Anda di halaman 1dari 73

PEDOMAN

PENDAMPINGAN PENANGANAN
KAWASAN RAWAN BENCANA
LONGSOR REKOMPAK JRF

Jl. Melati No. 173A Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok Sleman


Telp : (0274) 433 2012, Fax : (0274) 433 2467
E-mail : Pengaduanjrf_nmc@yahoo.com
www.rekompakjrf.com

KATA PENGANTAR

Salah satu tahapan penting kegiatan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan
Permukiman Berbasis Masyarakat (REKOMPAK-JRF) adalah penyusunan Rencana Penataan
Permukiman (RPP)/Community Settlement Plan (CSP) yang berorientasi pada pengurangan
risiko bencana. Dari RPP/CSP tersebut bisa diketahui adanya desa/kelurahan di wilayah
sasaran REKOMPAK-JRF berada pada kawasan yang mempunyai ancaman bencana longsor
sehingga perlu segera ditangani secara khusus melalui Pendampingan Kawasan Rawan
Bencana Longsor (PKRBL) dengan memberikan alternatif kegiatan relokasi sukarela
(voluntary resettlement).
Wilayah sasaran REKOMPAK-JRF yang kawasannya terancam bencana longsor tersebar di 10
kecamatan di Provinsi Jawa Tengah, 4 kecamatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) dan 2 kecamatan Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 4 kecamatan di Kabupaten Bantul
Provinsi DIY yang mempunyai ancaman bencana longsor sangat tinggi akan ditangani
secara khusus melalui kegiatan percontohan Pendampingan Kawasan Rawan Bencana
Longsor. Proses penanganannya mengacu pada perundangan dan peraturan yang berlaku
terutama Undang-undang RI No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Peraturan
Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan; Permen PU
No. 22 tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.
Pendampingan kepada warga yang tinggal di kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten
Bantul Provinsi DIY merupakan pelaksanaan kegiatan dari RPP/CSP desa/kelurahan yang
bersangkutan. RPP/CSP tersebut telah menggambarkan kondisi eksisting, peta kerusakan,
analisis isu-isu kerusakan lingkungan, rencana infrastruktur, rencana fasilitas dan utilitas
permukiman, rencana pengelolaan lingkungan dan sosial serta rencana tindak menghindari
bencana dan upaya antisipasi yang akan memudahkan warga untuk menghindar dan
melakukan evakuasi jika terjadi bencana akan menjadi acuan dasar dalam memberikan
alternatif kegiatan relokasi sukarela kepada warga.
Agar penanganan relokasi sukarela bisa berjalan efektif, maka perlu disiapkan Pedoman
Pendampingan Kawasan Rawan Bencana Longsor (PPKRBL) sebagai arahan dan acuan bagi
masyarakat, pemerintah daerah dan para Pendamping Komunitas REKOMPAK-JRF sesuai
dengan peran, tugas dan fungsinya.
Akhir kata, semoga pedoman ini dapat menjadi pegangan didalam pelaksanaannya.
Jakarta, Oktober 2010
Direktur Jenderal Cipta Karya

Budi Yuwono.
NIP. 110020173

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
DAFTAR BAGAN

BAB I

BAB II

BAB III

BAB IV

BAB V

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Landasan Hukum
1.3. Acuan Implementasi
1.4. Maksud dan Tujuan
1.5. Sasaran
1.6. Pendekatan dan Prinsip-prinsip Dasar
1.7. Pengertian

iii
v
vi
vi

1
2
2
3
3
4
5

KAJIAN KAWASAN BENCANA LONGSOR


2.1. Persiapan
2.2. Pelaksanaan

9
11

PERENCANAAN KAWASAN
3.1. Penentuan Kawasan Perencanaan
3.2. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
3.3. Konsultasi Publik
3.4. Penyempurnaan Rencana

15
16
27
27

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN


4.1. Verifikasi Kegiatan
4.2. Penyusunan Detail Engineering Design (DED)
4.3. Penyusunan Kajian Dampak Lingkungan dan Sosial
4.4. Penyiapan Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL)
4.5. Pengajuan dan Panyaluran BDL
4.6. Pelaksanaan Pembangunan

29
29
30
30
30
31

TATA PERAN PELAKU


5.1. Organisasi Tingkat Desa/Kelurahan
5.2. Organisasi Pemerintah dan Non Pemerintah
5.3. Organisasi Pemantauan dan Evaluasi

33
36
37

BAB VI

MEKANISME PENYALURAN BDL


6.1. Penyaluran BDL Putaran Pertama
6.2. Penyaluran BDL Putaran Lanjutan
6.3. Persyaratan Pencairan BDL Putaran Pertama
6.4. Persyaratan Pencairan BDL Putaran Lanjutan

LAMPIRAN
Lampiran 1 Tata Cara Pendampingan Penanganan Relokasi
Lampiran 2 Tabel Pembiayaan Relokasi
Lampiran 3 Tabel Biaya Kompensasi Untuk Responder Terkena
Pembebasan Tanah
Lampiran 4 Tabel Skenario Kompensasi Untuk Responder Terkena
Pembebasan Tanah
Lampiran 5 Tabel Skenario Kompensasi Untuk Bukan Responder
Terkena Pembebasan Tanah
Lampiran 6 Tabel Daftar Responder Yang Mendapatkan
Kompensasi

38
43
44
44

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

APBD
BAPPD
BAPPUK
BDL
BKM
BPBD
BPD
DED
DIPH
DMC
DPRD
DTPL
IMB
JR F
KDB
KDH
KK
KLB
LPD
LPMD/K
NMC
P2KP
PBL
Perda
Perdes
PJM
PJOK
PNPM
PP
PPK
PRB
RAB
RAP
RDTRK
Rekompak
RKS
RPD
RPJMD
RPP
RT

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Berita Acara Penarikan/Penggunaan Dana
Berita Acara Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan
Bantuan Dana Lingkungan
Badan Keswadayaan Masyarakat
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Badan Permusyawaratan Desa
Detail Engineering Design
Daftar Induk Penerima Hibah
District Management Consultant
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan
Ijin Mendirikan Bangunan
Java Reconstruction Fund
Koefisien Dasar Bangunan
Koefisien Daerah Hijau
Kepala Keluarga
Koefisien Lantai Bangunan
Laporan Penggunaan Dana
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan
National Management Consultant
Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
Penataan Bangunan dan Lingkungan
Peraturan Daerah
Peraturan Desa
Program Jangka Menengah
Penanggung Jawab Operasional Kecamatan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Panitia Pembangunan
Pejabat Pembuat Komitmen
Pengurangan Risiko Bencana
Rencana Anggaran Biaya
Rencana Anggaran Pelaksanaan
Rencana Detil Tata Ruang Kota
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis
Komunitas
Rencana Kerja dan Syarat-syarat
Rencana Penggunaan Dana
Rencana Program Jangka Menengah Desa
Rencana Penataan Permukiman
Rukun Tetangga

RTBL
RTRK
RKT L
RTRW
RUTRK
RW
SKPD
SNVT
SPB
SPP
SPPB
TA
TIP
TPK

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan


Rencana Tata Ruang Kawasan
Rencana Kerja Tindak Lanjut
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Umum Tata Ruang Kota
Rukun Warga
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Satuan Non Vertikal Tertentu
Surat Perintah Pembayaran
Surat Permohonan Pembayaran
Surat Perjanjian Pemberian Bantuan
Tenaga Ahli
Tim Inti Perencana
Tim Pengelola Kegiatan

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Alur Penyaluran dan Pencairan BDL

41

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perluasan wilayah kegiatan REKOMPAK-JRF yang telah disepakati melalui amandemen
III Grant Agreement Nr. TF 090014IND Java Reconstruction Fund (JRF) For
Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project for Central and
West Java and Yogyakarta Special Region mencakup penambahan jumlah kabupaten/kota
dan desa sasaran. Jumlah desa/kelurahan sasaran telah mencapai 265 desa/kelurahan, yang
pada dasarnya merepresentasikan pertambahan jumlah Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM)/(Tim Pengelola Kegiatan (TPK) REKOMPAK-JRF.
Perkembangan pelaksanaan REKOMPAK-JRF yang dikelola oleh BKM/TPK telah
memasuki beberapa tahapan penting diantaranya adalah tahap perencanaan dan
pelaksanaan. Tahap perencanaan mencakup penyusunan rencana penataan permukiman
(RPP) dilaksanakan oleh Tim Inti Perencana (TIP), sedangkan tahap pelaksanaan
mencakup pelaksanaan kegiatan pemanfaatan bantuan dana lingkungan (BDL)
dilaksanakan oleh panitia pelaksana (PP). Dengan demikian, BKM/TPK, TIP, PP dan
relawan Rekompak JRF sebagai satu kesatuan komunitas warga desa/kelurahan sasaran
secara demokratis, partisipatif, transparan dan akuntabel telah dan sedang melaksanakan
rangkaian kegiatan penataan lingkungan permukiman pasca bencana berbasis komunitas
yang berorientasi pada pengurangan risiko bencana.
Karakter potensi bencana di 265 desa/kelurahan sasaran REKOMPAK-JRF tersebut
sangatlah beragam. Beberapa ragam karakter potensi bencana yang menonjol antara lain
gempa bumi, gelombang tsunami, tanah longsor, gunung meletus, banjir dan kebakaran.
Oleh karena itu, pola penanganan bencana di masing-masing desa/kelurahan atau yang
terintegrasi dalam satu kawasan rawan bencana berbeda-beda sesuai dengan karakter,
kekhususan dan kebutuhan penanganan kawasan rawan bencananya.
Dengan mempertimbangkan jumlah desa/kelurahan sasaran dan karakter potensi bencana,
keberadaan pelaku tingkat komunitas (BKM/TPK, TIP, PP dan relawan REKOMPAKJRF), upaya penguatan kualitas dan peran RPP serta penguatan kapasitas dan kemampuan
BKM/TPK dalam meningkatkan peran TIP, PP dan relawan desa/kelurahan dalam rangka
penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas yang berorientasi pada pengurangan
risiko bencana (PRB) khususnya di kawasan rawan bencana. Mengingat bahwa beberapa
desa/kelurahan sasaran REKOMPAK-JRF terletak di kawasan rawan bencana longsor
yang membutuhkan penanganan segera, maka dalam rangka penanganan kawasan rawan
bencana tersebut diperlukan pedoman pendampingan penanganan kawasan rawan bencana
longsor. Dalam hal ini sekaligus sebagai salah satu upaya untuk menjaga, memantapkan
dan melestarikan upaya penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas yang
berorientasi pada PRB yang telah berjalan melalui REKOMPAK-JRF.

1.2. Landasan Hukum


Pelaksanaan kegiatan penanganan kawasan rawan bencana longsor mengacu kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

Undang-undang RI No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;


Undang-undang RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;
Undang-undang RI No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
Undang-undang RI No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
Undang-undang RI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
Undang-undang RI No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-undang
No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan
Ruang;
Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan;
Peraturan Pemerintah RI No. 80 tahun 1999 Tentang Kawasan Siap Bangun dan
Lingkungan Siap Bangun;
Peraturan Pemerintah RI No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undangundang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
Permen PU No 19 tahun 2006 tentang Pedoman Umum Rehabilitasi dan
Rekonstruksi;
Permen PU No. 29 tahun 2006 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;
Permen PU No. 30 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas
Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
Permen PU No. 06 tahun 2007 tentang Pedoman Umum RTBL;
Permen PU No. 22 tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan
Bencana Longsor;
Permen PU No. 24 tahun 2007 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
Permen PU No. 25 tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan
Gedung;

1.3. Acuan Implementasi


(1)

(2)
(3)

Grant Agreement Nr. TF 090014IND Java Reconstruction Fund (JRF) For


Community Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project for Central
and West Java and Yogyakarta Special Region beserta perubahannya;
Pedoman Operasional Umum (POU) Untuk Kelurahan/Desa dalam REKOMPAKJRF, 2007;
Pedoman Operasional Teknis (POT) Untuk Kelurahan/Desa dalam REKOMPAKJRF, 2007.

1.4. Maksud dan Tujuan


Maksud dari disusunnya pedoman ini adalah:
(1)

(2)

(3)

(4)

Memberikan panduan agar masyarakat dapat mengelaborasikan langkah-langkah


persiapan dan pelaksanaan kegiatan pendampingan penanganan kawasan rawan
bencana longsor secara partisipatif;
Memberikan arahan kepada masyarakat dalam menyusun rencana tindak proses
penanganan kawasan rawan bencana longsor sebagai bagian dari pengurangan risiko
bencana;
Memberikan panduan kepada konsultan pendamping, masyarakat dan pemerintah
daerah dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan penanganan kawasan rawan
bencana longsor dari tahap persiapan hingga ke tahap pelaksanaan;
Mendorong terwujudnya sinergi antar pemangku kepentingan setempat dalam
penyusunan rencana tindak proses penanganan kawasan rawan bencana longsor dan
implementasinya.

Tujuan dari pedoman ini adalah:


(1)

(2)
(3)

(4)

Mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran terhadap pentingnya penanganan


kawasan rawan bencana longsor sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko
bencana di wilayahnya;
Mewujudkan masyarakat yang memiliki kapasitas dan kepedulian yang tinggi dalam
melakukan perencanaan penataan permukimannya;
Mewujudkan tata lingkungan permukiman yang sehat, aman dari risiko bencana dan
dalam pelaksanaannya mengedepankan prinsip partisipasi, demokrasi, transparansi,
akuntabilitas dan berkelanjutan, serta mengedepankan pendekatan pembangunan
berbasis nilai dan komunitas;
Meningkatkan kapasitas dan peran pemerintah daerah setempat dalam mengelola dan
mensinergikan rencana aksi daerah serta implementasi program pengurangan risiko
dan dampak bencana yang berbasis masyarakat.

1.5. Sasaran
Sasaran operasional
(1)

(2)

(3)

Terlaksananya kegiatan pendampingan penanganan kawasan rawan bencana longsor


melalui perencanaan dan implementasi yang terorganisir berdasarkan aspirasi, citacita dan kebutuhan masyarakat serta didukung penuh oleh kemitraan dan kerjasama
pemerintah bersama para pemangku kepentingan lainnya;
Terumuskannya rencana tindak pendampingan penanganan kawasan rawan bencana
longsor dalam upaya penataan permukiman di lokasi-lokasi rawan bencana
berdasarkan hasil kajian teknis, komitmen masyarakat dan dukungan penuh
pemerintah daerah setempat;
Terwujudnya peningkatan kondisi kehidupan dan lingkungan permukiman yang
lebih aman dan layak.

Sasaran kelompok
(1)
(2)

(3)
(4)

(5)

(6)

Komunitas, yaitu seluruh warga desa/kelurahan, khususnya BKM/TPK, Tim Inti


Perencana (TIP) dan Panitia Pelaksana (PP);
Pemerintah desa/kelurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan
(LPMD/K), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD);
Pemerintah Kecamatan, Penanggung Jawab Operasional Kecamatan (PJOK) dan
lain-lain;
Walikota/Bupati, Dinas/Badan Terkait, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten/Kota, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) Kabupaten/Kota dan lain-lain;
Gubernur, Dinas/Badan Terkait, DPRD Provinsi, Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Provinsi, Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penataan Bangunan
dan Lingkungan (PBL) provinsi dan lain-lain;
Konsultan pendamping, mulai dari National Management Consultant (NMC),
District Management Consultant (DMC) sampai dengan fasilitator REKOMPAKJRF.

1.6. Pendekatan dan Prinsip-Prinsip Dasar


Pendekatan yang dipergunakan di dalam pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana
longsor bagi penduduk yang berada pada kawasan rawan bencana adalah:
(1)

(2)

Pembangunan bertumpu pada kelompok masyarakat;


Mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utama yang dipercaya mampu mengambil
keputusan penting menyangkut hidup mereka dan mampu menyelenggarakan
pemulihan permukiman dengan dampingan yang tepat.
Pembangunan bertumpu pada nilai;
Pembangunan permukiman harus menjadi sarana pengembangan nilai-nilai luhur
seperti saling percaya, gotong royong, dan lain-lain menuju pembangunan modal
sosial (social capital).

