Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) DAN GENTAMICIN DALAM LARUTAN NaCl FISIOLOGIS TERHADAP

KUALITAS SPERMATOZOA AYAM KAMPUNG YANG DISIMPAN PADA SUHU 5OC Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak daun sirih dan antibiotik gentamicin dalam larutan pengencer NaCl fisiologis terhadap pH, persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam kampung yang disimpan pada suhu 5oC. Sperma ditampung dan dicampur dari 5 ekor ayam kampung jantan berumur 48 minggu setiap 4 hari sekali. Sperma diencerkan dengan NaCl fisiologis. Sperma hasil penampungan dibagi menjadi 3 perlakuan yang meliputi sperma dengan NaCl fisiologis sebagai kontrol, sprema yang diencerkan ditambah ekstrak daun sirih dan sperma yang diencerkan ditambah gentamicin. Sperma yang telah diberi perlakuan pengencer kemudian disimpan pada suhu 50C selama 24 jam. Kualitas spermatozoa diamati pada jam ke-0, 3, 6, 12 dan 24. Data dianalisis dengan menggunakan analisis variansi menggunakan rancangan split subjek, bila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan menggunakan Ducans Multitiple Range Test (DMRT). Kata kunci: ayam kampung, ekstrak daun sirih, gentamicin, NaCl fisiologis, pH, motilitas, viabilitas

PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha melakukan untuk mempertahankan semen kualitas semen dan

memperbanyak hasil sebuah ejakulasi dari unggas adalah dengan pengenceran menggunakan beberapa bahan pengencer. Spermatozoa tidak dapat hidup untuk waktu lama kecuali bila ditambahkan berbagai unsur kimia ke dalam sperma, diantaranya adalah fruktosa, sorbitol dan ion-ion organik seperti Na,Cl, K dan Mg. Unsurunsur tersebut membentuk suatu larutan pengencer yang kemudian bercampur dengan sperma yang akan disimpan. Kontaminasi bakteri dapat menurunkan daya hidup spermatozoa. Salah satu usaha untuk mempertahankan daya hidup spermatozoa yaitu dengan penambahan antibiotik dalam pengencer sperma selama penyimpanan. Antibiotik yang ditambahkan kedalam sperma yang telah diencerkan akan meninggikan daya hidup spermatozoa (Toelihere, 1993). Penambahan antibiotik juga berfungsi sebagai pembunuh bakteri yang ada pada sperma. Daun sirih (Piper betle Linn) diketahui memiliki kandungan zat yang bersifat antibiotik. Hal ini dikatakan oleh Widarto (1990) dalam Sugianti (2005) bahwa daun sirih mengandung minyak atsiri yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba dan jamur. Penelitian Garg dan Jain (1992) menunjukan bahwa minyak atsiri yang di ekstrak dari daun sirih mempunyai aktifitas anti bakteri yang kuat. Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa aktifitas anti bakteri minyak atsiri dari daun sirih lebih tinggi dibanding penicillin dan Streptomycin. Kristi (2011) menyatakan penggunaan gentamicin sebagai

antibiotik pada pengencer sperma ayam kampung lebih baik daripada penicillin dan streptomycin. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka perlu diteliti lagi pengaruh penambahan ekstrak daun sirih dan gentamicin

terhadap kualitas spermatozoa.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak daun sirih dan antibiotik Gentamicin dalam larutan pengencer NaCl fisiologis terhadap pH, persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa ayam kampung yang disimpan pada suhu 5oC. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang antibiotik yang terbaik antara ekstrak daun sirih sebagai antibiotik alami dan gentamicin sebagai antibiotik komersial yang digunakan dalam bahan pengencer untuk mempertahankan kualitas spermatozoa.

