PENDAMPINGAN PENANGANAN
KAWASAN RAWAN BENCANA
LONGSOR REKOMPAK JRF
KATA PENGANTAR
Salah satu tahapan penting kegiatan Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan
Permukiman Berbasis Masyarakat (REKOMPAK-JRF) adalah penyusunan Rencana Penataan
Permukiman (RPP)/Community Settlement Plan (CSP) yang berorientasi pada pengurangan
risiko bencana. Dari RPP/CSP tersebut bisa diketahui adanya desa/kelurahan di wilayah
sasaran REKOMPAK-JRF berada pada kawasan yang mempunyai ancaman bencana longsor
sehingga perlu segera ditangani secara khusus melalui Pendampingan Kawasan Rawan
Bencana Longsor (PKRBL) dengan memberikan alternatif kegiatan relokasi sukarela
(voluntary resettlement).
Wilayah sasaran REKOMPAK-JRF yang kawasannya terancam bencana longsor tersebar di 10
kecamatan di Provinsi Jawa Tengah, 4 kecamatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) dan 2 kecamatan Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 4 kecamatan di Kabupaten Bantul
Provinsi DIY yang mempunyai ancaman bencana longsor sangat tinggi akan ditangani
secara khusus melalui kegiatan percontohan Pendampingan Kawasan Rawan Bencana
Longsor. Proses penanganannya mengacu pada perundangan dan peraturan yang berlaku
terutama Undang-undang RI No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Peraturan
Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan; Permen PU
No. 22 tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.
Pendampingan kepada warga yang tinggal di kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten
Bantul Provinsi DIY merupakan pelaksanaan kegiatan dari RPP/CSP desa/kelurahan yang
bersangkutan. RPP/CSP tersebut telah menggambarkan kondisi eksisting, peta kerusakan,
analisis isu-isu kerusakan lingkungan, rencana infrastruktur, rencana fasilitas dan utilitas
permukiman, rencana pengelolaan lingkungan dan sosial serta rencana tindak menghindari
bencana dan upaya antisipasi yang akan memudahkan warga untuk menghindar dan
melakukan evakuasi jika terjadi bencana akan menjadi acuan dasar dalam memberikan
alternatif kegiatan relokasi sukarela kepada warga.
Agar penanganan relokasi sukarela bisa berjalan efektif, maka perlu disiapkan Pedoman
Pendampingan Kawasan Rawan Bencana Longsor (PPKRBL) sebagai arahan dan acuan bagi
masyarakat, pemerintah daerah dan para Pendamping Komunitas REKOMPAK-JRF sesuai
dengan peran, tugas dan fungsinya.
Akhir kata, semoga pedoman ini dapat menjadi pegangan didalam pelaksanaannya.
Jakarta, Oktober 2010
Direktur Jenderal Cipta Karya
Budi Yuwono.
NIP. 110020173
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
DAFTAR BAGAN
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Landasan Hukum
1.3. Acuan Implementasi
1.4. Maksud dan Tujuan
1.5. Sasaran
1.6. Pendekatan dan Prinsip-prinsip Dasar
1.7. Pengertian
iii
v
vi
vi
1
2
2
3
3
4
5
9
11
PERENCANAAN KAWASAN
3.1. Penentuan Kawasan Perencanaan
3.2. Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
3.3. Konsultasi Publik
3.4. Penyempurnaan Rencana
15
16
27
27
29
29
30
30
30
31
33
36
37
BAB VI
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tata Cara Pendampingan Penanganan Relokasi
Lampiran 2 Tabel Pembiayaan Relokasi
Lampiran 3 Tabel Biaya Kompensasi Untuk Responder Terkena
Pembebasan Tanah
Lampiran 4 Tabel Skenario Kompensasi Untuk Responder Terkena
Pembebasan Tanah
Lampiran 5 Tabel Skenario Kompensasi Untuk Bukan Responder
Terkena Pembebasan Tanah
Lampiran 6 Tabel Daftar Responder Yang Mendapatkan
Kompensasi
38
43
44
44
APBD
BAPPD
BAPPUK
BDL
BKM
BPBD
BPD
DED
DIPH
DMC
DPRD
DTPL
IMB
JR F
KDB
KDH
KK
KLB
LPD
LPMD/K
NMC
P2KP
PBL
Perda
Perdes
PJM
PJOK
PNPM
PP
PPK
PRB
RAB
RAP
RDTRK
Rekompak
RKS
RPD
RPJMD
RPP
RT
RTBL
RTRK
RKT L
RTRW
RUTRK
RW
SKPD
SNVT
SPB
SPP
SPPB
TA
TIP
TPK
DAFTAR BAGAN
41
BAB I
PENDAHULUAN
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(2)
(3)
(2)
(3)
(4)
(2)
(3)
(4)
1.5. Sasaran
Sasaran operasional
(1)
(2)
(3)
Sasaran kelompok
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(2)
(2)
(3)
(4)
(5)
Akuntabilitas;
Mengajak semua pelaku untuk mampu mempertanggung-jawabkan tugas dan
tindakannya kepada publik.
Demokrasi.
Mengajak semua pelaku untuk mendengar dan mempertimbangkan kepentingan
pihak lain dalam pengambilan keputusan bersama yang diwujudkan dalam:
Kesepakatan aturan main;
Semua keputusan harus didasarkan atas aturan main yang disepakati bersama.
Menerima perbedaan dan keterbatasan masing-masing;
Dalam semua pola pembangunan partisipatif harus dapat diterima adanya berbagai
perbedaan dan juga keterbatasan dari masing-masing pelaku sehingga dapat dicari
solusi yang paling tepat.
Mengutamakan membangun kapasitas lokal;
Prinsip ini sudah harus ada dibenak semua pelaku utamanya pelaku eksternal
bahwa yang akan dibangun adalah kapasitas masyarakat setempat.
Mengutamakan kepentingan yang paling tinggi risiko terhadap bencana;
Mengutamakan konteks lokal;
Upaya rehabilitasi ini tidak boleh lepas dari konteks lokal.
Mengutamakan kolaborasi;
Menjunjung tinggi nilai kolaborasi dan menghindarkan persaingan yang dapat
menjurus ke perpecahan.
Mengutamakan musyawarah;
Musyawarah harus menjadi mekanisme utama dalam menyelesaikan suatu
persoalan sebagai ciri utama kedewasaan manusia.
Mengutamakan kemandirian;
Semua upaya yang dilakukan harus menekankan tumbuhnya kemandirian
masyarakat setempat dan harus dihindarkan dari upaya-upaya yang dapat
menciptakan ketergantungan masyarakat.
Menggunakan sumber daya eksternal secara arif;
Sumberdaya eksternal harus disadari sebagai bantuan sesaat sehingga harus
digunakan secara efektif dan efisien.
1.7. Pengertian
Dalam pedoman ini yang dimaksud:
(1)
(2)
Bencana longsor adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam berupa tanah longsor.
(3)
Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah
miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena
pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi.
(4)
Gerakan tanah adalah proses perpindahan masa tanah atau batuan dengan arah
tegak, mendatar, miring dari kedudukan semula, karena pengaruh gravitasi, arus air
dan beban.
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana;
(10) Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat;
(11) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,
serta pemulihan prasarana dan sarana;
(12) Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal
dunia akibat bencana;
(13) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana;
(14) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pasca bencana;
(15) Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana;
(16) Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum;
(17) Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari
tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak
buruk bencana;
(18) Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan
BNPB, adalah lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
(19) Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD,
adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan
bencana di daerah.
(20) Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
(21) Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buat.