Sedangkan prinsip-prinsip dasar yang dipergunakan di dalam pelaksanaan penanganan


kawasan rawan bencana longsor supaya dapat berjalan dengan transparan, partisipatif dan
akuntabel adalah:
(1)

(2)

(3)

Solidaritas (Tanggung Renteng);


Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ini harus menjadi tanggung jawab bersama
dengan mengutamakan yang paling lemah melalui upaya gotong royong (berat sama
dipikul ringan sama dijinjing).
Keterbukaan;
Mengajarkan kepada semua pelaku untuk saling terbuka juga terhadap pembaruan
dan inovasi-inovasi demi kemajuan bersama.
Transparansi;
Mengajak semua pelaku untuk dapat menunjukan peran, kontribusi dan tanggung
jawabnya secara jelas dan gamblang (transparan) untuk mencegah terjadinya
kesalahpahaman.

(4)

(5)

Akuntabilitas;
Mengajak semua pelaku untuk mampu mempertanggung-jawabkan tugas dan
tindakannya kepada publik.
Demokrasi.
Mengajak semua pelaku untuk mendengar dan mempertimbangkan kepentingan
pihak lain dalam pengambilan keputusan bersama yang diwujudkan dalam:
Kesepakatan aturan main;
Semua keputusan harus didasarkan atas aturan main yang disepakati bersama.
Menerima perbedaan dan keterbatasan masing-masing;
Dalam semua pola pembangunan partisipatif harus dapat diterima adanya berbagai
perbedaan dan juga keterbatasan dari masing-masing pelaku sehingga dapat dicari
solusi yang paling tepat.
Mengutamakan membangun kapasitas lokal;
Prinsip ini sudah harus ada dibenak semua pelaku utamanya pelaku eksternal
bahwa yang akan dibangun adalah kapasitas masyarakat setempat.
Mengutamakan kepentingan yang paling tinggi risiko terhadap bencana;
Mengutamakan konteks lokal;
Upaya rehabilitasi ini tidak boleh lepas dari konteks lokal.
Mengutamakan kolaborasi;
Menjunjung tinggi nilai kolaborasi dan menghindarkan persaingan yang dapat
menjurus ke perpecahan.
Mengutamakan musyawarah;
Musyawarah harus menjadi mekanisme utama dalam menyelesaikan suatu
persoalan sebagai ciri utama kedewasaan manusia.
Mengutamakan kemandirian;
Semua upaya yang dilakukan harus menekankan tumbuhnya kemandirian
masyarakat setempat dan harus dihindarkan dari upaya-upaya yang dapat
menciptakan ketergantungan masyarakat.
Menggunakan sumber daya eksternal secara arif;
Sumberdaya eksternal harus disadari sebagai bantuan sesaat sehingga harus
digunakan secara efektif dan efisien.

1.7. Pengertian
Dalam pedoman ini yang dimaksud:
(1)

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis;

(2)

Bencana longsor adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam berupa tanah longsor.

(3)

Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah
miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena
pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi.

(4)

Gerakan tanah adalah proses perpindahan masa tanah atau batuan dengan arah
tegak, mendatar, miring dari kedudukan semula, karena pengaruh gravitasi, arus air
dan beban.

(5)

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang


meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi;

(6)

Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana;

(7)

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi


bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna;

(8)

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera


mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu
tempat oleh lembaga yang berwenang;

(9)

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana;

(10) Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat;
(11) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,
serta pemulihan prasarana dan sarana;
(12) Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal
dunia akibat bencana;
(13) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana;
(14) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pasca bencana;
(15) Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana;
(16) Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum;

(17) Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari
tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak
buruk bencana;
(18) Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan
BNPB, adalah lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
(19) Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD,
adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan
bencana di daerah.
(20) Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
(21) Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buat.
(22) Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
(23) Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
(24) Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
(25) Kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan lindung atau kawasan budi daya
yang meliputi zona-zona berpotensi longsor.
(26) Kawasan strategis provinsi/kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh penting dalam lingkup
provinsi/kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
(27) Klasifikasi tipe zona berpotensi longsor adalah pengelompokan tipe-tipe zona
berpotensi longsor berdasarkan tingkat kerawanannya yang menghasilkan tipe-tipe
zona dengan tingkat kerawanan tinggi, sedang, dan rendah.
(28) Preservasi dan konservasi adalah upaya pelestarian yang dilakukan pada seluruh
kondisi struktur lingkungan dan ruang eksisting di kawasan rawan bencana baik yang
bersifat permanen maupun temporal. Pada lingkup kawasan rawan bencana,
preservasi dapat berupa proteksi terhadap kawasan yang memiliki potensi rawan
bencana guna meningkatkan kualitas lingkungan alami.
(29) Penguatan kawasan (Infill Development) adalah pembangunan sisipan, merupakan
pembangunan suatu area dengan menyisipkan satu atau lebih komponen fisik sebagai
fungsi-fungsi penunjang tertentu pada suatu kawasan/lingkungan rawan bencana
dengan mempertimbangkan kontekstualitasnya fungsi dan kualitas lingkungan
eksisting, dengan maksud memperkuat/memperbaiki kulitas lingkungan dan kawasan
yang bersangkutan sehingga aman bagi aktivitas di dalamnya.

(30) Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan
prasarana penunjang aktivitas tersebut dari satu tempat ke tempat lain guna
mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap
memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan
binaan di tempat tujuan. Relokasi dilakukan dengan tetap mempertimbangkan tautan
keseharian dan keberlanjutan yang dipindah dengan segala kondisi fisik dan non fisik
serta penduduk di tempat tujuan kepindahan

BAB II
KAJIAN KAWASAN RAWAN BENCANA
LONGSOR

2.1. Persiapan
Langkah 1
Konsultasi Pemerintah Daerah
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan kajian kawasan rawan bencana longsor, BKM/TPK
bekerjasama dengan pemerintahan desa/kelurahan harus melaksanakan konsultasi terlebih
dahulu kepada pemerintah daerah, khususnya kepada lembaga atau dinas-dinas terkait,
antara lain badan perencanaan daerah, dinas pekerjaan umum, BPBD dan bagian
pemerintahan desa.
Konsultasi ini dimaksudkan untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta peran serta
masyarakat dalam penataan ruang kawasan rawan bencana longsor serta untuk mengakses
sumber daya yang ada berupa dukungan komitmen, kebijakan dan program dari
pemerintah daerah.
Tujuan
(1) Mendapatkan informasi terkait dengan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang pada kawasan rawan bencana longsor;
(2) Mewujudkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang kawasan rawan bencana
longsor;
(3) Memperoleh arahan dan dukungan komitmen, kebijakan dan program bagi
pelaksanaan kajian kawasan rawan bencana longsor dari pemerintah daerah.
Keluaran
(1) Arahan pelaksanaan kajian rawan bencana longsor;
(2) Komitmen, kebijakan dan program pemerintah untuk mendukung pelaksanaan kajian
kawasan rawan bencana longsor.
Langkah 2
Pembentukan Tim Penyiapan Kajian Kawasan (TP-KK)
Tim penyiapan kajian kawasan rawan bencana longsor sebaiknya terdiri dari unsur
pemerintah kabupaten/kota, khususnya satuan kerja perangkat daerah (SKPD), unsur
pemerintahan desa/kelurahan, BKM/TPK, TIP, PP, kelompok perempuan, relawan,

pemangku kepentingan lainnya serta unsur penerima dampak langsung kegiatan


penanganan kawasan rawan bencana longsor.
Pembentukan TP-KK ini dimaksudkan untuk mewujudkan sinergi tindak penanganan
kawasan rawan bencana longsor yang melibatkan pemerintah daerah, masyarakat serta
pemangku kepentingan lainnya.
Tujuan
(1) Terbentuknya tim yang bertanggung jawab terhadap upaya penanganan kawasan
rawan bencana;
(2) Terbentuknya tim penanganan kawasan rawan bencana longsor yang terdiri dari unsur
pemerintahan daerah, pemerintahan desa, masyarakat dan pemangku kepentingan
lainnya.
Keluaran
(1) Tim Penyiapan Kajian Kawasan (TP-KK);
(2) Berita acara pembentukan dan penetapan pembentukan TP-KK
Secara umum garis besar peran, tugas dan fungsi TP-KK adalah sebagai berikut:
(1) Melaksanakan kajian kawasan rawan bencana longsor dengan bentuk keluaran berupa
rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor
(2) Melaksanakan sosialisasi hasil kajian kawasan rawan bencana longsor
(3) Menyusun rencana kerja tindak lanjut (RKTL) penanganan kawasan rawan bencana
longsor
(4) Menyusun rencana penanganan (rencana tata bangunan dan lingkungan) kawasan
rawan bencana longsor desa/kelurahan
(5) Memfasilitasi pelaksanaan intervensi penanganan kawasan rawan bencana longsor
berdasarkan rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan kawasan.
(6) Melaksanakan monitoring dan evaluasi intervensi penanganan kawasan rawan bencana
longsor
Langkah 3
Review RPP Desa/Kelurahan
Sebelum dilaksanakan kajian terhadap kawasan rawan bencana longsor, maka TP-KK
perlu melaksanakan review terhadap RPP. Kegiatan review RPP dimaksudkan untuk
meninjau beberapa aspek terkait dengan RPP sebagai rencana penataan permukiman
desa/kelurahan, khususnya terkait dengan aspek penanganan kawasan rawan bencana
longsor. Tinjauan ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana rencana penanganan
kawasan rawan bencana longsor telah terintegrasi secara memadai dalam RPP sehingga
dinilai cukup mantap (reliable) dan layak untuk menjadi acuan awal bagi pelaksanaan
penanganan kawasan rawan bencana longsor.
Dalam pelaksanaan review ini TP-KK harus bekerjasama dengan pemerintahan
desa/kelurahan dan pemangku kepentingan di tingkat desa serta pemerintah daerah

setempat, khususnya dinas tata ruang, dinas pekerjaan umum dan BPBD. Hal ini, untuk
menjamin pelaksanaan review RPP terlaksana secara memadai dan berhasil guna
sebagaimana yang diharapkan maka perlu didukung dengan pedoman pelaksanaan review
RPP.
Tujuan
(1) Untuk mengidentifikasi profil dan rencana penanganan kawasan rawan bencana
longsor;
(2) Untuk mengidentifikasi konsep dasar dan program penanganan kawasan rawan
bencana longsor;
(3) Untuk menilai kelayakan konsep dasar dan program penanganan kawasan rawan
bencana longsor.
Beberapa hal yang perlu ditinjau dalam dokumen RPP paling tidak mencakup hal-hal
sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)

Hasil pemetaan swadaya kawasan rawan bencana longsor;


Metode dan hasil analisis kawasan rawan bencana longsor;
Profil kawasan rawan bencana longsor;
Konsep dasar, arahan dan program penanganan kawasan rawan longsor.

Keluaran
(1) Hasil review RPP
(2) Berita acara kesepakatan hasil review RPP

2.1. Pelaksanaan
Langkah 1
Kajian Kawasan Rawan Bencana Longsor
Apabila dari hasil review RPP menunjukkan bahwa rencana penanganan kawasan rawan
bencana longsor yang tertuang dalam RPP dinilai belum layak untuk menjadi acuan
pelaksanaan, maka TP-KK harus melaksanakan kajian kawasan rawan bencana longsor
secara cepat.
Kajian ini dapat dilakukan secara mandiri selingkup desa/kelurahan maupun terintegrasi
dengan desa/kelurahan lainnya, dan/atau memanfaatkan hasil kajian kawasan yang sudah
ada dengan merujuk pada dokumen-dokumen rencana penataan wilayah, ruang maupun
kawasan yang terkait. Namun demikian, mengingat keterbatasan kapasitas dan
kewenangan TP-KK dalam pengaturan pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan
bencana, maka TP-KK wajib menyampaikan dan mengkonsultasikan kegiatan serta
menyampaikan hasil kajian kepada pemerintah daerah setempat melalui lembaga/SKPD
terkait yang berwenang dalam pengaturan pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana di
wilayahnya.

Kajian ini dimaksudkan untuk mengurai kondisi eksisting kawasan dan


memformulasikannya dalam bentuk profil dan rencana pemanfaatan ruang kawasan rawan
bencana longsor.
Tujuan
(1) Mengidentifikasi kawasan rawan bencana longsor;
(2) Mengidentifikasi tata peran masyarakat, pemerintah daerah setempat dan pemangku
kepentingan lainnya;
(3) Menyusun profil, pemanfaatan dan pegendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan
bencana longsor;
(4) Menyepakati hasil kajian terhadap kawasan rawan bencana longsor.
Lingkup kajian kawasan rawan bencana longsor mencakup:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Penetapan kawasan rawan bencana longsor;


Klasifikasi zona berpotensi longsor berdasarkan tingkat kerawanan;
Penentuan struktur dan pola ruang kawasan rawan bencana longsor;
Pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana longsor;
Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana longsor.

Pelaksanaan rinci kegiatan kajian mengikuti Permen PU No. 22 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Selanjutnya hasil kajian di atas, akan menjadi
dasar bagi pelaksanaan penyusunan dan pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana
longsor.
Keluaran
(1) Rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor
(2) Dokumen penetapan rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor oleh
pemerintah daerah
Langkah 2
Sosialisasi Tingkat Desa
Rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor yang telah ditetapkan oleh pemangku
kewenangan setempat harus disosialisasikan kepada warga seluruh desa/kelurahan. Dalam
hal pelaksanaan kegiatan sosialisasi di tingkat desa/kelurahan, BKM/TPK bersama
pemerintahan desa/kelurahan wajib memfasilitasi TP-KK dalam pelaksanaan sosialisasi
rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor.
Sosialisasi tingkat desa ini dimaksudkan:
(1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai profil kawasan rawan bencana
longsor kepada warga desa/kelurahan.
(2) Memberikan fasilitasi bagi warga desa/kelurahan dalam meningkatkan kesadaran dan
komitmen dalam pengelolaan pengurangan risiko bencana longsor

(3) Memberikan fasilitasi warga desa/kelurahan dalam mengali gagasan dan peran serta
warga dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor.
Tujuan
(1) Warga desa mempunyai kesadaran kritis, pengetahuan dan pemahaman mengenai
profil kawasan rawan bencana longsor.
(2) Warga desa menyepakati komitmen, gagasan dan perannya dalam penanganan
kawasan rawan bencana longsor.
Sasaran
Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan,
kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan pemangku
kepentingan tingkat desa lainnya.
Keluaran
Berita acara kesepakatan awal terhadap mengenai komitmen, gagasan dan peran serta
masyarakat dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor tingkat desa/kelurahan.
Langkah 3
Sosialisasi Tingkat Basis (Dusun)
Kegiatan sosialisasi di tingkat dusun diselenggarakan oleh BKM/TPK bekerjasama dengan
unsur pemerintahan desa/kelurahan serta kepala dusun. Sosialisasi tingkat dusun ini
sebaiknya tidak hanya dilaksanakan di wilayah dusun yang terletak pada zona kawasan
rawan bencana longsor atau yang berpotensi terkena dampak langsung saja, melainkan ke
seluruh dusun yang ada di kawasan bencana atau berpotensi terkena dampak langsung
bencana.
Sosialisasi tingkat dusun ini dimaksudkan:
(1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai profil kawasan rawan bencana
longsor kepada warga dusun.
(2) Memberikan fasilitasi bagi warga dusun dalam meningkatkan kesadaran dan
komitmen dalam pengelolaan pengurangan risiko bencana longsor
(3) Memberikan fasilitasi warga dusun dalam mengali gagasan dan peran serta warga
dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor.
Tujuan
(1) Warga tingkat dusun mempunyai kesadaran kritis, pengetahuan dan pemahaman
mengenai profil kawasan rawan bencana longsor.
(2) Warga tingkat dusun menyepakati komitmen, gagasan dan perannya dalam
penanganan kawasan rawan bencana longsor.

