
ekstensi, gerak miring).

kepala

(gerakan

rotasi,

fleksi,

3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian


dengan mata tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan
mata tertutup.
5. Berjalan tandem (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang
satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan
juga memfiksasi pada objek yang diam.
Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan jenis kanal yang terlibat. Tujuan
terapi adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis atau kupula,
mengarahkan agar keluar dari kanalis semisirkularis menuju utrikulus melalui
ujung non ampulatory kanal. Beberapa teknik manuver telah dikembangkan
untuk menangani BPPV kanalis horizontal.
4

1. Barbecue Maneuver
Pasien diminta untuk berputar 360o dalam posisi tidur, dimulai dengan
telinga yang sakit di posisi bawah, berputar 90o sampai satu putaran
lengkap (360o). Setiap posisi dipertahankan selama 30 detik. Manuver ini
akan menggerakkan otokonia keluar dari kanal menuju utrikulus kembali.

Gambar 1. Barbecue Maneuver

2. Log Roll Maneuver


Pasien berputar 270o dalam posisi tidur miring ke sisi telinga yang sakit,
berputar 90o tiap satu menit menuju ke telinga yang sehat dengan total
putaran 270o.

Gambar 2. Log Roll Maneuver

3. Gufoni Maneuver
Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan
dengan cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit
setelah nistagmus apogeotropik berakhir. Dalam posisi rebah, kepala
pasien diputar 45o ke depan (hidung ke atas), posisi ini dipertahankan
selam dua menit. Pasien kembali ke posisi semula.

Gambar 3. Gufoni Maneuver


Terapi ini diharapkan mampu mengkonversi nistagmus apogeotropik
menjadi nistagmus geotropik .

4. Brand-Darrof Maneuver
Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh
pasien sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan
posisi duduk dengan kepala menoleh 45 0 , lalu badan dibaringkan ke sisi
yang berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya
pasien kembali ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan
kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang
berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali,
3 seri dalam sehari.

Gambar 4. Brand-Darrof Maneuver


Keterangan Gambar:
a. Ambil posisi duduk.
b. Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian
balik posisi duduk.
c. Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masingmasing gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan
berulang kali.
d.

Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin
bertambah.

5. Canalith Repositioning Treatment


Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan
prosedur sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV
dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT
sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon
abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada
kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien
tidak kembali ke posisi duduk namun kepala pasien dirotasikan tujuan
untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke
utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi menimbulka gejala. Bila
kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT
kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan
respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama
1-2menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan
kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien
dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap
kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat
lantai . akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap
kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan
disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkukkan badan
selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur
pada posisi yang sehat untuk 5 hari.
Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan
kanalithiasis pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada
kanal anterior kiri dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang
dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala menggantung kiri dan
membalikan tubuh kekanan sebelum duduk.

Gambar 5. CRT Maneuver

6. Forced Prolonged Position Maneuver


Pasien diminta untuk tidur miring dengan telinga yang sakit berada di
posisi atas selama
12 jam. Posisi ini diharapkan mampu melepaskan otokonia yang melekat
pada kupula, dan memasukkan otokonia ke utrikulus kembali dengan
bantuan gravitasi.
Barbecue maneuveradalah manuver terapi yang paling banyak digunakan
para klinisi untuk BPPV kanalis horizontal tipe kanalolithiasis maupun
kupulolithiasis, namun sampai saat ini belum ditemukan laporan yang
membandingkan efektivitas masing-masing teknik.
Penatalaksanaan BPPV kanalis horizontal tipe kupulolithiasis sampai saat
ini masih merupakan
tantangan tersendiri bagi para klinisi. Prinsip
penatalaksanaan tipe kupulolithiasis adalah melepaskan otokonia dari
kupula, dan memasukkannya kembali ke utrikulus. Hal ini dapat diketahui
dengan berubahnya nistagmus apogeotropik menjadi geotropik.
Keberhasilan terapi di konfirmasi dengan melakukan manuver provokasi
ulang, jika masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka manuver
terapi diulang kembali. Umumnya pada manuver provokasi yang ketiga,
gejala vertigo dan nistagmus tidak muncul lagi.
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria
1. Asimptomatis; pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar, dan
head roll test tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2. Perbaikan; secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih dari
70%, pasien mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya dihindari.