TINJAUAN PUSTAKA

Sperma Unggas Sperma (semen) atau air mani tersusun dari dua unsur/bagian, yaitu sel-sel sperma (spermatozoa) dan plasma sperma (seminal plasma). sel sperma (spermatozoa) adalah sel yang khusus dihasilkan testis (tubulus seminiferus). Spermatozoa memliliki tiga bagian yaitu bagian kepala (head), bagian tengah (midpiece) dan bagian ekor (tail) (Ismaya, 2009). Sperma unggas mempunyai bentuk yang jauh berbeda dengan sperma ternak lainnya. Sperma unggas mempunyai kepala yang berbentuk silinder panjang dan akrosom yang runcing (Toelihere 1993) . Speermatozoa unggas mempunyai panjang 100 m, lebar 0,5 m volume 10 m3, dan berdiameter 6 m (Etches, 1996). Volume sperma ayam per ejakulasi sekitar 0,2 ml sampai 0,5 ml dengan rata-rata 0,25 ml (Havez, 1993) sedangkan Etches (1996) menyatakan bahwa volume sperma ayam berkisar antara 0,1 sampai 0,9 ml. Tri-Yuanta et al. (1998) menyatakan bahwa sel sperma mulai kehilangan intergritasnya beberapa saat setelah sel sperma dikoleksi dari ayam jantan sehingga akan menurunkan kemampuan dalam membuahi. Selanjutnya dinyatakan bahwa daya tahan hidup sel sperma unggas pada temperatur kamar hanya mampu bertahan selama 30 menit sejak diejakulasi, kemudian sedikit demi sedikit sel sperma akan melemah sehingga fertilitas yang dihasilkan akan menurun sampai titik terendah yaitu nol persen pada beberapa jam kemudian.

Cara Penampngan Sperma

Penampungan

sperma

unggas

lebih

selektif

dengan

cara

pengurutan pada bagian abdominal (Etches, 1996). Sastrodihardjo dan Resinawati (2003) menyatakan bahwa penampungan sperma saat dilakukan dengan cara pengurutan atau massage pada bagian punggung hingga ke pangkal ekor. pengurutan ini diulang beberapa kali sehingga ayam pejantan menunjukan libido maksimal yang ditandai oleh merenggangnya bulu ekor ke atas dan mencuatnya kloaka. Selanjutnya dinyatakan bahwa produksi sperma ayam buras pejantan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis ayam buras, umur pejantan, kualitas pakan, frekuensi penampungan atau ejakulasi, dan keterampilan kolektor dalam penampungan sperma. Pengambilan sperma pada unggas dilakukan dengan teknik pengurutan dorsi abdominal yang diikuti dengan menekan kloaka, karena alat kopulatoris ayam mengalami rudimenter maka dalam pengambilan sperma pada unggas tidak begitu mudah pelaksanaanya (Tri-Yuanta, 2006). Selanjutnya dinyatakan teknik lain adalah dengan mengguankan vagina buatan, terutama digunakan untuk mengambil sperma itik Manila atau itik Pekin. Ayam jantan harus dilatih beberapa kali. Cara pengambilan sperma ayam menggunakan vagina buatan yaitu bila birahi ayam jantan telah memuncak dam menaiki ayam betina pemancing, maka vagina buatan segera ditempatkan pada kloaka ayam yang telah menyumbul, dengan demikian ayam pejantan akan mengadakan tekanan dan gesekan sehingga terjadinya ejakulasi (Targian dan hermanto, 1993). Lebih lanjut dijelaskan bahwa cara pengambilan sperma ayam dengan vagina buatan memerlukan keterampilan dan kesabaran yang tinggi. Etches (1996) menyatakan bahwa pengambilan sperma pada unggas dapat dilakukan melalui penyedotan (pengambilan sperma dari bagian ampulla menggunakan ala penyedot yang mengandung pengencer sperma bersuhu 15oC). Pengenceran Sperma