Sasaran
Seluruh warga dusun, baik dari unsur RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan dan
kelompok warga lainnya tingkat di tingkat dusun.
Keluaran
Berita acara kesepakatan awal terhadap mengenai komitmen, gagasan dan peran serta
masyarakat dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor di tingkat dusun.
Langkah 4
Rembug Kesepakatan Warga
Setelah BKM/TPK dan TIP memfasilitasi dan melaksanakan kegiatan sosialisasi mengenai
tata ruang kawasan rawan bencana longsor, selanjutnya hasil dari rangkaian sosialisasi
tersebut dibawa ke rembug kesepakatan warga di tingkat desa untuk menyepakati
komitmen, gagasan dan peran serta warga dalam penanganan kawasan rawan bencana
longsor. Rembug kesepakatan warga ini dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran dan
meneguhkan komitmen warga desa secara bersama-sama melaksanakan tindak penanganan
kawasan rawan bencana longsor.
Dalam melaksanakan rembug kesepakatan warga ini BKM/TPK harus bekerjasama
dengan TP-KK, pemerintahan desa/kelurahan serta pemerintah daerah.
Rembug kesepakatan warga ini dimaksudkan:
(1) Membangun kesepakatan warga desa/kelurahan terhadap komitmen, gagasan dan
peran serta dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor dalam bentuk
kontrak sosial
(2) Memfasilitasi warga desa/kelurahan untuk menyepakati tim RKTL penanganan
kawasan rawan bencana longsor
Tujuan
(1) Warga menyepakati komitmen, gagasan dan peran serta dalam penanganan kawasan
rawan bencana longsor.
(2) Warga menyepakati RKTL penanganan kawasan rawan bencana longsor
Sasaran
Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan,
kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan unsur pemerintah
daerah setempat.
Keluaran
(1) Berita acara kontrak sosial penanganan kawasan rawan bencana longsor
(2) Berita acara kesepakatan RKTL penanganan kawasan rawan bencana longsor.

BAB III
PERENCANAAN KAWASAN

3.1. Penentuan Kawasan Perencanaan


Kawasan perencanaan merupakan kawasan yang terpilih dan berada dalam lingkup
kawasan kajian kawasan rawan bencana longsor. Kawasan ini terpilih berdasarkan hasil
analisis dan kesimpulan yang dikeluarkan setelah dilakukannya analisis kawasan kajian
kawasan rawan bencana longsor. Penentuan kawasan perencanaan mengacu pada tata
ruang kawasan rawan bencana longsor yang telah disusun dan ditetapkan. TP-KK
berkewajiban menyusun rekomendasi kawasan perencanaan yang kemudian ditetapkan
sebagai kawasan perencanaan penataan kawasan rawan bencana longsor.
Penentuan kawasan perencanaan ini dimaksudkan untuk menentukan lingkup dan luas area
perencanaan kawasan sehingga mempunyai batasan wilayah yang jelas dan terukur.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan atau pemilihan kawasan
perencanaan di kawasan rawan bencana longsor adalah sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

Luasan (delineasi) dan tingkat kerawanan bencana longsor


Vitalitas ekonomi masyarakat maupun kawasan
Keamanan
Kemasyarakatan (struktur, kohesivitas dan peran serta)
Tingkat kepadatan penduduk dan bangunan
Peruntukan lahan
Kondisi bangunan eksisting
Sistem sirkulasi dan aksesibilitas
Kualitas dan kuantitas ruang publik dan ruang terbuka hijau
Kualitas lingkungan
Komponen prasarana dasar dan sarana lingkungan permukiman
Kebijakan dan program pemerintah daerah

Tujuan
(1)
(2)

Teridentifikasinya cakupan dan luasan area perencanaan kawasan


Disepakati dan ditetapkannya kawasan perencanaan kawasan

Keluaran
(1)
(2)

Cakupan dan luas area perencanaan kawasan yang definitif


Berita acara penentuan kawasan perencanaan kawasan

3.2. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan


Sebelum memasuki langkah-langkah penyusunan tata bangunan dan lingkungan maka
perlu dipahami bahwa terdapat beberapa bentuk intervensi penataan kawasan rawan
bencana longsor. Bentuk intervensi ini sangat tergantung pada karakter, kekhususan dan
kebutuhan penanganan kawasan. Beberapa bentuk intervensi yang cukup relevan dengan
penataan kawasan rawan bencana longsor antara lain:
(1)

Preservasi dan konservasi


Adalah upaya pelestarian yang dilakukan pada seluruh kondisi struktur lingkungan
dan ruang eksisting di kawasan rawan bencana longsor baik yang bersifat permanen
maupun temporal. Pada lingkup kawasan rawan bencana longsor, preservasi dapat
berupa proteksi terhadap kawasan yang memiliki potensi rawan bencana longsor guna
meningkatkan kualitas lingkungan alami.

(2)

Penguatan kawasan (Infill Development)


Adalah pembangunan sisipan, merupakan pembangunan suatu area dengan
menyisipkan satu atau lebih komponen fisik sebagai fungsi-fungsi penunjang tertentu
pada suatu kawasan/lingkungan rawan bencana longsor dengan mempertimbangkan
kontekstualitasnya fungsi dan kualitas lingkungan eksisting, dengan maksud
memperkuat/memperbaiki kualitas lingkungan dan kawasan yang bersangkutan
sehingga aman dan layak bagi aktivitas di dalamnya.

(3)

Relokasi
Adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan
prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi
faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan
keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat
tujuan. Relokasi dilakukan dengan tetap mempertimbangkan tautan keseharian dan
keberlanjutan yang dipindah dengan segala kondisi fisik dan non fisik serta penduduk
di tempat tujuan kepindahan

Penentuan dan penetapan bentuk intervensi kawasan ini pada dasarnya tergantung dari
arahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan, pendataan dan analisis
cermat serta visi dan misi penataan kawasan yang telah ditetapkan. Khusus pedoman
fasilitasi pendampingan relokasi dapat dilihat pada lampiran dari pedoman ini.
Adapun langkah-langkah penyusunan tata bangunan dan lingkungan kawasan adalah
sebagai berikut:
Langkah 1
Pendataan
Setelah ditentukan cakupan dan luas area kawasan perencanaan, maka selanjutnya TP-KK
melakukan pendataan atas kawasan dan wilayah sekitarnya. Pendataan ini dimaksudkan
untuk mengumpulkan segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis
kawasan dan wilayah sekitarnya. Acuan utama kegiatan pendataan ini adalah rencana tata
ruang kawasan rawan bencana longsor yang telah disusun dan ditetapkan.

Tujuan

(1)
(2)

Teridentifikasinya kawasan perencanaan dari segi-segi fisik, sosial, budaya, dan


ekonomi
Teridentifikasinya kondisi di wilayah sekitarnya yang berpengaruh pada kawasan
perencanaan

Keluaran
Data terkait dengan kawasan dan wilayah sekitarnya yang antara lain mencakup:
(1) Peta-peta
(2) Foto-foto
(3) Peraturan dan rencana-rencana terkait
(4) Sejarah dan signifikansi historis kawasan
(5) Kondisi sosial-budaya
(6) Kependudukan
(7) Pertumbuhan ekonomi
(8) Kepemilikan lahan
(9) Prasarana dan fasilitas
(10) dll.
Langkah 2
Analisis Kawasan Perencanaan
Analisis adalah penguraian atau pengkajian atas data yang telah berhasil dikumpulkan.
Analisis dilakukan secara berjenjang dari tingkat wilayah sekitar kawasan sampai pada
tingkat kawasan. Dari hasil analisis ini akan diperoleh arahan solusi atau konsep
perencanaan atas permasalahan yang telah diidentifikasikan pada tahap pendataan.
Komponen analisis kawasan perencanaan antara lain meliputi:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Rencana-rencana di wilayah sekitar yang terkait dengan kawasan perencanaan


Kepadatan dan profil pendudukan
Kehidupan sosial, ekonomi dan budaya
Penggunaan lahan dan aksesbilitas kawasan
Daya dukung fisik dan lingkungan
Daya dukung prasarana dan fasilitas
Legalitas tanah dan konsolidasi lahan
Peran serta masyarakat
Kebijakan dan program pemerintah daerah

Keluaran
(1)
(2)

Potensi dan kapasitas kawasan


Potensi dan kapasitas peran serta masyarakat dan pemerintah daerah

Langkah 3
Perumusan Konsep dan Rancangan Penataan
Secara umum, tahap perumusan konsep ini diharapkan akan menghasilkan konsep dasar
rancangan penataan kawasan sebagai visi pembangunan kawasan atau lokasi penanganan
kawasan rawan bencana longsor .
Beberapa komponen dasar perancangan ini meliputi:
(1) Perumusan visi pembangunan
Visi pembangunan adalah gambaran spesifik karakter lingkungan di masa mendatang
yang akan dicapai sebagai akhir penataan suatu kawasan yang direncanakan sesuai
dengan kebijakan dan rencana tata ruang setempat yang berlaku
(2) Perumusan konsep komponen rancangan
Konsep komponen rancangan kawasan adalah suatu gagasan perancangan dasar yang
dapat merumuskan komponen-komponen perancangan kawasan (peruntukan,
intensitas dan lain-lain). Komponen rancangan ini meliputi:
a.

Struktur peruntukkan lahan


Dalam hirarki rencana tata ruang, peruntukan lahan penanganan kawasan rawan
bencana longsor (mikro) merupakan penjabaran dari RTRW kabupaten/kota ke
dalam rencana pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan
bencana longsor.
Pembuatan rencana peruntukan lahan mikro didahului oleh pembuatan rencana
pemintakaan (zoning), yaitu pengelompokan fungsi-fungsi yang ada di kawasan
perencanaan. Masing-masing mintakat (zone) kemudian dijabarkan dalam bentuk
peruntukan lahan.
Prinsip struktur peruntukan lahan meliputi:
1. Secara Fungsional
a. Keragaman tata guna yang seimbang, saling menunjang dan terintegrasi
b. Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi
aktivitas
c. Pengaturan pengelolaan area peruntukan
d. Pengaturan kepadatan kawasan
2. Secara Fisik
a. Estetika, karakter dan citra kawasan
b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta
aktivitas yang diwadahi
3. Dari sisi Lingkungan
a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan lingkungan sekitar
b. Kesesuaian dengan daya dukung lingkungan
c. Kelestarian ekologis kawasan

b.

Intensitas pemanfaatan lahan


Intensitas pemanfaatan lahan adalah tingkat alokasi dan distribusi luas lantai
maksimum bangunan terhadap lahan/tapak peruntukannya. Komponen penataan
antara lain meliputi :
1.
2.
3.

Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Daerah Hijau (KDH)

Prinsip intensitas pemanfaatan lahan meliputi:


1.

2.
3.

4.

c.

Secara Fungsional
a. Kejelasan distribusi intensitas pemanfaatan lahan
b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki
c. Kejelasan skala pengembangan
d. Kesesuaian kepadatan kawasan
Secara Fisik
Estetika, karakter, dan citra kawasan
Dari sisi Lingkungan
a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan lingkungan sekitar
b. Kesesuaian dengan daya dukung lingkungan
c. Kelestarian ekologis kawasan
Dari sisi Pemangku Kepentingan
Keuntungan bersama

Tata bangunan
Tata bangunan merupakan produk penyelenggaraan bangunan gedung beserta
lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi aspek-aspek
pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari elemenelemen yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang yang
akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung
dalam ruang-ruang publik.
Komponen penataan meliputi:
1.
2.
3.
4.

Pengaturan blok lingkungan;


Pengaturan kaveling/petak lahan
Pengaturan bangunan;
Pengaturan ketinggian dan elevasi lantai bangunan

Prinsip tata bangunan meliputi:


1.

Secara Fungsional
a. Optimalisasi dan efisiensi
b. Kejelasan pendefinisian ruang yang diciptakan
c. Keragaman fungsi dan aktivitas yang diwadahi
d. Skala dan proporsi ruang yang berorientasi pada pejalan kaki
e. Fleksibilitas
f. Pola hubungan/konektivitas
g. Kejelasan orientasi dan kontinuitas
h. Kemudahan layanan
i.
Menghindari eksklusivitas
2. Secara Fisik dan Non-Fisik
a. Pola, dimensi dan standar umum
b. Estetika, karakter dan citra kawasan
c. Kualitas fisik
d. Ekspresi bangunan dan lingkungan
3. Dari sisi Lingkungan
a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan lingkungan sekitar
b. Kesesuian dengan daya dukung lingkungan
c. Kelestarian ekologis kawasan
d. Pemberdayaan kawasan
d.

Sistem sirkulasi dan jalur penghubung (aksesibilitas)


Sistem sirkulasi dan jalur penghubung terdiri dari jaringan jalan dan pergerakan,
sirkulasi kendaraan umum, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi kendaraan
informal setempat dan sepeda, sirkulasi pejalan kaki (termasuk masyarakat
penyandang cacat dan lanjut usia), pelayanan lingkungan dan sistem jaringan
penghubung.
Komponen penataan antara lain meliputi:
1.

2.

3.

4.

Sistem sirkulasi kendaraan umum


Yaitu rancangan sistem arus pergerakan kendaraan umum formal, yang
dipetakan pada hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
Sistem sirkulasi kendaraan pribadi
Yaitu rancangan sistem arus pergerakan bagi kendaraan pribadi sesuai dengan
hirarki/kelas jalan pada kawasan perencanaan.
Sistem sirkulasi kendaraan umum informal setempat
Yaitu rancangan sistem arus pergerakan bagi kendaraan umum dari sektor
informal, seperti ojek, becak, andong dan sejenisnya yang dipetakan pada
hirarki/ kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
Sistem jalur pelayanan lingkungan
Yaitu rancangan sistem arus pergerakan dari kendaraan servis (seperti
pengangkut sampah, pengangkut barang dan kendaraan pemadam kebakaran)

dari suatu kaveling atau blok lingkungan tertentu, yang dipetakan pada
hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
5.

e.

Sistem sirkulasi pejalan kaki


Yaitu rancangan sistem arus pejalan kaki (termasuk penyandang cacat dan
lanjut usia) dan pemakai sepeda yang khusus di sediakan pada kawasan
perencanaan.

Sistem tata ruang terbuka dan tata ruang hijau


Sistem ruang terbuka dan tata hijau merupakan komponen rancang kawasan, yang
tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah
proses rancang arsitektur diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian
integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.

f.

Tata kualitas lingkungan


Penataan kualitas lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen
kawasan yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan dengan sistem
lingkungan yang informatif, berkarakter khas dan memiliki orientasi tertentu.

g.

Sistem prasarana dan utilitas lingkungan


Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu
lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi
dan berfungsi sebagaimana semestinya.
Komponen penataan antara lain meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Sistem jaringan air bersih


Sistem air limbah dan air kotor
Sistem jaringan drainase
Sistem jaringan persampahan
Sistem jaringan listrik
Sistem jaringan telepon
Sistem jaringan pengamanan kebakaran
Sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi

Keluaran
Konsep dan rencana umum tata bangunan dan lingkungan permukiman kawasan
penanganan kawasan rawan bencana longsor yang memenuhi kaidah dan persyaratan tata
bangunan dan lingkungan kawasan rawan bencana yang berorientasi PRB.

Langkah 4
Perumusan Panduan Rancangan
Panduan rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas rencana umum yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan
komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana
kawasan, kaveling dan blok, termasuk panduan ketentuan detil visual kualitas minimal tata
bangunan dan lingkungan.
Ketentuan dasar implementasi rancangan terhadap kawasan berupa ketentuan tata
bangunan dan lingkungan yang bersifat lebih detil, memudahkan dan memandu penerapan
dan pengembangan rencana umum, baik pada bangunan, kelompok bangunan, elemen
prasarana kawasan, kaveling, maupun blok. Panduan Rancangan bersifat
mengaktualisasikan tujuan penataan lingkungan/kawasan yang layak huni, berjati diri,
produktif, dan berkelanjutan secara lebih terstruktur dan mudah dilaksanakan ( design
guidelines).
Prinsip-prinsip pengembangan panduan rancangan ini antara lain mencakup:
(1) Panduan rancangan dari masing-masing aspek rencana umum
Prinsip-prinsip pengembangan Panduan Rancangan dari masingmasing materi
Rencana Umum dengan mempertimbangkan aspek:
a. Deskriptif
1.

2.

3.

Terukur dan rinci


Bertujuan untuk memudahkan implementasi secara nyata pada pengembangan
desain.
Spesifik
Panduan detil perancangan tiap blok pengembangan yang spesifik dan tepat
sesuai dengan permasalahan dan potensi tiap blok yang telah dianalisis
sebelumnya.
Menyeluruh, yang mencakup seluruh komponen rancangan kawasan yang
meliputi:
a. Peruntukan lahan.
b. Intensitas pemanfaatan lahan.
c. Tata bangunan;
d. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung.
e. Sistem ruang terbuka dan tata hijau.
f. Tata kualitas lingkungan, meliputi: tata identitas lingkungan dan tata
orientasi lingkungan.
g. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan.
h. Pengelolaan pengurangan risiko bencana.

b. Substantif, adalah:
1.

