Anda di halaman 1dari 11

.

Pemanasan Suhu Tinggi


Pada suhu-suhu tertentu mikroorganisme dapat dimatikan. Waktu yang
diperlukan untuk membunuh tergantung pada jumlah organisme, spesies, sifat
produk yang dipanaskan, pH, dan suhu. Autoklaf merupakan instrumen yang
digunakan untuk membunuh semua mikroorganisme dengan panas, umumnya
digunakan dalam proses pengalengan, pembotolan, dan prosedur pengemasan
steril.
1)
Pendidihan
Pendidihan 100 o selama 30 menit dengan cara merebus bahan yang akan
disterilkan (memerlukan waktu lebih banyak di ketinggian). Membunuh semua
mikroorganisme yang patogen maupun non patogen kecuali beberapa endospora
dan dapat menonaktifkan virus. Untuk keperluan air minum murni, 100 o selama
lima menit adalah "standar" untuk di pegunungan "meskipun ada beberapa
laporan yang mengatakan Giardia kista dapat bertahan proses ini di Teluk
namun waktu pendidihan yang lebih panjang lebih direkomendasikan. Biasanya
dapat dilakukan pada alat-alat kedokteran gigi, alat suntik, pipet, dll.
2)

Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah penggunaan panas yang ringan dengan suhu
terkendali untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen dengan
berdasarkan waktu kematian termal bagi tipe patogen yang paling resisten
untuk dibasmi dalam produk atau makanan. Dalam kasus pasteurisasi susu,
waktu dan suhu tergantung tujuan untuk membunuh jenis potensial yang
patogen yang terdapat dalam susu yang diinginkan. Misalnya, staphylococcus,
streptococcus, Brucella abortus dan Mycobacterium tuberculosis . Akan tetapi
setelah pasteurisasi akan banyak terjadi pembusukan mikroorganisme yang
telah terbunuh, dan karenanya untuk meningkatkan kualitas susu harus pada
suhu dingin (2 C).
Dalam proses pasteurisasi yang terbunuh hanyalah bakteri patogen dan
bakteri penyebab kebusukan namun tidak pada bakteri lainnya. Pasteurisasi
biasanya dilakukan untuk susu, rum, anggur dan makanan asam lainnya.
Susu pasteurisasi dengan pemanasan biasanya pada suhu 63 C selama 30
menit (metode batch) atau pada 71 C selama 15 detik (metode flash), untuk
membunuh bakteri dan menjaga kualitas susu.
Selama proses ultrapasteurisasi, juga dikenal sebagai ultra high-temperature
(UHT) pasteurisasi, susu dipanaskan sampai suhu 140 C. Pada metode
langsung, susu dikonttakkan langsung dengan uap pada suhu 140 C selama

satu atau dua detik. Sebuah film tipis susu dimasukkan melalui sebuah kamar
tekanan uap tinggi, sehingga terjadi pemanasan susu seketika. Susu lalu
didinginkan oleh dengan sedikit vakum yang bertujuan ganda menghilangkan
kelebihan air dalam susu dari kondensasi uap. Dalam metode tidak langsung
ultrapasteurisasi, susu dipanaskan dalam sebuah pelat penghantar panas. Butuh
beberapa detik untuk suhu susu mencapai 140 C, dan selama waktu itu susu
yang terpapar panas. Jika ultrapasteurisai ini dibarengi dengan kemasan aseptik,
hasilnya adalah produk yang tahan lama tanpa memerlukan pendinginan.

3)

Tyndalisasi
Pemanasan yang dilakukan biasanya pada makanan dan minuman kaleng.
Tyndalisasi dapat membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa
merusak zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang
diproses. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit dalam waktu tiga hari
berturut-turut.

4)

Autoklaf
Autoklaf adalah alat sterilisasi yang mempergunakan uap dan tekanan yang
diatur. Autoklaf merupakan ruang uap berdinding rangkap yang diisi dengan
uap jenuh bebas udara dan dipertahankan pada suhu serta yang ditentukan
selama periode waktu yang dikehendaki. Pada alat ini bahan-bahan yang akan
disterilkan dipanaskan sampai 121 oC selama 15 sampai 20 menit pada tekanan
uap 15 pon per inci persegi (kirakira 1,5 atmosfir). Uap air jenuh memanaskan
bahan-bahan tadi sehingga dengan cepat disterilkan dengan melepaskan panas
yang laten. Dengan kondensasi sejumlah 1600 ml uap pada 100 oC dan tekanan
1 atmosfir, akan terjadi embun sejumlah 1 ml dengan melepaskan 518 kalori.
Air yang mengembun tadi akan menyebabkan keadaan lembab yang cukup utuk
membunuh kuman.
Udara merupakan penghatar panas yang buruk, oleh sebab itu harus
dikeluarkan dari ruangan otoklaf. Rongga di dalam otoklaf tidak boleh terlalu
penuh diisi dengan benda-benda yang akan disterilakan supaya dapat terjadi
aliran uap yang cukup baik. Autoklaf dipergunakan untuk mensterilkan
pembenihan, barang-barang dari karet, semperit, baju, pembalut dan lain-lain.
Kontrol sterilisasi : (1) Bacillus sterothermophilus (II) Tabung Brownes (III)
Pita otoklaf (IV) Thermocouple.

