Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Mataair panas yang muncul ke permukaan mengindikasikan bahwa adanya

suatu sistem panas bumi yang terbentuk di bawah permukaan bumi yang
diakibatkan oleh adanya aktifitas geologi, seperti vulkanisme dan tektonisme yang
kemudian mengakibatkan air di bawah permukaan mengalami pemanasan,
kemudian muncul dipermukaan sebagai mataair panas ( Herman, 2005), di daerah
Wala Kecamatan Sangalla Selatan Kabupaten Tana Toraja terdapat titik mataair
panas (Djuri, Sudjatmiko, Bachri dan Sukido, 1998).
Berdasarkan informasi adanya titik panas bumi tersebut mendorong
penulis ingin mengetahui lebih lanjut, sehingga diperlukan suatu penelitian yang
dilakukan secara berkesinambungan di antaranya yaitu studi karakteristik panas
bumi.
Dalam penelitian karakteristik mataair panas terdapat beberapa beberapa
permasalahan pokok yang harus dipecahkan di antaranya bagaimana tipe air
panas, berapa temperatur bawah permukaan, bagaimana sistem panas bumi yang
mengontrol mataair panas daerah penelitian, sehingga dari hasil analisis geokimia
ini kita dapat mengetahui karakteristik dari matair tersebut dan juga mengetahui
manfaat yang dapat diperoleh dari mataair panas tersebut seperti sebagai sumber
energi, pertanian dan sebagai lokasi objek wisata. Melihat hal tersebut diatas,
maka penulis merasa sangat tertarik untuk memecahkan permasalahan mataair

panas tersebut dengan menjadikan objek studi mengenai karakteristik panas bumi
berdasarkan mataair panas ini sebagai bahan penelitian tugas akhir.
1.2

Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan studi penelitian

karakteristik mataair panas Makula di daerah Wala Kecamatan Sangalla


Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ciri fisik mataair panas,
mengetahui sifat kimia mataair panas, menentukan tipe mataair panas, dapat
memperkirakan temperatur bawah permukaan, dapat memperkirakan gradien
geothermal, dapat memperkirakan umur panas bumi dan mengetahui pemanfaatan
mataair panas.
I.3

Batasan Masalah
Penulis membatasi pembahasan dari penelitian ini yaitu membahas

karakteristik mataair panas makula meliputi ciri fisik, sifat kima, tipe mataair
panas dan memperhatikan ciri ciri batuan di sekitar mataair panas dan unsur
unsur penyusun mataair panas.
I.4

Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian


Lokasi penelitian secara administratif terletak di daerah Makula

Kecamatan Sangalla Selatan Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan,


sedangkan secara geografis terletak pada kooordinat 11954'30" - 11954'45" BT
dan 0306'00" 030700" LS.
Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan transportasi darat
dari Makassar menuju Kabupaten Tana Toraja menggunakan kendaraan beroda

empat atau beroda dua yang ditempuh sekitar 7 - 8 jam dengan jarak kurang lebih
sekitar 320 km, dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda
dua ke lokasi penelitian dari Ibukota Kabupaten Tana Toraja dengan jarak sekitar
20 km dan waktu tempuh sekitar 1 jam.

4o0530 LS

110o5700
BT

110o5400
BT

110o5400
BT

110o5700
BT

03o0530 LS

03o 0730 LS

03o0730 LS

Daerah Penelitian

Gambar 1.1 Peta tunjuk lokasi daerah penelitian.

I.5

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Peta dasar skala 1 : 25.000,
2. GPS Garmin tipe Etrex,
3. Kompas geologi,
4. Palu geologi,
5. Buku lapangan,
6. Botol sampel,
7. Kamera digital,
8. Alat tulis menulis.
9. Larutan kimia,
10. Termometer,
11. Kertas lakmus,
12. Spektrofotometrik,
13. Kolorimetrik.

I.6

Peneliti Terdahulu
Beberapa ahli geologi yang pernah mengadakan penelitian di daerah ini

yang sifatnya regional diantaranya adalah sebagai berikut :


Djuri, Sudjatmiko, S. Bahri, dan Sukido (1998), membuat Peta Geologi
Lembar Majene dan Palopo Bagian Barat.
Yuanno Rezky, Kasbani, Dedi Kusnadi (2006), Penyelidikan Geologi dan
Geokimia Daerah Panas Bumi Sangalla Makale Tana Toraja.

Lantu, M. Imran, Effendi Amin and D. A. Suriamiharjda, (2005), Landsekap


Lembah Sangalla dan Sekitarnya
Hasan Ngabito (1990), membuat Peta Geologi dan Potensi Bahan Galian
Provinsi Sulawesi Selatan, Skala 1 : 500.000.
Rab Sukamto (1975), penelitian Perkembangan Tektonik Sulawesi dan
Sekitarnya yang merupakan sintesis yang berdasarkan tektonik lempeng.

BAB II
METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN

2.1

Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode studi literatur, metode penelitian lapangan dan metode analisis


laboratorium. Metode penelitian lapangan meliputi pengambilan data data
geologi dan geokimia, meliputi pengambilan data-data kimia dari sampel mataair
panas, pengukuran suhu dan pH yaitu :
-

Pengambilan titik sampel mataair panas ditentukan berdasarkan sumber


airnya paling besar dan belum tercampur dengan air permukaan.

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sampel air panas secara


langsung dari sumbernya dan memasukkannnya ke dalam botol.

Pengambilan sampel dilakukan pada saat musim kemarau (cuaca cerah).

Titik tempat pengambilan sampel dilakukan di tempat yang berbeda guna


untuk membandingkan dari titik-titik sumbernya.
Dari sampel mataair yang nantinya akan dianalisis di laboratorium untuk

menentukan karakteristik panas bumi dari mataair panas.


Metode analisis laboratorium meliputi metode analisis kimia AAS untuk
parameter Kalium (K) dan Natrium (Na), metode titrimetri untuk parameter
Bikarbonat (HCO3), Klorida (Cl), dan kesadahan Kalsium (Ca) dan Magnesium
(Mg), Metode spektrofotometer DREL 2800 untuk parameter Sulfat (SO4).

2.2

Tahapan Penelitian
Untuk melaksanakan penelitian ini, diperlukan tahapan penelitian yang

baik dan tersusun secara sistematis, agar diperoleh hasil yang baik. Tahapan
penelitian tersebut, yaitu :
2.2.1 Tahap Persiapan
Melaksanakan setiap kegiatan penelitian, selalu diawali dengan persiapan
yang menyangkut segala sesuatu yang dibutuhkan selama pelaksanaannya.
Pada tahap ini, hal-hal yang perlu dilakukan berupa :
Persiapan administrasi
Meliputi : pengajuan proposal penelitian, pengurusan surat izin penelitian
pada tingkat provinsi sampai tingkat desa lokasi penelitian
Persiapan perlengkapan dan peralatan geologi serta alat pengukuran sifat
kimia dan fisika mataair panas.
Studi literatur
Meliputi : studi tentang geologi regional daerah penelitian, laporan dari
peneliti terdahulu yang mencakup daerah penelitian serta literatur - literatur
geologi yang masih berkaitan dengan batasan masalah penelitian.
Pengadaan peta dasar dan interpretasi peta topografi
Meliputi : pengadaan peta dasar diperoleh dari peta lembar yang diterbitkan
oleh Bakosurtanal dengan sekala 1 : 50.000 kemudian diperbesar ke skala 1 :
25.000.
Perencanaan biaya dan jadwal kegiatan.

Meliputi : Perincian biaya yang disusun berdasarkan kondisi daerah dan


kebutuhan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan lancar dan
sistematis (sesuai proposal penelitian), selain itu mempelajari kondisi sosial
budaya masyarakat setempat sangat penting untuk kemudahan dan keamanan
dalam melakukan kegiatan penelitian.
2.2.2 Tahap Penelitian Lapangan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, antara lain :
Meliputi pengambilan data data geologi yang berada disekitar mataair panas
meliputi geomorfologi, litologi penyusun dan struktur geologi,
Pengambilan data data ciri fisik dan kimia mataair panas berupa temperatur,
warna dan pH,
Pengambilan contoh batuan dan airpanas.
2.2.3 Tahap Analisis Laboratorium
Dari conto mataair panas yang diambil dari lokasi penelitian kemudian
dianalisis pada laboratorium, adapun prosedur penentuan beberapa kandungan
kimia dari mataair panas tersebut adalah :
2.2.3.1 Prosedur Penentuan Kesadahan Ca2+, Mg2+ dan Cl
Dalam menentukan kesadahan unsur Ca2+ , Mg2+, Cl dan HCO3 metode
yang dilakukan untuk analisisnya yaitu metode titrimetri. Analisa titrimetri atau
analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang
dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya

secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut
berlangsung secara kuantitatif.
2.2.3.2 Penentuan Sulfat (SO4), K, Na, NH3,
Dalam menentukan kandungan sulfat dalam sampel

prosedur yang

dilakukan untuk analisisnya yaitu dengan metode spektofotometer serapan atom


(AAS). Spektofotometer alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer,
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan
atau yang diabsorpsi. Spektofotometer serapan atom (AAS) adalah suatu alat yang
digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid
yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas
Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur

transmitan

/absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap


sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal.
2.2.4 Tahap Pengolahan dan Evalusai Data
Data yang ada terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil penelitian lapangan dalam bentuk data deskripsi, sketsa,
fotografi dan conto batuan. Data sekunder berupa peta dasar topografi terbitan
Bakosurtanal dengan skala 1 : 50.000 dan laporan-laporan penelitian terdahulu
yang relevan.
Data primer yang

diolah berupa deskripsi geomorfologi, foto

bentangalam, foto singkapan, conto batuan dan data kekar. Hasil pengolahan data

10

primer tersebut disesuaikan dengan peta topografi daerah penelitian dan disusun
dalam bentuk laporan.
Pengolahan terhadap contoh airpanas dilakukan di laboratorium. Hasil
yang diperoleh berupa nilai dari kandungan unsur unsur kimia dalam airpanas,
sehingga dapat ditentukan potensi yang diperoleh dari mataair panas.
2.2.5

Tahap Penyusunan Laporan Akhir


Tahap akhir dari seluruh rangkaian tahapan penelitian adalah penyusunan

skripsi berdasarkan data geologi hasil penelitian lapangan, data geokimia hasil
pengolahan dan analisis laboratorium, serta data-data pendukung lainnya yang
berhubungan dengan penelitian dengan bahan acuan buku literatur dan laporan
peneliti terdahulu.
2.2.6 Tahap Presentase Laporan
Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan
penelitian. Pada tahap ini laporan yang telah disusun dalam bentuk skripsi
dipresentasekan dalam bentuk ujian seminar hasil dan ujian akhir di depan dosen
penguji.

11

PERSIAPAN

Administrasi
Studi Pustaka
Peta Dasar
Peralatan Lapangan
Orientasi Medan
Penyusunan Program kerja

Pengambilan data lapangan


meliputi
:
Geomorfologi,
Litologi dan struktur Geologi
Pengambilan foto matair panas
Pengambilan conto Air
Pengambilan data air panas
meliputi pengukuran pH air,
Bau, temperature,warna.