2.

3.

4.

Berkelanjutan (sustainable),
Penetapan panduan detil yang dapat mendorong perwujudan kawasan yang
berlangsung secara berkelanjutan (sustainable).
Membentuk/memperkuat karakter dan identitas suatu tempat
Penetapan elemen-elemen rancang kawasan yang memfasilitasi interaksi ruang
sosial sebagai identitas satuan ruang/bangunan berskala mikro secara terukur.
Mengaitkan dengan struktur ruang makro
Penetapan panduan detil materi rencana umum secara integral dengan
lingkungan sekitarnya pada skala yang lebih luas.
Kemudahan pengendalian dan pengelolaan
Penetapan panduan detil yang memudahkan pengelolaan dan pengendalian
pelaksanaan rencana umum serta mengarahkan pihak-pihak yang
berkepentingan.

c. Normatif, adalah:
Mengacu pada peraturan ketatalingkungan permukiman: penetapan panduan detil
yang selalu merujuk pada aturan tata ruang dan bangunan gedung yang berlaku.
(2) Aturan-aturan Dasar
Pentingnya panduan dalam rencana tata bangunan dan lingkungan dipertegas dengan
pemberlakuan aturan dasar yang meliputi aturan wajib, aturan anjuran utama dan
aturan anjuran, beserta pendelegasian kewenangan untuk memutuskan keterlibatan
desain dalam konsep penataan kawasan, serta mengontrol implementasi atas aturan
dasar tersebut.
a. Aturan Wajib
Merupakan aturan yang disusun menurut peraturan tata kota dan bangunan gedung
setempat atau pun aturan spesifik pengembangan kawasan yang mengikat sesuai
dengan visi pembangunan yang ditetapkan. Aturan ini bersifat mengikat dan wajib
untuk ditaati/diikuti. Kewenangan atas pemberlakuan aturan wajib ini dapat
dilakukan sebagian pada jenjang tertinggi di tingkat desa, yaitu kepala desa sebagai
pemerintah desa setempat.
Seluruh aturan yang wajib diikuti antara lain mencakup:
1. Peruntukan lahan.
2. Luas lahan dan batas lahan.
3. Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
4. Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
5. Ketinggian Maksimum Bangunan.
6. Garis Sempadan Bangunan (GSB).

Prinsip-prinsip penetapan Aturan Wajib adalah:


1.
2.

Berorientasi pada aturan ketatakotaan yang berlaku.


Mendukung pencapaian Visi Pembangunan yang ditetapkan.

b. Aturan Anjuran Utama


Merupakan aturan yang disusun menurut kaidah umum pengaturan teknis bangunan
dan lingkungan dengan sasaran terciptanya desain kawasan dengan arahan tampilan
bangunan dan lingkungan yang berkualitas. Aturan ini bersifat mengikat dan
dianjurkan untuk ditaati/diikuti.
Aturan ini antara lain meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Komposisi peruntukan lahan


Arahan bentuk, dimensi, gubahan dan perletakan dari suatu bangunan serta
komposisi bangunan.
Sirkulasi kendaraan.
Sirkulasi pejalan kaki.
Ruang terbuka dan tata hijau.
Perletakan dan rencana papan informasi pertandaan (signage), pagar dan
pembatas.
Utilitas bangunan dan lingkungan.

Prinsip-prinsip penetapan aturan anjuran utama adalah:


1.
2.
3.
4.

Berorientasi pada pengaturan teknis bangunan dan lingkungan demi


tercapainya integrasi keseluruhan bagian kawasan perencanaan;
Berorientasi pada aspek kemampuan daya dukung dari lokasi setempat, bukan
pada aspek tuntutan kebutuhan;
Berorientasi pada efektivitas pemanfaatan ruang yang ada, prediksi kontinuitas
pelaksanaan program, kemungkinan fleksibilitas perancangan serta peluang
manfaat yang akan dicapai (opportunity).

c. Aturan Anjuran
Merupakan aturan yang disusun menurut kesepakatan desain yang disesuaikan
dengan visi kawasan dan para pemangku kepentingan terkait sehingga bersifat
mengikat serta dianjurkan untuk ditaati atau diikuti.
Aturan ini meliputi:
1.
2.
3.

Kualitas lingkungan, meliputi organisasi fungsi, kaitan fungsi, sirkulasi pejalan


kaki mikro dan sirkulasi moda transportasi.
Kualitas visual, meliputi estetika, gubahan bentuk, kinerja arsitektural, tata
informasi (signage), bahan/material dan warna bangunan.
Kualitas lingkungan, meliputi pencahayaan, sirkulasi udara, tata hijau dan
ruang terbuka,kepentingan umum dan aspek sosial-budaya.

Prinsip-prinsip penetapan Aturan Anjuran adalah:


1.
2.

3.

Berorientasi pada hasil kesepakatan bersama seluruh pemilik dan pemegang


hak atas tanah
Melibatkan pertimbangan peran masyarakat dan mengakomodasikan aspirasi
berbagai pihak termasuk masyarakat pengguna dan pemangku kepentingan,
yang dijaring dari mekanisme berbagai partisipasi masyarakat untuk
mendapatkan keputusan terbaik, seperti melalui uji publik, kesepakatan desain
secara publik, review desain secara publik dan pendapat tim ahli.
Berorientasi pada efektivitas pemanfaatan ruang yang ada, prediksi kontinuitas
pelaksanaan program, kemungkinan fleksibilitas perancangan serta peluang
manfaat yang akan dicapai (opportunity).

Keluaran
Panduan rancangan tata bangunan dan lingkungan rawan bencana longsor yang memenuhi
kaidah dan persyaratan tata bangunan lingkungan kawasan rawan bencana.
Langkah 5
Perumusan Rencana Investasi
Rencana Investasi disusun berdasarkan dokumen rencana tata bangunan dan lingkungan
yang memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses
pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan. Rencana ini
menjadi rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi
dan besaran biaya suatu program penataan ataupun sekaligus menjadi tolak ukur
keberhasilan investasi.
Secara umum rencana investasi mengatur tentang besaran biaya yang dikeluarkan dalam
suatu program penataan kawasan dalam suatu kurun waktu tertentu, tahapan
pengembangan serta peran dari masing-masing pemangku kepentingan
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan investasi adalah sebagai
berikut:
(1) Program bersifat jangka menengah, minimal untuk kurun waktu 5 (lima) tahun, serta
mengindikasikan investasi untuk berbagai macam kegiatan, yang meliputi: tolok
ukur/kuantitas pekerjaan, besaran rencana pembiayaan, perkiraan waktu pelaksanaan
dan kesepakatan sumber pendanaannya.
(2) Meliputi investasi pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah daerah/pusat (dari
berbagai sektor), dunia usaha/swasta dan masyarakat.
(3) Menjelaskan pola-pola penggalangan pendanaan, kegiatan yang perlu dilakukan
khususnya oleh pemerintah daerah setempat, sekaligus saran/alternatif waktu
pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.
(4) Menjelaskan tata cara penyiapan dan penyepakatan investasi dan pembiayaan,
termasuk menjelaskan langkah, pelaku dan perhitungan teknisnya.

(5) Menuntun para pemangku kepentingan dalam memperoleh justifikasi kelayakan


ekonomi dan usulan perencanaan lingkungan dengan memisahkan jenis paket berjenis
cost recovery, non cost recovery dan pelayanan publik.
Keluaran
Rencana investasi penanganan penanganan kawasan rawan bencana longsor .
Langkah 6
Perumusan Rencana Pengendalian
Ketentuan pengendalian rencana bertujuan:
(1) Mengendalikan berbagai rencana kerja, program kerja maupun kelembagaan kerja
pada masa pemberlakuan aturan dalam rencana tata bangunan dan lingkungan serta
pelaksanaan penataan suatu kawasan.
(2) Mengatur pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam mewujudkan rencana
tata bangunan dan lingkungan pada tahap pelaksanaan penataan bangunan dan
lingkungan.
Pengendalian rencana disusun sebagai bagian proses penyusunan rencana tata bangunan
dan lingkungan yang partisipatif. Pengendalian Rencana menjadi alat mobilisasi peran
masing-masing pemangku kepentingan pada masa pelaksanaan atau masa pemberlakuan
rencana tata bangunan dan lingkungan sesuai dengan kapasitasnya dalam suatu sistem
yang disepakati bersama dan berlaku sebagai rujukan bagi para pemangku kepentingan
untuk mengukur tingkat keberhasilan kesinambungan pentahapan pelaksanaan
pembangunan.
Arahan pengendalian meliputi:
(1) Penetapan rencana dan indikasi program pelaksanaan dan pengendalian pelaksanaan,
termasuk kesepakatan wewenang dan kelembagaan.
(2) Penetapan paket kegiatan pelaksanaan dan pengendalian jangka menengah.
(3) Penyiapan pelibatan dan pemasaran paket pembangunan untuk setiap pemangku
kepentingan.
(4) Identifikasi dan penyesuaian aspek fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kepentingan
dan tanggung jawab para pemangku kepentingan.
(5) Penetapan persyaratan teknis masing-masing aspek (fisik, sosial dan ekonomi),
perencanaan pelaksanaan dan pengendalian di lapangan.
Keluaran
Rencana pengendalian tata bangunan dan lingkungan kawasan rawan bencana longsor
yang memenuhi kaidah dan persyaratan tata bangunan lingkungan kawasan rawan bencana.

3.3. Konsultasi Publik


Maksud dari kegiatan konsultasi publik ini adalah untuk menyampaikan informasi
mengenai rencana tata bangunan dan lingkungan kawasan rawan longsor yang telah
disusun TP-KK kepada khalayak umum, khususnya kepada seluruh warga desa/kelurahan,
unsur pemerintahan desa/kelurahan, unsur pemerintahan daerah dan pemangku
kepentingan lainnya dan lain-lainnya untuk mendapatkan masukan-masukan bagi
penyempurnaan rencana, integrasi rencana serta menggalang komitmen pemerintah daerah
dan pemangku kepentingan lainnya dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor.
Tujuan dari kegiatan konsultasi publik adalah sebagai berikut:
(1) Mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait
(2) Menyempurnakan rumusan rencana tata bangunan dan lingkungan mencerminkan
kearifan lokal
(3) Sinkronisasi dan channeling
(4) Menyepakati rencana tata bangunan dan lingkungan kawasan rawan bencana longsor
sebagai rencana tindak penanganan kawasan
(5) Mendorong terusunnya rancangan peraturan daerah tentang rencana tata bangunan dan
lingkungan kawasan rawan bencana longsor
Sasaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Pemerintah kabupaten/kota (termasuk dinas terkait)


Pemerintah kecamatan
Pemerintahan desa (pemdes dan BPD)
Warga desa setempat
Warga desa lain terkait
BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten/Kota
Lembaga/unsur perwakilan pelaksana program desa setempat
Kelompok peduli kebencanaan

Keluaran
(1)
(2)
(3)
(4)

Masukan dari pemangku kepentingan


Keterpaduan dan channeling kegiatan
Penyepakatan rencana tata bangunan dan lingkungan kawasan rawan bencana longsor
Komitmen/pernyataan penyusunan peraturan daerah tentang tata bangunan dan
lingkungan kawasan rawan bencana longsor

3.4. Penyempurnaan Rencana


Penyempurnaan rencana tindak penanganan atau rencana tata bangunan dan lingkungan
kawasan rawan bencana longsor merujuk pada hasil konsultasi publik.

Tujuan
(1). Menyempurnakan rencana tindak berdasarkan hasil konsultasi publik
(2). Tersedianya rencana tindak yang disepakati dan disahkan oleh seluruh pemangku
kepentingan setempat
Langkah
(1). Konsolidasi rumusan rencana tindak dan hasil konsultasi publik
(2). Rembug pengesahan rencana tindak
(3). Penandatanganan rencana tindak oleh masyarakat dan pemerintah daerah
Keluaran
Rencana tindak yang disahkan oleh BKM, Pemdes, BPBD dan Bappeda Kabupaten/kota

BAB IV
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN

4.1. Verifikasi Kegiatan


Pada dasarnya dalam rangkaian kegiatan pelaksanaan REKOMPAK-JRF adalah proses
lebih lanjut terhadap suatu usulan program dan kegiatan dalam dokumen RPP dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Kelayakan program (program yang berkaitan dengan PRB)


Kelayakan fungsi (fungsi dari usulan kegiatan)
Kelayakan manfaat (manfaat usulan bagi warga)
Kelayakan teknis (secara teknis bisa dilaksanakan)
Kelayakan biaya (besaran biaya realistis atau besaran investasi sebanding dengan
manfaat)
(6) Kelayakan waktu (pelaksanaan kegiatan tidak membutuhkan waktu yang lama)
Sebagaimana dengan rencana kegiatan lainnya, maka keputusan kelayakan kegiatankegiatan yang tertuang dalam rencana tata bangunan dan lingkungan kawasan rawan
bencana longsor harus melalui verifikasi. Ketentuan dan mekanisme verifikasi mengikuti
Tata Cara Verfikasi Usulan Kegiatan REKOMPAK-JRF.

4.2. Penyusunan Detil Engineering Design (DED)


Pelaksanaan penyusunan DED berdasarkan rancangan tata bangunan dan lingkungan
kawasan yang telah dibuat dan ditetapkan. Penyusunan DED kawasan rawan bencana
longsor mencakup beberapa tahapan kegiatan.
Langkah 1
Persiapan
Survei, pengumpulan data dan informasi lapangan (termasuk penelitian tanah sederhana
dan pengukuran lahan).
Keluaran
Data eksisting lokasi penanganan kawasan rawan bencana longsor
Langkah 2
Penyusunan Pra Rencana
Menyiapkan rencana tapak (site plan), pra rencana prasarana dan sarana serta utilitas
kawasan, prakiraan biaya dan wujud kawasan.

Keluaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Konsep pendekatan rancangan


Gambar rencana desain tapak
Gambar pra rencana (denah, tampak dan potongan)
Penjelasan jenis kegiatan, volume dana prakiraan sementara biaya
Informasi tentang perijinan prasarana dan sarana serta utilitas kawasan dari instansi
terkait

Langkah 3
Penyusunan Rencana Detil
Menyiapkan gambar-gambar detil, rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), rincian volume
pekerjaan dan rencana jadwal pelaksanaan.
Keluaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Gambar-gambar kerja/detil perencanaan DED


Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS) yang berisi syarat-syarat umum pekerjaan,
syarat-syarat administrasi pekerjaan dan persyaratan teknis.
Rincian rencana anggaran biaya (RAB) yang meliputi jenis pekerjaan, volume, harga
satuan, analisa harga satuan pekerjaan serta rekapitulasinya.
Metode dan rencana pelaksanaan kegiatan rinci
Usulan operasi dan pemeliharaan (O dan P) prasarana, sarana dan utilitas

4.3. Penyusunan Kajian Dampak Lingkungan dan Sosial


Pelaksanaan kajian dampak sosial dan lingkungan mengacu pada Pedoman Operasional
Umum REKOMPAK-JRF dan berbagai aturan rujukannya, antara lain Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 17/MENLH/2001 tentang ANDAL dan Keputusan
Menteri PU Nomor 481/KPTS/1996 tentang UKL dan UPL.

4.4. Penyiapan Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL)


Pada dasarnya DTPL atau dokumen teknis pembangunan lingkungan permukiman yang
mutlak harus dipersiapkan dalam rangka pengajuan dana bantuan lingkungan
REKOMPAK-JRF. Oleh karena itu, pelaksanaan penyiapan DTPL kawasan rawan
bencana longsor ini mengikuti tata cara yang telah diatur dalam REKOMPAK-JRF.

4.5. Pengajuan dan Penyaluran BDL


Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa DTPL adalah dokumen teknis
pembangunan lingkungan permukiman yang mutlak harus dipersiapkan dalam rangka
pengajuan dana bantuan lingkungan REKOMPAK-JRF. Pelaksanaan pangajuan dan
penyaluran dana, khususnya yang bersumber dari dana hibah REKOMPAK-JRF mengikuti
mekanisme penyaluran BDL sebagaimana yang dituangkan pada Bab VI.