Sperma perlu dicampur dengan larutan pengencer yang menjamin kebutuhan fisik dan kimianya serta disimpan pada suhu dan kondisi tertentu untuk mempertahankan kehidupan sperma selama waktu tertentu untuk mempertahankan kehidupan sperma selama waktu yang diinginkan sebelum dipakai sesuai dengan kebutuhan (Toelihere, 1993). Derajat keasaman sangat mempengaruhi daya tahan hidup sprmatozoa. Kisaran pH sperma ayam berkisar antara 6,3 sampai 7,8 (Nalbandov, 1990). Pengencer sperma yang baik yaitu menyediakan zat makanan sebagai sumber energi spermatozoa dan melindungi spermatozoa terhadap cold shock serta menyediakan suatu penyangga untuk mencegah perubahan pH akibat pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme sperma. Penggencer sperma juga berfungsi untuk mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit serta mencegah pertumbuhan kuman. Selain itu, pengenceran sperma dapat memperbanyak volume sperma sehingga lebih banyak hewan betina yang dapat diinseminasi dengan satu ejakulat (Toelihere, 1993). Jenis pengencer sperma yang digunakan harus memenuhi persyaratan layak teknis, yaitu tidak beracun bagi spermatozoa, menyediakan zat-zat makanan spermatozoa, elektrolit seimbang, dan kondisi pH 7 sampai 7,9. Selain itu, pengencer sperma juga harus mampu untuk keperluan penyimpanan secara anaerob maupun aerob dan dapat memperpanjang daya tahan hidup spermatozoa motil progresif (Sastrodihardjo dan Resnawati, 2003). Bahan-bahan yang digunakan sebagai pengencer sebaiknya mudah didapat , harga relatif murah dengan kualitas baik, tidak beracun, dan juga praktis dalam pembuatan. Contohnya adalah larutan NaCl 0,9% (NaCl fisiologis) yang biasa digunakan dalam pengencer sperma ayam. Larutan ini merupakan larutan yang isotonis dengan plasma sperma, menginggat unsur kimia yang terkandung didalamnya hanya unsur elektrolit ion natrium (Na) dan ion Klorida (Cl) yang dapat

memopertahankan daya hidup spermatozoa in vitro (Perdana, 2009). Lebih lanjut dinyatakan bahwa spermatozoa ayam toleran terhadap konsentrasi NaCl dari 0,5 sampai 1,5%. Selain itu jenis pengencer yang umum digunakan dapat berupa larutan anorganik yang terdiri dari bahanbahan kimia seperti larutan Na-Sitrat dan Na-posphat, atau larutan pengencer organik misalnya air susu, santan kelapa, dan air kelapa maupun gebungan antara keduanya. Antibiotika Antibiotik merupakan subtansi yang membunuh atau menghalangi pertumbuhan bakteri, tergolong kedalam kelompok antimicrobial yang digunakan untuk mengobati jamur infeksi dan yang protozoa disebabkan (Anonim, oleh 2009). mikroorganisme, termasuk

Pembuatan antibiotik umumnya dilakukan secara mikrobiologi, yaitu mikroorganisme di kembangbiakan dalam tangki-tangki besar dengan zatzat gizi khusus kemudian oksigen atau udara steril disalurkan ke dalam cairan pembiakan untuk mempercepat pertumbuhan jamur sehingga produksi antibiotiknya semakin tinggi (Wempi, 2009), setelah diisolasi dan cairan kultur, antibiotik dimurnikan dan ditetapkan aktifitasnya. Penambahan antibiotik ke dalam pengencer penting untuk dilakukan karena berguna untuk menahan atau membunuh pertumbuhan bakteri yang dapat merusak sperma, serta dapat memperbaiki fertilitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penambahan antibiotik tersebut berguna untuk meningkatkan motilitas dan daya tahan hidup sperma. Penambahan antibiotika 1000 IU penicillin atau 500 sampai 1000 mikrogram streptomycin tiap satu milimeter pengencer sperma atau kombinasi keduanya tidak merusak sel sperma dan efektif menghambat pertumbuhan kuman, serta meningkatkan fertilitas (Toelihere, 1993). Sperma kalkun yang diencerkan menggunakan pengencer Lakes dengan kandungan Gentamicin sebanyak 5 g/ml dapat meningkatkan fertilitas,