PENELITIAN LAPANGAN

Analisis kandungan unsur kimia


air panas seperti kandungan Na,
K, Mg, Cl-, Ca, SO4, HCO3, NH3.

ANALISIS LABORATORIUM

PENGOLAHAN DAN EVALUASI DATA

PENYUSUNAN LAPORAN

STUDI KARAKTERISTIK PANAS BUMI BERDASARKAN GEOKIMIA


MATAAIR PANAS MAKULA DAERAH WALA KEC. SANGALLA SELATAN
KAB. TANA TORAJA PROV. SULAWESI SELATAN

SKRIPSI
Gambar 2.1. Diagram alur metode dan tahapan penelitian

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Geologi Regional
Pembahasan geologi regional daerah penelitian mencakup kondisi

geomorfologi dan kondisi stratigrafi serta kondisi struktur geologi.


3.1.1 Geomorfologi Regional
Dari Peta Rupa Bumi skala 1:50.000 (Bakosurtanal, 1991) menunjukkan
bahwa wilayah Tana Toraja merupakan dataran tinggi yang dikelilingi oleh
pegunungan tinggi. Gunung yang terkenal antara lain G. Rantemario (3440 mdpl),
G. Tondok (1209 mdpl). Beberapa sungai mengalir sepanjang tahun dan
umumnya bermuara di S. Saddang di sebelah barat wilayah studi.
Morfologi daerah penelitian umumnya didominasi oleh morfologi
pegunungan dan perbukitan. Morfologi pegunungan menempati bagian selatan,
sedangkan bagian timur, barat hingga bagian utara merupakan perbukitan
bergelombang. Ketinggian pegunungan ini melebihi 500 m dengan puncak
tertinggi adalah Gunung Moladewe yang terletak pada rangkaian pegunungan
Latimojong, Sulawesi Selatan (Sukamto, 1975)
Morfologinya Kecamatan Sangalla dikelilingi oleh bukit-bukit kars (buntu
dalam bahasa Toraja) dan yang terkenal ada 8 buah bukit yaitu Buntu Tongko,
Buntu Kote, Buntu Batubakka, Buntu Burake, Buntu Tipodang, Buntu Kandora,
Buntu Issong dan Buntu Kaero. Pada dasar bukit-bukit inilah muncul mata air

12

13

yang mengalir kearah lembah Sangalla dan menjadi sumber air baik bagi
kehidupan sehari-hari maupun untuk persawahan. Air yang bersumber dari kaki
bukit tersebut mengalir secara gravitasi dari persawahan yang lebih tinggi ke
persawahan di bawahnya melalui saluran yang dikelola secara sederhana oleh
masyarakat setempat.
Sebagian pegunungan ini terbentuk oleh batuan gunung api dengan
ketinggian rata-rata 1500 m dari permukaan laut ke arah timur rangkaian
pegunungan ini relatif menyempit dan lebih rendah dengan morfologi
bergelombang lemah sampai kuat
3.1.2 Stratigrafi Regional
Daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar Majene dan
Palopo Bagian Barat (Djuri dan Sudjatmiko, 1974), dimana berdasarkan urutan
stratigrafinya batuan tertua yang dijumpai di daerah adalah Formasi Latimojong
(Tkl) yang berumur Kapur dengan ketebalan kurang lebih 1000 meter. Formasi
ini telah termetamorfisme dan menghasilkan filit, serpih, rijang, marmer, kwarsit
dan beberapa intrusi bersifat menengah hingga basa, baik berupa stock maupun
berupa retas-retas.Pada bagian atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi
Toraja yang terdiri dari Tersier Eosen Toraja (Tet) dan Tersier Eosen Toraja
Limestone (Tetl) yang berumur Eosen terdiri dari serpih, batugamping dan
batupasir serta setempat batubara, batuan ini telah mengalami perlipatan kuat.
Kisaran umur dari fosil-fosil yang dijumpai pada umumnya berumur Eosen
Tengah sampai Miosen Tengah. (Djuri dan Sudjatmiko, 1974). Pada bagian atas
formasi ini dijumpai batuan vulkanik Lamasi (Tolv) yang berumur Oligosen,

14

terdiri dari aliran lava bersusunan basaltik hingga andesitik, breksi vulkanik,
batupasir dan batulanau, setempat-setempat mengandung feldspatoid. Kebanyakan
batuan terkersikkan dan terkloritisasi. Satuan batuan berikutnya adalah satuan
Tmb dan Tmpss yang terdiri dari napal dan sisipan batugamping yang setempatsetempat mengandung batupasir gampingan, konglomerat dan breksi yang
berumur Miosen Bawah hingga Miosen Tengah, di tempat lain diendapkan satuan
batuan Tmc yang terdiri dari konglomerat, meliputi sedikit batupasir glaukonit dan
serpih. Ketebalan satuan batuan ini antara 100 400 meter dan berumur Miosen
Tengah hingga Pliosen.
Ketiga satuan batuan di atas mempunyai hubungan menjemari dengan
satuan batuan Tmpl yang terdiri dari lava yang bersusunan andesit sampai basal,
pada beberapa tempat terdapat breksi andesit, piroksin dan andesit trakit serta
felspatoid. Kelompok satuan batuan ini berumur Miosen Awal hingga Pliosen dan
mempunyai ketebalan 500 1000 meter. Pada beberapa tempat dijumpai pula
satuan batuan Tmpa, yang merupakan Molasa Sulawesi yang terdiri dari
konglomerat, batupasir, batulempung dan napal dengan selingan batugamping dan
lignit. Foraminifera menandakan umur Miosen Akhir hingga Pliosen.
Batuan-batuan tersebut di atas terangkat ke permukaan hingga
membentuk dataran tinggi akibat adanya pengangkatan oleh gaya-gaya tektonik.
Kegiatan tektonik tersebut menyisakan beberapa struktur yang dapat dijumpai di
wilayah studi daerah penelitian antara lain patahan naik (trust fault), patahan
normal (normal fault) dan struktur perlipatan berupa sinklin. Setidaknya ada
empat tahapan yang menyebabkan terjadinya gaya-gaya tektonik tersebut.

15

Satuan Batuan termuda berupa endapan aluvial dan pantai yang terdiri
dari lempung, lanau, pasir kerikil dan setempat-setempat terdapat terdapat
terumbu koral (Qal) menempati daerah pesisir timur dan barat.
120o 05 BT
03o 00 LS

03o 00 LS

119o 45 BT

03o 20 LS

03o 20 LS

Lokasi Penelitian

0 37.5 75

150

225

300
Kilometers

Gambar 3.1 Peta Geologi Regional Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar
Palopo, Sulawesi . P3G, Bandung (Djuri, Sudjatmiko, S. Bachri dan
Sukido, 1998)
3.1.3 Struktur Geologi Regional
Struktur yang terdapat di Pulau Sulawesi khususnya daerah penelitian
memperlihatkan keadaan yang sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena Pulau
Sulawesi banyak mendapat pengaruh pertemuan berbagai lempeng benua dan
samudera. Kerumitan tektonik Pulau Sulawesi ini ditafsirkan
sebagai hasil pemekaran kerak bumi yang disebabkan oleh gerak lempeng
Australia dan Hindia ke utara dan lempeng Pasifik ke Barat yang kedua
membentur lempeng Eurasia.

16

Secara regional orogenesa pada Pulau Sulawesi mulai berlangsung sejak


Zaman Trias, terutama pada Mandala Banggai Sula yang merupakan Mandala
Tertua, sedangkan pada Mandala Geologi Sulawesi Timur dimulai pada Kapur
Akhir atau Awal Tersier. Perlipatan yang kuat menyebabkan terjadinya sesar
anjak yang berlangsung pada Miosen Tengah pada Lengan Timur Sulawesi dan
dibagian tengah dari Mandala Geologi Sulawesi Barat, diwaktu yang bersamaan
suatu trangresi local berlangsung pada Lengan Tenggara Sulawesi dan suatu
aktifitas vulkanik terjadi pada Lengan Utara dan Selatan (Sukamto, 1975).
Fase orogenesa Intra Miosen terlihat menonjol pada beberapa tempat,
terutama pada Mandala Sulawesi Barat bagian Tengah, sedangkan orogenesa
sebelum Intra Miosen mungkin terjadi dua kali, yaitu sebelum dan sesudah Eosen.
Orogenesa Larami terjadi pada Kapur Akhir hingga Miosen Awal, mengangkat
dan melipat endapan Mesozoikum dan sediment tua lainnya, kemudian terhenti
oleh pengaruh gerakan horizontal dan menyebabkan terjadinya berbagai sesar
sungkup berarah utara-selatan atau tepatnya utara baratlaut - selatan menenggara.
Gaya horizontal terhenti dan disusul oleh terbentuknya sesar bongkah yang
menyebabkan terban maupun sembul. Perlipatan yang kuat diikuti oleh sesar
sungkup yang terjadi pada Miosen Tengah pada bagian tengah dari Mandala
Sulawesi Barat, melipat batuan pada Formasi Latimojong dan Formasi Toraja
kemudian tersesarkan.
Pada Plio-Plistosen berbagai terban dan sembul dipengaruhi oleh adanya
sesar geser berarah baratlaut-tenggara yang searah dengan pergerakan sesar PaluKoro di Sulawesi Tengah (Simandjuntak, 1986). Sesar ini diperkirakan masih

17

aktif, arah gerak sesar Palu-Koro memperlihatkan kesamaan gerak dari jalur Sesar
Matano dan jalur Sesar Sorong dan pola sesar sungkupnya memperlihatkan arah
yang konsekwen terhadap Mandala Banggai-Sula. Kemudian akibat dari lempeng
Asia yang bergerak dari arah baratlaut menyebabkan terbentuknya jalur
penunjaman Sulawesi Utara hingga pergerakan dari Sesar Palu-Koro masih aktif.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Maka pada Mandala Sulawesi
Barat bagian tengah termasuk daerah penelitian berkembang sesar-sesar mendatar
yang berarah baratlaut-selatan tenggara dan sesar-sesar anjak yang berarah
timurlaut-baratdaya. Sesar-sesar mendatar yang dimaksud adalah Sesar Mendatar
Malimbo di bagian utara daerah penelitian, Sesar Walanae Barat di baratdaya
daerah penelitian dan sesar naik yang paling dominan adalah Sesar Naik Makale
di bagian baratdaya dan Sesar Anjak Latimojong disebelah baratdaya daerah
penelitian (Djury dan Sudjatmiko, 1974).
3.2 Panas Bumi
Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air
panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara
genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi. Panas
bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi besar serta
sebagai salah satu sumber energi pilihan dalam keanekaragaman energi. (Pasal
1.UU RI No. 27, 2003)
Panas Bumi merupakan sumber energi panas yang terbentuk secara alami
di bawah permukaan bumi. Sumber energi tersebut berasal dari pemanasan batuan
dan air bersama unsur-unsur lain yang dikandung Panas Bumi yang tersimpan di

18

dalam

kerak

bumi.