4.6. Pelaksanaan Pembangunan


Langkah 1
Sosialisasi Tingkat Desa
Sebelum pelaksanaan kegiatan pembangunan maka harus dilaksanakan sosialisasi di
tingkat desa. Kegiatan sosialisasi tingkat desa diselenggarakan oleh BKM/TPK
bekerjasama dengan pemerintah desa/kelurahan.
Sosialisasi tingkat desa ini dimaksudkan:
(1)

(2)
(3)

Memberikan informasi kepada warga mengenai rencana pelaksanaan penataan


kawasan rawan bencana longsor yang mencakup rencana pelaksanaan kegiatan, baik
kegiatan konstruksi maupun non konstruksi.
Mendorong peran serta warga dalam pelaksanaan pelaksanaan kegiatan
Memfasilitasi penyepakatan kontrak sosial pelaksanaan kegiatan

Tujuan:
(1)
(2)

Warga desa mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai rencana


pelaksanaan penataan kawasan rawan bencana longsor .
Warga desa menyepakati untuk mendukung dan berperan serta dalam proses
pelaksanaan kegiatan

Sasaran
Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan,
kelompok peduli pengurangan risiko
bencana lainnya (tagana dll) dan warga
desa/kelurahan lainnya.
Keluaran
Berita acara kesepakatan dukungan dan peran serta masyarakat atau berita acara kontrak
sosial.
Langkah 2
Pelaksanaan Konstruksi
Pelaksanaan berdasarkan dokumen teknis yang telah ada dan beberapa tambahan serta
perubahannya (apabila dibutuhkan), termasuk ketentuan tenis lainnya yang berlaku. Secara
garis besar pelaksanaan kegiatan konstruksi meliputi:
(1)
(2)
(3)

Pembentukan panitia pembangunan (PP) oleh BKM/TPK.


Pemeriksaan dan penilaian dokumen untuk pelaksanaan konstruksi, baik dari segi
kelengkapan maupun kebenarannya.
Penyusunan rencana kerja, yang meliputi jadwal pelaksanaan, pengadaan bahan,
pengadaan peralatan dan tenaga kerja. Mekanisme pangadaan bahan dan alat

mengikuti tata cara yang telah diatur dalam Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa
REKOMPAK-JRF.
(4) Persiapan kegiatan di lapangan
(5) Penyiapan gambar pelaksanaan (shop drawing) untuk pekerjaan yang memerlukan.
(6) Melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan rencana, termasuk penyiapan
lahan penanganan kawasan rawan bencana longsor .
(7) Melaksanakan pelaporan pelaksanaan konstruksi yang meliputi laporan harian,
mingguan bulanan, kemajuan pekerjaan, persoalan yang timbul/dihadapi dan surat
menyurat serta dokumentasi setiap pelaksanaan pekerjaan.
(8) Membuat gambar yang sesuai dengan pelaksanaan di lapangan (as built drawing).
(9) Melaksanakan perbaikan atas kerusakan yang terjadi pada tahap pemeliharaan.
(10) Melakukan serah terima pekerjaan.
(11) Pengurusan perijinan, antara lain IMB dan lain-lain.
Keluaran
(1)
(2)

Bangunan rumah, prasarana, sarana dan utilitas yang sesuai dengan dokumen teknis
Dokumen pelaksanaan meliputi: as built drawing, laporan, foto-foto dokumentasi,
surat-menyurat, berkas perijinan dan lain-lainnya.

Langkah 3
Pasca Konstruksi
Pada dasarnya kegiatan pasca konstruksi ada dua hal yaitu pengendalian dan pengelolaan.
Kegiatan pengendalian ini mencakup pengendalian keseluruhan kawasan, termasuk
pengendalian terhadap pengaturan kawasan yang telah disepakati dan ditetapkan. Kegiatan
pengelolaan terkait dengan operasi dan pemeliharaan aset yang ada.
Secara garis besar kegiatan pengelolaan terbagi menjadi dua kegiatan pokok yaitu:
(1) Kegiatan yang bersifat fisik
Kegiatan fisik berupa penanganan bangunan, pemanfaatan, pemeliharaan, perawatan,
atau penyediaan prasarana, sarana dan utilitas
(2) Kegiatan yang bersifat non fisik
Kegiatan non fisik berupa aktivitas sosial, ekonomi, budaya, pengembangan institusi
pengelola dan lain-lain.
Ketentuan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana mengikuti ketentuan yang telah
diatur dalam Pedoman Tata Cara Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Desa REKOMPAKJRF dan berbagai aturan lainnya.

BAB V
TATA PERAN PELAKU

5.1. Organisasi Pelaksana Tingkat Desa/Kelurahan


Tata peran organisasi pelaksana tingkat desa/kelurahan dalam pelaksanaan penanganan
kawasan rawan bencana longsor , baik dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan
pemantauan dan evaluasi adalah sebagai berikut:
(1). Pemerintah Desa/Kelurahan
a.

b.
c.
d.

e.
f.
g.

h.

i.

j.

k.

Pemerintah desa/kelurahan berkewajiban memfasilitasi pelaksanaan kegiatan


penanganan kawasan rawan bencana longsor di wilayahnya sesuai dengan peran,
tugas dan fungsinya.
Pemerintah desa/kelurahan bersama dengan BKM/TPK melaksanakan konsultasi
penanganan kawasan rawan bencana longsor kepada pemerintah daerah
Pemerintah desa/kelurahan bersama dengan BKM/TPK dan pemerintah daerah
membentuk Tim Penyiapan Kajian Kawasan (TP-KK)
Bersama dengan BKM/TPK menjamin peran pemerintahan desa/kelurahan
dalam memfasilitasi pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana longsor di
desa/kelurahannya.
Bersama dengan BKM/TPK menjamin peran aktif TIP, PP, relawan serta warga
dalam pelaksanaan review RPP
Bersama BKM/TPK memfasilitasi TP-KK dalam pelaksanaan sosialisasi dan
rembug warga selama pelaksanaan kajian kawasan rawan bencana longsor
Bersama BKM/TPK menjamin peran aktif TIP, PP, relawan serta warga dalam
pelaksanaan penyusunan rencana tindak penanganan kawasan atau rencana tata
bangunan dan lingkungan kawasan rawan bencana longsor.
Bersama BKM/TPK menjamin bahwa peran serta aktif warga yang tinggal di
kawasan rawan bencana longsor dalam setiap tahapan pelaksanaan penataan
kawasan rawan bencana longsor
Bersama BKM/TPK menjamin bahwa warga kawasan rawan bencana longsor
berhak atas bantuan BDL berdasarkan hasil perumusan kebutuhan penanganan
kawasan rawan bencana longsor
Bersama BKM/TPK menjamin terlaksananya prinsip-prinsip demokratisasi,
partisipatori, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan penanganan
kawasan rawan bencana longsor
Pemerintah desa berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan fasilitasi
penanganan kawasan rawan bencana kepada camat/bupati setempat.

(2). BKM/TPK
a.
b.
c.
d.
e.

f.

g.

h.
i.

j.
k.

BKM/TPK bersama dengan pemerintahan desa melaksanakan konsultasi


penanganan kawasan rawan bencana longsor kepada pemerintah daerah
BKM/TPK bersama dengan pemerintahan desa dan pemerintah daerah
membentuk Tim Penyiapan Kajian Kawasan (TP-KK)
BKM/TPK menjamin peran aktif TIP, PP, relawan serta warga dalam
pelaksanaan review RPP
BKM/TPK memfasilitasi TP-KK dalam pelaksanaan sosialisasi dan rembug
warga selama pelaksanaan kajian kawasan rawan bencana longsor
BKM/TPK menjamin peran aktif TIP, PP, relawan serta warga dalam
pelaksanaan penyusunan rencana tindak penanganan kawasan atau rencana tata
bangunan dan lingkungan kawasan rawan bencana longsor.
BKM/TPK menjamin bahwa peran serta aktif warga yang tinggal di kawasan
rawan bencana longsor dalam setiap tahapan pelaksanaan penataan kawasan
rawan bencana longsor
BKM/TPK menjamin bahwa warga kawasan rawan bencana longsor berhak atas
bantuan BDL berdasarkan hasil perumusan kebutuhan penanganan kawasan
rawan bencana longsor
BKM/TPK berkewajiban membentuk PP dalam pelaksanaan kegiatan
penanganan kawasan
BKM/TPK menjamin terlaksananya prinsip-prinsip demokratisasi, partisipatori,
transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan penanganan kawasan rawan
bencana longsor
BKM/TPK bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan BDL dalam rangka penanganan kawasan rawan longsor
BKM/TPK berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan penanganan
kawasan rawan bencana sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
pelaksanaan REKOMPAK-JRF.

(3). TP-KK
a.
b.

c.

d.

e.
f.

TP-KK bertanggungjawab kepada pemerintah daerah dalam melaksanakan


peran, tugas dan fungsinya
TP-KK menjamin bahwa seluruh proses pelaksanaan peran, tugas dan fungsinya
selalu bekerjasama dengan BKM/TPK/ TIP, PP dan pemerintahan
desa/kelurahan
TP-KK menjamin bahwa seluruh rangkaian pelaksanaan kegiatan penanganan
kawasan rawan bencana longsor berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip
demokratisasi, partisipatori, transparansi dan akuntabilitas
TP-KK berkewajiban melaksanakan kajian kawasan rawan bencana longsor
secara terbuka dan partisipatoris dengan keluaran berupa rencana tata ruang
kawasan rawan bencana longsor sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan
TP-KK berkewajiban melaksanakan review RPP bersama BKM/TPK, TIP, PP
dan relawan
TP-KK berkewajiban melaksanakan serangkaian sosialisasi hasil kajian
kawasan rawan bencana longsor

g.

h.

i.
j.
k.

l.

TP-KK berkewajiban menyusun rencana penataan kawasan rawan bencana


longsor desa/kelurahan secara terbuka dan partisipatoris dengan keluaran berupa
rencana tindak penanganan kawasan atau rencana tata bangunan dan lingkungan
kawasan rawan bencana longsor sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan
TP-KK berkewajiban memfasilitasi pelaksanaan intervensi penanganan kawasan
rawan bencana longsor berdasarkan rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan kawasan.
TP-KK berkewajiban melaksanakan konsultasi publik bagi penyempurnaan
rencana-rencana yang telah disusun.
TP-KK berkewajiban melaksanakan monitoring dan evaluasi intervensi
penanganan kawasan rawan bencana longsor
Dalam melaksanakan peran, tugas dan fungsinya TP-KK wajib melakukan
koordinasi dan konsultasi kepada pemerintah daerah dan pemangku kepentingan
lainnya.
TP-KK berkewajiban menyusun dan menyampaikan laporan kepada pemerintah
daerah dengan tembusan kepada BKM/TPK dan pemerintahan desa.

(4). Panitia Pembangunan (PP)


a.
b.
c.
d.

e.

f.
g.
h.

i.
j.

k.
l.

PP bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemanfaatan BDL yang bersumber

dari REKOMPAK-JRF.
PP wajib memastikan bahwa pemanfaatan BDL sesuai dengan ketentuanketentuan yang diatur dalam REKOMPAK-JRF
PP mempertangungjawabkan pelaksanaan pemanfaatan BDL kepada BKM/TPK
Dalam melaksanakan kewajibannya PP wajib membuat catatan pelaksanaan
pekerjaan, mengerjakan surat menyurat, melaksanakan pembukuan atas dana
yang dikelola (buku kas, buku belanja material dan upah, buku BOP) dan
laporan keuangan bulanannya.
Dalam melaksanakan kewajibannya PP wajib membuat usulan rencana
pembelanjaan kepada BKM/TPK sebagai pengelola dana, mengatur pertemuan
warga dll.
Dalam melaksanakan kewajibannya PP melakukan survei harga barang dan
sumber-sumbernya untuk efisiensi serta belanja barang sesuai kebutuhan.
PP wajib memastikan bahwa barang yang dibeli selain resmi dan berkualitas
baik juga berkwitansi.
PP wajib melaksanakan koordinasi pelaksanaan desain perencanaan dengan
berkonsultasi kepada pendamping dan memastikan bahwa proses desain berjalan
sesuai rencana dengan menghasilkan hasil sesuai kaidah teknisnya.
PP berkewajiban menyusun laporan dan menyampaikan laporan tersebut kepada
BKM.
PP wajib memastikan pelaksanaan pekerjaan fisik hasil desain, serta memastikan
bahwa pelaksanaan pekerjaan akan susuai dengan desain dan aturan lainnya
yang ada.
PP wajib mengatur penggunaan BDL sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak
melanggar negative list yang diberikan pada pedoman ini.
Mengatur dan konsekuen pada jadwal pelaksanaan pekerjaan fisik BDL.

5.2. Organisasi Pemerintah dan Non Pemerintah


Dalam rangka pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana longsor yang transparan,
partisipatif dan akuntabel, dilibatkan beberapa organisasi (instansi) pemerintah dan non
pemerintah untuk memberikan masukan bagi pelaksanaan penanganan kawasan rawan
bencana longsor, baik dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan pemantauan dan
evaluasi.
(1) Organisasi Pemerintah.
a.

Dinas Pekerjaan Umum (PU)


Memberikan arahan tentang perencanaan teknis bangunan rumah hunian dan
prasarana lingkungan serta peningkatan kualitas lingkungan (pemukiman dengan
bantuan rumah dari Rekompak JRF atau permukiman padat/kumuh);

b.

Dinas Tata Kota/Perumahan


Memberikan arahan tentang peruntukan lahan penanganan kawasan rawan
bencana longsor dan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan penataan
bangunan dan lingkungan peruntukan lahan yang diijinkan untuk perumahan;

c.

Dinas Perijinan
Memberikan arahan untuk pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan
rekomendasi insentif;

d.

Dinas Kesehatan
Memberikan arahan untuk aspek berkaitan dengan kualitas kesehatan masyarakat,
contoh: Persampahan, MCK dan lain-lain;

e.

Badan Pertanahan Nasional (BPN)


Memberikan arahan dalam rangka pengukuran kavling dan penerbitan sertifikat
tanah dan bangunan di area penanganan kawasan rawan bencana longsor sebagai
tempat hunian baru bagi warga yang di penanganan kawasan rawan bencana
longsor dari kawasan rawan bencana;

f.

Kecamatan
Memberikan arahan dan membantu dari sisi administrasi Pemerintahan yang
terkait dengan program penanganan kawasan rawan bencana longsor ;

g.

Program/Proyek Pendukung dnn Mitra bagi REKOMPAK-JRF:


Program-program pembangunan prasarana dan sarana dari program donor lainnya
yang dapat diintegrasikan dan saling mendukung dalam rangka penanggulangan
risiko rawan bencana.

(2) Organisasi Non Pemerintah.


a.

Akademisi/Perguruan Tinggi
Memberikan arahan didalam pelaksanaan kajian pada kawasan rawan bencana
maupun rencana kawasan area penanganan kawasan rawan bencana longsor,
menjadi pendamping, narasumber dan peneliti untuk kegiatan program
penanganan kawasan rawan bencana longsor .

b.

LSM/Organisasi Peduli Lingkungan


Memberikan arahan tentang pelestarian lingkungan pada kawasan rawan bencana
maupun kawasan tujuan penanganan kawasan rawan bencana longsor, menjadi
pendamping, advokasi, pendukung, narasumber untuk berbagai kegiatan dalam
rangka pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana longsor pada kawasan
rawan bencana.

c.

Sponsor/Donor
Memberikan dukungan pendanaan bagi upaya pengkajian,
pembangunan rumah hunian dan prasarana lingkungan.

d.

penelitian,

Perorangan dan Lainnya


Memberikan dukungan dan bantuan khusus. penanganan kawasan rawan bencana
banyak menarik perhatian pihak-pihak dan kelompok peduli dari berbagai profesi
dan disiplin ilmu.