Sterilisasi
Proses menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi steril.
Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara panas. Ada dua
metode yang sering digunakan, yaitu :
1) Panas lembab dengan uap jenuh bertekanan. Sangat efektif untuk sterilisasi
karena menyediakan suhu jauh di atas titik didih, proses cepat, daya tembus
kuat dan kelembaban sangat tinggi sehingga mempermudah koagulasi protein
sel-sel mikroba yang menyebabkan sel hancur. Suhu efektifnya adalah 121oC
pada tekanan 5 kg/cm2 dengan waktu standar 15 menit. Alat yang
digunakan : pressure cooker, autoklaf (autoclave) dan retort.
2) Panas kering, biasanya digunakan untuk mensterilisasi alat-alat
laboratorium. Suhu efektifnya adalah 160oC selama 2 jam. Alat yang digunakan
pada umumnya adalah oven.
Pengendalian Mikroba dengan Suhu Panas lainnya
a)

Pasteurisasi :

Proses pembunuhan mikroba patogen dengan suhu terkendali berdasarkan


waktu kematian termal bagi tipe patogen yang paling resisten untuk dibasmi.
Dalam proses pasteurisasi yang terbunuh hanyalah bakteri patogen dan bakteri
penyebab kebusukan namun tidak pada bakteri lainnya. Pasteurisasi biasanya
dilakukan untuk susu, rum, anggur dan makanan asam lainnya. Suhu pemanasan
adalah 65oC selama 30 menit.
b) Tyndalisasi :
Pemanasan yang dilakukan biasanya pada makanan dan minuman kaleng.
Tyndalisasi dapat membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa
merusak zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang
diproses. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit dalam waktu tiga hari
berturut-turut.
c)

Boiling :

Pemanasan dengan cara merebus bahan yang akan disterilkan pada suhu 100oC
selama 10-15 menit. Boiling dapat membunuh sel vegetatif bakteri yang
patogen maupun non patogen. Namun spora dan beberapa virus masih dapat
hidup. Biasanya dilakukan pada alat-alat kedokteran gigi, alat suntik, pipet, dll.
d)

Red heating :

Pemanasan langsung di atas api bunsen burner (pembakar spiritus) sampai


berpijar merah. Biasanya digunakan untuk mensterilkan alat yang sederhana
seperti jarum ose.
e)

Flaming :

Pembakaran langsung alat-alat laboratorium diatas pembakar bunsen dengan


alkohol atau spiritus tanpa terjadinya pemijaran.

2.1 Mengapa Suhu Tinggi Digunakan pada Pengawetan Pangan ?


Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.Memasak,
menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan
panas.Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih
awet.Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada
kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan
menginaktifkan enzim.Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu
rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum.
Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan
dalam wadah tertutup.Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan
oleh sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya.Setiap jenis pangan
memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya.
Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba.Efek yang ditimbulkannya
tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan.Makin tinggi suhu yang digunakan,
makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.
Pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan,
maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi
adalah proses-proses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, antara lain
sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing.
2.2 Bagaimanakah Prinsip Pengawetan dengan Suhu Tinggi ?
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan

2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan


3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu
blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.
a. Blansing
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe
pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan
menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 93 oC selama 3
5 menit.Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih
selama 3 5 menit atau mengukusnya selama 3 5 menit.Tujuan utama blansing ialah
menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari
mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap
panas,.
Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan
atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk
menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu :
membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan
mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga
mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam
headspace kaleng. melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan
pengisian bahan ke dalam wadah menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki
menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran memperbaiki warna produk, a.l.
memantapkan warna hijau sayur-sayuran.
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap
air (mengukus atau dinamakan juga steam blanching). Merebus yaitu memasukkan bahan
ke dalam panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan
diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci
dengan suhu blansing biasanya mncapai 82 83 oC selama 3 5 menit. Setelah blansing
cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan
dengan air.

Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi
kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian
dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih. Dandang ditutup dan langkah
selanjutnya sama dengan cara perebusan.
b. Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu tertentu
untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit
TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba,
sehingga bahan pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang
singkat.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri
patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan
enzim
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang
dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak
lama.Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan
tahan 1 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena
itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan
lainnya, misalnya dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di
bawah 100 oC. Contohnya :
pasterurisasi susu umumnya dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit
pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 74 oC selama 15 30 menit.
Contoh Proses Pasteurisasi:
Pasteurisasi pada saribuah dan sirup dapat dilakukan dengan cara hot water bath . Pada
cara hot water bath , wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau
rapat) dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Beberapa cm (2,5 5,0 cm)

di bawah permukaan wadah. Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah
100 oC ( 71 85 oC ), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah.
c. Sterilisasi
Perkataan steril mengandung pengertian :
1. Tidak ada kehidupan
2. Bebas dari bakteri patogen
3. Bebas dari organisme pembusuk
4. Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin
dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa
sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak
mengalami peruba han sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal
2 macam istilah, yaitu :
1. Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala
macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan 2. Sterilisasi komersial yaitu suatu
tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah
mati.
Pada produk yang steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan
suhu tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat
berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi tertentu, maka spora akan
tumbuh dan berkembang biak.
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya.
Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit
pada suhu 121 oC atau ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus
mengalami perlakuan panas.
Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan
pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan
membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi
perubahanperubahan kualitas yang tidak diinginkan.Untungnya makanan tidak perlu

dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup
lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan
steril komersial .Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira
2 tahun.Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba,
tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang
sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini
adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran
seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk
mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan
jika tumbuh dalam makanan kaleng.Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan
dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu
121,1 oC selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam
autoklaf.
Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk
spora bakteri C. Botulinum.Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial
sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus
dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan tidak
mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng
dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya
bakteri Bacillus stearothermophillus.
2.3 Kualitas Bahan Baku
Dalam menilai kualitas bahan baku susu, terdapat 2 (dua) aspek yang penting, yakni
komposisi dan cemaran mikroorganisma yang terkandung di dalamnya. Secara normal
komposisi susu (sapi) memiliki kandungan air 84-90%; lemak 2-6%; protein 3-4 %; laktosa
4-5%; dan kadar abu < 1% (Shearer, dkk., 1992). Kualitas susu yang dipersyaratkan di
Indonesia, digunakan standar yang sudah dibuat oleh BadanStandardisasi Nasional (BSN)
berdasarkan SNI 01-3141-1998, yang mengatur 18 itemsyarat susu segar, antara lain yang
terpenting adalah berat jenis (pada suhu 27,5 0 C)minimum 1,0280; kadar lemak minimum
3,0%; bahan kering tanpa lemak minimum8,0%; dan protein minimum 2,7%; serta jumlah
mikroorganisma maksimum 1 X 10 6cfu (coloni form unit) per ml dan jumlah sel radang
maksimum 4 X 10 5/ml. Dalam halini tampak bahwa kualitas susu tidak semata dilihat

berdasarkan kandungan gizinya,namun juga diukur atau ditentukan berdasarkan jumlah


mikroorganisma dan jumlah selradang maksimum yang terhitung di dalamnya.
Komposisi Susu:
Komposisi SusuKomposisi susu menurut Eckles et al., (1980)dibagi menjadi dua bagian yaitu
air 87,25% danzat padat 12,75%, dimana zat padat dibagi lagimenjadi empat bagian yaitu
lemak 3,8%;protein 3,5%; laktosa 4,8% dan mineral 0,65%.Komposisi susu dipengaruhi oleh
spesies,individu dalam satu spesies dan metode analisa(Adnan, 1984). Komposisi utama susu
menurutBuckle et al., (1987) adalah air, protein, lemak,laktosa, vitamin dan mineral.
Sifat-sifat Susu:
Menurut Hadiwiyoto (1983), sifat fisik susumeliputi warna, bau dan rasa, berat jenis,
titikdidih,

titik

beku

dan

kekentalannya.