Untuk

pemanfaatannya,

perlu

dilakukan

kegiatan

penambangan berupa eksplorasi dan eksploitasi guna mentransfer energi panas


tersebut ke permukaan dalam wujud uap panas, air panas, atau campuran uap dan
air serta unsur-unsur lain yang dikandung Panas Bumi. Pada prinsipnya dalam
kegiatan Panas Bumi yang ditambang adalah air panas dan uap air, diakses pada
http://id.wikipedia.org/wiki/energipanasbumi.
3.3

Jenis jenis Panas bumi


Panas bumi secara umum dapat diartikan sebagai penjelmaan suhu bumi

yang telah ada sejak bumi terbentuk. Asal dari panas tersebut telah banyak
dihipotesiskan para ahli, baik itu hipotesis panas yang merupakan warisan abadi
sejak sebuah bola gas pijar terlepas dari matahari yang kemudian membeku
bagian luarnya menjadi bumi, hipotesis panas akibat proses isotermis dan
pandangan terakhir yang lebih maju yaitu bahwa panas tersebut sebagian
disebabkan oleh proses peluruhan bahan radioaktif yang terkandung dalam bumi.
Di alam suhu tersebut membentuk suatu sistem yang disebut dengan sistem panas
bumi. Sistem mencakup sistem hidrotermal, yang merupakan sistem mataair,
proses pemanasan dan kondisi sistem di mana air yang terpanasi terkumpul,
sehingga sistem panas bumi mempunyai persyaratan seperti harus tersedianya air,
batuan pemanas, batuan sarang dan batuan penutup. Air di sini umumnya berasal
dari air tanah meteorik. Jenis jenis air (Diadaptasikan dari White, 1956), sebagai
berikut :
Air juvenile (juvenile water), yaitu air yang berasal dari magma (primer) yang
kemudian menjadi bagian dari hidrosfer. Air magmatik (magmatic water),

19

yaitu air yang berasal dari magma (dapat air juvenile) sejak magma tersebut
bersatu denga air meteorik atau air yang berasal dari sedimen.
Air meteorik (meteoric water), yaitu air yang sekarang berada di lingkungan
atmosfer.
Air purba (connate water), yaitu air yang terpisah dari atmosfer selama waktu
geologi yang panjang. Air yang tedapat dalam cekungan sedimen dan tertutup
oleh lapisan tebal batuan diatasnya ini hampir sejenis dengan air di dalam
lapisan minyak bumi yang umumnya merupakan air laut yang telah
mengalami perubahan karena proses fisika dan kimia.
Air metamorfik (metamorphic water), yaitu bentuk tersendiri dari air purba
yang berasal dari mineral yang mengandung air (hidrous mineral), di mana air
akan terperas keluar selama proses kristalisasi atau metamorfosa.
Batuan pemanas akan berfungsi sebagai sumber pemanasan air yang dapat
berwujud tubuh terobosan granit maupun bentuk-bentuk lainnya. Panas yang
ditimbulkan oleh pergerakan sesar aktif kadang - kadang berfungsi pula sebagai
sumber panas, seperti sumber-sumber mata air panas di sepanjang Sesar Aktif
Palu Koro.
Batuan sarang berfungsi sebagai penampung air yang telah terpanasi atau
uap yang telah terbentuk. Nilai kesarangan batuan cadangan ini ikut menentukan
jumlah cadangan air panas atau uap.
Batuan penutup berfungsi sebagai kumpulan air panas atau uap, sehingga
tidak merembes ke luar. Syarat dari batuan penutup ini adalah sifatnya yang tidak
mudah ditembus atau dilalui cairan atau uap (Gambar 3.1).

20

Batuan penutup

Batuan sarang

Batuan pemanas

Gambar 3.2 Model skematik sistem geothermal (Dimodifikasi dari White,1996)

Umumnya sumber panas bumi terdapat didaerah jalur gunungapi, maka


sebagai sumber panas adalah magma atau batuan yang telah mengalami radiasi
panas dari magma, sedang batuan penutup dan batuan cadangan bisanya dibentuk
oleh batuan hasil letusan gunungapi seperti lava dan piroklatik. Meskipun di
beberapa daerah panas bumi, tufa atau abu halus yang terlempungkan atau lapisan
air tanah dapat berfungsi sebagai batuan penutup sistem panas bumi.
Pada jalur gunung api, dengan sumber panas yang relatif agak dangkal
akan terbentuk daerah - daerah panas bumi yang di permukaan teramati sebagai
sumber - sumber air panas, lapangan fumarol, solfatar, kubangan lumpur panas,
steaming ground, hot ground, atau daerah ubahan hidrotermal.
Massa air panas yang terdapat di dalam bumi pada suatu saat akan
merembes ke permukaan bumi, membentuk sumber - sumber air panas. Kelurusan
beberapa sumber air panas mencirikan adanya retakan yang memotong sistem

21

hidrotermal panas bumi. Kadang - kadang di sekitar mataair panas dijumpai sinter
silikaan yang merupakan endapan silika yang larut dalam air panas atau tufa
gampingan karena ikut terlarut CaCO3.
Solfatar adalah hembusan gas belerang yang berasal magma maupun
terdapat di alam sedimen, endapan belerang yang merupakan sublimasi gas H2S di
sekitar daerah solfatar kadang - kadang mempunyai arti ekonomi. Fumarol
merupakan hembusan gas dan uap air, di mana uap air umumnya lebih banyak.
Konstituen gas umumnya terdiri dari CO2, H2S, HCl, CO, HF, Asam Borak,
H3PO3, NH3, Hidrogen Bebas dan sejumlah kecil gas - gas tak reaktif sepeti
Argon. Kadang ditemukan pula unsur Hidrogen, Cl dan F, di mana umumnya
berasal dari alterasi batuan sekitar. Beberapa jenis sulfat seperti anhidrit, gypsum,
alunit, alum dan garam epsomkadang dijumpai pada uap fumarol. Gas SO2 yang
ada berasal dari oksidasi gas H2S setelah mencapai permukaan, sedang belerang
yang berbentuk kristal - kristal jarum merupakan hasil sublimasi.
3.4

Gradien Geothermal
Secara universal, setiap penurunan 1 km (kedalaman) ke perut bumi

temperatur naik sebesar 25 - 30C. Atau setiap kedalaman bertambah 100 meter
temperatur naik sekitar 2,5 sampai 3C. Jadi semakin jauh ke dalam perut bumi
suhu batuan akan makin tinggi. Bila suhu di permukaan bumi adalah 27C maka
untuk kedalaman 100 meter suhu bisa mencapai sekitar 29,5C. Untuk kedalaman
1 km suhu batuan dapat mencapai 52-60C. Pertambahan panas tersebut dikenal
sebagai gradien geotermal. Untuk tempat-tempat tertentu di sekitar daerah

22

volkanik gradien geotermal dapat lebih besar lagi, variasinya 1 - 25C / 100m,
diakses pada http://www.geothermal/html.
3.5

Karakteristik Sumber Panas Bumi


Langkah awal dalam rangka penyiapan konservasi energi panas bumi

adalah studi sistem panas bumi itu sendiri, terutama karakteristik sumber panas
bumi sebagai bagian penting dalam sistem, di antaranya yang berkaitan dengan :
Dapur magma sebagai sumber panas bumi,
Kondisi hidrologi,
Manifestasi panas bumi,
Reservoir,
Umur (lifetime) sumber panas bumi.
3.5.1 Dapur Magma Sebagai Sumber Panas Bumi
Pada dasarnya energi panas yang dihasilkan oleh suatu wilayah gunungapi
mempunyai kaitan erat dengan sistem magmatik yang mendasarinya, dan salah
satu karakteristik penunjang pemanfaatan panas bumi adalah letak dapur
magmanya di bawah permukaan sebagai sumber panas (heat source).Terutama di
daerah - daerah yang terletak di jalur vulkanik - magmatik, ukuran dapur magma
itu sendiri berhubungan erat dengan kegiatan vulkanisme. Saat menuju
permukaan, magma akan mengalami proses diferensiasi dan berevolusi
menghasilkan susunan kimiawi yang berbeda sesuai kedalaman. Dapur magma
yang terbentuk pada kedalaman menengah kemungkinan terkontaminasi oleh
bahan - bahan kerak bumi yang kaya akan silika dan gas, sehingga bersifat lebih
eksplosif. Volumenya dapat diperkirakan dari ciri fisik berupa ukuran kaldera,

23

distribusi lubang kepundan, pola rekahan, pengangkatan topografi dan hasil erupsi
gunungapi atau melalui cara identifikasi dengan metoda geofisika.
Magma akan mengalirkan sejumlah panas yang signifikan ke dalam batuan
pembentuk kerak bumi, makin besar ukuran dapur magma maka semakin besar
pula sumber daya panasnya, di mana secara ekonomis menjadi ukuran jumlah
energi yang dapat dimanfaatkan dari suatu sumber panas bumi.

3.5.2 Kondisi Hidrologi


Pada busur kepulauan dengan kegiatan vulkanisme/magmatisme masih
berjalan, di mana magma di bawah permukaan berinteraksi dengan lokasi - lokasi
bersiklus basah atau cukup persediaan air; sehingga akan terjadi pendinginan
magma dan proses hidrotermal untuk menciptakan lingkungan fasa uap - air
bersuhu/bertekanan tertentu, yang memberikan peluang terjadinya sistem panas
bumi aktif.
Peranan air sangat penting dalam mempertahankan kelangsungan sistem
panas bumi, sehingga sangat dipengaruhi oleh siklus hidrologi yang diyakini
dapat terjaga keseimbangannya apabila pasokan dari lingkungan tidak terhenti.
Keberadaan sumber - sumber air lainnya seperti air tanah, air connate, air
laut/danau, es dan air hujan akan sangat dibutuhkan sebagai suplai kembali air
yang hilang mengingat kandungan air dalam magma (juvenile) tidak mencukupi
jumlah yang dibutuhkan dalam mempertahankan proses interaksi air magma.
Kondisi hidrologi pada suatu sistem panas bumi sangat dipengaruhi oleh
bentang alam lingkungan di mana terjadiya dan berperan dalam membentuk
manifestasi permukaan yang dapat memberikan petunjuk tentang keberadaan

24

sumber panas bumi di bawah permukaan. Pada daerah berelief (topografi) rendah,
manifestasi panas bumi dapat berbentuk mulai dari kolam air panas dengan pH
mendekati netral, pengendapan sinter silika hingga zona - zona uap mengandung
H2S yang berpeluang menghasilkan fluida bersifat asam, menandakan bahwa
sumber fluida hidrotermal/panas bumi berada relatif tidak jauh dari permukaan.
Pada daerah dengan topografi tinggi (vulkanik andesitik), dimana kenampakan
manifestasi berupa fumarol atau solfatara, menggambarkan bahwa sumber panas
bumi berada pada kondisi relatif dalam yang memerlukan waktu dan jarak
panjang untuk mencapai permukaan.
3.5.3 Manifestasi Panas Bumi
Bukti kegiatan panas bumi dinyatakan oleh manifestasi - manifestasi di
permukaan, menandakan bahwa fluida hidrotermal yang berasal dari reservoir
telah keluar melalui bukaan - bukaan struktur atau satuan - satuan batuan
berpermeabilitas. Beberapa manifestasi menjadi penting selain sumber mataair
panas yang dapat digunakan sebagai indikator dalam penentuan suhu reservoir
panas bumi, yaitu :
Sinter silika, berasal dari fluida hidrotermal bersusunan alkalin dengan
kandungan cukup silika, diendapkan ketika fluida yang jenuh silika amorf
mengalami pendinginan dari 100o ke 50oC. Endapan ini dapat digunakan
sebagai indikator yang baik bagi keberadaan reservoir bersuhu >175oC.
Travertin, jenis karbonat yang diendapkan di dekat atau permukaan, ketika air
meteorik yang sedang bersirkulasi sepanjang bukaan - bukaan struktur
mengalami pemanasan oleh magma dan bereaksi dengan batuan karbonat.