(22) Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
(23) Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
(24) Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
(25) Kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan lindung atau kawasan budi daya
yang meliputi zona-zona berpotensi longsor.
(26) Kawasan strategis provinsi/kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh penting dalam lingkup
provinsi/kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
(27) Klasifikasi tipe zona berpotensi longsor adalah pengelompokan tipe-tipe zona
berpotensi longsor berdasarkan tingkat kerawanannya yang menghasilkan tipe-tipe
zona dengan tingkat kerawanan tinggi, sedang, dan rendah.
(28) Preservasi dan konservasi adalah upaya pelestarian yang dilakukan pada seluruh
kondisi struktur lingkungan dan ruang eksisting di kawasan rawan bencana baik yang
bersifat permanen maupun temporal. Pada lingkup kawasan rawan bencana,
preservasi dapat berupa proteksi terhadap kawasan yang memiliki potensi rawan
bencana guna meningkatkan kualitas lingkungan alami.
(29) Penguatan kawasan (Infill Development) adalah pembangunan sisipan, merupakan
pembangunan suatu area dengan menyisipkan satu atau lebih komponen fisik sebagai
fungsi-fungsi penunjang tertentu pada suatu kawasan/lingkungan rawan bencana
dengan mempertimbangkan kontekstualitasnya fungsi dan kualitas lingkungan
eksisting, dengan maksud memperkuat/memperbaiki kulitas lingkungan dan kawasan
yang bersangkutan sehingga aman bagi aktivitas di dalamnya.
(30) Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan
prasarana penunjang aktivitas tersebut dari satu tempat ke tempat lain guna
mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap
memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan
binaan di tempat tujuan. Relokasi dilakukan dengan tetap mempertimbangkan tautan
keseharian dan keberlanjutan yang dipindah dengan segala kondisi fisik dan non fisik
serta penduduk di tempat tujuan kepindahan
BAB II
KAJIAN KAWASAN RAWAN BENCANA
LONGSOR
2.1. Persiapan
Langkah 1
Konsultasi Pemerintah Daerah
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan kajian kawasan rawan bencana longsor, BKM/TPK
bekerjasama dengan pemerintahan desa/kelurahan harus melaksanakan konsultasi terlebih
dahulu kepada pemerintah daerah, khususnya kepada lembaga atau dinas-dinas terkait,
antara lain badan perencanaan daerah, dinas pekerjaan umum, BPBD dan bagian
pemerintahan desa.
Konsultasi ini dimaksudkan untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta peran serta
masyarakat dalam penataan ruang kawasan rawan bencana longsor serta untuk mengakses
sumber daya yang ada berupa dukungan komitmen, kebijakan dan program dari
pemerintah daerah.
Tujuan
(1) Mendapatkan informasi terkait dengan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang pada kawasan rawan bencana longsor;
(2) Mewujudkan peran serta masyarakat dalam penataan ruang kawasan rawan bencana
longsor;
(3) Memperoleh arahan dan dukungan komitmen, kebijakan dan program bagi
pelaksanaan kajian kawasan rawan bencana longsor dari pemerintah daerah.
Keluaran
(1) Arahan pelaksanaan kajian rawan bencana longsor;
(2) Komitmen, kebijakan dan program pemerintah untuk mendukung pelaksanaan kajian
kawasan rawan bencana longsor.
Langkah 2
Pembentukan Tim Penyiapan Kajian Kawasan (TP-KK)
Tim penyiapan kajian kawasan rawan bencana longsor sebaiknya terdiri dari unsur
pemerintah kabupaten/kota, khususnya satuan kerja perangkat daerah (SKPD), unsur
pemerintahan desa/kelurahan, BKM/TPK, TIP, PP, kelompok perempuan, relawan,
setempat, khususnya dinas tata ruang, dinas pekerjaan umum dan BPBD. Hal ini, untuk
menjamin pelaksanaan review RPP terlaksana secara memadai dan berhasil guna
sebagaimana yang diharapkan maka perlu didukung dengan pedoman pelaksanaan review
RPP.
Tujuan
(1) Untuk mengidentifikasi profil dan rencana penanganan kawasan rawan bencana
longsor;
(2) Untuk mengidentifikasi konsep dasar dan program penanganan kawasan rawan
bencana longsor;
(3) Untuk menilai kelayakan konsep dasar dan program penanganan kawasan rawan
bencana longsor.
Beberapa hal yang perlu ditinjau dalam dokumen RPP paling tidak mencakup hal-hal
sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
Keluaran
(1) Hasil review RPP
(2) Berita acara kesepakatan hasil review RPP
2.1. Pelaksanaan
Langkah 1
Kajian Kawasan Rawan Bencana Longsor
Apabila dari hasil review RPP menunjukkan bahwa rencana penanganan kawasan rawan
bencana longsor yang tertuang dalam RPP dinilai belum layak untuk menjadi acuan
pelaksanaan, maka TP-KK harus melaksanakan kajian kawasan rawan bencana longsor
secara cepat.
Kajian ini dapat dilakukan secara mandiri selingkup desa/kelurahan maupun terintegrasi
dengan desa/kelurahan lainnya, dan/atau memanfaatkan hasil kajian kawasan yang sudah
ada dengan merujuk pada dokumen-dokumen rencana penataan wilayah, ruang maupun
kawasan yang terkait. Namun demikian, mengingat keterbatasan kapasitas dan
kewenangan TP-KK dalam pengaturan pemanfaatan dan pengendalian ruang kawasan
bencana, maka TP-KK wajib menyampaikan dan mengkonsultasikan kegiatan serta
menyampaikan hasil kajian kepada pemerintah daerah setempat melalui lembaga/SKPD
terkait yang berwenang dalam pengaturan pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana di
wilayahnya.
Pelaksanaan rinci kegiatan kajian mengikuti Permen PU No. 22 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor. Selanjutnya hasil kajian di atas, akan menjadi
dasar bagi pelaksanaan penyusunan dan pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana
longsor.
Keluaran
(1) Rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor
(2) Dokumen penetapan rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor oleh
pemerintah daerah
Langkah 2
Sosialisasi Tingkat Desa
Rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor yang telah ditetapkan oleh pemangku
kewenangan setempat harus disosialisasikan kepada warga seluruh desa/kelurahan. Dalam
hal pelaksanaan kegiatan sosialisasi di tingkat desa/kelurahan, BKM/TPK bersama
pemerintahan desa/kelurahan wajib memfasilitasi TP-KK dalam pelaksanaan sosialisasi
rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor.
Sosialisasi tingkat desa ini dimaksudkan:
(1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai profil kawasan rawan bencana
longsor kepada warga desa/kelurahan.
(2) Memberikan fasilitasi bagi warga desa/kelurahan dalam meningkatkan kesadaran dan
komitmen dalam pengelolaan pengurangan risiko bencana longsor
(3) Memberikan fasilitasi warga desa/kelurahan dalam mengali gagasan dan peran serta
warga dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor.
Tujuan
(1) Warga desa mempunyai kesadaran kritis, pengetahuan dan pemahaman mengenai
profil kawasan rawan bencana longsor.
(2) Warga desa menyepakati komitmen, gagasan dan perannya dalam penanganan
kawasan rawan bencana longsor.
Sasaran
Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan,
kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan pemangku
kepentingan tingkat desa lainnya.
Keluaran
Berita acara kesepakatan awal terhadap mengenai komitmen, gagasan dan peran serta
masyarakat dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor tingkat desa/kelurahan.