karena 96% bakteri gram negatif mencemari sperma, sensitif terhadap Gentamicin (Omprakash et al., 2006) sedangkan menurut Qureshi et al. (1993), penambahan Gentamicin 500 m/ml sangat efektif untuk mengontrol bakteri mikroflora pada sperma sapi jantan. Gentamicin dan streptomycin adalah jenis obat yang termasuk kelompok aminoglycosides (Anonim, 2010). Lebih lanjut dinyatakan bahwa gentamicin merupakan antibiotik, yang berkerja dengan cara memperlambat pertumbuhan atau membunuh bakteria sensitif dalam tubuh sedangkan streptomycin berkerja dengan mematikan bakteri sensitif, dengan menghentikan produksi protein esensial yang dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup. Gentomicin, tylosin, dan Lincospectin ditambahkan dalam sperma selama prosesing untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Bearden and Fuquway, 1997). Daun Sirih Sistematika Divisi Sub Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Piperales : Piperaceae : Piper : Piper betle L. (Putri, 2010) Sirih (Piper betle Linn) telah dikenal masyarakat dalam berbagai pengobatan tradisional, antara lain untuk sariawan, mimisan, bau badan, batuk, keputihan, sakit kepala, gusi bengkak, dan radang tenggorokan (Soedibyo, 1991). Secara umum daun sirih mengandung minyak atsiri 1-4,2% yang terdiri dari hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, metal eugenol, karvakol, terpena, seskuiterpena, fenilpropana, tannin, enzim diastasae 0,8-1,8%, enzim katalase, gula, pati, vitamin A, B

dan C , 82,8% komponen penyusun minyak atsiri daun sirih terdiri dari senyawa-senyawa fenol, dan hanya 18,2% merupakan senyawa bukan fenol. Senyawa anti bakteri dapat bersifat bakterisidal, fungisidal, maupun germisidal (Achmad, 2009). Menurut Putri (2010) Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba, senyawa saponin akan merusak membran sitoplasma dan membunuh sel. Selanjutnya juga dikatakan senyawa flavonoid diduga mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Penilaian Kualitas Sperma Volume dan konsentrasi sperma Volume sperma unggas relatif sedikit dan berbeda-beda menurut bangsa unggas, tetapi konsentrasi sperma cukup tinggi (Toelilhere, 1993). Volume sperma ayam per ejakulat berkisar antara 0,2 ml sampai 1,5 ml (Nalbandov, 1990), sedangkan Toelihere (1993) menyatakan bahwa sperma ayam memiliki volume 0,88 dengan konsentrasi 3,4 juta sel/mm 3 dan jumlah sperma per ejakulasi pada ayam yaitu sekitar 3,3 milyar. Hasil penelitian Asmarawati (2009) menunjukan bahwa rata-rata volume sperma segar ayam kampung yang diperoleh adalah 0,25 0,09 ml dan konsentrasinya 3,69 1,10 x 109/ml.

Warna, bau dan konsentrasi sperma Warna sperma ayam adalah putih seperti mutiara jika berwarna lain dari itu mengindikasikan bahwa sperma tersebut sudah terkontaminasi, contohnya adalah jika sperma berwarna putih kekuningan biasanya sudah terkontaminasi oleh ekskreta dan jika sperma berwarna merah kecoklatan biasanya terkontaminasi eritrosit (Etches, 1996). Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere (1993) yang menyatakan bahwa sperma ayam
9

berwarna putih. Lebih lanjut menyatakan bahwa sperma yang baik berbau spesifik yaitu agak amis dan sperma memiliki konsistensi yang bervariasi dari suatu suspensi keruh dan tebal sampai suatu cairan encer. Hasil penelitian Asmarawati (2009) menunjukan bahwa rata-rata warna dan kosistensi sperma hasil penampungan adalah putih kental, dengan kisaran antara putih bening sampai putih agak krem dan kental.