5.3. Organisasi Pemantauan dan Evaluasi


Pelaksanaan pemantauan terhadap proses penanganan kawasan rawan bencana longsor
selain dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat juga dilakukan pemantauan sesuai
prosedur proyek yang dilakukan oleh organisasi dan instansi yang mempunyai wewenang
melakukan pemantauan dan evaluasi atas proses pelaksanaan penanganan kawasan rawan
bencana longsor.
Adapun organisasi yang melakukan pemantauan sebagai berikut:
a.

Bappeda dan Dinas Tata Kota/Perumahan


Melakukan pemantauan terhadap tata guna lahan untuk kawasan penanganan kawasan
rawan bencana longsor, apakah masih sesuai dengan ketentuan dengan tata guna lahan
pada Rencana Tata Ruang yang sudah ditetapkan melalui perda atau diperlukan
adanya arahan perencanaan untuk dilakukan penyesuaian-penyesuaian namun yang
tidak substansial sehingga tidak bertentangan dengan peraturan yang ada;

b.

Dinas Lingkungan Hidup


Melakukan pemantauan terhadap pelestarian lingkungan untuk kawasan rawan
bencana yang mendapatkan program penanganan kawasan rawan bencana longsor,
termasuk penanganan yang dilakukan untuk penyelamatan lingkungan diantaranya
dengan penanaman vegetasi dan beberapa alternatif pelestarian lingkungan.

Pemantauan pelestarian lingkungan dilakukan juga pada kawasan yang menjadi tujuan
area penanganan kawasan rawan bencana longsor.
c.

Dengan dibukanya lahan baru untuk rumah hunian dan pengembangan prasarana
lingkungan diharapkan tidak banyak berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan
utamanya pengendalian terhadap pemakaian air tanah, pencemaran limbah rumah
tangga, dsb. Diharapkan dengan pemantauan yang dilakukan oleh lembaga yang
berwenang akan didapat satu pola pengelolaan lingkungan yang memadai dan dapat
meminimalisasi permasalahan-permasalahan lingkungan yang selalu ada pada setiap
pembukaan lahan baru untuk permukiman.

d.

Dinas Kesehatan
Pemantauan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan lebih kepada hal-hal yang bersifat
preventif untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Pola pemantauannya
lebih kepada Pola Hidup Bersih dan Sehat yang dilakukan masyarakat utamanya
untuk pemanfaatan sanitasi dan drainase lingkungan.

e.

Dinas Perijinan
Dinas Perijinan melakukan pemantauan terhadap persyaratan-persyaratan yang
diperlukan didalam penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Dinas Perijinan
didalam melakukan pemantauan bekerjasama dengan Dinas Tata Kota dan Badan
Pertanahan Nasional.

f.

Badan Pertanahan Nasional (BPN)


Badan Pertanahan Nasional melakukan pemantauan khusus untuk pasca pemindahan
penduduk ke area penanganan kawasan rawan bencana longsor , yaitu pada proses
penerbitan sertifikat tanah untuk area penanganan kawasan rawan bencana longsor
sebagai tempat hunian baru bagi penduduk yang di penanganan kawasan rawan
bencana longsor dari kawasan rawan bencana.

Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi selain dilakukan oleh organisasi dan instansi
seperti tersebut diatas, masyarakat juga dapat ikut serta secara aktif berpatisipasi sehingga
dengan adanya partisipasi masyarakat didalam pemantauan akan didapat hasil pemantauan
yang transparan dan akuntabel.
Dokumen hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana
longsor akan dipertanggungjawabkan kepada publik, pemerintah dan donor lainnya yang
terlibat didalam pelaksanaan dan pembiayaan penanganan kawasan rawan bencana
longsor.

BAB VI
MEKANISME PENYALURAN BDL

6.1. Penyaluran BDL Putaran Pertama


Langkah 1
Menyusun Dokumen Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL)
(1)
(2)
(3)

(4)
(5)
(6)
(7)

BKM/TPK dengan difasilitasi oleh tim fasilitator menyusun DTPL secara


partisipatif.
PP menyiapkan DED setiap kegiatan rehab-rekon lingkungan.
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan koordinasi lintas sektor, arahan
teknis dari dinas terkait dan pekerjaan yang tidak sederhana maka DED pekerjaan
tersebut harus mendapatkan ijin/persetujuan dari dinas terkait.
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang kompleks dan/atau nilai pekerjaan lebih dari Rp.
100 juta maka harus mendapatkan persetujuan NMC.
Menyusun rencana kerja pelaksanaan rehab-rekon lingkungan termasuk rencana
pengadaan bahan.
Menyusun rencana penggunaan BDL per tahap.
Mengkonsolidasi hasil pada butir (1), (2), (3) dan (4) di atas menjadi DTPL

Langkah 2
Menilai Kelayakan DTPL
(1)
(2)
(3)
(4)

Setelah mendapatkan kesepakatan warga, BKM/TPK menyerahkan DTPL kepada


DMC untuk dinilai kelayakannya.
DMC memeriksa DTPL yang diterima dari BKM/TPK dan menandatanganinya
setelah dinilai layak.
Untuk DTPL dengan nilai lebih dari Rp. 250 juta sampai dengan Rp. 500 juta harus
mendapatkan persetujuan NMC.
DTPL yang telah disetujui oleh NMC dan/atau DMC, disampaikan kembali kepada
BKM/TPK dan PJOK untuk menjadi dasar pembuatan Surat Perjanjian Pemberian
Bantuan (SPPB).

Langkah 3
Membuka Rekening BKM/TPK
Bagi BKM/TPK yang belum memiliki rekening bank, maka diwajibkan untuk membuka
rekening atas nama BKM/TPK pada bank terdekat yang akan digunakan untuk
menampung dana hibah, dengan 3 spesimen penandatanganan untuk penarikan dana. Tiga
spesimen tersebut merupakan unsur BKM/TPK yang disepakati oleh warga.

Langkah 4
Menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB)
Berdasarkan DTPL yang telah disetujui oleh NMC dan/atau DMC, selanjutnya PJOK
bersama BKM/TPK menandatangani SPPB, yang antara lain memuat jumlah dana hibah
BDL, nama BKM/TPK dan alamatnya, tahapan pembayaran, nomor rekening bank, hak
dan kewajiban serta sanksi masing-masing pihak.
Langkah 5
Mendaftarkan BKM/TPK dan Penetapan DIPH
(1)
(2)
(3)

(4)

Berdasarkan SPPB yang telah ditandatangani, BKM/TPK mendaftarkan diri sebagai


penerima dana hibah kepada DMC.
DMC mengirim Daftar Usulan Penerima Hibah kepada Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) kabupaten/kota untuk diteruskan kepada SNVT PBL Provinsi
SNVT PBL Provinsi memeriksa kebenarannya dan kemudian menetapkan Daftar
Usulan Penerima Hibah tersebut menjadi Daftar Induk Penerima Hibah (DIPH)
untuk kemudian disampaikan / dikirim kepada Bank Induk Provinsi
Bank Induk Provinsi mendistribusikan Daftar Penerima Hibah kepada Bank
Kantor Cabang (online) terdekat dengan BKM/TPK yang telah ditetapkan sebagai
Bank Koresponden

Langkah 6
Pengiriman Nama dan Spesimen Tanda Tangan ke Bank Pembayar
SNVT PBL Provinsi menetapkan contoh tanda tangan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
kabupaten/kota
dan DMC yang berwenang menandatangani Surat Permohonan
Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Pembayaran (SPB) dan mengirimkannya kepada
Bank Mandiri. Apabila terjadi pergantian PPK atau team leader DMC, maka perlu
dilakukan pembaharuan ketetapan nama dan tanda tangan yang ditetapkan oleh SNVT
PBL Provinsi tersebut, kemudian menyerahkannya ke Bank Mandiri.
Langkah 7
Penyaluran dan Pencairan BDL
(1)
(2)
(3)

(4)

(5)

Sesuai dengan termin pembayaran pada SPPB-BDL, BKM/TPK membuat Surat


Permohonan Pembayaran (SPP) untuk diserahkan kepada PJOK
PJOK memeriksa SPP yang diterima dari BKM/TPK. Setelah dinilai memenuhi
ketentuan maka PJOK menandatangani dan meneruskan SPP tersebut kepada DMC
DMC melakukan verifikasi SPP. Untuk SPP yang dinilai layak, oleh DMC
ditandatangani dan dikirim kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Kabupaten/Kota.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kabupaten/Kota memeriksa kebenarannya
dan kemudian menandatangani SPB untuk selanjutnya disampaikan ke Bank Mandiri
Kabupaten/Kota (Bank Koresponden) untuk diproses pencairannya.
Sebelum dilakukan pencairan, Bank Mandiri memverifikasi keabsahan SPB, dan
apabila sudah sesuai, selanjutnya melakukan pemindahbukuan/transfer ke rekening
BKM/TPK sejumlah dana sebagaimana tercantum pada SPB

(6)

BKM/TPK dapat mencairkan dana dari rekening BKM/TPK secara bertahap


berdasarkan rencana penggunaan dana (RPD) yang disetujui oleh fasilitator dan
DMC.
Bagan 1
Alur Penyaluran dan Pencairan BDL

DIRJEN CIPTA
KARYA
DPU

BANK
MANDIRI
PUSAT

PKS

KPN
PROVINSI

SP2D 1b

SPM
LS- 1a

BANK
INDONESIA

KESEPAKATAN PELAKSANAAN

SATKER
PROVINSI

KCP
BANK MANDIRI
BANK INDUK PROV.

DIPH 2d

REKENING
INDUK
PROVINSI

LAPORAN BULANAN
USULAN
DIPH 2c

DISTRIBUSI
DIPH 2e
KARTU CONTOH TTD BKM DAN DMC 1c

PPK
KAB/KOTA

SPB 3d
USULAN
DIPH 2b

KC
BANK MANDIRI
BANK KORESPONDEN

ON LINE
TRANSFER
3e

SPB 3c

DMC

REKENING PENERIMA
HIBAH
SPP YG DISETUJUI 3b

2a

TIM
FASILITATOR

KC BANK PENERIMA
HIBAH

PJOK

SPPB

PENARIKAN TUNAI
/TRANSFER 3f
SPP 3a

BKM / TPK
PEMBUKAAN REKENING 1d

Keterangan Bagan Alir


Persiapan Penerima Bantuan Dana Lingkungan (BDL)
BDL - Fasilitator Re-Kompak membantu TPK/BKM membuat proposal berupa Dokumen
Teknis Pembangunan Lingkungan (DTPL).
Persiapan Pembayaran BDL
1a. Dalam rangka pengisian Rekening Induk yang akan digunakan untuk pembayaran
dana hibah, maka Kepala Satker Provinsi menerbitkan SPM-Ls kepada KPPN untuk
kebutuhan selama 3 (tiga) bulan
1b. KPPN menerbitkan SP2D kepada Kantor Bank Indonesia setempat untuk melakukan
pembayaran atas beban Rekening Khusus kepada Rekening Induk pada BANK
MANDIRI Bank Induk Provinsi
1c. Masing-masing PPK Kabupaten/Kota mengirimkan nama dan contoh tanda tangan
PPK dan DMC yang berwenang menandatangani SPB kepada Bank Koresponden di
wilayah masing-masing setelah sebelumnya ditetapan oleh Satker Provinsi.
1d. BKM/TPK membuka rekening tabungan atas nama BKM/TPK dengan tiga specimen
tanda tangan penarik dana. Rekening dapat dibuka di KC BANK MANDIRI
Koresponden, BANK MANDIRI (on-line) lain ataupun Bank lain.
Pendaftaran Penerima BDL
2a. PJOK menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB-BDL) dengan
BKM/TPK
2b. PJOK melalui DMC mengirim Daftar Usulan Penerima Hibah kepada Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Kabupaten/Kota
2c. PPK Kota/Kabupaten memeriksa dan kemudian meneruskan Daftar Usulan Penerima
Hibah kepada Satker Provinsi
2d. Kepala Satker Provinsi menetapkan dan mengirimkan Daftar Penerima Hibah
kepada Bank Induk Provinsi (salah satu KC BANK MANDIRI on-line di Ibukota
provinsi)
2e. Bank Induk Provinsi mendistribusikan Daftar Penerima Hibah kepada KC BANK
MANDIRI yang telah ditetapkan sebagai Bank Koresponden (salah satu KC BANK
MANDIRI on-line di kota ybs)
Proses Pembayaran BDL
3a. Sesuai dengan termin pembayaran pada SPPB-BDL, BKM/TPK membuat Surat
Permohonan Pembayaran (SPP) untuk diserahkan kepada PJOK.
3b. PJOK memeriksa, menandatangani dan meneruskan SPP yang disetujui kepada DMC.
3c. DMC melakukan verifikasi dan menilai kelayakan SPP. Berdasarkan SPP yang dinilai
layak tersebut, DMC menandatangani Surat Perintah Bayar (SPB) dan dikirim
kepada PPK Kota/Kabupaten.
3d. PPK Kota/Kabupaten menandatangani SPB yang telah ditandatangani DMC dan
Mengirimkannya kepada KC BANK MANDIRI yang menjadi Bank Koresponden.

3e. KC BANK MANDIRI Koresponden memverifikasi keabsahan SPB, dan selanjutnya


melakukan pemindahbukuan/transfer ke rekening BKM/TPK sejumlah dana
sebagaimana tercantum pada SPB.
3f. BKM/TPK dapat menarik dana dari rekening masing-masing sesuai kebutuhan.

6.2. Penyaluran BDL Putaran Lanjutan


Langkah-langkah penyaluran BDL Putaran Lanjutan adalah sebagai berikut:
Langkah 1
Evaluasi Hasil Pelaksanaan BDL Putaran Pertama
(1)

(2)

DMC melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan BDL putaran pertama dengan


menggunakan beberapa indikator penilaian misalnya hasil pekerjaan fisik
pelaksanaan BDL putaran sebelumnya, kinerja lembaga BKM/TPK, tingkat
partisipasi masyarakat, dan lain-lain (kriteria penilaian/evaluasi terdapat pada tata
cara terpisah dari tata cara ini).
Berdasarkan hasil evaluasi kinerja tersebut DMC menetapkan daftar desa yang layak
mengajukan BDL tahap berikutnya dan menginformasikannya kepada masingmasing desa agar dapat diteruskan untuk proses pengajuan BDL putaran berikutnya.

Langkah 2
Menyusun DTPL Putaran Lanjutan
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
Langkah 3
Menilai Kelayakan DTPL
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
Langkah 4
Menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB) Putaran Selanjutnya
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
Langkah 5
Mendaftarkan BKM/TPK Untuk Penerbitan DIPH Putaran Lanjutan
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
Langkah 6
Pengiriman Nama dan Spesimen Tanda Tangan ke Bank Pembayar
Selama tidak ada perubahan spesimen penanda tangan SPP/SPB (team leader DMC dan
PPK) langkah ini tidak diperlukan untuk tahap lanjutan.