Langkah 3
Sosialisasi Tingkat Basis (Dusun)
Kegiatan sosialisasi di tingkat dusun diselenggarakan oleh BKM/TPK bekerjasama dengan
unsur pemerintahan desa/kelurahan serta kepala dusun. Sosialisasi tingkat dusun ini
sebaiknya tidak hanya dilaksanakan di wilayah dusun yang terletak pada zona kawasan
rawan bencana longsor atau yang berpotensi terkena dampak langsung saja, melainkan ke
seluruh dusun yang ada di kawasan bencana atau berpotensi terkena dampak langsung
bencana.
Sosialisasi tingkat dusun ini dimaksudkan:
(1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai profil kawasan rawan bencana
longsor kepada warga dusun.
(2) Memberikan fasilitasi bagi warga dusun dalam meningkatkan kesadaran dan
komitmen dalam pengelolaan pengurangan risiko bencana longsor
(3) Memberikan fasilitasi warga dusun dalam mengali gagasan dan peran serta warga
dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor.
Tujuan
(1) Warga tingkat dusun mempunyai kesadaran kritis, pengetahuan dan pemahaman
mengenai profil kawasan rawan bencana longsor.
(2) Warga tingkat dusun menyepakati komitmen, gagasan dan perannya dalam
penanganan kawasan rawan bencana longsor.
Sasaran
Seluruh warga dusun, baik dari unsur RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan dan
kelompok warga lainnya tingkat di tingkat dusun.
Keluaran
Berita acara kesepakatan awal terhadap mengenai komitmen, gagasan dan peran serta
masyarakat dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor di tingkat dusun.
Langkah 4
Rembug Kesepakatan Warga
Setelah BKM/TPK dan TIP memfasilitasi dan melaksanakan kegiatan sosialisasi mengenai
tata ruang kawasan rawan bencana longsor, selanjutnya hasil dari rangkaian sosialisasi
tersebut dibawa ke rembug kesepakatan warga di tingkat desa untuk menyepakati
komitmen, gagasan dan peran serta warga dalam penanganan kawasan rawan bencana
longsor. Rembug kesepakatan warga ini dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran dan
meneguhkan komitmen warga desa secara bersama-sama melaksanakan tindak penanganan
kawasan rawan bencana longsor.
Dalam melaksanakan rembug kesepakatan warga ini BKM/TPK harus bekerjasama
dengan TP-KK, pemerintahan desa/kelurahan serta pemerintah daerah.
Rembug kesepakatan warga ini dimaksudkan:
(1) Membangun kesepakatan warga desa/kelurahan terhadap komitmen, gagasan dan
peran serta dalam penanganan kawasan rawan bencana longsor dalam bentuk
kontrak sosial
(2) Memfasilitasi warga desa/kelurahan untuk menyepakati tim RKTL penanganan
kawasan rawan bencana longsor
Tujuan
(1) Warga menyepakati komitmen, gagasan dan peran serta dalam penanganan kawasan
rawan bencana longsor.
(2) Warga menyepakati RKTL penanganan kawasan rawan bencana longsor
Sasaran
Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan,
kelompok peduli pengurangan risiko bencana lainnya (tagana dll) dan unsur pemerintah
daerah setempat.
Keluaran
(1) Berita acara kontrak sosial penanganan kawasan rawan bencana longsor
(2) Berita acara kesepakatan RKTL penanganan kawasan rawan bencana longsor.
BAB III
PERENCANAAN KAWASAN
Tujuan
(1)
(2)
Keluaran
(1)
(2)
(2)
(3)
Relokasi
Adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan
prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi
faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan
keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat
tujuan. Relokasi dilakukan dengan tetap mempertimbangkan tautan keseharian dan
keberlanjutan yang dipindah dengan segala kondisi fisik dan non fisik serta penduduk
di tempat tujuan kepindahan
Penentuan dan penetapan bentuk intervensi kawasan ini pada dasarnya tergantung dari
arahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan, pendataan dan analisis
cermat serta visi dan misi penataan kawasan yang telah ditetapkan. Khusus pedoman
fasilitasi pendampingan relokasi dapat dilihat pada lampiran dari pedoman ini.
Adapun langkah-langkah penyusunan tata bangunan dan lingkungan kawasan adalah
sebagai berikut:
Langkah 1
Pendataan
Setelah ditentukan cakupan dan luas area kawasan perencanaan, maka selanjutnya TP-KK
melakukan pendataan atas kawasan dan wilayah sekitarnya. Pendataan ini dimaksudkan
untuk mengumpulkan segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis
kawasan dan wilayah sekitarnya. Acuan utama kegiatan pendataan ini adalah rencana tata
ruang kawasan rawan bencana longsor yang telah disusun dan ditetapkan.
Tujuan
(1)
(2)
Keluaran
Data terkait dengan kawasan dan wilayah sekitarnya yang antara lain mencakup:
(1) Peta-peta
(2) Foto-foto
(3) Peraturan dan rencana-rencana terkait
(4) Sejarah dan signifikansi historis kawasan
(5) Kondisi sosial-budaya
(6) Kependudukan
(7) Pertumbuhan ekonomi
(8) Kepemilikan lahan
(9) Prasarana dan fasilitas
(10) dll.
Langkah 2
Analisis Kawasan Perencanaan
Analisis adalah penguraian atau pengkajian atas data yang telah berhasil dikumpulkan.
Analisis dilakukan secara berjenjang dari tingkat wilayah sekitar kawasan sampai pada
tingkat kawasan. Dari hasil analisis ini akan diperoleh arahan solusi atau konsep
perencanaan atas permasalahan yang telah diidentifikasikan pada tahap pendataan.
Komponen analisis kawasan perencanaan antara lain meliputi:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Keluaran
(1)
(2)
Langkah 3
Perumusan Konsep dan Rancangan Penataan
Secara umum, tahap perumusan konsep ini diharapkan akan menghasilkan konsep dasar
rancangan penataan kawasan sebagai visi pembangunan kawasan atau lokasi penanganan
kawasan rawan bencana longsor .
Beberapa komponen dasar perancangan ini meliputi:
(1) Perumusan visi pembangunan
Visi pembangunan adalah gambaran spesifik karakter lingkungan di masa mendatang
yang akan dicapai sebagai akhir penataan suatu kawasan yang direncanakan sesuai
dengan kebijakan dan rencana tata ruang setempat yang berlaku
(2) Perumusan konsep komponen rancangan
Konsep komponen rancangan kawasan adalah suatu gagasan perancangan dasar yang
dapat merumuskan komponen-komponen perancangan kawasan (peruntukan,
intensitas dan lain-lain). Komponen rancangan ini meliputi:
a.
b.
2.
3.
4.
c.
Secara Fungsional
a. Kejelasan distribusi intensitas pemanfaatan lahan
b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki
c. Kejelasan skala pengembangan
d. Kesesuaian kepadatan kawasan
Secara Fisik
Estetika, karakter, dan citra kawasan
Dari sisi Lingkungan
a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan lingkungan sekitar
b. Kesesuaian dengan daya dukung lingkungan
c. Kelestarian ekologis kawasan
Dari sisi Pemangku Kepentingan
Keuntungan bersama
Tata bangunan
Tata bangunan merupakan produk penyelenggaraan bangunan gedung beserta
lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi aspek-aspek
pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran dan konfigurasi dari elemenelemen yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang yang
akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung
dalam ruang-ruang publik.
Komponen penataan meliputi:
1.
2.
3.
4.