Derajat keasaman (pH) sperma Metabolisme sperma dalam keadaan anaerobik menghasilkan asam laktat yang tertimbun dan meninggikan derajat keasaman atau menurunkan pH larutan yang dapat diketahui dengan mengukur derajat keasaman menggunakan pH meter atau kertas lakmus (Toelihere, 1993). pH sperma ayam berkisar antara 6,3 sampai 7,8 (Nalbandov, 1990). Toelihere (1993) menyatakan bahwa sperma segar biasanya bersifat agak basa dengan rata-rata pH berkisar antara 7,0 sampai 7,6. Selain itu, dinyatakan bahwa pH menurun pada penyimpanan dengan peninggian suhu dan penambahan waktu. Sperma segar hasil penelitian Asmarawati (2009) menunjukan pH rata-rata 7,07 0,08. Viabilitas spermatozoa (persentase spermatozoa hidup) Viabilitas spermatozoa (persentase spermatozoa hidup dan mati) dapat diketahui dengan pengencatan, yaitu 1 tetes sperma diletakan diatas gelas objek, ditambah 1 tetes larutan eosin, dicampur secara merata dan dibuat preparat apus. Setelah dilakukan pengamatan dibawah mikroskop, untuk menentukan jumlah spermatozoa yang hidup, sedikitnya dihitung 100 sampai 200 spermatozoa atau terbaik 500 spermatozoa (Rusmiati,2007). Pada waktu sperma dicampur zat warna, spermatozoa yang hidup tidak atau sedikit sekali menyerap warna sedangkan spermatozoa yang mati akan menghisap zat warna karena permeabilitas dinding sel meningkat sewaktu mati (Toelihere, 1993). Lebih lanjut

dinyatakan bahwa zat warna eosin akan mewarnai spermatozoa yang mati menjadi merah atau merah muda, sedangkan yang hidup tidak berwarna. Rerata viabilitas spermatozoa segar hasil penelitian Asmarawati (2009) adalah 96,80 3.35%. Motilitas spermatozoa Motilitas sperma adalah salah satu cara evaluasi kualitas sperma yang dilakukan dengan mikroskop. Motilitas sering dirangking dalam skala obyektif pada 1 sampai 5 atau 1 sampai 10 dimana paling dasar menggambarkan skala motilitas rendah, tengah menggambarkan skala motilitas rata-rata dan paling atas menggambarkan skala motilitas paling baik (Etches, 1996). Motilitas dari contoh sperma didefinisikan sebagai persentase dari sel sperma yang menggerakan dengan kemampuan yang dimilikinya. Selanjutnya dikatakan bahwa pergerakan maju (progresive) dari spermatozoa menunjukan kualitas individu karena fertilitas berkorelasi tinggi dengan jumlah spermatozoa motil yang diinseminasikan (bearden dan Fuquay, 1997). Tri-Yuanta et al. (1998) menyatakan bahwa rata-rata motilitas spermatozoa segar ayam adalah 82,50%, sperma yang disimpan 12 jam pada suhu 5oC sebesar 45,83%. Hasil penelitian yang diperoleh Asmarawati (2009) menunjukan rata-rata motilitas spermatozoa 86,67 8,16%.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS Landasan Teori Spermatozoa ayam yang diejakulasikan tidak akan bertahan lama bila tidak segera diberi perlakuan pengenceran dan penyimpanan pada suhu rendah. Selain dapat meningkatkan daya hidup, pengenceran sperma juga akan menambah volume sehingga dapat meningkatkan jumlah betina yang diinseminasikan. Pengenceran sperma dilakukan

