Anda di halaman 1dari 5

Pemanfaatan Energi Panas Bumi Secara Langsung

Secara umum, pemanfaatan energi panas bumi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
pemanfaatan langsung (direct use) dan pemanfaatan tidak langsung (indirect use).
Pemanfaatan secara langsung atau pemanfaatan non listrik misalnya untuk pemanas ruangan,
pengering produk pertanian, industri kertas, pasteurisasi susu, budidaya jamur, pariwisata,
dan lain-lain. Sedangkan pemanfaatan secara tidak langsung dilakukan dengan mengubah
energi panas dari panas bumi menjadi energi listrik terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan
lebih lanjut.
Pemanfaatan energi panas bumi oleh manusia, pertama kali dilakukan secara langsung.
Seperti dijelaskan sebelumnya, pemanfaatan energi panas bumi secara langsung sangat
beraneka ragam. Pemanfaatan fluida panas bumi dari yang bertemperatur rendah untuk
budidaya ikan dan pemanas lahan pertanian, temperatur sedang untuk pemanas ruangan dan
pengering, hingga temperatur tinggi untuk pembangkit listrik dan proses industri. Fluida
panas bumi dapat diambil secara langsung dari manifestasi panas bumi yang ada atau dengan
membuat sumur produksi.
Kapasitas pemanfaatan energi panas bumi secara langsung yang telah terpasang saat ini
sebagai berikut (Lund dkk., 2010):

Kegiatan ekonomi yang terkait pemanfaatan energi panas bumi secara langsung maupun
tidak langsung pada suatu lapangan panas bumi dilaksanakan dalam suatu distrik. Distrik
dibagi ke dalam tiga area utama, yaitu: area konservasi, area budidaya, dan area produksi.
Area konservasi berupa hutan yang berfungsi sebagai recarge areauntuk menjaga pasokan
air ke dalam reservoir. Area budidaya merupakan area yang berfungsi sebagai tempat
kegiatan budidaya, cocok tanam, dan industri yang memanfaatkan energi panas bumi. Area
produksi merupakan area dimana energi panas bumi dieksploitasi atau diproduksi untuk
menghasilkan energi listrik maupun untuk pemanfaatan langsung.

Distrik Panas Bumi (Suryantini dkk., 2005)

Budidaya Jamur dengan Energi Panas Bumi


Di Indonesia, pemanfaatan energi panas bumi secara langsung sudah dimulai sejak lama.
Sebagian besar pemanfaatan langsung dilakukan untuk sektor pariwisata berupa pemandian air
panas dan kolam air panas. Namun, dari lebih dari 19000 Mwatt potensi yang dimiliki,
pemanfaatan energi panas bumi secara langsung di Indonesia baru sekitar 2,3 Mwatt (Lund dkk.,
2010). Pengembangan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia lebih fokus untuk
pembangkit energi listrik. Baru pada tahun 1999, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi) mulai melakukan penelitian pemanfaatan energi panas bumi secara langsung untuk
sektor pertanian. Beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan dan diterapkan diantaranya
pemanfaatan energi panas bumi untuk sterilisasi media budidaya jamur, produksi garam,
pengering kopra, pengering teh, pasteurisasi susu, dan budidaya ikan. Hingga saat ini, untuk
memenuhi kegiatan diatas, diperlukan sekitar 200-300 ton/jam fuida panas bumi.
Salah satu hasil penelitian BPPT adalah teknologi pemanfaatan energi panas bumi untuk
membantu proses budidaya jamur. Teknologi ini sudah terbukti secara teknis dan keekonomian
dapat diterapkan. Uap atau steam berasal dari sumur-sumur yang sudah tidak digunakan untuk
memasok pembangkit listrik. Selain itu, dengan teknologi ini, telah terbukti pula kualitas jamur
yang dihasilkan lebih baik daripada jamur yang dibudidayakan secara konvensional.
Untuk melakukan sterilisasi media pembudidayaan jamur atau bag-log, diperlukan uap air
tawar. Media ini dimasukkan ke dalam sebuah ruang kemudian diuapi dari bawah. Sebelum
menggunakan panas bumi, uap dihasilkan dari boiler yang menggunakan bahan bakar kerosin
yang harganya tinggi. Fluida panas bumi hanya diambil panasnya dengan menggunakan heat
exchanger untuk memanaskan air tawar. Heat exchanger didesain sehingga perpindahan panas
yang terjadi cukup digunakan untuk menguapkan air. Uap dari air tawar inilah yang digunakan
untuk sterilisasi media pembudidayaan jamur. Selain itu, uap air tawar digunakan untuk
menghangatkan ruang inkubator dan menjaga temperaturnya pada 28 OC sehingga jamur tumbuh
secara optimal.
Proses selanjutnya adalah pembibitan dan penumbuhkembangan jamur. Proses ini sama seperti
teknik budidaya jamur secara konvensional. Beberapa spesies jamur yang telah berhasil
dilakukan uji coba pembudidayaan oleh BPPT diantaranya Agaricus bisporus, Pleurotus
spp., dan Auricularia spp.
Di Lapangan Panas Bumi Kamojang, teknologi pemanfaatan energi panas bumi untuk budidaya
jamur telah diterapkan. Fasilitas yang dibangun meliputi generator uap (heat
exchanger), autoclave, tangki air tawar, inoculaiton room, incubation room, dan production
room. Steam yang diperoleh dari sumur-sumur berkapasitas kecil memiliki temperatur sekitar
150 OC dan tekanan 2 bar. Steam digunakan untuk memanaskan air tawar melalui heat
exchanger. Generator uap ini memiliki kapasitas 57,33 kW sehingga hanya memerlukan steam s
ebesar 92,5 kg/jam dan air tawar 78,5 kg/jam. Steam yang dihasilkan dapat digunakan untuk