10

Secara objektif
provokasi.

nistagmus horizontal masih muncul pada manuver

3. Tidak ada perbaikan; jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang


<70%, dan nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.
BPPV kanalis horizontal beremisi lebih cepat dan lebih baik daripada BPPV
posterior, hal ini dikarenakan posisi ujung kanalis semisirkularis horizontal
yang terbuka dan sejajar dengan utrikulus sewaktu kepala berada pada posisi
sejajar bidang horizontal bumi, sehingga otokonia yang berada di sepanjang
kanalis dapat kembali spontan ke utrikulus.
Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan.
Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi
berupa gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat
dilakukan berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior, pemotongan nervus
vestibuler dan pemberian aminoglikosida transtimpanik.

III.

Diagnosis Banding Vertigo


Klinisi harus membedakan BPPV dari penyebab lain ketidakseimbangan,
pusing, dan vertigo. Rekomendasi dibuat berdasarkan studi obserasional dan
pertimbangan kelebihan dibandingkan kerugian yang akan ditimbulkan.
Walaupun menjadi penyebab paling sering vertigo perifer, BPPV seringkali
tidak didiagnosis bahkan salah didiagnosis. Penyebab lain vertigo yang
mungkin dapat dibagi menjadi penyebab otologis, neurologis, dan penyebab
lain. Pada setting nonspesialis evaluasi pasien yang datang dengan vertigo,
BPPV terdapat pada 42% kasus diikuti oleh neuritis vestibular (41%), penyakit
Meniere (10%), penyebab vascular (3%), dan penyebab lain (3%). Pada
setting subspesialis, penyakit Meniere mendominasi (43% kasus), diikuti oleh
BPPV (23%) dan neuritis vestibular (26%).
Diagnosis paling sering yang butuh untuk dibedakan dari BPPV terdapat pada
tabel berikut. Kondisi-kondisi tersebut butuh untuk dibedakan dari BPPV
karena riwayat perjalanan penyakit, pengobatan, dan potensi sequelae medis
yang serius berbeda secara signifikan.
Kelainan Otologis
Kelainan otologis lain yang dapat menyebabkan vertigo dapat dibedakan dari
BPPV dari karakteristik klinisnya, seperti pola temporal dan terdapat atau
tidak terdapatnya kehilangan pendengaran. BPPV memiliki karakteristik
episode vertigo posisional yang akut tanpa adanya kehilangan pendengaran.
Sedangkan, penyebab otologis biasanya memberikan tampilan klinis yang
berbeda.

11

Tabel 1. Diagnosis Banding BPPV

Tabel 2. Sindrom Vertigo dengan Lesi Sistem Vestibular Bagian Lain

REFERENSI
1. Fife TD, Iverson DJ, Lempert T, et al. Practice parameter: Therapies for benign
paroxysmal positional vertigo (an evidence-based review): Report of the
Quality Standard Subcommittee of the American Academy of Neurology.
Neurology 2008; 70:2067-73.
2. Hain TC. Lateral canal BPPV. Last modified 2009, November 21 (cited 2010
Jan 13). Available from http://www.dizziness-andbalance.com/disorders/bppv/lcanalbppv.htm.
12

3. Bahadir C, Diracoglu D, Kurtulus D, Garipoglu I. Efficacy of canalith


repositioning maneuvers for banign paroxysmal positional vertigo. Clinical
Chiropractic 2009; 12: 95-100.
4. Andradi S. Terapi vertigo. Vertigo, patofisiologi, diagnosis dan terapi.
Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI.
5. Herdman SJ, Tusa RJ. Horizontal canal BPPV. In: Diagnosis and treatment of
benign paroxysmal positional vertigo. ICS Medical Corporation, Schaumbur,
Illinois 1999: 18-23.

13

Anda mungkin juga menyukai