Sifatkimiawi

susu

meliputi

pH

dan

keasaman.Adapun sifatmikrobiologis susu adalah sifatyang berkaitan dengan aktivitas


mikroorganisme(bakteri, khamir dan kapang). Kandunganlaktosa yang rendah dan klorida
yang relatiftinggi menyebabkan susu mempunyai flavourasin (Soeparno, 1992).
2.4 Pengertian Daya Simpan
Pengertian daya simpan sebuah produk adalah lamanya waktu dimana sebuah pangan dapat
disimpan pada kondisi penyimpanan yang disarankan sesuai petunjuk penyimpanannya dan
selama itu masih terjaga kesegaran dan kualitasnya yang dapat
diterima(Cornell University, 2000). Sedangkan menurut Codex (CAC/RCP 57-2004),
shelf-lifeadalah periode dimana sebuah produk dapat terjaga keamanannya dari
dampak perkembangan mikrobiologis dan kelayakannya untuk dikonsumsi, pada
suhu penyimpanan yang spesifik, dan tegantung pula pada tempat, kondisi penyimpanan, dan
penanganan sebelumnya.
2.5 Susu Pasteurisasi
Proses pasteurisasi pada susu pertama kali dilakukan oleh Franz von Soxhlet pada Tahun
1886. Susu pasteurisasi atau dikenal dengan istilah pasteurized milk adalah produk susu yang
diperoleh dari hasil pemanasan susu pada suhu minimum 161 F selama minimum 15 detik,
segera dikemas pada kondisi yang bersih dan terjaga sanitasinya. Beberapa bakteri akan

bertahan pada suhu pasteurisasi, dalam jumlah yang sedikit, namun mereka dipertimbangkan
tidak berbahaya dan tidak akan merusak susu selama kondisi pendinginan yang normal.
Secara umum, dalam industri pengolahan susu terdapat 2 (dua) cara melakukan pasteurisasi,
yakniLTLT dan HTST, dengan penjelasannya pada tabel berikut ini :
Cara pasteurisasi yang dilakukan juga berpengaruh terhadap kandungan gizi dan aroma
produk pangan. Sebagai contoh, pada susu HTST dinilai lebih efektif, karena lebih sedikit
menimbulkan kerusakan pada kandungan gizi dan karakteristik organoleptik pada susu,
dibandingkan dengan LTLT. Menurut Codex (CAC/RCP 57- 2004), proses pasteurisasi HTST
(minimum 72 C selama 15 detik) disarankan untuk continuous flow pasteurization dan LTLT
(minimum 63 C selama 30 menit) untuk batch pasteurization.
Selain itu juga dikenal 2 (dua) jenis pasteurisasi lainnya, yakni
1. Ultrapasteurization : pemanasan susu pada suhu yang tinggi, sampai 280 F (138 C),
selama 2 detik, kemudian dengan pertimbangan kemasan yang digunakan umumnya kurang
kuat, maka produk susu pasteurisasi ini harus segera didinginkan selama penyimpanan.
2. Jenis susu pasteurisasi lainnya adalah Ultra-High-Temperature (UHT)
Pasteurization : pemanasan susu pada suhu yang lebih tinggi lagi, dalam kisaran 280302F (138-150C), selama 1-2 detik. Produk susu ini umumnya dikemas dalam keadaan
steril, dengan kemasan berlapis hermatis, dapat disimpan tanpa pendinginanselama
penyimpanan.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan SNI 01-3951-1995 tentang produk
susu pasteurisasi, yakni produk susu yang dihasilkan dari susu segar,susu rekonstitusi,
atau susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasanpada temperatur 63C -66C
selama minimum 30 menit atau pada pemanasan 72Cselama minimum 15 detik, kemudian
segera didinginkan sampai 10C, selanjutnyadiperlakukan secara aseptis dan disimpan pada
suhu maksimum 4,4C. Susu segarialah cairan yang diperoleh dengan memerah sapi sehat
dengan cara yang benar, sehatdan bersih tanpa mengurangi atau menambah sesuatu
komponennya.
2.6 Daya Simpan
Susu pasteurisasi yang dihasilkan dan dipasarkan sangat beragam, denganperbedaan jenis
pasteurisasi yang dilakukannya, pengemasan, danpenyimpanannya, terlebih juga produsen di

Indonesia, yang menyertakan ataumenambahkan flavor (aroma dan rasa) ke dalam produk
susu pasteurisasi yang dihasilkannya. Pada tabel berikut ini disajikan perbandingan jenis
pasteurisasi dengan perbedaan daya simpannya.

Menurut Chapman dan Boor (2001) para produsen susu pasteurisasi umumnya berharap
dapat memperpanjang daya simpannya hingga 60-90 hari, bahkan lebih. Sehingga umumnya
jenis pasteurisasi yang dilakukan pada industri pengolahan susu adalah Ultrapasteurization
atau UHT. Namun demikian karena produk susu pasteurisasi yang dilakukannya pada
pemanasan yang tinggi maka akan timbul flavor gosong yang khas, sehingga beberapa
segmen konsumen lebih memilih produk susu pasturisasi HTST.

Anda mungkin juga menyukai