11

dengan bahan yang dapat digunakan sebagai sumber nutrien bagi spermatozoa, dapat mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit, sekaligus sebagai pengatur pH sperma akibat dari metabolisme sperma. Penambahan antibiotik dapat menghambat pertumbuhan kuman di dalam sperma yang diencerkan, meningkatnya daya hidup dan fertilitas sperma. Gentamicin penicillin termasuk golongan antibiotik aminoglikosida -laktam. sedangkan merupakan golongan antibiotik

Aminoglikosida aktif terhadap bakteri gram negatif sehingga efektif bila ditambahkan dalam pengencer sprema karena sebagian besar bakteri yang mencemari sperma adalah bakteri gram negatif. Gentamicin lebih efektif dibandingkan streptomycin karena pada dosis rendah (5 g/ml) streptomycin bersifat bakteriostatik sedangkan gentamicin bersifat bakterisid. Penambahan antibiotik dapat menurunkan jumlah bakteri yang terkandung dalam sperma setelah penampungan. Penambahan antibiotik dalam pengenceran sperma dan penyimpanan pada suhu 5oC diharapkan akan bermanfaat untuk memperpanjang daya tahan hidup spermatozoa yang selanjutnya akan digunakan dalam program IB. Daun sirih memiliki kandungan antibakteri yang kuat. Aktifitas antibakteri dari minyak atsari yang diperoleh dari ekstrak daun sirih lebih kuat dibanding sterptomycin dan penicillin.

Hipotesis Penambahan ekstrak daun sirih dan gentamicin dapat dalam

mempertahankan PH, motilitas dan viabilitas spermatozoa pengencer sperma yang disimpan pada suhu 5oC.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Materi

13

Materi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ternak, bahan dan alat. Ternak. Ternak yang digunakan yaitu 5 ekor ayam kampung jantan yang berumur 48 minggu. Bahan. Bahan yang diguanakan yaitu NaCl fisiologis sebagai bahan pengencer sperma. Ekstrak daun sirih dan gentamicin sebagai antibiotik yang digunakan dalam pengenceran sperma, larutan eosin, serta larutan hayem. Alat. Peralatan yang digunakan dalam laboratorium berupa mikroskop, counter, gelas objek, dan gelas penutup, pH meter elektrik, tabung reaksi, pipet, haemocytometer, kamar hitung Neubauer dan lemari pendingin (refrigator). Metode Penelitian ini di bagi dalam dua tahap, yaitu pra penelitian dan tahap penelitian. Tahap pra penelitian Tahap ini bertujuan untuk menyesuaikan keadaan ternak dengan lingkungan, dan membiasakan ternak dengan penampungan sperma. Diperlukan waktu selama 2 minggu sebelum penelitian. Pemeliharan ternak. Pemeliharan ternak dilakukan dikandang unggas milik laboratorium ternak unggas Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Kandang yang digunakan yaitu kandang individu berukuran 100 cm x 50 cm untuk satu ekor ayam kampung jantan. Kandang terbuat dari kawat masing-masing dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum yang terpisah. Pakan yang diberikan yaitu pakan komersial untuk ayam broiler (BR1). Pemberian pakan dan minum dilakukan secara bebas (ad libittum) setiap pagi dan sore hari.

Tahap penelitian Tahap penelitian yang dilakukan adalah penampungan sperma, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi sperma, pengenceran sperma, penyimpanan sperma, pengamatan kualitas sperma setelah mendapatkan perlakuan dan pengambilan data. Sperma hasil penampungan dicampur dan dibagi menjadi empat bagian yang sama. Pengaruh individu ayam (faktor genetik) tidak dapat dilihat karena adanya pencampuran sperma dari empat perlakuan yaitu kontrol, P1dan P2. Masing-masing perlakuan dimasukan kedalam satu tabung dan ditambahkan pengencer dengan perbandingan sperma : pengencer adalah 1: 9. Pengenceran sperma sebagai berikut: Kontrol : pengenceran sperma dengan larutan NaCl fisiologis tanpa penambahan antibiotik. P1 : pengenceran sperma dengan larutan pengencer NaCl fisiologis

yang ditambahkan ekstrak daun sirih sebanyak 5%. P2 : pengenceran sperma dengan larutan pengencer NaCl fisiologis

yang ditambahkan antibiotik gentamicin sebanyak 5 g/ml.