25

Biasanya terbentuk sebagai timbunan/gundukan di sekitar mataair panas


bersuhu sekitar 30o 100oC, dapat digunakan sebagai indikator suhu reservoir
panas bumi berkapasitas energi kecil yang terlalu lemah untuk menggerakkan
turbin listrik tetapi dapat dimanfaatkan secara langsung.
Kawah dan endapan hidrotermal. Kedua jenis manifestasi ini erat
hubungannya dengan kegiatan erupsi hidrotermal dan merupakan indikator
kuat dari keberadaan reservoir hidrotermal aktif. Kawah dihasilkan oleh erupsi
berkekuatan supersonik karena tekanan uap panas yang berasal dari reservoir
hidrotermal dalam (kedalaman 400 m, suhu 230oC) melampaui tekanan
litostatik, ketika aliran uap tersebut terhambat oleh lapisan batuan tidak
permeabel (caprock). Sedangkan endapan hidrotermal (jatuhan) dihasilkan
oleh erupsi berkekuatan balistik dari reservoir hidrotermal dangkal
(kedalaman 200 m, suhu 195oC), ketika transmisi tekanan uap panas
melebihi tekanan litostatik karena tertutupnya bukaan-bukaan batuan yang
dilaluinya.
3.5.4 Reservoir
Reservoir adalah suatu volume batuan di bawah permukaan bumi yang
mempunyai cukup porositas dan permeabilitas untuk meloloskan fluida (sumber
energi panas bumi) yang terperangkap didalamnya; diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) yaitu :
Entalpi rendah, mempunyai batas suhu <125oC dengan rapat daya spekulatif
10 MW/km2 dan konversi energi 10%.

26

Entalpi sedang, mempunyai kisaran suhu 125 225oC dengan rapat daya
spekulatif 12,5 MW/km2 dan konversi energi 10%.
Entalpi tinggi, mempunyai batas suhu >225oC dengan rapat daya spekulatif 15
MW/km2 dan konversi energi 15%.
3.5.5 Umur Sumber Panas Bumi
Sistem panas bumi menghasilkan sumber daya energi yang selalu terbarukan,
tidak berarti akan berumur tanpa batas. Dengan demikian harus ada upaya untuk
mengetahui umur kegiatan sumber panas bumi. Penggunaan metoda K/Ar dan
Rb/Sr adalah salah satu teknik paling populer untuk penentuan umur terhadap
mineral mineral hidrotemal tertentu dari inti bor batuan yang terubah
hidrotermal. Penentuan umur sistem panas bumi dapat dilakukan dengan cara :
a. Tidak langsung dari suatu sistem panas bumi aktif. Penentuan umur dengan
cara ini dilakukan melalui studi banding umur relatif mineral mineral ubahan
proses hidrotermal terhadap umur batuan reservoir,
b. Analogi pengukuran atau perkiraan lamanya kegiatan dalam suatu sistem fosil
panas bumi, terutama yang berkaitan dengan cebakan hidrotermal. Dilakukan
melalui studi tentang peran bukaan struktur dalam proses hidrotermal dan
pembentukan cebakan mineral, serta perbedaan episode pengendapan mineral
ubahan, penutupan bukaan struktur dan pembentukan kembali bukaan/rekahan
3.6

Pengertian Mataair Panas


Mataair panas merupakan mataair yang mempunyai suhu yang jauh lebih

besar dibandingkan dengan suhu udaranya. Pada daerah yang beriklim tropis

27

seperti di Indonesia suhu mataair panas dibandingkan dengan suhu udara di mana
mataair panas itu berada (Suharyadi, 1984).
Komposisi kimia unsur unsur yang terlarut dalam airtanah dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu mayor elemen dan minor elemen. Kelompok
mayor elemen terdiri dari kation Ca2+, Mg2+, Na+

dan K+ serta anion HCO3-,

CO3-, SO42-, Cl- dan NO3-, sementara kelompok minor elemen umumnya terdiri
dari Fe, Al, Cu, Hg, PO4, NO2 dan lain-lain.
Sumber panas dari suatu mataair panas dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :
Letak dari massa air tersebut yang berada dekat dengan massa batuan vukanik
yang masih aktif,
Keberadaan dari air yang berada jauh didalam bumi sehingga massa air
tersebut akan mengalami pemanasan selaras dengan pertambahan kedalaman
(geothermal),
Adanya proses proses kimia yang terjadi pada air sehingga mengalami
peningkatan suhu,
Adanya pergerakan sesar aktif yang kadang-kadang berfungsi sebagai sumber
panas.
Keberadaan mataair panas pada suatu daerah, dapat terbentuk oleh dua
sebab yaitu oleh aktivitas tektonik aktif dan vulkanisme (Nicholson, 1993) :
a. Mataair panas akibat vulkanik aktif, dicirikan oleh air panas temperatur tinggi
dengan suhu di atas 100oC, suhunya tetap, dijumpai endapan sinter, sulfat dan
sulfur, memiliki kandungan ion sulfat dan unsur sulfur yang tinggi akibat

28

reaksi oksidasi H2S di atas permukaan tanah dan unsur volatil magma dari
kegiatan vulkanik.
b. Mataair panas akibat tektonik aktif, dicirikan oleh air panas temperatur rendah
dengan suhu antara 20o 100oC, dan unsur memiliki unsur sulfur yang relatif
lebih rendah.
3.7

Sifat Geokimia Air Panas


Tenaga listrik dapat dihasilkan oleh air panas atau uap air dengan

temperatur tinggi yaitu sekitar 180oC, dengan kedalaman sekitar 1 sampai dengan
2 kilometer dari permukaan bumi.air panas memiliki beberapa sifat kimia seperti
tipe air panas dan geothermometer larutan (Ellis, J. A & Mahon J. A. W,1977).
3.7.1 Tipe Air Panas
Tipe fluida ditemukan pada kedalaman di tempat panas bumi dengan
temperature tinggi pada pH asam netral dan klor sebagai anion yang dominant.
Tipe dari fluida dapat ditentukan berdasarkan kandungan unsur kimia yang paling
dominant dijumpai didalam air panas tersebut serta proses proses fisika yang
terjadi. Berikut ini adalah beberapa tipe fluida dari air panas (Ellis, J. A & Mahon
J. A. W, 1977), yaitu :
Klorida
Tipe air panas ini disebut juga alkali Clorida atau neutrai Clorida, yaitu
tipe pada air fluida pada sistem dengan temperature tinggi. Daerah yang
mengandung panas, sumber panas dan konsentrasi

klorida yang besar dari

reservoir yang dalam serta pada sona yang permeable. Klorida merupakan anion
yang paling dominan. Unsur lain yang terkandung didalamnya adalah Sodium dan

29

potassium (dalam rasio 10 : 1), sebagai kation utama dengan konsentrasi silika
(konsentrasi lebih tinggi pada kenaikan temperature di kedalaman), boron dan
konsentrasi sulfat dan bikarbonat bervariasi. Kandungan gas yang terkandung
adalah hidrogen sulfide, dengan pH relatif netral yang berkisar antar pH 5- 9.
Sulfat
Tipe air ini disebut juga acid sulfat water, yaitu terbentuk akibat
kondensasi gas gas geothermal dekat permukaan. Gas gas bersamaan dengan
uap air dan unsur unsur volatile lainnya terbentuk dalam fluida secara terpisah
dengan tipe air klorida mlalui proses pemanasan. Meskipun selalu dijumpai
dipermukaan ( <100 meter). Air sulfat dapat terpenestrasi lebih dari akibat sesar
memasuki sistem panas bumi, kemudian dipanaskan mengakibatkan alterasi pada
batuan dan bercampur dengan fluida fluorid. Tipe ini sering dijumpai pada air
yang keruh atau berlumpur. Karena terpisah dari tipe fluida lainnya maka air
dipanaskan pada water table. Sulfat merupakan anion utama yang terbentuk akibat
oksidasi dari hydrogen sulfide, menghasilkan pH sekitar 2,8.
Bikarbonat
Tipe air ini merupakan tipe kaya fluida CO2 rich fluida atau disebut juga
netral bicarbonate water yang dihasilkan oleh kondensasi uap air dan gas ke
dalam poorly oksigenated sub Surface. Tipe ini merupakan non vulkanogenik
dan sistem temperature tinggi dengan pH mendekati netral akibat reaksi dengan
batuan sekitarnya. Sulfat dihasilkan dalam jumlah tertentu dan sedikit klorid. Tipe
ini dapat terbentuk akibat beberapa proses, yaitu :
-

Pencampuran air klorida dan sulfat pada kedalamn tertentu,

30

Air keluar dekat permukaan dan oksidasi dari H2S dalam air kloride,

Kondensasi dari gas gas vulkanik dekat permukaan menjadi air meteorik,

Kondensasi magma di dalam bumi,

Evaporasi atau pembentukan mineral sulfur.


Pada umumnya tipe sulfat kloride terbentuk oleh proses karekteristik dari

tipe ini adalah pH 2 5 dengan kandungan sulfat dan klorid yang seimbang.
Dilute Klorid- Bikarbonat
Tipe ini terbentuk akibat dilusi dari florida klorida oleh air tanah atau air
bikarbonat mengikuti aliran, biasanya dijumpai pada major upflow zone atau pada
sistem panas bumi bertemperatur tinggi. Kloride merupakan anion yang dominan
dan bikarbonat dalam jumlah tertentu serta pH air 6 8.
Dari hasil analisis kimia, kemudian menjadi parameter di dalam penentuan
tipe mataair panas berdasarkan klasifikasi dari diagram Trilinier, modifikasi dari
(Giggenbach, 1988 dalam Kusumayudha, 2005).

Gambar 3.3 Diagram Trilinier untuk penentuan tipe mataair panas


berdasarkan kandungan ion klorida, sulfat dan bikarbonat
(Modifikasi Giggenbach, 1988 dalam Kusumayudha, 2005).

