Anda di halaman 1dari 3

A Semen Segar

Kualitas semen segar sangat menentukan layak tidaknya semen tersebut untuk
dilakukan proses pengolahan. Guna bisa diolah lebih lanjut semen segar harus mempunyai
persentase motil progresif minimal 65%, konsentrasi spermatozoa minimal 700 juta
spermatozoa/ml dan abnormalitas kurang dari 20% (Toelihere, 1993). Menurut Ax et al.
(2000), spermatozoa dengan abnormalitas lebih dari 20 % tidak dapat digunakan untuk
inseminasi buatan.
B Semen Cair
Masalah keterbatasan pejantan unggul dapat diupayakan dengan penyediaan
spermatozoa yang telah diawetkan, baik dalam bentuk semen cair maupun semen beku.
Penggunaan semen cair dengan bahan pengencer yang berkualitas merupakan salah satu
alternatif yang cocok untuk menerapkan teknologi IB. Selain itu kelebihan IB dengan
menggunakan semen cair adalah biaya yang dikeluarkan lebih murah jika dibandingkan
dengan menggunakan semen beku. Keberhasilan semen cair yang digunakan dalam
program IB tergantung pada kemampuan pengencer dalam mempertahankan kualitas
spermatozoa untuk jangka waktu tertentu. Komponen-komponen yang ada dalam
pengencer semen harus mengandung energi yang cukup untuk pergerakan spermatozoa,
buffer atau penyangga untuk mempertahankan pH larutan agar tetap netral bagi kehidupan
spermatozoa serta melindunginya dari pengaruh cekaman dingin/cold shock (Toelihere
1993).
C Semen Beku
Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan IB ialah mutu semen beku. Faktor
lain yang ikut mempengaruhi yaitu reproduksi ternak betina dan keterampilan petugasnya.
Ketepatan dan pelaporan deteksi berahi serta pemeliharaan ternak betina. Oleh sebab itu
untuk terjaminnya mutu semen beku yang beredar, perlu ditetapkan standar semen beku.
Mutu semen beku yang memenuhi standar harus didukung oleh penanganan yang baik dan
benar agar mutu semen beku sapi dapat dipertahankan hingga siap untuk diinseminasikan.
Kegiatan inseminasi buatan (IB) pada ternak dapat dikatakan berhasil dengan tidak hanya
bergantung pada kualitas dan kuantitas semen yang diejakulasikan oleh pejantan tetapi
juga bergantung pada kesanggupan untuk memperbanyak volume semen dan
mempertahankan kualitasnya untuk jangka waktu tertentu setelah ejakulasi sehingga lebih
banyak betina akseptor yang dapat diinseminasi.
D Pengenceran Semen
Usaha untuk memperbanyak hasil sebuah ejakulasi dari pejantan unggul dan
mempertahankan kualitas semen tersebut adalah dengan melakukan pengenceran
menggunakan beberapa bahan pengencer. Bahan- bahan pengencer ini harus
mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti cold shock, antibiotik, maupun

krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses pembekuan dan


thawing (semen beku). Sumber nutrisi yang paling banyak digunakan adalah
karbohidrat terutama fruktosa yang paling mudah dimetabolisasi oleh spermatozoa
(Toelihere 1993). Buffer berfungsi sebagai pengatur tekanan osmotik dan juga
menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari sisa metabolisme spermatozoa.
a