Secara Fungsional
a. Optimalisasi dan efisiensi
b. Kejelasan pendefinisian ruang yang diciptakan
c. Keragaman fungsi dan aktivitas yang diwadahi
d. Skala dan proporsi ruang yang berorientasi pada pejalan kaki
e. Fleksibilitas
f. Pola hubungan/konektivitas
g. Kejelasan orientasi dan kontinuitas
h. Kemudahan layanan
i.
Menghindari eksklusivitas
2. Secara Fisik dan Non-Fisik
a. Pola, dimensi dan standar umum
b. Estetika, karakter dan citra kawasan
c. Kualitas fisik
d. Ekspresi bangunan dan lingkungan
3. Dari sisi Lingkungan
a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan lingkungan sekitar
b. Kesesuian dengan daya dukung lingkungan
c. Kelestarian ekologis kawasan
d. Pemberdayaan kawasan
d.
2.
3.
4.
dari suatu kaveling atau blok lingkungan tertentu, yang dipetakan pada
hirarki/kelas jalan yang ada pada kawasan perencanaan.
5.
e.
f.
g.
Keluaran
Konsep dan rencana umum tata bangunan dan lingkungan permukiman kawasan
penanganan kawasan rawan bencana longsor yang memenuhi kaidah dan persyaratan tata
bangunan dan lingkungan kawasan rawan bencana yang berorientasi PRB.
Langkah 4
Perumusan Panduan Rancangan
Panduan rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas rencana umum yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui pengembangan
komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana
kawasan, kaveling dan blok, termasuk panduan ketentuan detil visual kualitas minimal tata
bangunan dan lingkungan.
Ketentuan dasar implementasi rancangan terhadap kawasan berupa ketentuan tata
bangunan dan lingkungan yang bersifat lebih detil, memudahkan dan memandu penerapan
dan pengembangan rencana umum, baik pada bangunan, kelompok bangunan, elemen
prasarana kawasan, kaveling, maupun blok. Panduan Rancangan bersifat
mengaktualisasikan tujuan penataan lingkungan/kawasan yang layak huni, berjati diri,
produktif, dan berkelanjutan secara lebih terstruktur dan mudah dilaksanakan ( design
guidelines).
Prinsip-prinsip pengembangan panduan rancangan ini antara lain mencakup:
(1) Panduan rancangan dari masing-masing aspek rencana umum
Prinsip-prinsip pengembangan Panduan Rancangan dari masingmasing materi
Rencana Umum dengan mempertimbangkan aspek:
a. Deskriptif
1.
2.
3.
b. Substantif, adalah:
1.
2.
3.
4.
Berkelanjutan (sustainable),
Penetapan panduan detil yang dapat mendorong perwujudan kawasan yang
berlangsung secara berkelanjutan (sustainable).
Membentuk/memperkuat karakter dan identitas suatu tempat
Penetapan elemen-elemen rancang kawasan yang memfasilitasi interaksi ruang
sosial sebagai identitas satuan ruang/bangunan berskala mikro secara terukur.
Mengaitkan dengan struktur ruang makro
Penetapan panduan detil materi rencana umum secara integral dengan
lingkungan sekitarnya pada skala yang lebih luas.
Kemudahan pengendalian dan pengelolaan
Penetapan panduan detil yang memudahkan pengelolaan dan pengendalian
pelaksanaan rencana umum serta mengarahkan pihak-pihak yang
berkepentingan.
c. Normatif, adalah:
Mengacu pada peraturan ketatalingkungan permukiman: penetapan panduan detil
yang selalu merujuk pada aturan tata ruang dan bangunan gedung yang berlaku.
(2) Aturan-aturan Dasar
Pentingnya panduan dalam rencana tata bangunan dan lingkungan dipertegas dengan
pemberlakuan aturan dasar yang meliputi aturan wajib, aturan anjuran utama dan
aturan anjuran, beserta pendelegasian kewenangan untuk memutuskan keterlibatan
desain dalam konsep penataan kawasan, serta mengontrol implementasi atas aturan
dasar tersebut.
a. Aturan Wajib
Merupakan aturan yang disusun menurut peraturan tata kota dan bangunan gedung
setempat atau pun aturan spesifik pengembangan kawasan yang mengikat sesuai
dengan visi pembangunan yang ditetapkan. Aturan ini bersifat mengikat dan wajib
untuk ditaati/diikuti. Kewenangan atas pemberlakuan aturan wajib ini dapat
dilakukan sebagian pada jenjang tertinggi di tingkat desa, yaitu kepala desa sebagai
pemerintah desa setempat.
Seluruh aturan yang wajib diikuti antara lain mencakup:
1. Peruntukan lahan.
2. Luas lahan dan batas lahan.
3. Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
4. Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
5. Ketinggian Maksimum Bangunan.
6. Garis Sempadan Bangunan (GSB).
c. Aturan Anjuran
Merupakan aturan yang disusun menurut kesepakatan desain yang disesuaikan
dengan visi kawasan dan para pemangku kepentingan terkait sehingga bersifat
mengikat serta dianjurkan untuk ditaati atau diikuti.
Aturan ini meliputi:
1.
2.
3.
3.
Keluaran
Panduan rancangan tata bangunan dan lingkungan rawan bencana longsor yang memenuhi
kaidah dan persyaratan tata bangunan lingkungan kawasan rawan bencana.
Langkah 5
Perumusan Rencana Investasi
Rencana Investasi disusun berdasarkan dokumen rencana tata bangunan dan lingkungan
yang memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses
pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan. Rencana ini
menjadi rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi
dan besaran biaya suatu program penataan ataupun sekaligus menjadi tolak ukur
keberhasilan investasi.
Secara umum rencana investasi mengatur tentang besaran biaya yang dikeluarkan dalam
suatu program penataan kawasan dalam suatu kurun waktu tertentu, tahapan
pengembangan serta peran dari masing-masing pemangku kepentingan
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan investasi adalah sebagai
berikut:
(1) Program bersifat jangka menengah, minimal untuk kurun waktu 5 (lima) tahun, serta
mengindikasikan investasi untuk berbagai macam kegiatan, yang meliputi: tolok
ukur/kuantitas pekerjaan, besaran rencana pembiayaan, perkiraan waktu pelaksanaan
dan kesepakatan sumber pendanaannya.
(2) Meliputi investasi pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah daerah/pusat (dari
berbagai sektor), dunia usaha/swasta dan masyarakat.
(3) Menjelaskan pola-pola penggalangan pendanaan, kegiatan yang perlu dilakukan
khususnya oleh pemerintah daerah setempat, sekaligus saran/alternatif waktu
pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.
(4) Menjelaskan tata cara penyiapan dan penyepakatan investasi dan pembiayaan,
termasuk menjelaskan langkah, pelaku dan perhitungan teknisnya.
Keluaran
(1)
(2)
(3)
(4)
Tujuan
(1). Menyempurnakan rencana tindak berdasarkan hasil konsultasi publik
(2). Tersedianya rencana tindak yang disepakati dan disahkan oleh seluruh pemangku
kepentingan setempat
Langkah
(1). Konsolidasi rumusan rencana tindak dan hasil konsultasi publik
(2). Rembug pengesahan rencana tindak
(3). Penandatanganan rencana tindak oleh masyarakat dan pemerintah daerah
Keluaran
Rencana tindak yang disahkan oleh BKM, Pemdes, BPBD dan Bappeda Kabupaten/kota
BAB IV
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN
Keluaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Langkah 3
Penyusunan Rencana Detil
Menyiapkan gambar-gambar detil, rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), rincian volume
pekerjaan dan rencana jadwal pelaksanaan.
Keluaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(2)
(3)
Tujuan:
(1)
(2)
Sasaran
Unsur pemerintahan desa, unsur dusun, RT/RW, TIP, PP, relawan, kelompok perempuan,
kelompok peduli pengurangan risiko
bencana lainnya (tagana dll) dan warga
desa/kelurahan lainnya.
Keluaran
Berita acara kesepakatan dukungan dan peran serta masyarakat atau berita acara kontrak
sosial.
Langkah 2
Pelaksanaan Konstruksi
Pelaksanaan berdasarkan dokumen teknis yang telah ada dan beberapa tambahan serta
perubahannya (apabila dibutuhkan), termasuk ketentuan tenis lainnya yang berlaku. Secara
garis besar pelaksanaan kegiatan konstruksi meliputi:
(1)
(2)
(3)
mengikuti tata cara yang telah diatur dalam Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa
REKOMPAK-JRF.
(4) Persiapan kegiatan di lapangan
(5) Penyiapan gambar pelaksanaan (shop drawing) untuk pekerjaan yang memerlukan.
(6) Melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan rencana, termasuk penyiapan
lahan penanganan kawasan rawan bencana longsor .
(7) Melaksanakan pelaporan pelaksanaan konstruksi yang meliputi laporan harian,
mingguan bulanan, kemajuan pekerjaan, persoalan yang timbul/dihadapi dan surat
menyurat serta dokumentasi setiap pelaksanaan pekerjaan.
(8) Membuat gambar yang sesuai dengan pelaksanaan di lapangan (as built drawing).
(9) Melaksanakan perbaikan atas kerusakan yang terjadi pada tahap pemeliharaan.
(10) Melakukan serah terima pekerjaan.
(11) Pengurusan perijinan, antara lain IMB dan lain-lain.
Keluaran
(1)
(2)
Bangunan rumah, prasarana, sarana dan utilitas yang sesuai dengan dokumen teknis
Dokumen pelaksanaan meliputi: as built drawing, laporan, foto-foto dokumentasi,
surat-menyurat, berkas perijinan dan lain-lainnya.
Langkah 3
Pasca Konstruksi
Pada dasarnya kegiatan pasca konstruksi ada dua hal yaitu pengendalian dan pengelolaan.
Kegiatan pengendalian ini mencakup pengendalian keseluruhan kawasan, termasuk
pengendalian terhadap pengaturan kawasan yang telah disepakati dan ditetapkan. Kegiatan
pengelolaan terkait dengan operasi dan pemeliharaan aset yang ada.
Secara garis besar kegiatan pengelolaan terbagi menjadi dua kegiatan pokok yaitu:
(1) Kegiatan yang bersifat fisik
Kegiatan fisik berupa penanganan bangunan, pemanfaatan, pemeliharaan, perawatan,
atau penyediaan prasarana, sarana dan utilitas
(2) Kegiatan yang bersifat non fisik
Kegiatan non fisik berupa aktivitas sosial, ekonomi, budaya, pengembangan institusi
pengelola dan lain-lain.
Ketentuan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana mengikuti ketentuan yang telah
diatur dalam Pedoman Tata Cara Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Desa REKOMPAKJRF dan berbagai aturan lainnya.
BAB V
TATA PERAN PELAKU
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
(2). BKM/TPK
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
(3). TP-KK
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
dari REKOMPAK-JRF.
PP wajib memastikan bahwa pemanfaatan BDL sesuai dengan ketentuanketentuan yang diatur dalam REKOMPAK-JRF
PP mempertangungjawabkan pelaksanaan pemanfaatan BDL kepada BKM/TPK
Dalam melaksanakan kewajibannya PP wajib membuat catatan pelaksanaan
pekerjaan, mengerjakan surat menyurat, melaksanakan pembukuan atas dana
yang dikelola (buku kas, buku belanja material dan upah, buku BOP) dan
laporan keuangan bulanannya.
Dalam melaksanakan kewajibannya PP wajib membuat usulan rencana
pembelanjaan kepada BKM/TPK sebagai pengelola dana, mengatur pertemuan
warga dll.
Dalam melaksanakan kewajibannya PP melakukan survei harga barang dan
sumber-sumbernya untuk efisiensi serta belanja barang sesuai kebutuhan.
PP wajib memastikan bahwa barang yang dibeli selain resmi dan berkualitas
baik juga berkwitansi.
PP wajib melaksanakan koordinasi pelaksanaan desain perencanaan dengan
berkonsultasi kepada pendamping dan memastikan bahwa proses desain berjalan
sesuai rencana dengan menghasilkan hasil sesuai kaidah teknisnya.
PP berkewajiban menyusun laporan dan menyampaikan laporan tersebut kepada
BKM.
PP wajib memastikan pelaksanaan pekerjaan fisik hasil desain, serta memastikan
bahwa pelaksanaan pekerjaan akan susuai dengan desain dan aturan lainnya
yang ada.
PP wajib mengatur penggunaan BDL sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak
melanggar negative list yang diberikan pada pedoman ini.
Mengatur dan konsekuen pada jadwal pelaksanaan pekerjaan fisik BDL.
b.
c.
Dinas Perijinan
Memberikan arahan untuk pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan
rekomendasi insentif;
d.
Dinas Kesehatan
Memberikan arahan untuk aspek berkaitan dengan kualitas kesehatan masyarakat,
contoh: Persampahan, MCK dan lain-lain;
e.
f.
Kecamatan
Memberikan arahan dan membantu dari sisi administrasi Pemerintahan yang
terkait dengan program penanganan kawasan rawan bencana longsor ;
g.
Akademisi/Perguruan Tinggi
Memberikan arahan didalam pelaksanaan kajian pada kawasan rawan bencana
maupun rencana kawasan area penanganan kawasan rawan bencana longsor,
menjadi pendamping, narasumber dan peneliti untuk kegiatan program
penanganan kawasan rawan bencana longsor .
b.
c.
Sponsor/Donor
Memberikan dukungan pendanaan bagi upaya pengkajian,
pembangunan rumah hunian dan prasarana lingkungan.
d.
penelitian,
b.
Pemantauan pelestarian lingkungan dilakukan juga pada kawasan yang menjadi tujuan
area penanganan kawasan rawan bencana longsor.
c.
Dengan dibukanya lahan baru untuk rumah hunian dan pengembangan prasarana
lingkungan diharapkan tidak banyak berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan
utamanya pengendalian terhadap pemakaian air tanah, pencemaran limbah rumah
tangga, dsb. Diharapkan dengan pemantauan yang dilakukan oleh lembaga yang
berwenang akan didapat satu pola pengelolaan lingkungan yang memadai dan dapat
meminimalisasi permasalahan-permasalahan lingkungan yang selalu ada pada setiap
pembukaan lahan baru untuk permukiman.
d.
Dinas Kesehatan
Pemantauan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan lebih kepada hal-hal yang bersifat
preventif untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Pola pemantauannya
lebih kepada Pola Hidup Bersih dan Sehat yang dilakukan masyarakat utamanya
untuk pemanfaatan sanitasi dan drainase lingkungan.
e.
Dinas Perijinan
Dinas Perijinan melakukan pemantauan terhadap persyaratan-persyaratan yang
diperlukan didalam penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Dinas Perijinan
didalam melakukan pemantauan bekerjasama dengan Dinas Tata Kota dan Badan
Pertanahan Nasional.
f.
Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi selain dilakukan oleh organisasi dan instansi
seperti tersebut diatas, masyarakat juga dapat ikut serta secara aktif berpatisipasi sehingga
dengan adanya partisipasi masyarakat didalam pemantauan akan didapat hasil pemantauan
yang transparan dan akuntabel.