31

3.7.2 Geothermometer Larutan


Geothermometer memungkinkan temperature dari fluida reservoir dapat
diperkirakan hal ini penting untuk mengevaluasi sistem panas bumi yang baru dan
mengamati sistem hidrologinya. Pada tahap ini, Geothermometer berdasarkan
daya larutan daripada mineral (silika) serta rekasi pergantian antara Na K : Na
K Ca dan lain lain. Geothermometer larutan berdasarkan temperature
equilibrium fluida mineral dan 5 dasar asumsi (Ellis, J. A & Mahon J. A.W,1977)
yaitu :
Konsentrasi daripada elemen elemen atau unsur unsur yang akan
digunakan dalam geothermometer harus dikontrol oleh temperature fluida
mineral tersebut,
Kelimpahan mineral mineral atau unsur unsur larutan dalam fluida yang
akan bereaksi dengan cepat,
Reaksi yang mencapai kesetimbangan dalam fluida,
Adanya kecepatan aliran kepermukaan tanpa re-equiriblium setelah fluida
meninggalkan reservoir,
Tidak ada pencampuran atau dilusi pada fluida yang dalam (asumsi ini dapat
diabaikan apabila tingat dari dilusi atau pencampuran dapat dievaluasi).
Sehingga dapat dikatakan bahwa geothermometer larutan sangat
tergantung pada kecepatan reaksi harus cukup cepat dalam membentuk suatu
sistem kesetimbangan, untuk memastikan komposisi reservoir tertahan oleh air
serta kecepatannya tidak boleh membentuk sistem kesetimbangn baru pada saat
fluida bergerak kepermukaan.

32

3.7.3 Temperatur Bawah Permukaan Air Panas


Perhitungan temperatur bawah permukaan dapat dilakukan dengan
menggunakan suatu sistem persamaan geothermometer larutan dengan parameter
unsur Na, K dan Mg. Persamaan geothermometer ini diperoleh berdasarkan conto
air panas, dengan pertimbangan bahwa nilai tersebut harus tepat. Hal ini
dipengaruhi oleh keakuratan dalam pengambilan conto air dan keseimbangan
ionic sangat penting dalam analisis ini. Tidak semua air panas valid untuk
geothermometer tetapi harus diketahui terlebih dahulu kandungan unsur unsur
kimia, salah satu tipe air yang dapat dijadikan geothermometer adalah tipe air
dilutekloride Bikarbonat seperti yang terdapat di daerah penelitian.
3.7.3.1 Geothermometer Na-K
Geothermometer dengan perbandingan

Na/K memberikan indikasi

tempertaur yang tnggi di bawah permukaan dengan melihat elemen sodium dan
potassium. Persamaan yang dapat digunakan dalam mengitung temperatur dari
perbandingan Na - K (Giggenbach, 1988 dalam Nicholson,1993) adalah sebagai
berikut :
To C =

1390
- 273
log Na / K 1.750

3.7.3.3 Geothermometer Na-K-Mg


Terbentuk sebagai hasil dari reaksi pertukaran dengan Na-K-Mg pada
temperature rendah. Perbandingan Na-K-Mg akan representatif dan kondisi
terakhir reaksi sebelum keluar dari reservoir. Dengan demikian, kandungan Mg

33

dalam air panas akan bertambah bila temperatur meningkat, sehingga air dengan
konsentrasi Mg akan termasuk didalam kesetimbangan, yang kemungkinan berada
dekat permukaan. Perkiraan temperature bawah permukaan juga dipengaruhi dari
persentase Na/1000 K/100 -

Mg yang dapat dihitung dengan menggunakan

perbandingan nilai nilai dari setiap elemen dengan jumlah total keseluruhan
elemen yang kemudian diplot pada diagram Ternary. (Giggenbach, 1988 dalam
Nicholson,1993)
Perkiraan temperature bawah permukaan juga dipengaruhi dari persentase
elemen elemen Na-K-Mg yang dapat dihitung dengan menggunakan
perbandingan daripada nilai nilai dari setiap elemen dengan jumlah total
keseluruhan elemen.
Rumus jumlah elemen Na-K-Mg sebagai berikut:
Na + K + Mg = ot

Gambar 3.4 Diagram Ternary untuk penentuan suhu bawah permukaan


(Giggenbach, 1980 dalam Nicholson, 1993).

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Geologi Daerah Penelitian


Pembahasan geologi daerah penelitian mencakup kondisi geomorfologi,
kondisi stratigrafi dan kondisi struktur geologi.
4.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian
Penjelasan mengenai geomorfologi daerah penelitian meliputi pembagian
satuan geomorfologi, klasifikasi sungai dan stadia daerah penelitian.
Pengelompokkan bentangalam menjadi satuan geomorfologi dilakukan
melalui pendekatan berdasarkan bentuk, parametris dan genetik. Pendekatan
bentuk yaitu pendekatan yang didasarkan pada bentuk permukaan bumi yang
dijumpai di lapangan yakni berupa topografi pedataran, bergelombang, perbukitan
dan pegunungan. Pendekatan parametris yaitu pendekatan yang didasarkan pada
beberapa parameter geomorfologi yang bisa diukur. Unsur tersebut terdiri atas
ketinggian, luas, relief, sudut lereng, kerapatan sungai dan tingkat erosi.
Pendekatan genetik yaitu pendekatan yang berdasarkan proses yang membentuk
bentangalam di permukaan bumi baik yang dikontrol oleh proses eksogen atau
proses endogen.
Daerah penelitian memiliki topografi berupa perbukitan bergelombang
dengan ketinggian antara 775 1014 meter di atas permukaan laut, erosi yang
bekerja berupa erosi rill dan gulley
denusasional.

dengan proses yang bekerja berupa

Berdasarkan pendekatan bentuk, parametris dan pendekatan

genetik yang dihubungkan dengan ciri fisik yang ditemukan pada daerah

34

35

penelitian, maka satuan bentangalam daerah penelitian adalah satuan bentangalam


perbukitan tbergelombang denudasional (Foto 4.1)

Foto 4.1 Kenampakan satuan bentangalam perbukitan bergelombang denudasional pada


daerah penelitian di foto ke lokasi penelitian , relatif berarah Barat Laut dengan
arah foto N 3170 E.
Sungai yang ada pada daerah penelitian yang digolongkan berdasarkan
kandungan air pada tubuh sungai adalah sungai perodik, yang memiliki bentuk
penampang V. Pola aliran sungai di daerah ini berpola semi dendritik (setengah
bercabang/mendaun). Lembah sungai mencirikan stadium muda yang mana erosi
secara vertikal lebih dominan daripada erosi secara lateral dimana sangat
dipengaruhi oleh struktur. Dari beberapa uraian ciri fisik daerah penelitian di atas,
maka stadia geomorfologi daerah penelitian termasuk dalam stadia muda.
4.1.2. Stratigrafi Daerah Penelitian
Penamaan satuan batuan pada daerah penelitian didasarkan pada
litostratigrafi tidak resmi, yang bersendikan ciri fisik litologi yang dapat diamati

36

di lapangan dan penyebaran yang mendominasi pada satuan batuan ini. Litologi
yang menyusun pada satuan ini yaitu lava andesit, berdasarkan hal tersebut maka
penamaan satuan ini yaitu satuan lava andesit.
Untuk penamaan litologi satuan ini menggunakan klasifikasi Travis (1955)
terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan
batuan secara mikroskopis . Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara
langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang dapat di amati
langsung. Sedangkan analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop
polarisasi untuk pengamatan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral
secara spesifik kemudian ditentukan nama batuannya.Satuan lava andesit yang di
jumpai pada daerah penelitian ( Foto 4.2), secara megaskopis yaitu dalam keadaan
segar berwarna abu-abu terang, tekstur afanitik, struktur massive, kompak dan
keras, tersusun atas mineral plagioklas, horblende, piroksin dan gelas nama batuan
Andesit (Travis 1955).

Foto 4.2. Singkapan batuan andesit dengan kesan perlapisan yang


dijumpai di stasiun 3/mataair panas III dengan arah foto
relatif ke arah utara

37

Secara mikroskopis pada contoh sayatan MM/Spsf


memperlihatkan warna abu-abu kecoklatan,

(Foto 4.3)

tekstur hipokristalin, porfiritik,

inequigranular, memperlihatkan struktur masivve, ukuran mineral (0,002 0,2 )


mm. Komposisi mineral plagioklas jenis andesin dengan persentase (50%), massa
dasar gelas (30%), mineral piroksin jenis augit, diopside dan hipersthene ( 10%)
dan mineral opak (10%), berdasarkan persentase mineral tersebut maka nama
batuan adalah Andesit (Travis 1955).

Foto 4.3 Mikrofotograf andesit dengan nomor sayatan MM/Spsf, dengan komposisi
plagiklas jenis andesin(D5-F5), piroksin jenis augit (6G), diopside (D3),
hipersthene (F3), massa dasar gelas (J5), dengan perbesaran 50x pada nikol
silang.

Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan lava andesit ini
didasarkan pada pengamatan ciri fisik batuan yang dijumpai pada daerah
penelitian. Untuk penentuan lingkungan pengendapan dilapangan memperlihatkan

38

kondisi litologi andesit yang memperlihatkan kesan perlapisan yang diakibatkan


oleh aliran lava menunjukkan lingkungan pengendapan darat. Sedangkan untuk
penentuan umur satuan batuan disebandingkan dengan ciri fisik regional Lava
Batuan Gunungapi Walimbong (Tmpv) yang berwarna abu-abu terang, tekstur
hipokristalin dengan litologi yang dijumpai di daerah penelitian maka umur dari
satuan ini adalah Miosen-Pliosen.
4.1.3. Struktur Daerah Penelitian
Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian sangat erat
kaitannya dengan proses tektonik dan aktivitas vulkanisme, serta struktur geologi
regional. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa data serta pengolahan data
yang di peroleh selama melakukan penelitian di lapangan, berupa ciri-ciri struktur
geologi yang kemudian di hubungkan dengan interpretasi peta topografi.
Keberadaan struktur ini juga dapat di lihat dengan liniasi yang terdapat pada peta
citra satelit daerah penelitian ( Gambar 4.1).

Garis liniasi sesar


pada Lokasi
Penelitian

Sekala 1 : 50.000

Gambar 4.1 Peta citra satelit lokasi daerah penelitian

39

Berdasarkan data-data tersebut maka struktur yang berkembang pada


daerah penelitian adalah :
-

Struktur kekar

Struktur sesar

4.1.3.1. Stuktur Kekar


Berdasarkan atas ciri umum daripada kekar yang dijumpai dilapangan
berupa kekar berpasangan dan bersifat tertutup, dengan arah kekar sistematis,
kenampakan permukaan yang agak rata dan licin, kadang-kadang dijumpai jejakjejak goresan akibat dari pergerakan lebih lanjut dan cenderung saling
berpotongan . Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan diagram
roset dari data pengukuran kekar di daerah penelitian maka dapat diketahui bahwa
kekar yang terbentuk di darah penelitian adalah kekar gerus dengan arah tegasan
utama N 344o E, kenampakan kekar pada daerah penelitian (Foto 4.4)

Foto 4.4. Kenampakan kekar pada litologi andesit yang dijumpai disekitar
stasiun 3/ mataair III mataair panas makula daerah Wala, arah
foto relatif ke arahutara.

