Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis,
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue
shock syndrome/DSS). 1
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan
endemi infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5
milyar penduduk berisiko menderita infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan
terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta kasus demam berdarah
dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah dengue ini
adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1 Walaupun demikian tidaklah benar jika
dikatakan DD/DBD adalah penyakit pada anak, pada saat kejadian luar biasa (KLB)
tahun 2004 di enam rumah sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus
DD/DBD adalah dewasa.
Tenggara mengalami penurunan dan saat ini berada dibawah 1%, walaupun di
beberapa negara masih diatas 4% akibat penanganan yang terlambat.1
Gambar 1. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus
yang dikenal (DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal
ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement (ADE),
dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe kedua. 1
Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh
arthropod borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash,
leukopeni dan limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit
demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali fatal. 3
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas
vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD)
dapat mengalami perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk
DBD. 1
sejumlah ahli di New Guinea pada tahun 1944. Virus DEN-3 dan 4 diidentifikasi oleh
Hammon dkk tahun 1960 4 dan dua tahun kemudian berhasil mengidentifikasi virus
DEN- 5 dan 6.5
Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan
ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. 8 Hingga saat ini dikenal empat
serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes
aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya
seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan
epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8
Patofisiologi
6. Teori endotoksin
2. Teori imunopatologi
7. Teori limfosit
9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul
teori infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi
komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody
kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T. 9
Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor
Fc dan masuk dalam monosit
monosit (makrofag). Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui
antigen MHC memicu limfosit T (CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin
(IFN-) yang mengaktivasi sel lain termasuk makrofag sehingga terjadi up-regulation
pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi ini memicu imunopatologi
sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet, produksi sitokin
(TNF, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.
Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an
patogenesis DBD/DSS
(dikutip dari kepustakaan no. 10 )
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan dan leukopenia. 11 Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias
yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 4,12
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat
terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam
dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam skalartina
yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum
suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 12
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi,
berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan
membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis sign yang
patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai.4,12
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir
Serum
biokimia/enzim
biasanya
normal,kadar
enzim
hati
mungkin
meningkat. 8
Demam tinggi
Hepatomegali
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota
gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat
lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.12
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4
cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan
10
penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan
hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.8
Gejala Klinis
Demam Berdarah
++
Nyeri Kepala
Dengue
+
+++
Muntah
++
Mual
++
Nyeri Otot
++
Ruam Kulit
++
Diare
Batuk
Pilek
++
Limfadenopati
Kejang
Kesadaran menurun
++
Obstipasi
++
++++
Petekie
+++
++
Hepatomegali
+++
Nyeri perut
+++
++
Trombositopenia
++++
Syok
+++
11
12
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum
infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD
adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila
kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin
DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat
diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga catatan medis dapat
dibuat lebih tepat.2
13
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda
laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium
tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :
Kriteria klinis :
-
Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
Pembesaran hati
Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
-
Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah,
kulit lembab dan penderita gelisah.
Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. 4,7,8,12
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
14
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan
peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah
leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan
limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII,
faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD.4
2. Pencitraan pencitraan
2.1 Pemeriksaan rontgen dada
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13
15
pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda bermakna pada
DBD I-II dibanding DBD III-IV. 13
3. Pemeriksaan Serologi.
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :
-
Uji Netralisasi
16
Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi
primer singkat
Antibodi Ig G :
-
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti
dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis
peningkatan Ig G anti dengue. 14
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID).13
17
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang
mengalami nyeri yang parah
Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang
berkeringat lebih atau muntah. 8
18
saat demam turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit,
trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil
diatasi hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15%
memerlukan transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk
resusitasi awal syok ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer
memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk
mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD
stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan Ringer
akibat adanya asidosis berat. 2
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk
rumatan bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan
jumlah cairan harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena
tidak ada perembesan plasma.2
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih
besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada
cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular
lebih baik.2
Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD
19
diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah dilakukan pemberian cairan yang
memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2
Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis
sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya
juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.2
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan
bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi
trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP)
yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi
trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan
packed red cell (PRC).2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali
dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila
terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih
sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin
rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2
20
Gambar 13. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada
kapiler yang harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD
(dikutip dari kepustakaan no. 13)
21
22
23
24
25
Pencegahan
-
Penyelidikan Epidemiologi
26
Penyuluhan
perorangan/kelompok
untuk
meningkatkan
kesadaran
masyarakat.
-
Penutup
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis,
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue
shock syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat,
pemahaman mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik.
Pemantauan klinis dan laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD.
Akhirnya dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus
DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Penanganan yang cepat tepat dan
akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
27
Daftar Pustaka
1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue
Haemorrhagic Fever.
dalam
tatalaksana
Kasus
DBD.
Jakarta
Balai
Penerbit
Dalam :
FKUI.2004.h.32-43
Akib Aap, Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap
28
29