Langkah 7
Penyaluran dan Pencairan BDL Putaran Lanjutan
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya

6.3. Persyaratan Pencairan BDL Putaran Pertama


Pada proses pencairan BDL Putaran Pertama harus dipenuhi dokumen-dokumen sebagai
berikut:
(1) Pencairan Termin I (40%):
a. Lembar Pengendalian dan Verifikasi
b. SPP/SPB
c. SPPB BDL Pertama (termasuk lampirannya yaitu: Persyaratan Umum SPPB dan
DTPL terkait yang telah disetujui oleh NMC dan/atau DMC untuk nilai BDL lebih
besar dari Rp. 250 juta)
d. Berita Acara Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan (BAPPUK)
e. Berita Acara Penarikan/Penggunaan Dana (BAPPD)
f. Kwitansi Bukti Pembayaran
g. Copy Buku Rekening BKM/TPK
h. Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) Termin I
(2) Pencairan Termin II (60%):
a. Lembar Pengendalian dan Verifikasi
b. SPP/SPB
c. Berita Acara Penarikan/Penggunaan Dana (BAPPD)
d. Copy Buku Rekening BKM/TPK
e. Laporan Penggunaan Dana (LPD) Termin I
f. Kwitansi Bukti Pembayaran
g. Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) Termin II

6.4. Persyaratan Pencairan BDL Putaran Lanjutan


Pada proses pencairan BDL Putaran Lanjutan harus dipenuhi dokumen-dokumen sebagai
berikut:
(1) Pencairan Termin I (40%):
a. Hasil Evaluasi Kinerja BKM
b. Lembar Pengendalian dan Verifikasi
c. SPP/SPB
d. SPPB BDL Putaran Lanjutan (termasuk lampirannya yaitu Persyaratan Umum
SPPB dan DTPL terkait yang telah disetujui NMC dan/atau DMC untuk nilai BDL
lebih besar dari Rp. 250 juta)
e. Berita Acara Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan (BAPPUK)
f. Berita Acara Penarikan/Penggunaan Dana (BAPPD)
g. Kwitansi Bukti Pembayaran
h. Copy Buku Rekening BKM/TPK

i. Laporan Pertanggung Jawaban Keuangan putaran sebelumnya (LPD Termin I dan


II) yang telah disetujui oleh DMC.
j. Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) Termin I Tahap Lanjutan
(2) Pencairan Termin II (60%):
a. Lembar Pengendalian dan Verifikasi
b. SPP/SPB
c. Berita Acara Penarikan/Penggunaan Dana (BAPPD)
d. Copy Buku Rekening BKM/TPK
e. Kwitansi Bukti Pembayaran
f. Laporan Penggunaan Dana (LPD) Termin I Dengan Verifikasi DMC
g. Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) Termin II

LAMPIRA N

TATA CARA
PENDAMPINGAN PENANGANAN RELOKASI

A. Latar Belakang
Sebagaimana yang tertuang dalam Pedoman Pendampingan Penanganan Kawasan Rawan
Bencana Longsor, Bentuk intervensi bagi penanganan kawasan rawan bencana longsor sangat
tergantung pada karakter, kekhususan dan kebutuhan penanganan kawasan. Beberapa bentuk
intervensi yang cukup relevan dengan penataan kawasan rawan bencana longsor antara lain
adalah:
(1)
(2)
(3)

Preservasi dan konservasi


Penguatan kawasan (Infill Development)
Relokasi

Penentuan dan penetapan bentuk intervensi kawasan ini pada dasarnya tergantung dari
arahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan, pendataan dan analisis
cermat serta visi dan misi penataan kawasan yang telah ditetapkan.
Mengingat bahwa beberapa desa/kelurahan sasaran REKOMPAK-JRF terletak di kawasan
rawan bencana longsor yang membutuhkan penanganan segera, maka dalam rangka
penanganan kawasan rawan bencana ini diperlukan pedoman pendampingan penanganan
kawasan rawan bencana longsor khusus dengan intervensi penanganan berupa relokasi, yaitu
pedoman pendampingan relokasi.

B. Pengertian
Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan
prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor
keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara
yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan. Relokasi dilakukan
dengan tetap mempertimbangkan tautan keseharian dan keberlanjutan yang dipindah dengan
segala kondisi fisik dan non fisik serta penduduk di tempat tujuan kepindahan

C. Maksud dan Tujuan


Maksud dari disusunnya tata cara ini adalah:
(1)
(2)

Memberikan panduan agar masyarakat dapat mengelaborasikan langkah-langkah


persiapan dan pelaksanaan kegiatan pendampingan relokasi secara partisipatif;
Memberikan arahan kepada masyarakat dalam menyusun rencana tindak penanganan
relokasi sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana;

(3)

(4)

Memberikan panduan kepada konsultan pendamping, masyarakat dan pemerintah


daerah dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan relokasi dari tahap persiapan hingga
ke tahap pelaksanaan;
Mendorong terwujudnya sinergi antar pemangku kepentingan setempat dalam
penyusunan rencana tindak penanganan relokasi dan implementasinya.

Tujuan dari tata cara ini adalah:


(1)
(2)
(3)

(4)

Mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran terhadap pentingnya relokasi


sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana di wilayahnya;
Mewujudkan masyarakat yang memiliki kapasitas dan kepedulian yang tinggi dalam
melakukan perencanaan penataan permukimannya;
Mewujudkan tata lingkungan permukiman yang sehat, aman dari risiko bencana dan
dalam pelaksanaannya mengedepankan prinsip partisipasi, demokrasi, transparansi,
akuntabilitas dan berkelanjutan, serta mengedepankan pendekatan pembangunan
berbasis nilai dan komunitas;
Meningkatkan kapasitas dan peran pemerintah daerah setempat dalam mengelola dan
mensinergikan rencana aksi daerah serta implementasi program pengurangan risiko
dan dampak bencana yang berbasis masyarakat.

D. Sasaran
Sasaran operasional
(1)

(2)

(3)
(4)
(5)

Terlaksananya kegiatan pendampingan relokasi melalui perencanaan dan implementasi


yang terorganisir berdasarkan aspirasi, cita-cita dan kebutuhan masyarakat serta
didukung penuh oleh kemitraan dan kerjasama pemerintah dengan para pemangku
kepentingan;
Terumuskannya rencana kegiatan pendampingan relokasi dalam upaya penataan
permukiman di lokasi-lokasi rawan bencana berdasarkan hasil kajian teknis, komitmen
masyarakat dan dukungan penuh pemerintah daerah setempat;
Terjadinya peningkatan kondisi kehidupan yang lebih layak;
Adanya peningkatan kesehatan dan sanitasi lingkungan yang cukup;
Terjadi peningkatan kondisi perekonomian pada satu tingkatan yang lebih baik dari
sebelumnya, minimal sama dengan kondisi sebelumnya.

Sasaran kelompok
(1)
(2)

(3)
(4)

(5)

Komunitas, yaitu BKM/TPK, Tim Inti Perencana (TIP) dan Panitia Pelaksana (PP);
Pemerintah desa/kelurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan
(LPMD/K), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD);
Pemerintah Kecamatan, Penanggung Jawab Operasional Kecamatan (PJOK) dan lainlain;
Walikota/Bupati, Dinas/Badan Terkait, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten/Kota, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) Kabupaten/Kota dan lain-lain;
Gubernur, Dinas/Badan Terkait, DPRD Provinsi, Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Provinsi, Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penataan Bangunan
dan Lingkungan (PBL) provinsi dan lain-lain;

(6)

Konsultan pendamping, mulai dari National Management Consultant (NMC), District


Management Consultant (DMC) sampai dengan fasilitator REKOMPAK-JRF.

E. Prinsip-Prinsip
Mempertimbangkan bahwa penerima dampak relokasi merupakan pihak yang dinilai rentan
(vulnerable person) maka dalam pelaksanaan relokasi harus mengikuti beberapa prinsip
penting. Beberapa prinsip-prinsip yang perlu mendapatkan perhatian dan menjadi
pertimbangan dalam pelaksanaan relokasi antara lain adalah sebagai berikut:
(1). Pemindahan sukarela (voluntary relocating)
Kegiatan pemindahan atau relokasi ini merupakan kegiatan pemindahan sukarela
berdasarkan kesadaran dan kesepakatan bersama untuk mengurangi risiko bencana,
khususnya bencana tanah longsor.
(2). Penerima dampak mendapatkan penghidupan yang setara atau lebih baik dari sebelum
relokasi.
Dalam hal ini penerima dampak relokasi harus mendapatkan akses sumber daya alam,
lahan, rumah dan infrastruktur, paling tidak mempunyai kualitas yang sama sehingga
mampu memulihkan, bahkan meningkatkan tingkat pendapatannya dalam periode
waktu yang signifikan.
(3). Penerima dampak mendapatkan kompensasi penuh selama proses transisi
Penerima dampak relokasi harus mendapatkan kompensasi, termasuk sejumlah
pendapatan yang hilang akibat pemindahan.
(4). Memimalisir kerusakan jaringan sosial dan peluang ekonomi
Sebaiknya lokasi relokasi tidak jauh dari lokasi asal sehingga tidak menimbulkan
perubahan yang cukup signifikan bagi siklus kehidupan penerima dampak relokasi,
termasuk diantaranya adalah jaringan sosial dan peluang ekonomi.
(5). Memberikan peluang pengembangan bagi penerima dampak
Penerima dampak harus menjadi pihak pertama yang mendapatkan manfaat dari setiap
setiap kegiatan relokasi termasuk kegiatan pembangunan dalam rangka relokasi.
(6). Demokratis, partisipatoris, terbuka dan akuntabel serta berkelanjutan
Setiap pelaksanaan kegiatan relokasi dilaksanakan secara demokratis, partisipatoris,
terbuka dan akuntabel serta memperhitungkan keberlanjutan kehidupan yang lebih
baik.

F. Lokasi Sasaran
(1). Lokasi Sasaran REKOMPAK-JRF
Kriteria penetapan desa/kelurahan sasaran REKOMPAK-JRF adalah sebagai berikut :
a.

Desa/kelurahan rawan bencana


Desa/kelurahan rawan bencana adalah desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat
permukiman di lokasi-lokasi dengan karakter yang memenuhi syarat teknis sebagai
lokasi rawan bencana longsor serta membutuhkan intervensi penanganan berupa relokasi.

b. Tingkat kerawanan bencana diukur dari:


1) Kondisi fisik lokasi dan tingkat kerawanannya, yang ditentukan dan ditetapkan
berdasarkan kajian kawasan.
2) Kondisi permukiman dan tingkat kepadatan penduduk serta ketersediaan
prasarana dan sarana pengurangan risiko bencana.
c. Terdapat lembaga lokal masyarakat yang disaratkan oleh REKOMPAK-JRF yakni Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM) untuk wilayah P2KP (PNPM Mandiri Perkotaan) atau
Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) untuk wilayah PPK (PNPM Mandiri Pedesaan).
(2). Lokasi Sasaran Pendampingan Relokasi
Lokasi sasaran kegiatan pendampingan relokasi adalah seluruh desa/kelurahan sasaran
REKOMPAK-JRF yang mempunyai potensi perlunya penanganan kawasan rawan bencana
berupa intervensi relokasi.

G. Komponen Bantuan
Bantuan yang akan disiapkan oleh REKOMPAK-JRF dalam mendukung terlaksananya
kegiatan pendampingan relokasi adalah sebagai berikut :
(1). Bantuan Dana Lingkungan (BDL)
Bantuan dana lingkungan dapat diperuntukan:
a.

Pembangunan Prasarana Dasar


REKOMPAK-JRF akan menyiapkan bantuan dana pembangunan infrastruktur di lokasi
rawan bencana sesuai usulan masyarakat yang tertuang dalam dokumen RPP dengan
mengacu pada hasil kajian serta telah dinyatakan lolos verifikasi yang dilakukan oleh
REKOMPAK-JRF. Bantuan dana pembangunan infrastruktur dimaksud menjadi bagian
integral dari BDL yang telah disiapkan untuk desa/kelurahan setempat.

b.

Kegiatan Relokasi
1) Jika di desa/kelurahan setempat masyarakat bersepakat mengusulkan adanya
relokasi maka REKOMPAK-JRF akan menyiapkan paket bantuan dana stimulan
untuk pelaksanaan kegiatan relokasi. Mekanisme penyaluran, pengelolaan dan
pertanggungjawaban dana bantuan ini mengikuti mekanisme yang diatur oleh
REKOMPAK-JRF. Bantuan dana stimulan ini disiapkan di luar paket BDL yang
diterima oleh desa setempat dan atau kebijakan yang akan diatur kemudian. Paket
bantuan dana stimulan ini diprioritaskan untuk kegiatan pemindahan dan
pembangunan rumah warga yang akan direlokasi dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Nilai bantuan stimulan adalah 15 juta per unit rumah dan atau ketetapan
besaran nilai bantuan per unitnya tersebut diputuskan melalui mekanisme
rembug warga dengan mempertimbangkan jenis rumah awal (permanen batu
atau tidak permanen kayu/bambu).

b) Rumah yang akan dibangun di lokasi relokasi memenuhi syarat teknis struktur
tahan gempa sebagaimana ketentuan yang berlaku.
c) Warga yang akan direlokasi adalah warga yang secara sukarela bersedia untuk
direlokasi dan bersedia berswadaya dengan memanfaatkan material bangunan
dari rumah sebelumnya dan atau berswadaya menyiapkan dana tambahan
sesuai batas kemampuan masing-masing.
2) Untuk pembangunan sarana prasarana di lokasi relokasi, REKOMPAK-JRF akan
menyiapkan bantuan dana sesuai dengan usulan masyarakat yang tertuang dalam
dokumen RPP dan telah dinyatakan lolos verifikasi yang dilakukan oleh
REKOMPAK-JRF. Bantuan dana pembangunan sarana prasarana di lokasi relokasi
menjadi bagian integral dari BDL yang telah disiapkan untuk desa/kelurahan
setempat.
(2). Bantuan Teknis
REKOMPAK-JRF akan menyiapkan bantuan pendampingan teknis dalam rangka
pengorganisasian dan penguatan kapasitas warga. Kegiatan pendampingan akan dilakukan
secara langsung oleh tim fasilitator dalam kendali DMC REKOMPAK-JRF. Tim Fasilitator
akan mendampingi desa/kelurahan yang ruang lingkup dampingannya akan ditentukan sesuai
kebutuhan.
Selain bantuan yang disiapkan oleh REKOMPAK-JRF sebagaimana di uraikan di atas,
masyarakat juga akan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah dan pemerintah
desa/kelurahan setempat berupa:
(3). Penyediaan Lahan Relokasi
Penyediaan lahan relokasi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.

b.

Lahan terletak di lokasi yang secara teknis aman dari ancaman bencana, memiliki
aksesibilitas sosial, ekonomi dan budaya, memiliki akses terhadap sumber air bersih
yang memadai, sehingga memberikan jaminan terhadap peningkatan kesejahteraan
kehidupan masyarakat dari kondisi yang sebelum relokasi.
Lahan tidak sedang dalam sengketa dan atau berpotensi disengketakan. Memiliki dasar
hukum yang jelas sesuai dengan ketentuan, peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.

(4). Penyediaan Utilitas Lingkungan


Pemerintah kabupaten/kota setempat akan menyediakan jaringan listrik, air bersih dan
telekomunikasi di lokasi permukiman relokasi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan atau sumber lainnya.
(5). Penyediaan Payung Hukum
Dalam rangka mengatur berbagai ketentuan terkait kegiatan relokasi secara komprehensif,
maka pemerintah akan menyiapkan seperangkat aturan yang dituangkan dan ditetapkan baik
di dalam peraturan desa (perdes) dan/atau peraturan daerah (perda).

H. Langkah-langkah
Langkah 1
Kajian Kawasan
Pelaksanaan rangkaian kegiatan dan pelaku kajian kawasan ini mengikuti sebagaimana yang
tertuang dalam Bab III Pedoman Pendampingan Penanganan Kawasan Rawan Bencana
Longsor.
Adapun keluaran (output) akhir yang paling utama dari kegiatan ini adalah:
(1). Rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor
(2). Rencana kerja tindak lanjut penanganan kawasan rawan bencana longsor berdasarkan
kesepakatan bentuk intervensi penanganannya.
Langkah 2
Penyusunan Rencana Relokasi
Kegiatan penyusunan rencana relokasi terdiri dari beberapa kegiatan yaitu:
a.

Pendataan

TP-KK bersama dengan BKM/TPK melaksanaan pendataan. Pendataan ini dimaksudkan


untuk mengumpulkan segala jenis informasi terkait dengan kegiatan relokasi yang diperlukan
untuk menyusun gambaran yang akurat mengenai profil kehidupan penerima dampak
relokasi. Data tersebut kemudian menjadi data dasar (baseline data) yang akan digunakan
untuk melakukan analisis dan penentuan ukuran kompensasi, kebutuhan rehabilitasi, alokasi
biaya dan waktu serta kegiatan monitoring dan evaluasi.
Tujuan
(1)
(2)

Teridentifikasinya profil kehidupan dan penghidupan penerima dampak relokasi segi


sosial, budaya, dan ekonomi
Teridentifikasinya profil fisik dan status penguasaan tempat tinggal asal

Keluaran
Data terkait dengan kawasan dan wilayah sekitarnya yang antara lain mencakup:
(1)

Kependudukan
Hal ini terkait dengan jumlah dan komposisi penerima dampak langsung maupun tidak
langsung, termasuk mana yang dikategorikan kelompok rentan dan mana yang tidak
rentan dll.