40

4.1.3.2. Struktur Sesar


Untuk mengidentifikasi struktur sesar pada daerah penelitian yaitu dengan
mengetahui ciri primer dan ciri sekunder sebagai pendukung sesar tersebut.
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian yang di korelasikan dengan
struktur geologi regional berupa sesar geser dan tektonik reginal yang
mempengaruhi daerah penelitian . Berdasarkan hasil analisa terhadap data
lapangan berupa data primer ataupun dengan data sekunder, analisa peta
topografi, peta citra satelit diatas maka sesar yang bekerja pada daerah penelitian
adalah sesar geser yang berarah berarah utara timur laut barat daya. Adapun
penciri keberadaan struktur sesar ini yaitu :
-

zona hancuran

Kekar dijumpai pada litologi andesit

Gawir sesar pada litologi andesit dengan bidang relatif tegak (80o)

penjajaran mataair panas

Sesar geser ini diberi nama sesuai dengan geografis daerah yang dilalui
sesar ini, maka nama sesar ini yaitu sesar geser Makula. Penentuan umur sesar ini
ditentukan dengan umur batuan termudah yang di laluinya yaitu andesit. Umur
batuan andesit pada daerah penelitian berumur Miosen-Pliosen. Maka umur sesar
geser Makula yaitu Setalah Miosen Pliosen.
Berdasarkan data-data dan pengamatan lapangan dari sumber mataair
panas daerah penelitian maka dapat diketahui bahwa struktur sesar yang
mengontrol pemunculan mataair panas daerah penelitian adalah sesar geser yang
dicerminkan oleh pelurusan topografi, gawir sesar (Foto 4.5), dan penjajaran

41

mataair panas. Proses pemunculan mataair panas ini bermula dari struktur sesar
kemudian memotong tubuh magma atau stock yang berperan sebagai batuan
pemanas sehingga menghasilkan rekahan-rekahan. Kemudian melalui rekahanrekahan tersebut memunculkan air panas di permukaan sebagai matair panas pada
daerah penelitian.

Foto 4.5 Kenampakan Gawir sesar yang dijumpai pada daerah


penelitian pada stasiun 3 arah foto relatif ke arah Barat

4.2. Karakteristik Panas Bumi Daerah Penelitian


Penentuan karakteristik panas bumi pada daerah penelitian ditentukan
berdasarkan beberapa parameter. Dalam studi karakteristik sistem panas bumi
mengacu pada pemahaman karakter-karakter sumber panas bumi itu sendiri,
dalam hal ini pemahaman mengenai sumber panas bumi pada daerah penelitian
yaitu panas bumi yang ada di daerah Wala berdasarkan karakteristik dari mataair

42

panas makula sebagai sumber manifestasinya. Bagian yang terpenting dalam


sistem panas bumi ini adalah:
- Manifestasi panas bumi
- Kondisi hidrologi
- Dapur magma sebagai sumber panas bumi
- Reservoir
- Umur ( life time) sumber panas bumi
4.2.1. Manifestasi Panas Bumi Daerah Penelitian
Manifestasi panas bumi pada daerah penelitian berupa pemunculan
mataair panas yang berada pada daerah Wala. Mataair panas ini terdapat di
sepanjang zona sesar yang muncul pada litologi andesit. Lokasi ini dijangkau
dengan roda empat maupun dengan roda dua dari kota Makale dengan jarak
tempuh 18 km. Kemudian berjalan kaki 50 meter dari jalan raya ke titik
mataair panas. Di sekitar lokasi mataair panas kondisi tanah lembab dan
tumbuhan tumbuh dengan baik . Air panas yang keluar dari mataiar panas ini
semuanya mengalir ke anak sungai Makula.
Pada
berbeda

lokasi ini dijumpai empat (4) mataair panas yang temperaturnya


pada kondisi cuaca yang cerah dengan suhu udara sekitar daerah

penelitian 27oC-28oC yaitu :


Mataair Panas I
Mataair panas ini dijumpai di sebelah barat jalan raya pada daerah Wala
(lihat peta pengamatan) dengan suhu 41,5o C yang dijadikan aliran air hangat
ke rumah penduduk, pH 8,5 dan debit airnya yaitu 1 lt/dtk. (Foto 4.6)

43

Matair Panas II
Mataair panas ini dijumpai pada jarak sekitar 120 meter dari Mataair I ke
arah selatan. Suhu air panas 41oC ,pH 8 dengan debit airnya yaitu 1 lt/dtk.
Mataair panas ini dijadikan sebagai sumber dari kolam permandian umum
dan tempat wisata (Foto 4.7)

Foto 4.6 Mataair panas pada stasiun 1/Mataair panas Makula I,


difoto relatif ke arah Barat N 280oE.

Foto 4.7 Pemanfaatan Mataair panas pada stasiun 2/Mataair


panas Makula II, difoto relatif ke arah Timur N105oE.

44

Mataair Panas III


Mataair panas ini dijumpai pada jarak 100 meter dari Mataair II kearah
selatan, tepat berada pada anak sungai makula. Suhu air panas yaitu 37oC
dengan pH 8,5 dengan debit airnya yaitu 1 lt/dtk. Yang dijadikan sebagai
sumber kolam pemandian (Foto 4.8)

Foto 4.8 Mataair panas pada stasiun 3/Mataair panas


Makula III, sebelah Selatan-Barat Daya stasiun II,
dengan arah foto N 295oE.
Mataair Panas IV
Mataair panas ini dijumpai pada jarak 250 meter dari Mataair III kearah
Selatan- Barat Daya, tepat berada pada daerah persawahan, dekat anak sungai
Makula. Suhu air panas yaitu 33oC dengan pH 8 dengan debit airnya yaitu 0,5
lt/dtk. Yang dijadikan sebagai sumber pengairan sawah (Foto 4.8)
Dari keempat mataair panas mengeluarkan bau sulfur, hal ini
mengindikasikan bahwa mataair di daerah penelitian merupakan mataair yang
muncul ke permukaan dari aktivitas vulkanisme dengan kontrol struktur.

45

Foto 4.9 Mataair panas pada stasiun 4/Mataair panas


Makula IV, sebelah Selatan-Barat Daya stasiun
III, arah foto N 165oE
Adapun ciri fisik dan kimia dari ke-4 mataair panas daerah penelitian yaitu :
Tabel 4.1 Ciri fisik dan kimia mataair panas daerah penelitian

No

Mataair

Parameter
I

II

III

IV

Warna

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Bau

Sulfur

Sulfur

Sulfur

Sulfur

Rasa

Masam

Masam

Masam

Masam

Suhu

41,5oC

41oC

37oC

33oC

pH

8,5

8,5

4.2.2. Geokimia Mataair Panas Pada Daerah Penelitian


Analisa Geokimia sangat membantu dalam mendapatkan informasi
mengenai kondisi daripada reservoir dalam penentuan karakteristik panas bumi
pada daerah penelitian. Pembahasan mengenai analisis geokimia mataair panas
pada daerah penelitian yang terdiri dari 3 (tiga) mataair dari 4 (empat) mataair

46

pada daerah penelitian, meliputi penentuan tipe mataair panas, perkiraan


temperatur bawah permukaan

mataair panas menggunakan geothermometer,

dimana penentuannya ditentukan dari kandungan unsur-unsur kimia dari sampel


mataair panas. Berikut hasil analisa geokimia air panas daerah penelitian.
Tabel 4.2 Hasil analisis laboratorium kandungan unsur-unsur mataair panas
daerah Penelitian.
Stasiun /Mataair
No.
Parameter
Satuan
I
II
III
1
Natrum (Na)
ppm
83.42
83.47 83.40
2
Kalium (K)
ppm
1.50
1.44
1.22
3
Amoniak (NH3)
ppm
0.002
0.003 0.004
4
Sulfat (SO4)
ppm
22.54
31.71 34.65
5
Bikarbonat (HCO3 ) ppm
0.018
0.018 0.014
6
Kalsium (Ca)
ppm
28.03
26.03 28.03
7
Magnesium (Mg)
ppm
2.002
4.004 2.002
8
Khlorida (Cl )
ppm
117.15 108.28 113.60

Pada proses geokimia mataair panas daerah penelitian, diketahui adanya


perpindahan panas disertai reaksi kimia dari dapur magma sebagi sumber panas
dengan media yang dilalui (reservoir dan batuan penutup) oleh panas hingga
sampai ke permukaan. Indikasi adanya perpindahan panas dan reaksi kimia
tersebut, dapat diketahui dari kandungan kadar parameter (Ca, Mg, K, Na, Cl,
NH3, SO4 dan HCO3) yang relatif tidak konstan pada sampel air panas (Tabel 4.2)
untuk ketiga (3) mata air .
4.2.2.1. Penentuan Tipe Mataair Panas Pada Daerah Penelitian
Dalam penentuan tipe air panas berdasarkan analisa geokimia mataair
panas daerah penelitian menggunakan klasifikasi diagram Trilinier (Back, 1966

47

dalam Kusumayudha, 2005) berdasarkan kandungan relatif anion klorida, sulfat


dan bikarbonat.
Jumlah kandungan ion-ion tersebut dinyatakan dalam satuan meq/L
(miliequvalent per liter), sehingga harus dikonversi dari ppm menjadi meq/L.
Meq/L = ppm/BE
BE

= Mr Senyawa/Valensi

St 1/ Mataair Panas Makula I


Tabel 4.3 Perhitungan jumlah kadar ion klorida, sulfat dan bikarbonat dari
ppm ke meq/L pada mataair I.
Senyawa Penyusun

HCO3
C
O
1
3
12 16
12 48

Jumlah Atom
Massa Atom (Ar)
Jumlah Massa Atom
Mr
Valensi setiap senyawa

H
1
1
1
61
1

Berat Equvalen (BE)

61

Kadar (ppm)
Meq/L
Jumlah kadar (Meq/L)
Persentase / senyawa

0.018
0.000295
0.012884

S
1
32
32
96
2

SO4
O
4
16
64

48

Cl
Cl
1
35.5
35.5
35.5
1
35.5

22.54
0.469583
3.769878
16.133650

117.15
3.3
83.853466

Diketahui :
HCO3-

= 0.018 mg/L

= 0.000295 Meq/L

SO42-

= 22.54 mg/L

= 0.469583 Meq/L

Cl-

= 117.15 mg/L

= 3.3 Meq/L

Total kadar = HCO3- + SO42- + Cl- = 3.769878 Meq/L


Sehingga diperoleh persentase dari setiap anion tersebut di atas adalah :
% Anion HCO3-