Dokumen hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penanganan kawasan rawan bencana
longsor akan dipertanggungjawabkan kepada publik, pemerintah dan donor lainnya yang
terlibat didalam pelaksanaan dan pembiayaan penanganan kawasan rawan bencana
longsor.
BAB VI
MEKANISME PENYALURAN BDL
(4)
(5)
(6)
(7)
Langkah 2
Menilai Kelayakan DTPL
(1)
(2)
(3)
(4)
Langkah 3
Membuka Rekening BKM/TPK
Bagi BKM/TPK yang belum memiliki rekening bank, maka diwajibkan untuk membuka
rekening atas nama BKM/TPK pada bank terdekat yang akan digunakan untuk
menampung dana hibah, dengan 3 spesimen penandatanganan untuk penarikan dana. Tiga
spesimen tersebut merupakan unsur BKM/TPK yang disepakati oleh warga.
Langkah 4
Menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB)
Berdasarkan DTPL yang telah disetujui oleh NMC dan/atau DMC, selanjutnya PJOK
bersama BKM/TPK menandatangani SPPB, yang antara lain memuat jumlah dana hibah
BDL, nama BKM/TPK dan alamatnya, tahapan pembayaran, nomor rekening bank, hak
dan kewajiban serta sanksi masing-masing pihak.
Langkah 5
Mendaftarkan BKM/TPK dan Penetapan DIPH
(1)
(2)
(3)
(4)
Langkah 6
Pengiriman Nama dan Spesimen Tanda Tangan ke Bank Pembayar
SNVT PBL Provinsi menetapkan contoh tanda tangan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
kabupaten/kota
dan DMC yang berwenang menandatangani Surat Permohonan
Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Pembayaran (SPB) dan mengirimkannya kepada
Bank Mandiri. Apabila terjadi pergantian PPK atau team leader DMC, maka perlu
dilakukan pembaharuan ketetapan nama dan tanda tangan yang ditetapkan oleh SNVT
PBL Provinsi tersebut, kemudian menyerahkannya ke Bank Mandiri.
Langkah 7
Penyaluran dan Pencairan BDL
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
DIRJEN CIPTA
KARYA
DPU
BANK
MANDIRI
PUSAT
PKS
KPN
PROVINSI
SP2D 1b
SPM
LS- 1a
BANK
INDONESIA
KESEPAKATAN PELAKSANAAN
SATKER
PROVINSI
KCP
BANK MANDIRI
BANK INDUK PROV.
DIPH 2d
REKENING
INDUK
PROVINSI
LAPORAN BULANAN
USULAN
DIPH 2c
DISTRIBUSI
DIPH 2e
KARTU CONTOH TTD BKM DAN DMC 1c
PPK
KAB/KOTA
SPB 3d
USULAN
DIPH 2b
KC
BANK MANDIRI
BANK KORESPONDEN
ON LINE
TRANSFER
3e
SPB 3c
DMC
REKENING PENERIMA
HIBAH
SPP YG DISETUJUI 3b
2a
TIM
FASILITATOR
KC BANK PENERIMA
HIBAH
PJOK
SPPB
PENARIKAN TUNAI
/TRANSFER 3f
SPP 3a
BKM / TPK
PEMBUKAAN REKENING 1d
(2)
Langkah 2
Menyusun DTPL Putaran Lanjutan
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
Langkah 3
Menilai Kelayakan DTPL
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
Langkah 4
Menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB) Putaran Selanjutnya
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
Langkah 5
Mendaftarkan BKM/TPK Untuk Penerbitan DIPH Putaran Lanjutan
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
Langkah 6
Pengiriman Nama dan Spesimen Tanda Tangan ke Bank Pembayar
Selama tidak ada perubahan spesimen penanda tangan SPP/SPB (team leader DMC dan
PPK) langkah ini tidak diperlukan untuk tahap lanjutan.
Langkah 7
Penyaluran dan Pencairan BDL Putaran Lanjutan
Mekanisme penyalurannya sama dengan putaran sebelumnya
LAMPIRA N
TATA CARA
PENDAMPINGAN PENANGANAN RELOKASI
A. Latar Belakang
Sebagaimana yang tertuang dalam Pedoman Pendampingan Penanganan Kawasan Rawan
Bencana Longsor, Bentuk intervensi bagi penanganan kawasan rawan bencana longsor sangat
tergantung pada karakter, kekhususan dan kebutuhan penanganan kawasan. Beberapa bentuk
intervensi yang cukup relevan dengan penataan kawasan rawan bencana longsor antara lain
adalah:
(1)
(2)
(3)
Penentuan dan penetapan bentuk intervensi kawasan ini pada dasarnya tergantung dari
arahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan, pendataan dan analisis
cermat serta visi dan misi penataan kawasan yang telah ditetapkan.
Mengingat bahwa beberapa desa/kelurahan sasaran REKOMPAK-JRF terletak di kawasan
rawan bencana longsor yang membutuhkan penanganan segera, maka dalam rangka
penanganan kawasan rawan bencana ini diperlukan pedoman pendampingan penanganan
kawasan rawan bencana longsor khusus dengan intervensi penanganan berupa relokasi, yaitu
pedoman pendampingan relokasi.
B. Pengertian
Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan
prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor
keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara
yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan. Relokasi dilakukan
dengan tetap mempertimbangkan tautan keseharian dan keberlanjutan yang dipindah dengan
segala kondisi fisik dan non fisik serta penduduk di tempat tujuan kepindahan
(3)
(4)
(4)
D. Sasaran
Sasaran operasional
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Sasaran kelompok
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Komunitas, yaitu BKM/TPK, Tim Inti Perencana (TIP) dan Panitia Pelaksana (PP);
Pemerintah desa/kelurahan, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan
(LPMD/K), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD);
Pemerintah Kecamatan, Penanggung Jawab Operasional Kecamatan (PJOK) dan lainlain;
Walikota/Bupati, Dinas/Badan Terkait, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten/Kota, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) Kabupaten/Kota dan lain-lain;
Gubernur, Dinas/Badan Terkait, DPRD Provinsi, Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Provinsi, Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penataan Bangunan
dan Lingkungan (PBL) provinsi dan lain-lain;
(6)
E. Prinsip-Prinsip
Mempertimbangkan bahwa penerima dampak relokasi merupakan pihak yang dinilai rentan
(vulnerable person) maka dalam pelaksanaan relokasi harus mengikuti beberapa prinsip
penting. Beberapa prinsip-prinsip yang perlu mendapatkan perhatian dan menjadi
pertimbangan dalam pelaksanaan relokasi antara lain adalah sebagai berikut:
(1). Pemindahan sukarela (voluntary relocating)
Kegiatan pemindahan atau relokasi ini merupakan kegiatan pemindahan sukarela
berdasarkan kesadaran dan kesepakatan bersama untuk mengurangi risiko bencana,
khususnya bencana tanah longsor.
(2). Penerima dampak mendapatkan penghidupan yang setara atau lebih baik dari sebelum
relokasi.
Dalam hal ini penerima dampak relokasi harus mendapatkan akses sumber daya alam,
lahan, rumah dan infrastruktur, paling tidak mempunyai kualitas yang sama sehingga
mampu memulihkan, bahkan meningkatkan tingkat pendapatannya dalam periode
waktu yang signifikan.
(3). Penerima dampak mendapatkan kompensasi penuh selama proses transisi
Penerima dampak relokasi harus mendapatkan kompensasi, termasuk sejumlah
pendapatan yang hilang akibat pemindahan.