Pengencer Na-Sitrat
Natrium sitrat merupakan penyangga yang mampu mempertahankan kestabilan pH
pengencer, sehingga menguntungkan untuk memelihara kelangsunganhidup
spermatozoa. Kuning telur umumnya ditambahkan ke dalam pengencer semensebagai
sumber energi, agen protektif dan dapat memberikan efek sebagai penyanggaterhadap
sperma. Bagian yang berperan sebagai protektif adalah lipoprotein berkepekatan rendah
(low density lipoprotein), yang mengandung lipid sebesar 89%dan sisanya adalah protein
yang secara bersama-sama aktif dalam pembekuan semen (Walson & Martin 1975).
Menurut Garner dan Hafez (2000), Bearden dan Fuquay (2000) diketahui bahwa semen
mengandung
asam
sitrat
yang
berguna
bagi
spermatozoa.
Natrium
sitrat(C6H5Na3O7.2H2O) berfungsi sebagai larutan penyangga dalam pengencer
kuningtelur untuk preservasi daya tahan hidup dan fertilitas spermatozoa sapi (Nath et
al.1991). Natrium sitrat akan mengikat kalsium dan logam-logam berat lain sehingga
menyebabkan butir-butir lemak dalam kuning telur akan berikatan. Pengencer yang
menggunakan natrium sitrat lebih mudah untuk diobservasi di bawah
mikroskop,sedangkan kuning telur sendiri berfungsi sebagai pelindung dan
dapatmempertahankan integritas selubung lipoprotein dan sel spermatozoa. Keunggulan
kuning telur ini terletak pada lipoprotein dan lesitin yang terkandung di dalamnya
(Salisbury & Van Demark 1985).

Tris-Kuning Telur
Buffer yang paling umum digunakan adalah tris (hydroxymethyl) aminomethan yang
mempunyai kemampuan sebagai penyangga yang baik dengan toksisitas yang rendah
dalam konsentrasi yang tinggi. Bahan anti cold shock yang ditambahkan adalah kuning
telur atau kacang kedelai yang dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu.
Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat memperlihatkan kemampuannya dalam
memperkecil tingkat penurunan nilai motilitas (gerak progresif sperma) sehingga pada
akhirnya memperpanjang lama waktu penyimpanan pasca pengenceran. Pengencer tris
memiliki kelebihan dari pengencer lainnya karea konsistensinya encer dan trasparan
sehingga mampumelindungi spermatozoa dari kerusakan akibat pembekuan, tidak
membatasi gerakansel spermatozoa dan memudahkan dalam penilaian (Herdiawan
2004). Tris merupakan buffer yang kuat karena mengandung garam yang mampu
menyanggah pH larutandengan sangat baik (Hafez 2000). pH semen dapat menurun
akibat perubahan suasana pH semen menjadi asam sebagai akibat dihasilkannya asam
laktat. Asam laktatmerupakan hasil metabolisme sel spermatozoa. Penurunan pH dapat
menyebabkan percepatan proses kematian spermatozoa sehingga menurunkan nilai

motililitas.Selain sebagai buffer yang menjaga pH mendekati netral, tris juga dapat
berfungsiuntuk menjaga keseimbangan elektrolit dan menjaga tekanan osmotik
mendekati300mMol yang ekuivalen dengan tekanan osmotic semen, plasma darah dan
susu(Hafez 2000).

Hafez ESE, Hafez B. 2000. Transport and Survival of Gamets. Di dalam: Reprodution in
Farm Animals 7 thed . Hafez B, Hafez ESE, Editor. Baltimore:Lippincott Williams and
Wilkins.
Herdiawan. 2004. Pengaruh laju penurunan suhu dan jenis pengencer terhadapkualitas semen
beku domba priangan. JIVT 9(2): 98-107.
Salisbury GW and NL VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
pada Sapi. (Terjemahan R. Djanuar). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Bearden HJ dan Fuquay JW. 2000. Applied Animal Reproduction . Ed. Ke-5. USA.Missisipi
State University. Hlm 24-143
Garner DL and ESE Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In : Hafez B, ESE
Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams and Wilkins,
Philadelphia. pp : 96-109.

Nath R, Tripathi SS, Saxena VB, Tripathi RP. 1991. Tris Diluent and Freezability of Buffalo
Semen. Indian J. of Vet. 68:135-138.
Walson PF, Matin CA. 1975. The Influence of Same Fraction of Egg Yolk on TheSurvival of
Ram Spermatozoa at 5C . Reprod. Fertil Dev. 69:856-857.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Ax RL, M Dally, BA Didion, RW Lenz, CC Love, DD Varner, B Hafez and ME Bellin.
2000. Semen Evaluation . In : Hafez B, ESE Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animals
. 7 th Ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia. pp : 365-389

Anda mungkin juga menyukai