Penampungan sperma. Penampungan sperma diakukan oleh dua orang dengan metode pengurutan pada bagian dorso abdominal. Ayam dipegang dengan tangan kiri pada kaki dan diurut pada bagian punggung dari arah depan ke belakang sampai sekitar kloaka dengan tangan kanan, dan sperma yang keluar ditampung dengan tabung penampung yang diarahkan ke kloaka. Pengurtan dilakukan selama 2 sampai 3 menit untuk setiap ekor ayamm jantan. Penampungan sperma dilakukan setiap 4 hari sekali. Pengenceran sperma (ml). Sperma ayam yang tertampung dikumpulkan

15

menjadi satu dan diperiksa kuantitas serta kualitasnya, kemudian sisa sperma dibagi menjadi tiga bagian yang sama banyaknya serta diencerkan. Bahan pengencer yang digunakan adalah NaCl fisiologis. Masing-masing perlakuan dimasukan dalam tabung dan ditambahkan pengencer dengan perbandingan sperma : pengencer adalah 1: 9. Penyimpanan sperma. Sperma yang telah diencerkan dimasukan ke dalam tabung reaksi dan ditutup agar tidak terkontaminasi bakteri dari ligkungan kemudian disimpan pada lemari pendingin (refrigator) pada suhu 5oC. Penyimpanan sperma. Pemeriksaan sperma dilakukan pada semua perlakuan dalam jam pengamatan 0, 3, 6, 12 dan 24 jam penyimpanan pada suhu 5oC. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan pH, motilitas spermatozoa dan viabilitas spermatozoa (persentase spermatozoa yang hidup dan mati). Data yang diamati. Penilaian sperma meliputi pemeriksaan sebelum diencerkan (segar) yang meliputi volume, konsentrasi, warna, bau, konsistensi, motilitas, pH dan viabilitas. Setelah diencerkan baik sebelum disimpan dan sesudah disimpan, hal-hal yang diamati meliputi pH, motilitas spermatozoa dan viabilitas spermatozoa (persentase spermatozoa yang hidup dan mati). Volume sperma (ml). Volume sperma yang tertampung dapat diketahui dengan melihat secara langsung sperma dalam tabung penampung bersekala. Konsentrasi spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa dapat diketahui dengan menghitung jumlah spermatozoa menggunakan kamar hitung Neubauer dengan cara meneteskan beberapa tetes sperma dalam gelas arloji (diusahakan agar tidak membentuk gelembung), kemudian dihisap dengan menggunakan pipet haemocytometer (dengan sekala 101) hingga skala 0,5. Larutan hayem ditambahkan dengan cara menghisap langsung

larutan hayem segera setelah menghisap sperma segar hingga dicapai sekala 101. Kemudian sperma yang telah dicampur dengan larutan hayem tersebut dikocok secara perlahan hingga diperoleh campuran spermahayem yang homogen. Penambahan larutan hayem ini bertujuan untuk mengencerkan sekaligus mematikan spermatozoa agar mepermudah dalam proses perhitungan. Setelah itu, dibuang beberapa tetes kemudian diteteskan satu tetes dibawah gelas penutup pada kamar Neubauer. Jumlah spermatozoa yang ada pada lima kama (kotak besar) dihitung dengan rumus Toelihere (1993) sebagai berikut:

= Keterangan : Y X 400 80 200 0,1 : adalah konsentrasi spermatozoa : adalah jumlah spermatozoa dalam lima kotak besar : adalah jumlah kotak kecil dalam kotak hitung : adalah jumlah kotak kecil dalam 5 kotak besar : dalah pengenceran 200kali : adalah volume kotak hitung (mm3)

Warna dan bau sperma. Pemeriksaan warna sperma dilakukan dengan mata telanjang. Pemeriksaan bau sperma dilakukan dengan cara mencium sperma setelah dilakukan proses penampungan sperma. Sperma yang baik akan memiliki bau yang spesifik yaitu agak amis. Konsistensi sperma. Konsistensi dapat diperiksa dengan cara

17

menggoyangakan tabung yang berisi sperma secara perlahan-lahan. Apabila sperma yang digoyangkan tersebut mengalir lambat pada dinding tabung maka hal ini mennunjukan konsistensi sperma tersebut kental, tetapi bila mengalir cepat menujukan konsistensi spermanya encer. Motilitas spermatozoa (%). Motilitas spermatozoa ditentukan oleh gerakan masa dan gerakan individu yang dapat dilihat dibawah mikroskop. Gerakan massa diamati dengan meneteskan spermatozoa diatas gelas objek yang ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran kuat (objektif 40 kali), kemudian dilakukan penilaian. Menurut Toelihere (1993). Penilaian tersebut adalah sebagai berikut: Sangat baik (++++): menujukan 75%sampai 100% spermatozoa motil, yaitu apabila terlihat gerakan massa seperti : gelombang besar, banyak, gelap, tebal, aktif dan cepat ber pidah-pindah. Baik (++): menunjukan 50% sampai 75% spermatozoa motil, yaitu apabila terlihat gerakan massa berupa gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban. Sedang (+): menunjukan 25% sampai 50% spermatozoa motil, yaitu jika ada gerakan massa, tetapi gerakan individu aktif progresif. Buruk: menunjukan kurang dari 25% spermatozoa motil, yaitu apabila hanya sedikit gerakan individual atau nol apabila tidak ada gerakan individual. Derajat keasaman (pH) sperma. Derajat keasaman sperma diukur dengan meneteskan sperma pada pH meter elektrik kemudian hasil pengukurannya dapat dibaca langsung. Viabilitas spermatozoa (persentase spermatozoa hidup) (%). Jumlah spermatozoa yang hidup dapat diketahui melalui pewarnaan diferensial (dibuat preparat apus) dengan cara meneteskan setetes sperma di atas

gelas objek kemudian diberi setetes larutan eosin, dicampur secara merata dan dibuat preparat apus dengan cara memperluas permukaan tetesan menggunakan gelas objek yang lain. Jumlah spermatozoa yang hidup dihitung persentasenya dengan menggunakan rumus Toelihere (1993):

Keterangan: X : adalah persentasee spermatozoa yang hidup Y : adalah jumlah sampel spermatozoa yang dihitung Z: adalah jumlah spermatozoa yang mati Abnormalitas spermatozoa (%). Prosedur pengamatannya sama

dengan pada penentuan spermatozoa hidup, yaitu dengen melihat perubahan morfologi spermatozoa, terutama yang terjadi pada akrosom. Selain itu juga diamati perubahan pada kepala dan ekor spermatozoa. Persentase abnormalitas spermatozoa dihitung menggunakan rumus Toelihere (1993):

Keterangan: P : adalah persentase abnormalitas spermatozoa Q : adalah jumlah spermatozoa abnormal R : adalah jumlah sampel spermatozoa yang dihitung Analisis data Analisis data dilakukan dengan analisis variansi dari rancangan

19

split subjek. Faktor utama dalam penelitian ini adalah perlakuan (jenis antibiotik) dan sebagai sub faktor adalah waktu (jam pengambilan). Analisis variansi menggunakan program SPSS (statistical product and service solutions) 16,0 (USA). Apabila hasilnya signifikan, dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncans Multiple Range test).

Anda mungkin juga menyukai