(4). Memimalisir kerusakan jaringan sosial dan peluang ekonomi
Sebaiknya lokasi relokasi tidak jauh dari lokasi asal sehingga tidak menimbulkan
perubahan yang cukup signifikan bagi siklus kehidupan penerima dampak relokasi,
termasuk diantaranya adalah jaringan sosial dan peluang ekonomi.
(5). Memberikan peluang pengembangan bagi penerima dampak
Penerima dampak harus menjadi pihak pertama yang mendapatkan manfaat dari setiap
setiap kegiatan relokasi termasuk kegiatan pembangunan dalam rangka relokasi.
(6). Demokratis, partisipatoris, terbuka dan akuntabel serta berkelanjutan
Setiap pelaksanaan kegiatan relokasi dilaksanakan secara demokratis, partisipatoris,
terbuka dan akuntabel serta memperhitungkan keberlanjutan kehidupan yang lebih
baik.
F. Lokasi Sasaran
(1). Lokasi Sasaran REKOMPAK-JRF
Kriteria penetapan desa/kelurahan sasaran REKOMPAK-JRF adalah sebagai berikut :
a.
G. Komponen Bantuan
Bantuan yang akan disiapkan oleh REKOMPAK-JRF dalam mendukung terlaksananya
kegiatan pendampingan relokasi adalah sebagai berikut :
(1). Bantuan Dana Lingkungan (BDL)
Bantuan dana lingkungan dapat diperuntukan:
a.
b.
Kegiatan Relokasi
1) Jika di desa/kelurahan setempat masyarakat bersepakat mengusulkan adanya
relokasi maka REKOMPAK-JRF akan menyiapkan paket bantuan dana stimulan
untuk pelaksanaan kegiatan relokasi. Mekanisme penyaluran, pengelolaan dan
pertanggungjawaban dana bantuan ini mengikuti mekanisme yang diatur oleh
REKOMPAK-JRF. Bantuan dana stimulan ini disiapkan di luar paket BDL yang
diterima oleh desa setempat dan atau kebijakan yang akan diatur kemudian. Paket
bantuan dana stimulan ini diprioritaskan untuk kegiatan pemindahan dan
pembangunan rumah warga yang akan direlokasi dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Nilai bantuan stimulan adalah 15 juta per unit rumah dan atau ketetapan
besaran nilai bantuan per unitnya tersebut diputuskan melalui mekanisme
rembug warga dengan mempertimbangkan jenis rumah awal (permanen batu
atau tidak permanen kayu/bambu).
b) Rumah yang akan dibangun di lokasi relokasi memenuhi syarat teknis struktur
tahan gempa sebagaimana ketentuan yang berlaku.
c) Warga yang akan direlokasi adalah warga yang secara sukarela bersedia untuk
direlokasi dan bersedia berswadaya dengan memanfaatkan material bangunan
dari rumah sebelumnya dan atau berswadaya menyiapkan dana tambahan
sesuai batas kemampuan masing-masing.
2) Untuk pembangunan sarana prasarana di lokasi relokasi, REKOMPAK-JRF akan
menyiapkan bantuan dana sesuai dengan usulan masyarakat yang tertuang dalam
dokumen RPP dan telah dinyatakan lolos verifikasi yang dilakukan oleh
REKOMPAK-JRF. Bantuan dana pembangunan sarana prasarana di lokasi relokasi
menjadi bagian integral dari BDL yang telah disiapkan untuk desa/kelurahan
setempat.
(2). Bantuan Teknis
REKOMPAK-JRF akan menyiapkan bantuan pendampingan teknis dalam rangka
pengorganisasian dan penguatan kapasitas warga. Kegiatan pendampingan akan dilakukan
secara langsung oleh tim fasilitator dalam kendali DMC REKOMPAK-JRF. Tim Fasilitator
akan mendampingi desa/kelurahan yang ruang lingkup dampingannya akan ditentukan sesuai
kebutuhan.
Selain bantuan yang disiapkan oleh REKOMPAK-JRF sebagaimana di uraikan di atas,
masyarakat juga akan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah dan pemerintah
desa/kelurahan setempat berupa:
(3). Penyediaan Lahan Relokasi
Penyediaan lahan relokasi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
b.
Lahan terletak di lokasi yang secara teknis aman dari ancaman bencana, memiliki
aksesibilitas sosial, ekonomi dan budaya, memiliki akses terhadap sumber air bersih
yang memadai, sehingga memberikan jaminan terhadap peningkatan kesejahteraan
kehidupan masyarakat dari kondisi yang sebelum relokasi.
Lahan tidak sedang dalam sengketa dan atau berpotensi disengketakan. Memiliki dasar
hukum yang jelas sesuai dengan ketentuan, peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
H. Langkah-langkah
Langkah 1
Kajian Kawasan
Pelaksanaan rangkaian kegiatan dan pelaku kajian kawasan ini mengikuti sebagaimana yang
tertuang dalam Bab III Pedoman Pendampingan Penanganan Kawasan Rawan Bencana
Longsor.
Adapun keluaran (output) akhir yang paling utama dari kegiatan ini adalah:
(1). Rencana tata ruang kawasan rawan bencana longsor
(2). Rencana kerja tindak lanjut penanganan kawasan rawan bencana longsor berdasarkan
kesepakatan bentuk intervensi penanganannya.
Langkah 2
Penyusunan Rencana Relokasi
Kegiatan penyusunan rencana relokasi terdiri dari beberapa kegiatan yaitu:
a.
Pendataan
Keluaran
Data terkait dengan kawasan dan wilayah sekitarnya yang antara lain mencakup:
(1)
Kependudukan
Hal ini terkait dengan jumlah dan komposisi penerima dampak langsung maupun tidak
langsung, termasuk mana yang dikategorikan kelompok rentan dan mana yang tidak
rentan dll.
(2)
organisasi/kelompok sosial dan budaya, jaringan dan aksesbilitas sosial, budaya dan
ekonomi dll.
(3)
Kepemilikan lahan
Status kepemilikan lahan merupakan isu penting yang harus didata, khususnya terkait
hak, pajak dan warisan. Oleh karena itu juga harus didata mengenai hubungan status
kepemilikan dengan kepala keluarga dan gender.
(4)
(5)
Peta-peta
Peta ini diperlukan sebagai peta dasar untuk mendata penggunaan lahan, jaringan
pergerakan dan utilitas kawasan, menganalisis kecenderungan perubahan penggunaan
lahan dan pola pergerakan. Peta ini paling tidak memiliki tingkat informasi pada skala
1 : 1.000 dan memperlihatkan kondisi topografi (garis-garis kontur). Apabila belum
tersedia, harus dilakukan pengukuran dan pemetaan.
(6)
Foto-foto
Foto-foto kawasan perencanaan diperlukan untuk memberikan gambaran (ilustrasi)
tentang kondisi saat ini yang ada di kawasan perencanaan.
b.
Yang dimaksud dengan kriteria penerima bantuan di sini adalah kriteria penerima dampak
yang layak (eligible beneficiaries) mendapatkan bantuan. Penyusunan kriteria penerima
bantuan ini sangat penting untuk perencanaan kegiatan lebih lanjut, termasuk perhitungan
kompensasi dan rehabilitasi kehidupan dan penghidupan serta rentang waktu pemberian
bantuan atau kompensasi. Sebelum itu, sebaiknya harus ditetapkan terlebih dahulu mengenai
definisi kepala keluarga untuk menghindari perbedaan pendapat dan pemahaman mengenai
kepala keluarga.