= (0.018 /3.769878) x 100 %

= 0.012884 %

48

% Anion SO42-

= (0.469583/3.769878) x 100 %

% Anion Cl-

= (3.3/3.769878) x 100 %

= 16.133650 %

= 83.853466 %

St 2/ Mataair Panas Makula II


Tabel 4.4 Perhitungan jumlah kadar ion klorida, sulfat dan bikarbonat dari
ppm ke meq/L pada mataair II.
Senyawa Penyusun

HCO3
C
O
1
3
12 16
12 48

Jumlah Atom
Massa Atom (Ar)
Jumlah Massa Atom
Mr
Valensi setiap senyawa

H
1
1
1
61
1

Berat Equvalen (BE)

61

Kadar (ppm)
Meq/L
Jumlah kadar (Meq/L)
Persentase / senyawa

0.018
0.000295
0.012856

S
1
32
32
96
2

SO4
O
4
16
64

48
31.71
0.660625
3.711061
22.648706

Cl
Cl
1
35.5
35.5
35.5
1
35.5
108.28
3.050141
77.338438

Diketahui :

HCO3-

= 0.018 ppm

= 0.000295 meq/L

SO42-

= 31.71 ppm

= 0.660625 meq/L

Cl-

= 108.28 ppm

= 3.050141 meq/L

Total kadar = HCO3- + SO42- + Cl- = 3.711061 meq/L


Sehingga diperoleh persentase dari setiap anion tersebut di atas adalah :
% Anion HCO3-

= (0.000295/3.711061) x 100 % = 0.012856 %

% Anion SO42-

= (0.660625/3.711061) x 100 % = 22.648706 %

% Anion Cl-

= (3.050141/3.711061) x 100 % = 77.338438 %

49

St 3/ Mataair Panas Makula III


Tabel 4.5 Perhitungan jumlah kadar ion klorida, sulfat dan bikarbonat dari
ppm ke meq/L pada mataair III.
Senyawa Penyusun

HCO3
C
O
1
3
12 16
12 48

Jumlah Atom
Massa Atom (Ar)
Jumlah Massa Atom
Mr
Valensi setiap senyawa

H
1
1
1
61
1

Berat Equvalen (BE)

61

Kadar (ppm)
Meq/L
Jumlah kadar ( Meq/L )
Persentase / senyawa

0.014
0.00023
0.009443

S
1
32
32
96
2

SO4
O
4
16
64

48

Cl
Cl
1
35.5
35.5
35.5
1
35.5

34.65
0.721875
3.922105
23,370474

113.60
3.2
76.620083

Diketahui :
HCO3-

= 0.014 ppm = 0.00023 meq/L

SO42-

= 34.65 ppm

Cl-

= 113.60 ppm = 3.2 meq/L

= 0.721875 meq/L

Total kadar = HCO3- + SO42- + Cl- = 3.922105 meq/L


Sehingga diperoleh persentase dari setiap anion tersebut di atas adalah :
% Anion HCO3- = (0.00023/3.922105) x 100 % = 0.009443 %
% Anion SO42-

= (0.721875 /3.922105) x 100 % = 23.370474%

% Anion Cl-

= (3.2 /3.922105) x 100 %

= 76.620083 %

Tabel 4.6 Hasil perhitungan persentase kadar ion klorida, sulfat dan bikarbonat.
No

Parameter

1 % Cl
2 % SO4
3 % HCO3
Tipe mataair panas

I
83.853466 %
16.133650 %
0.012884 %
Klorida

Mataair(Mt)
II
77.338438 %
22.648706 %
0.012856 %
Klorida

III
76.620083 %
23.370474 %
0.009443 %
Klorida

50

St 1/Mataair I
St 2/Mataair II
St 3/Mataair III

Gambar 4.2 Diagram Trilinier untuk penentuan tipe mataair panas


berdasarkan kandungan ion klorida,
sulfat dan
bikarbonat (Back, 1988 dalam Kusumayudha, 2005).

Berdasarkan nilai persentase kandungan ion pada sampel air panas yang
telah dianalisis kandungan unsur-unsur kimianya terutama kandungan anion
Bikarbonat (HCO3-), Clorida ( Cl- ), dan Sulfat (SO42-), maka dapat di tentukan
bahwa dari ketiga mataair panas makula termasuk dalam tipe klorida. Hal ini
ditandai dengan cukup tingginya kandungan ion Clorida dalam air panas
dibandingkan dengan konsentrasi bikarbonat dan sulfat, serta pH yang relatif basa
(berkisar pH 8- 8,5), walaupun pada temperatur rendah (dipermukaan 41,5oC)
yang memungkinkan berhubungan dengan deep water namun faktor lain sangat
dipertimbangkan. Hal ini menunjukkan bahwa tipe mataair panas ini terbentuk
karna adanya kontak batuan sedimen dengan fluida panas yang mengalir ke
permukaan kemudian akan mengalami pelepasan panas dan penurunan temperatur

51

sehingga sebagian konsentrasi yang bersifat asam akan terendapkan dan


konsentrasi yang bersifat basa terencerkan dan mengalami peningkatan sehingga
pH yang sampai di permukaan relatif sedikit basa.
Tipe klorida ini dapat diinterpretasikan bahwa percampuran air panas di
daerah Wala bukanlah air permukaan biasa, akan tetapi air yang mengandung
garam klorida sehingga kemungkinan air tersebut berasal atau melalui reservoir
batuan sedimen berupa pecahan fosil-fosil koral, kulit kerang atau sisa-sisa air laut
yang tersimpan atau terjebak di dalam batuan sedimen. Dari tiga mataair yang di
analisa menunjukkan adanya perbedaan persentase unsur-unsur seperti klorida, hal
ini dikarnakan adanya persentase batuan yang mengandung klorida berbeda.
Berdasarkan tipe pH yang sedikit basa dapat dijelaskan bahwa tipe pH ini
disebabkan oleh batuan disekitar daerah penelitian berupa andesit yang bersifat
intermediet dengan sifat-sifat batuan yang berasal dari batuan basal yang bersifat
basa, disamping itu reservoir yang dilalaui air panas di daerah penelitian berupa
batuan sedimen yang memungkinkan pH relatif basa.
4.2.2.2. Temperatur Bawah Permukaan Mataair Panas Daerah Penelitian
Perhitungan temperature bawah permukaan daerah penelitian dilakukan
dengan menggunakan geothermometer Na - K dan Na - K Mg yaitu sebagai
berikut :
4.2.2.2.1. Geothermometer Na K
Perhitungan suhu atau temperature bawah permukaan dilakukan
berdasarkan perhitungan geothermometer Na K sebagai berikut :

52

St 1 / Mataair I
toC =

1390
- 273
log Na / K 1.750

1390
- 273
log 83.42 / 1.50 1.750

toC =

toC =

1390
- 273
1.745179 1.750

toC = 124.69 oC
St 2/ Mataair II
toC =

1390
- 273
log Na / K 1.750

1390
- 273
log 83.47 / 1.44 1.750

toC =

toC =

1390
- 273
1.763168 1.750

toC = 122.65 oC
St 3/ Mataair III
toC =

1390
- 273
log Na / K 1.750

1390
- 273
log 83.4 / 1.22 1.750

toC =

toC =

1390
- 273
1.834806 1.750

toC = 114.75 oC
Tabel 4.7 Hasil perhitungan suhu bawah permukaan daerah penelitian.

Suhu Bawah permukaan


(ToC)

I
124.69

St / Mataair
II
122.65

III
114.75

53

4.2.2.2.2. Geothermometer Na K Mg
Perkiraan temperature bawah permukaan juga dipengaruhi oleh persentase
unsur Na K Mg, yang dapat dihitung melalui perbandingan nilai setiap unsur
dengan jumlah total keseluruhan unsur :
St 1/ Mataair I
Na/1000 + K/100 +

Mg

= (83.42/1000 + 1.5/100 +

2.002 )

= (0.08342 + 0.0015+ 1.414921)


= 1.499841 ppm
% Na/1000

= (0.08342 /1.499841) x 100 %


= 5.561925 %

% K/100

= (0.0015/1.414921) x 100 %
= 0.0100011 %

Mg

= (1.414921/1.499841) x 100%
= 94.33806 %

St 2/ Mataair II
Na/1000 + K/100 +

Mg = (83.47/1000 + 1.44/100 +

4.004 )

= (0.08347 + 0.00144 + 2.00100)


= 2.08591 ppm
% Na/1000

= (0.08347 /2.08591) x 100 %


= 4.00161 %

% K/100

= (0.00144/2.08591) x 100 %
= 0.069034 %

54

Mg

= (2.00100/2.08591) x 100 %
= 95.92935 %

St 3/ Mataair III
Na/1000 + K/100 +

Mg = (83.4/1000 + 1.22/100 +

2.002 )

= (0.0834+ 0.00122+ 1.414921)


= 1.499541 ppm
% Na/1000

= (0.0834/1.499541) x 100 %
= 5.56170 %

% K/100

= (0.00122/1.499541) x 100 %
= 0.08136 %

Mg

= (1.414921/1.499541) x 100 %
= 94.35694 %

Tabel 4.8 Hasil perhitungan penetuan suhu bawah permukaan berdasarkan


geotermometer Na K - Mg
Stasiun/Mataair
II

No

Parameter

% Na/1000

5.561925 %

4.00161 %

5.56170 %

% K/100

0.010001%

0.069034 %

0.08136%

94.33806 %
Partial
equilibrium

95.92935 %
Partial
equilibrium

94.35694 %
Partial
equilibrium

Mg

III

55

St 1/ Mataair I
St 2/ Mataair II
St 3/ Mataair III

Gambar 4.3 Diagram Ternary untuk penentuan suhu bawah


permukaan (Giggenbach, 1980 dalam Nicholson,1993).
Perkiraan

temperatur

bawah

permukaan

dengan

menggunakan

geothermometer Na K pada daerah penelitian pada Mataair panas Makula I,


Matair panas Makula II dan Mataair panas Makula III (Tabel 4.7) adalah
124.69oC, 122.65oC dan 114.75oC.
Berdasarkan hasil ploting nilai-nilai kandungan unsur kimia pada diagram
segitiga Na K Mg (Gambar 4.3) dapat diketahui bahwa mataair panas pada
daerah penelitian yaitu mataair panas makula termasuk dalam partial equlibrium,
menunjukkan bahwa telah terjadi interaksi batuan dengan fluida panas sebelum ke
permukaan sehingga temperatur dari air panas ini tergolong sebagai sumber panas
bumi bertemperatur rendah dengan pH relatif basa. Mataair yang muncul di
permukaan sudah mulai mendapat pengaruh air permukan sehingga suhu berbeda.