(2)

Kondisi sosial, budaya dan ekonomi


Yang perlu didata antara lain terkait dengan mata pencaharian, aset yang dipunyai
(yang bersifat produktif maupun tidak produktif), tingkat pendapatan dan pengeluaran
(termasuk pengeluaran untuk pelayanan air bersih, listrik dan pajak),
organisasi/kelompok sosial dan budaya yang relevan (formal maupun informal), peran

organisasi/kelompok sosial dan budaya, jaringan dan aksesbilitas sosial, budaya dan
ekonomi dll.
(3)

Kepemilikan lahan
Status kepemilikan lahan merupakan isu penting yang harus didata, khususnya terkait
hak, pajak dan warisan. Oleh karena itu juga harus didata mengenai hubungan status
kepemilikan dengan kepala keluarga dan gender.

(4)

Prasarana dan fasilitas


Kondisi fisik yang dimaksud adalah kondisi rumah, prasarana dan sarana lingkungan
permukiman.

(5)

Peta-peta
Peta ini diperlukan sebagai peta dasar untuk mendata penggunaan lahan, jaringan
pergerakan dan utilitas kawasan, menganalisis kecenderungan perubahan penggunaan
lahan dan pola pergerakan. Peta ini paling tidak memiliki tingkat informasi pada skala
1 : 1.000 dan memperlihatkan kondisi topografi (garis-garis kontur). Apabila belum
tersedia, harus dilakukan pengukuran dan pemetaan.

(6)

Foto-foto
Foto-foto kawasan perencanaan diperlukan untuk memberikan gambaran (ilustrasi)
tentang kondisi saat ini yang ada di kawasan perencanaan.

b.

Penyusunan Kriteria Penerima Bantuan

Yang dimaksud dengan kriteria penerima bantuan di sini adalah kriteria penerima dampak
yang layak (eligible beneficiaries) mendapatkan bantuan. Penyusunan kriteria penerima
bantuan ini sangat penting untuk perencanaan kegiatan lebih lanjut, termasuk perhitungan
kompensasi dan rehabilitasi kehidupan dan penghidupan serta rentang waktu pemberian
bantuan atau kompensasi. Sebelum itu, sebaiknya harus ditetapkan terlebih dahulu mengenai
definisi kepala keluarga untuk menghindari perbedaan pendapat dan pemahaman mengenai
kepala keluarga.
Dalam melaksanakan kegiatan ini, TP-KK dan BKM/TPK wajib memastikan bahwa
pelaksanaan kegiatan penyusunan kriteria ini dilaksanakan secara demokratis, partispatoris,
transparan dan akuntabel.
Tujuan
(1)
(2)

Warga bersama pemerintah desa/kelurahan dan pemerintah daerah menyepakati definisi


mengenai kepala keluarga
Warga bersama pemerintah desa/kelurahan dan pemerintah daerah menyepakati kriteria
penerima bantuan

Keluaran
(1). Berita acara kesepakatan definisi kepala keluarga
(2). Berita acara kriteria penerima bantuan

c.

Penilaian dan Penetapan Calon Penerima Bantuan

Setelah penyusunan kriteria penerima bantuan dilaksanakan maka selanjutnya dilakukan


penilaian/verifikasi kelayakan calon penerima bantuan. Penilaian ini dilaksanakan
berdasarkan kriteria yang telah disusun, disepakati dan ditetapkan. Dalam melaksanakan
kegiatan ini, TP-KK dan BKM/TPK wajib memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan ini
dilaksanakan secara demokratis, partisipatoris, transparan dan akuntabel.
Tujuan
(1). Warga bersama pemerintah desa/kelurahan melaksanakan penilaian/verifikasi terhadap
calon penerima bantuan berdasarkan kriteria yang telah disepakati
(2). Warga bersama pemerintah desa/kelurahan menyepakati jumlah dan daftar penerima
bantuan
Keluaran
(1)
(2)

Berita acara kesepakatan mengenai jumlah dan daftar penerima bantuan


Surat keputusan mengenai jumlah dan daftar penerima bantuan (jika memungkinkan
penetapan ini menggunakan surat keputusan bupati)

d.

Penyiapan Kelembagaan dan Payung Hukum

Penyiapan kelembagaan dan payung hukum bagi kegiatan relokasi ini sangatlah penting
untuk menjamin pelaksanaan kegiatan relokasi berjalan dengan baik, khususnya pemenuhan
prosedur administrasi resmi dan dukungan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan relokasi.
Prosedur administrasi resmi ini antara lain terkait dengan kepemilikan tanah, kepemilikan
rumah/hunian, status sosial dll.
Penyiapan kelembagaan dan payung hukum ini diantaranya adalah untuk menjamin hal-hal
sebagai berikut:
(1).
(2).
(3).
(4).
(5).
(6).
(7).
(8).
(9).

Terlaksananya penyusunan rencana dan pelaksanaan relokasi


Tersedianya biaya kegiatan relokasi
Adanya penilaian, negosiasi dan pembayaran kompensasi
Adanya pemecahan masalah status kepemilikan lahan dan rumah
Adanya prosedur yang jelas terkait persetujuan dan perijinan
Tersedianya mekanisme dan prosedur koordinasi dan komunikasi
Tersedianya prosedur pengaduan masyarakat dan advokasi
Tersedianya bantuan teknis
Tersedianya jaminan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang akan
dibangun
(10). Tersedianya rencana dan terlaksananya monitoring dan evaluasi

Tujuan
(1)
(2)

(3)

Tersedianya prosedur legal dalam penanganan relokasi


Tersedianya kerangka pembagian peran dan tanggungjawab antar pemangku
kepentingan, khususnya warga, pemerintah desa/kelurahan, pemerintah daerah,
pemerintah pusat (Kementerian PU), JRF serta pemangku kepentingan lainnya.
Tersedianya perangkat hukum terkait dengan penanganan relokasi

Keluaran
(1). Prosedur legal penanganan relokasi
(2). Tata peran pelaku
(3). Payung hukum
e.

Penyusunan Rencana Pemberian Kompensasi dan Rehabilitasi

Pada dasarnya kegiatan relokasi harus mampu menawarkan rencana detil prosedur dan
pengukuran kompensasi, termasuk kompensasi untuk setiap kepala keluarga,
komunitas/masyarakat dan pemangku kepentingan lain yang terkena dampak relokasi.
Kompensasi dan rehabilitasi ini dimaksudkan untuk memberikan penggantian dengan nilai
yang adil atas hilangnya aset dll sebagai sarana (antara lain) untuk merestorasi kehidupan dan
penghidupan, merekonstruksi jaringan sosial dan kompensasi masa transisi. Kegiatan ini juga
mencakup pelaksanaan program-program yang mendukung peningkatan standar hidup
penerima dampak.
Pelaksanaan pemberian kompensasi dan rehabilitasi ini paling tidak mencakup:
(1).
(2).
(3).
(4).
(5).
(6).
(7).
(8).
(9).
(10).
(11).

(12).
(13).
(14).

Kompensasi atas hilangnya tanah/lahan


Kompensasi atas hilangnya rumah/perumahan
Kompensasi atas kehilangan pendapatan
Kompensasi atas hilangnya prasarana dan sarana lingkungan
Program pelatihan-pelatihan (misalnya income generating) dan pengembangan
kelembagaan
Prosedur penilaian kompensasi (metodologi, tipe dan tingkat kompensasi sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku)
Prosedur negosiasi, penyelesaian sengketa dan arbitrasi
Pilihan-pilihan rencana relokasi berikut dengan rincian risiko yang akan diterima
Ukuran-ukuran pencegahan spekulasi tanah
Prosedur identifikasi dan penyiapan tapak relokasi untuk memastikan bahwa rencana
lokasi relokasi setara atau lebih baik dari tempat asal
Pengaturan kelembagaan dan payung hukum untuk pengaturan kegiatan sewa menyewa
(jika ada), balik nama dan rencana pembiayaanya sehingga penerima bantuan mampu
membayar.
Detil rinci dan pilihan-pilihan mengenai perumahan, prasarana dan sarana, pembiayan
serta rencana pelaksanaan pembangunan perumahan.
Kerangka pengelolaan hubungan sosial dengan penduduk setempat serta kerangka
prosedur pengelolaan konflik yang timbul
Fasilitas yang dibutuhkan yang dibutuhkan dalam lingkungan permukiman yang baru

Tujuan
(1). Tersedianya instrumen penilaian dan rencana kompensasi.
(2). Tersedianya rencana rehabilitasi (termasuk pilihan-pilihan rancangan site plan, rumah,
prasarana dan sarana lingkungan, kerangka kelembagaan dan payung hukum,
pembiayaan, pelatihan dll)
(3). Tersedianya prosedur pengelolaan konflik (conflict managament)
Keluaran
(1). Instrumen penilaian dan kompensasi
(2). Rencana rehabilitasi
(3). Prosedur pengelolaan konflik
Catatan: Pelaksanaan rehabilitasi, khususnya terkait dengan penyusunan rencana penataan
kawasan relokasi, mengikuti rangkaian kegiatan sebagaimana yang tertuang dalam Bab III
Pedoman Pendampingan Penataan Kawasan Rawan Bencana Longsor.
f.

Penyusunan Dampak Lingkungan dan Sosial

Dampak lingkungan dan sosial yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah dampak lingkungan
dan sosial yang muncul karena pelaksanaan kegiatan relokasi itu sendiri.
Lingkup kajian dampak ini mencakup:
(1)

(2)
(3)
(4)
(5)

Dampak dari program pembangunan perumahan, termasuk dampak kegiatan konstruksi


dan dampak jangka panjang dari kegiatan konstruksi, khususnya terkait dengan sumber
dan penggunaaan air bersih, sistem jaringan air limbah, drainase dan pengelolaan
limbah padat.
Dampak yang timbul terkait dengan penghuni relokasi dan ketersediaan sarana
lingkungan setempat (yang sudah ada sebelumnya)
Dampak yang timbul terkait dengan penghuni relokasi dengan penghuni setempat,
khususnya bagi yang dikategorikan rentan.
Dampak ketersediaan sumber alam setempat
Isu-isu kesehatan dan keselamatan yang muncul dalam rangka restorasi kehidupan dan
penghidupan

Tujuan
(1)
(2)

Teridentifikasinya kemungkinan dampak-dampak yang timbul selama proses relokasi.


Tersedianya skenario pengurangan risiko yang muncul akibat munculnya dampak

Keluaran
(1)
(2)

Dokumen kajian dampak lingkungan dan sosial


Rencana pengurangan risiko akibat dampak

Langkah 3
Konsultasi Publik
Maksud dari kegiatan konsultasi publik ini adalah untuk menyampaikan informasi mengenai
rencana relokasi yang telah disusun TP-KK kepada khalayak umum, khususnya kepada
seluruh warga desa/kelurahan, unsur pemerintahan desa/kelurahan, unsur pemerintahan
daerah dan pemangku kepentingan lainnya dan lain-lainnya untuk mendapatkan masukanmasukan bagi penyempurnaan rencana, integrasi rencana serta menggalang komitmen
pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan relokasi.

Tujuan dari kegiatan konsultasi publik adalah sebagai berikut:


(1)
(2)
(3)
(4)

Mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait


Menyempurnakan rumusan rencana relokasi
Sinkronisasi dan channeling
Menyepakati rencana relokasi sebagai bagian dari rencana tindak pengurangan risiko
bencana
(5) Mendorong tersusunnya rancangan peraturan daerah tentang rencana relokasi
Sasaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Pemerintah kabupaten/kota (termasuk dinas terkait)


Pemerintah kecamatan
Pemerintahan desa (pemdes dan BPD)
Warga desa setempat, khususnya penerima bantuan
Warga desa lain terkait
BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten/Kota
Lembaga/unsur perwakilan pelaksana program desa setempat
Kelompok peduli kebencanaan

Keluaran
(1)
(2)
(3)
(4)

Masukan dari pemangku kepentingan


Keterpaduan dan channeling kegiatan
Penyepakatan rencana relokasi
Komitmen/pernyataan penyusunan peraturan daerah relokasi

Langkah 4
Penyempurnaan Rencana
Penyempurnaan rencana relokasi merujuk pada hasil konsultasi publik.
Tujuan
(1). Menyempurnakan rencana relokasi berdasarkan hasil konsultasi publik
(2). Tersedianya rencana relokasi yang disepakati dan disahkan oleh seluruh pemangku
kepentingan setempat

Langkah
(1). Konsolidasi rumusan rencana relokasi dan hasil konsultasi publik
(2). Rembug pengesahan rencana relokasi
(3). Penandatanganan rencana oleh masyarakat dan pemerintah daerah
Keluaran
Rencana relokasi yang disahkan oleh BKM, Pemdes, BPBD dan Bappeda Kabupaten/kota
Langkah 5
Pelaksanaan Pembangunan
Pembangunan yang dimaksud di sini adalah pelaksanaan pembangunan perumahan dan
kawasan/lokasi relokasi. Prosedur pelaksanaan pembangunan ini mengikuti tahapan
sebagaimana yang tertuang dalam Bab IV Pedoman Pendampingan Penanganan
Kawasan Rawan Bencana Longsor.
Langkah 6
Monitoring dan Evaluasi
BKM/TPK bersama pemerintah desa/kelurahan dan TP-KK berkewajiban melaksanakan
kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan relokasi. TP-KK sebagai penanggung
jawab pelaksanaan relokasi berkewajiban melaksanakan monitoring dan evaluasi secara
intensif.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini TP-KK berkewajiban menyusun laporan
secara berkala dan menyampaikannya kepada pemerintah daerah, pemerintah desa dan
BKM/TPK.
Tujuan
(1)
(2)

Tersedia laporan berkala.


Terlaksananya kegiatan relokasi sesuai rencana

Keluaran
(1)
(2)
(3)

Laporan Mingguan
Laporan Bulanan
Laporan Akhir

Lampiran - 2

TABEL PEMBIAYAAN RELOKASI


NO
I
a.
b.
c.
II
a.
b.
c.
d.
e.
III
a.
b.
c.
d.
e.
f.

DESKRIPSI
Pembebasan Tanah
Tanah
Bangunan Rumah
Fasilitas Rumah
Persiapan /Penunjang
Sensus Penduduk
Pengukuran Tanah
Pengukuran Bangunan
Pematokan Sempadan
Biaya Administrasi
Pelaksanaan
Site plan
Pelatihan
Pematangan lahan untuk Kasiba
Pembangungan rumah dan prasarana
Pembangunan sarana layanan sosial
Sertifikasi tanah

TOTAL

AREA RELOKASI
BLOK A (..Ha)
BLOK B (..Ha)
BLOK C (..Ha)

BIAYA

Lampiran 3

TABEL BIAYA KOMPENSASI UTK RESPONDER YANG TERKENA PEMBEBASAN TANAH


NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dst

NO
PERSIL

DESA/
KELURAHAN

RT/RW

ALAMAT

NAMA KEPALA
KELUARGA

STATUS
RUMAH

STATUS
TANAH

LUAS
TANAH

LUAS
BANGUNAN

UTILITAS
DLL

TOTAL NILAI
KOMPENSASI TANAH
& BANGUNAN

Lampiran 4

TABEL SKENARIO KOMPENSASI UTK RESPONDER YG TERKENA PEMBEBASAN TANAH

NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Dst

NO
PERSIL

DESA/
KELURAHAN

RT/RW

ALAMAT

NAMA PEMILIK
(BERDASAR PBB)

LUAS
TANAH

LUAS
BANGUNAN

UTILITAS DLL

TOTAL NILAI
KOMPENSASI TANAH
& BANGUNAN

Lampiran 5

TABEL SKENARIO KOMPENSASI UTK YG BUKAN RESPONDER TERKENA PEMBEBASAN TANAH.

NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Dst

NO
PERSIL

DESA/
KELURAHAN

RT/RW

ALAMAT

NAMA PEMILIK
(BERDASAR PBB)

LUAS
TANAH

LUAS
BANGUNAN

UTILITAS DLL

TOTAL NILAI
KOMPENSASI TANAH
& BANGUNAN

Lampiran 6

TABEL DAFTAR RESPONDER YANG AKAN MENDAPATKAN KOMPENSASI


NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
dst

NO
PERSIL

DESA/
KELURAHAN

RT/RW

ALAMAT

NAMA KEPALA
RUMAH TANGGA

STATUS
RUMAH

STATUS
TANAH

LUAS
TANAH

LUAS
BANGUNAN

TOTAL NILAI
KOMPENSASI

Anda mungkin juga menyukai