Dalam melaksanakan kegiatan ini, TP-KK dan BKM/TPK wajib memastikan bahwa
pelaksanaan kegiatan penyusunan kriteria ini dilaksanakan secara demokratis, partispatoris,
transparan dan akuntabel.
Tujuan
(1)
(2)
Keluaran
(1). Berita acara kesepakatan definisi kepala keluarga
(2). Berita acara kriteria penerima bantuan
c.
d.
Penyiapan kelembagaan dan payung hukum bagi kegiatan relokasi ini sangatlah penting
untuk menjamin pelaksanaan kegiatan relokasi berjalan dengan baik, khususnya pemenuhan
prosedur administrasi resmi dan dukungan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan relokasi.
Prosedur administrasi resmi ini antara lain terkait dengan kepemilikan tanah, kepemilikan
rumah/hunian, status sosial dll.
Penyiapan kelembagaan dan payung hukum ini diantaranya adalah untuk menjamin hal-hal
sebagai berikut:
(1).
(2).
(3).
(4).
(5).
(6).
(7).
(8).
(9).
Tujuan
(1)
(2)
(3)
Keluaran
(1). Prosedur legal penanganan relokasi
(2). Tata peran pelaku
(3). Payung hukum
e.
Pada dasarnya kegiatan relokasi harus mampu menawarkan rencana detil prosedur dan
pengukuran kompensasi, termasuk kompensasi untuk setiap kepala keluarga,
komunitas/masyarakat dan pemangku kepentingan lain yang terkena dampak relokasi.
Kompensasi dan rehabilitasi ini dimaksudkan untuk memberikan penggantian dengan nilai
yang adil atas hilangnya aset dll sebagai sarana (antara lain) untuk merestorasi kehidupan dan
penghidupan, merekonstruksi jaringan sosial dan kompensasi masa transisi. Kegiatan ini juga
mencakup pelaksanaan program-program yang mendukung peningkatan standar hidup
penerima dampak.
Pelaksanaan pemberian kompensasi dan rehabilitasi ini paling tidak mencakup:
(1).
(2).
(3).
(4).
(5).
(6).
(7).
(8).
(9).
(10).
(11).
(12).
(13).
(14).
Tujuan
(1). Tersedianya instrumen penilaian dan rencana kompensasi.
(2). Tersedianya rencana rehabilitasi (termasuk pilihan-pilihan rancangan site plan, rumah,
prasarana dan sarana lingkungan, kerangka kelembagaan dan payung hukum,
pembiayaan, pelatihan dll)
(3). Tersedianya prosedur pengelolaan konflik (conflict managament)
Keluaran
(1). Instrumen penilaian dan kompensasi
(2). Rencana rehabilitasi
(3). Prosedur pengelolaan konflik
Catatan: Pelaksanaan rehabilitasi, khususnya terkait dengan penyusunan rencana penataan
kawasan relokasi, mengikuti rangkaian kegiatan sebagaimana yang tertuang dalam Bab III
Pedoman Pendampingan Penataan Kawasan Rawan Bencana Longsor.
f.
Dampak lingkungan dan sosial yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah dampak lingkungan
dan sosial yang muncul karena pelaksanaan kegiatan relokasi itu sendiri.
Lingkup kajian dampak ini mencakup:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Tujuan
(1)
(2)
Keluaran
(1)
(2)
Langkah 3
Konsultasi Publik
Maksud dari kegiatan konsultasi publik ini adalah untuk menyampaikan informasi mengenai
rencana relokasi yang telah disusun TP-KK kepada khalayak umum, khususnya kepada
seluruh warga desa/kelurahan, unsur pemerintahan desa/kelurahan, unsur pemerintahan
daerah dan pemangku kepentingan lainnya dan lain-lainnya untuk mendapatkan masukanmasukan bagi penyempurnaan rencana, integrasi rencana serta menggalang komitmen
pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan relokasi.
Keluaran
(1)
(2)
(3)
(4)
Langkah 4
Penyempurnaan Rencana
Penyempurnaan rencana relokasi merujuk pada hasil konsultasi publik.
Tujuan
(1). Menyempurnakan rencana relokasi berdasarkan hasil konsultasi publik
(2). Tersedianya rencana relokasi yang disepakati dan disahkan oleh seluruh pemangku
kepentingan setempat
Langkah
(1). Konsolidasi rumusan rencana relokasi dan hasil konsultasi publik
(2). Rembug pengesahan rencana relokasi
(3). Penandatanganan rencana oleh masyarakat dan pemerintah daerah
Keluaran
Rencana relokasi yang disahkan oleh BKM, Pemdes, BPBD dan Bappeda Kabupaten/kota
Langkah 5
Pelaksanaan Pembangunan
Pembangunan yang dimaksud di sini adalah pelaksanaan pembangunan perumahan dan
kawasan/lokasi relokasi. Prosedur pelaksanaan pembangunan ini mengikuti tahapan
sebagaimana yang tertuang dalam Bab IV Pedoman Pendampingan Penanganan
Kawasan Rawan Bencana Longsor.
Langkah 6
Monitoring dan Evaluasi
BKM/TPK bersama pemerintah desa/kelurahan dan TP-KK berkewajiban melaksanakan
kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan relokasi. TP-KK sebagai penanggung
jawab pelaksanaan relokasi berkewajiban melaksanakan monitoring dan evaluasi secara
intensif.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi ini TP-KK berkewajiban menyusun laporan
secara berkala dan menyampaikannya kepada pemerintah daerah, pemerintah desa dan
BKM/TPK.
Tujuan
(1)
(2)
Keluaran
(1)
(2)
(3)
Laporan Mingguan
Laporan Bulanan
Laporan Akhir
Lampiran - 2
DESKRIPSI
Pembebasan Tanah
Tanah
Bangunan Rumah
Fasilitas Rumah
Persiapan /Penunjang
Sensus Penduduk
Pengukuran Tanah
Pengukuran Bangunan
Pematokan Sempadan
Biaya Administrasi
Pelaksanaan
Site plan
Pelatihan
Pematangan lahan untuk Kasiba
Pembangungan rumah dan prasarana
Pembangunan sarana layanan sosial
Sertifikasi tanah
TOTAL
AREA RELOKASI
BLOK A (..Ha)
BLOK B (..Ha)
BLOK C (..Ha)
BIAYA
Lampiran 3
NO
PERSIL
DESA/
KELURAHAN
RT/RW
ALAMAT
NAMA KEPALA
KELUARGA
STATUS
RUMAH
STATUS
TANAH
LUAS
TANAH
LUAS
BANGUNAN
UTILITAS
DLL
TOTAL NILAI
KOMPENSASI TANAH
& BANGUNAN
Lampiran 4
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Dst
NO
PERSIL
DESA/
KELURAHAN
RT/RW
ALAMAT
NAMA PEMILIK
(BERDASAR PBB)
LUAS
TANAH
LUAS
BANGUNAN
UTILITAS DLL
TOTAL NILAI
KOMPENSASI TANAH
& BANGUNAN
Lampiran 5
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Dst
NO
PERSIL
DESA/
KELURAHAN
RT/RW
ALAMAT
NAMA PEMILIK
(BERDASAR PBB)
LUAS
TANAH
LUAS
BANGUNAN
UTILITAS DLL
TOTAL NILAI
KOMPENSASI TANAH
& BANGUNAN
Lampiran 6
NO
PERSIL
DESA/
KELURAHAN
RT/RW
ALAMAT
NAMA KEPALA
RUMAH TANGGA
STATUS
RUMAH
STATUS
TANAH
LUAS
TANAH
LUAS
BANGUNAN
TOTAL NILAI
KOMPENSASI