sterilisasi 1200 bag-log. Sedangkan satu bag-log digunakan untuk membudidayakan 600-800
gram jamur.

Fasilitas budidaya jamur (Suyanto dkk., 2010)

KEBIJAKAN BIDANG PANAS BUMI


Saturday, 05 February 2011 10:59

Nenny
Miryani
Saptadji,
PhD
Program Studi Magister Akademik Berorientasi Terapan Teknik Panas Bumi
FTTM - ITB

Untuk mengatur pengelolaan pengusahaan panas bumi Pemerintah telah menerbitkan UndangUndang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi dengan dasar pertimbangan:
1.

Panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi
besar, yang dikuasai oleh negara dan mempunyai peranan penting sebagai salah
satu sumber energi pilihan dalam keanekaragaman energi nasional untuk
menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan demi terwujudnya
kesejahteraan rakyat;

2.

Pemanfaatan panas bumi relatif ramah lingkungan, terutama karena tidak


memberikan kontribusi gas rumah kaca, sehingga perlu didorong dan dipacu
perwujudannya;

3.

Pemanfaatan panas bumi akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan


bakar minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak bumi;

4.

Peraturan perundang-undangan yang sudah ada belum dapat menampung


kebutuhan perkembangan pengelolaan hulu sumber daya panas bumi sehingga
undang-undang tentang panas bumi ini dapat mendorong kegiatan panas bumi
bagi kelangsungan pemenuhan kebutuhan energi nasional;

5.

Sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta untuk memberikan
landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali
penyelenggaraan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya panas bumi,
dipandang perlu membentuk Undang-undang tentang Panas Bumi.

Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2006)
menyatakan bahwa semangat dari undang-undang ini adalah memberikan kepastian hukum,
menghormati kontrak berjalan (existing contract), menciptakan iklim investasi yang kondusif
dan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk berperan dalam
pengembangan panas bumi. Ketentuan yang diatur dalam undang-undang panas bumi mencakup

ketentuan mengenai kewenangan pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota,


wilayah kerja, kegiatan operasional dan pengusahaan, penggunaan lahan, perizinan, hak dan
kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Panas Bumi, penerimaan negara,
pembinaan
dan
pengawasan.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003, kegiatan usaha panas bumi adalah
suatu kegiatan untuk menemukan sumber daya panas bumi sampai dengan pemanfaatannya baik
untuk pembangkit listrik maupun untuk kepentingan laian di sektor non listrik (pemanfaatan lan
langsung). Tahapan kegiatan usaha panas bumi meliputi: survei pendahuluan, eksplorasi, studi
kelayakan, eksploitasi dan pemanfaatan, yaitu:
1.

Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis


dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika,
dan geokimia untuk memperkirakan letak dan adanya sumber daya Panas Bumi
serta Wilayah Kerja.

2.

Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi,


geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang
bertujuan untuk memperoleh dan menambah informasi kondisi geologi bawah
permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan potensi Panas Bumi.

3.

Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi


untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk
menentukan kelayakan usaha pertambangan Panas Bumi, termasuk penyelidikan
atau studi jumlah cadangan yang dapat dieksploitasi.

4.

Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan pada suatu wilayah kerja tertentu


yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi,
pembangunan fasilitas lapangan dan operasi produksi sumber daya Panas Bumi.

5.

Pemanfaatan langsung adalah kegiatan usaha pemanfaatan energi dan/atau


fluida Panas Bumi untuk keperluan nonlistrik, baik untuk kepentingan umum
maupun untuk kepentingan sendiri.

6.

Pemanfaatan tidak langsung untuk tenaga listrik adalah kegiatan usaha


pemanfaatan energi panas pumi untuk pembangkit tenaga listrik, baik untuk
kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri.

Sumber : Majalah Energi Edisi November 2010

Anda mungkin juga menyukai