Manifestasi Kulit Pada Pasien HIV
Manifestasi Kulit Pada Pasien HIV
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh
manusia. Cara penularan terutama melalui darah, cairan tubuh dan hubungan seksual.
HIV menginfeksi sistem imun terutama sel CD4 dan menimbulkan destruksi sel tersebut.
Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun
mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.1
Berdasarkan data dari WHO, pada akhir 2012 saja sudah sekitar 35,3 juta orang
mengidap HIV/AIDS. Untuk di Indonesia kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan pada
tahun 1987 dan tampak penyebaran serta kenaikan yang cukup meningkat. Sampai Maret
2013 sekitar 118.787 orang dilaporkan terinfeksi HIV.1
Gangguan kulit umum ditemukan pada pasien terinfeksi HIV dan gangguan kulit ini
mungkin merupakan manifestasi pertama penyakit HIV. Sampai dengan 90% dari orang
yang terinfeksi HIV menderita penyakit kulit selama perjalanan penyakitnya. Dalam
sebuah studi cross-sectional lokal dari 186 pasien HIV-positif, 175 (94%) menderita satu
atau lebih gangguan kulit. Spektrum gangguan kulit tergantung pada tahap imunologi,
seperti tercermin dari jumlah CD4, penggunaan bersamaan terapi antiretroviral dan pola
infeksi endemik.2
Selama mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Penyakit Kulit Dan Kelamin Rumah
Sakit Umun Daerah Sanjiwani ditemukan 2 pasien dengan riwayat HIV/AIDS dengan
manifestasi kulit yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut penulis mengangkat tentang
manifestasi kulit pada pasien HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
1
moluskum mengandung protein dan partikel virus yang disebut badan moluskum. Tidak
seperti papilloma, moluskum tidak terdapat pada daerah mulut atau mukosa anorektal
dan tidak memiliki potensi onkogenik.3
2.1.3 Folikulitis
Folikulitis pada pasien HIV tampak sebagai papul eritema, berbatas tegas, ukuran milier
sampai lentikuler dengan susunan soliter dan polisiklik, terdistribusi dibagian tubuh
manapun.
Folikulits
pada
pasien
HIV
lebih
dikenal
sebagai
folikulitits
penyebab
direkomendasikan
folikulitis
adalah
atipikal
pengobatan
beragam,
yang
maka
memiliki
pengobatan
target
yang
mikroorganisme
penyebabnya. Seperti Eurax (Crotamiton) yang memberikan hasil baik pada beberapa
kasus, atau pemberian antifungi seperti Flagyl (Metronidazol) pada kasus lainnya.
2.1.4 Dermatitis Seboroik, Psoriasis dan Tinea
Dermatitis Seboroik, Psoriasis dan Tinea sering salah didiagnosis satu sama lain.
Dermatitis seboroik merupakan kondisi yang sering dikeluhkan pada pasien HIV dengan
gambaran plak eritema dengan bentuk bulat dan terasa gatal yang tampak pada kulit
kepala, wajah dan kadang pada dada dan pangkal paha. Keadaan ini disebabkan adanya
reaksi hipersensitivitas terhadap jamur pada folikel rambut. Penyakit ini merupakan
kondisi kronis yang dapat dikontrol dengan krim hidrokortison atau ketokonasol.
Psoriasis juga menghasilkan gambaran plak eritema dan dapat terjadi pada berbagai
lokasi. Plak ini tertutupi skuama keperakan, umumnya tidak gatal dan dapat berdarah
saat tergores. Psoriasis tidak hanya menimbulkan masalah kosmetik tapi juga dapat
menyebabkan atritis. Terapi konvensional tidak terlalu berespon baik dan steroid topical
cepat kehilangan efektifitasnya pada pasien dengan HIV. Terapi yang direkomendasikan
adalah PUVA dan gel Tazarotene (Retinoid).2,3
Pada kasus tinea, memberi gambaran tepi yang meluas dan aktif dengan bagian
tengah yang mengalami penyembuhan. Pemeriksaan KOH memberi hasil positif berupa
gambaran hifa dan spora. Tinea dapat diobati dengan antifungi topikal, namun untuk
kasus yang lebih berat pemberian antifungi oral juga diperlukan.
2.1.4 Skabies
3
menyajikan penyakit kulit yang umumnya terjadi pada pasien HIV dengan kadar CD4
tertentu.
Rentang CD4 (L)
>500
Penyakit Kulit
Kandidiasis Vagina
Psoriasis
Dermatitis Seboroik
Kandidiasis Oral
Herpes Zoster
Herpes Simpleks
Kondiloma Akuminatum
Veruka Vulgaris
Herpes Simpleks Diseminata
Folikulitis Atipikal
Moluskum Kontagiosa
Herpes Simpleks (besar dan sulit sembuh)
Moluskum raksasa
200-500
100-200
<100
Lamivudine
Nevirapine
Kelainan Kulit
Hiperpigmentasi mukokutaneus dan kuku
Hipertrikosis
Paronikia
Dermatitis Kontak Alergika
Paronikia
Sindrom Steven Johson
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pasien dengan riwayat HIV/AIDS memiliki resiko tinggi mengalami penyakit kulit, hal
ini dikarenakan pasien dengan HIV mengalami penurunan sistem imun. Hal ini
menyebabkan pasien lebih mudah mengalami infeksi kulit yang berulang, gambaran
klinis yang berbeda dan lebih berat serta lebih mudah terjadi komplikasi.
Penyakit kulit yang paling sering terjadi pada pasien HIV adalah papilloma,
moluskum kontagiosum, folikulitis, dermatitis seboroik, psoriasi, tinea, skabies, herpes
simpleks, herpes zoster. Manifestasi kelainan kulit yang terbentuk bukan hanya karena
penyakit kulit itu sendiri, namun juga bisa tampak karena reaksi kutaneus terhadap
konsumsi obat-obatan antiretroviral seperti Zidovudin, Lamivudin dan Nevirapin.
3.2 Saran
1. Penyakit kulit yang berulang dan berat tidak mendiagnosis seorang mengalami
HIV/AIDS, namun manifestasi kulit yang tampak dapat dijadikan salah satu kriteria
dalam mendiagnosis klinis AIDS.
2. Terapi konvensional umumnya tidak terlalu efektif pada kasus penyakit kulit dengan
riwayat HIV, karena itu perlu disertai dengan terapi antiretroviral dan peningkatan
sistem imun pasien. Obat-obatan dengan potensi lebih tinggi juga dapat
dipertimbangkan.
3. Kelainan kulit yang muncul juga dapat disebabkan oleh obat antiretroviral yang
diberikan, sehingga dapat dipertimbangkan penggantian obat dalam satu golongan
atau dari golongan antiretroviral lainnya.
KEPUSTAKAAN