56

4.2.3. Reservoir Panas Bumi Pada Daerah Penelitian


Pentuan reservoir pada daerah penelitian dapat ditentukan berdasarkan
kandungan unsur-unsur dari air panas daerah penelitian. Berdasarkan kandungan
relatif Cl, HCO3-, dan SO42-, pada (Gambar 4.2) menunjukkan, bahwa air panas di
daerah penelitian mengandung Cl yang relatif sangat tinggi dibanding unsur
HCO3-, dan SO42. Hal ini menunjukkan, bahwa air panas di Makula dan
sekitarnya berasal dari aktivitas volkanomagmatik.
Perhitungan geotermometer Na-K dilakukan untuk mengetahui temperatur
reservoar panasbumi di bawah permukaan. Geotermometer ini sangat baik
digunakan untuk air panas yang telah mengalami waktu residensi atau interaksi
dengan batuan sekitar yang lama. Geotermometer ini, tidak seperti geotermometer
silika, tidak terpengaruh oleh pencampuran atau uap yang hilang. Berdasarkan
sebaran mataair panas dan nilai temperatur reservoar yang ditunjukkan oleh
geotermometer unsur-unsur terlarut, dapat disimpulkan bahwa reservoar
panasbumi di daerah penelitian yaitu yangmenyuplai air panas Makula I, air panas
Makula II dan air panas Makula III mempunyai temperatur sekitar 124.69oC,
122.65oC dan 114.75oC. Semakin ke arah utara, temperatur reservoar diduga
semakin tinggi Sedangkan semakin ke

selatan daerah penelitian,temperatur

reservoar air panas semakin kecil. Ketiga matair panas makula ini bertipeklorida
yang merupakan keluaran langsung secara vertikal (upflow) air reservoar.
Reservoir mataair panas pada daerah penelitian termasuk dalam entalpi
rendah, dimana mempunyai batas suhu <125oC, sehingga termasuk dalam panas
bumi bertemperatur rendah.

57

4.2.4. Dapur Magma dan Gradien Geothermal Daerah Penelitian


Seperti diketahi bahwa dapur magma sebagai sumber panas di bawah
permukaan panas bumi, tanpa dapur magma panas bumi mustahil akan ada dan
muncul dipermukaan. Salah satu yang sangat terpenting adalah letak dapur
magma di bawah permukaan dan kedalaman dapur magma tersebut. Di daerah
penelitian ukuran dapur magma berhubungan erat dengan kegiatan vulkanisme.
Dalam perjalanan ke permukaan magma mengalami diferensiasi dan berevolusi
menghasilkan susunan kimia yang berbeda sesuai kedalaman sehingga persentase
dari unsur-unsur air panas pada daerah penelitian akan berbeda-beda pada masingmasing sumber air panas. Di daerah penelitian tidak dijumpai adanya uap karna
tidak ada kontak dengan udara, karna air panas keluar ke permukaan bumi melalui
celah atau rekahan batuan akibat struktur.
Kedalaman dapur magma pada daerah penelitian dapat dihitung dengan
perbandingan dari suhu permukaan dengan suhu bawah permukaan dari hasil
analisis geothermometer. Dengan asumsi bahwa di daerah penelitian merupakan
jalur vulkanik-magmatik, dimana tiap penurunan 100 meter atau setiap kedalaman
bertambah 100 meter temperatur naik sekitar 2,5oC sampai dengan 3oC. Suhu
permukaan air panas pada daerah penelitian yaitu 41,5oC dengan suhu bawah
permukaan sekitar 124.69oC sehingga gradien geothermalnya atau kedalaman
sekitar 3,71 km dari permukaan. Pada suhu 41oC dengan suhu bawah permukaan
122.65oC gradien geothermalnya sekitar 3,66 km dari permukaan dan pada suhu
37oC pada permukaan dengan suhu bawah permukaan 114.75oC sehingga gardien
geothermalnya sekitar 3,53 km.

58

4.2.5. Umur Sumber Panas Bumi


Walaupun sistem panas bumi menghasilkan sumber daya energi yang
selalu terbarukan, tidak berarti akan berumur tanpa batas, dengan demikian harus
ada upaya untuk mengetahui umur (lifetime) kegiatan suatu sumber panas bumi.
Penentuan umur secara tidak langsung dari suatu sistem panas bumi aktif.
Penentuan umur dengan cara ini dilakukan melalui studi banding umur relatif
batuan pada daerah penelitian dengan hasil proses hidrotermal terhadap umur
batuan reservoir sehingga umur dari kegiatan panas bumi ini dapat diketau secara
tidak langsung.
Pentuan umur ini dilakukan melalui studi tentang peran bukaan struktur
dalam proses hidrotermal, penutupan bukaan-bukaan struktur dan pembentukan
kembali bukaan/rekahan. Serta umur dari batuan penutup dan umur struktur.
Sehingga perkiraan umur dari panas bumi pada daerah penelitian adalah Miosen
Pliosen.
4.3. Model Sistem Panas Bumi Pada Daerah Penelitian
Sistem panasbumi adalah energi yang tersimpan dalam bentuk air panas
atau uap pada kondisi geologi tertentu.
Sistem panasbumi terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari sumber
panas di sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi

melalui batuan, sedangkan

perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan
suatu sumber panas (Gambar 4.4)

59

Syarat penting sistem panas bumi adalah adanya sumber panas yang
sangat luas, adanya reservoar untuk mengumpulkan panas, adanya penghalang
untuk menjaga panas yang telah terkumpul.

Batuan penutup
Batuan sarang

Batuan pemanas

Gambar 4.4 Model Panas Bumi Pada daerah penelitian ( disesuaikan


dari http://assidiqichywt.blogspot.com/2010/04/energipanas-bumi.html

Pada daerah penelitian yang menjadi batuan non permiabel atau batuan
penutup yaitu batuan andesit. Karena adanya proses struktur yang bekerja pada
daerah penelitian menyebabkan panas bumi yang berada di bawah bumi muncul
ke permukaan sebagai manifestasi panas bumi berupa mataair panas.
4.4. Pemanfaatan Panas Bumi Pada Daerah Penelitian
Dalam rangka optimalisasi sumber daya panasbumi, pemanfaatan
panasbumi untuk penggunaan secara langsung dapat di kembangkan seiring
dengan pengembangan panas bumi sebagai alternatif untuk listrik. Suatu sumber

60

air panas dapat diketahui pemanfaatannya dengan melihat ciri fisik, melakukan
analisa kimia terhadap nilai dari pada pH dan temperatur air panas.
Berdasarkan hasil analisis data lapangan dan kimia yang dilakukan
terhadap sampel air panas pada daerah penelitian diketahui bahwa suhu air panas
di permukaan yaitu antara 33oC 41,5oC dengan pH 8 8,5 dan berdasarkan
perhitungan geothermometer menunjukkkan temperatur bawah permukaan
reservoirnya yaitu 124,69oC - 114,75oC, termasuk dalam jenis reservoir entalphi
rendah dengan suhu < 125oC dan termasuk sebagai sumber panas bumi
bertemperatur rendah. Sehingga daerah penelitian

tidak prospek untuk

dikembangkan sebagai sumber energi listrik , mengingat batas temperatur untuk


energi listrik yaitu > 180oC, dengan demikian pemanfaatannya lebih ditekankan
pada pemanfaatan lainnya seperti pengembangan sebagai objek wisata berupa
permandian air panas yang mengacu pada klasifikasi kegunaan mataair panas
dengan batas suhu antara 30oC - 50oC (Standar Nasional Indonesia (SNI), 2004).
Berdasarkan analisa baku mutu air dari air panas daerah penelitian maka
dapat di dijelaskan bahwa mataair panas daerah penelitian dapat dijadikan sebagai
sumber bahan baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga
dengan persyratan beberapa unsur seperti Natrium (Na) < 200 ppm, Sulfat (SO4)
< 400 ppm, Klorida (Cl-) < 600 ppm, Amoniak (NH3) < 0,5 ppm. Unsur- unsur
yang bermanfaat untuk kesehatan yaitu

sulfur untuk kulit, Klorida untuk

keseimbanagan asam basa dalam tubuh dan keringat, Natrium untuk


keseimbangan cairan dalam tubuh dan kontraksi otot , Kalium untuk
keseimbangan asam basa dalam tubuh.

61

Manfaat lain dari mataair panas daerah penelitian yaitu


-

Melegakan otot-otot yang kaku dengan cara berendam dalam air panas

Bisa dimanfaatkan untuk spa

Untuk pengobatan kulit

Pada pemanfaatan mataair panas sebagai tempat permandian (Foto 4.7),


terdiri dari dua kolam pemandian. Pada kolam pertama pada stasiun 2 dengan
ukuran sekitar 10 m x 6m dapat menampung pengunjung maksimum 35 orang,
pada kolam kedua dengan ukuran sekitar 8m x 6m dapat menampung pengunjung
maksimal 30 orang. Jumlah pengunjung di mataair panas daerah penelitian setiap
bulan minimal 200 orang dengan rincian minimal 50 orang tiap hari libur (hari
minggu).
Standar acuan secara ilmiah untuk kolam renang air panas yaitu sangat
tergantung pada unsur-unsur yang terkandung dalam air panas, dimana tidak
melebihi ambang batas maksimum dengan debit minimal 0,5 liter/detik. Unsur
unsur yang terkandung di dalamnya sesuai dengan standar kesehatan.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan dan analisis geokimia air panas
daerah penelitian, maka laporan mengenai studi karakteristik panas bumi daerah
penelitian secara umum adalah sebagai berikut:
1. Manifestasi panas bumi pada daerah penelitian terdiri dari (4) mataair
panas yang terdapat pada daerah Wala, dengan ciri fisik matair panas
berwarna jernih, berbau sulfur, rasa masam, suhu 41,5 oC - 33 oC ,
dengan pH 8 - 8,5
2. Karakteristik panas bumi pada daerah penelitian:
- geokimia mataair panas pada daerah penelitian termasuk dalam tipe air
klorida.
- Temperatur bawah permukaan dari reservoir pada daerah penelitian
berdasarkan diagram Na K adalah 124.69oC, 122.65oC dan 114.75oC..
Dari diagram Ternary mataair panas daerah penelitian termasuk dalam
partial equlibrium.
- Reservoir mataair panas pada daerah penelitian termasuk dalam entalpi
rendah, dimana mempunyai batas suhu <125oC.
- Gradien geothermal daerah penelitian sekitar 3,3276 km dari
permukaan sampai sekitar 3,11 km.

62

63

- Perkiraan umur dari panas bumi pada daerah penelitian adalah Miosen
Pliosen
- Pemanfaatan panas bumi lebih ditekankan pada pemanfaatan kolam
permandian dan pengembangan sebagai objek wisata ( Foto 4.7 ).
5.2. Saran
Dari hasil penelitian yang telah saya lakukan pada Mataair panas Makula
daerah Wala Kecamatan Sangalla Selatan Kabupaten Tana Toraja Provinsi
Sulawesi Selatan , maka saran yang dapat saya berikan, yaitu :
-

Untuk

penelitian

selanjutnya,

sebaiknya

dilakukan

penelitian

identifikasi untuk mengetahui potensi dari reservoir yang dapat


memberikan manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan.
-

Dalam rangka pengembangan parawisata, perlu adanya pemeliharaan


akses jalan menuju sumber mataair panas Makula di daerah Wala
guna meningkatkan jumlah pengunjung dan secara otomatis akan
menambah pendapatan daerah.

Anda mungkin juga menyukai