Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Minyak
Minyak memiliki komposisi dan sifat fisio-kimia yang berbeda-beda. Perbedaan
komposisi dan sifat fisio kimia disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat
tumbuh dan pengolahan
(Ketaren, 1986)

Minyak dan lemak merupakan salah satu dari anggota golongan lipid netral, dimana
minyak dan lemak pasti merupakan anggota lipid. Lipid dapat diklasifikasikan menjadi 4
kelas yaitu lipid netral, fosfatida, spingolipida, dan glikolipid. Lemak dan minyak secara
umum biasanya dapat digunakan sebagai bahan pangan, minyak dan lemak sebagai bahan
pangan dibagi menjadi 2 golongan, yaitu 1) lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak
(edible fat consumed uncooked) misalnya mentega, margarine, dan lemak yang digunakan
dalam kembang gula, dan 2) lemak yang dimasak bersama bahan pangan, atau dijadikan
sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan; misalnya minyak goreng,
shortening dan lemak babi. Di samping itu minyak dan lemak memegang peranan penting
dalam menjaga kesehatan tubuh manusia. Sebagaimana diketahui, lemak memberikan energy
kepada tubuh sebanyak 9 kalori tiap gram lemak.
(Ketaren, 1986)

II.1.2 Minyak Nabati


Minyak nabati pada umumnya merupakan sumber asam lemak tidak jenuh beberapa
diantaranya merupakan asam lemak esensial, misalnya asam oleat, linoleat dan asam
arachidonat.
Berdasarkan sifat mongering, minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Minyak tidak menegring ( non drying oil )
-

Tipe minyak zaitun : minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan
minyak kacang.

Tipe minyak rape : minyak biji rape dan minyak biji mustard.

Tipe minyak hewani : minyak babi.

2. Minyak nabati setengah mengering


Misalnya : minyak biji kapas dan minyak biji bunga matahari.
3. Minyak nabati mengering
II-1

Minyak Nabati Biji K.emiri


Misalnya : minyak kacang kedelai dan minyak biji karet.
(Ketaren, 1986)

Tabel II.1.1 Klasifikasi minyak nabati


Kelompok Minyak
1. Lemak ( berwujud padat )

Jenis lemak / minyak


Lemak biji coklat, inti sawit, tengkawang,
mutmeg butter, shea butter

2. Minyak ( berwujud cair )


o

Tidak mengering

Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun, kacang

(non drying oil)

tanah, almound, inti alpukat, inti pulm, jarak


rape dan mustard.

Setengah mengering

Minyak dari biji kapas, kapok, jagung,

(semi drying oil)

gandum, biji bunga matahari, croton dan


urgen.

Mengering

Minyak kacang kedelai, safflower, argemone,

(drying oil)

walnut, hemp, biji poppy dan biji karet

(Ketaren, 1986)

II.1.3 Fungsi Minyak Nabati

Sumber energi

Pembawa vitamin A, D, E dan K

Mengandung asam lemak esensial terutama asam lemak tak jenuh

Berdasarkan kegunaanya, minyak nabati terbagi menjadi dua golongan:


1. Minyak nabati yang dapat digunakan dalam industry makanan (edible oils), misalnya
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun dan minyak kedelai.
2. Minyak nabati yang digunakan dalam industry non makanan (non edible oils),
misalnya minyak kayu putih dan minyak jarak.
(Scrib, Minyak nabati, 2012)

II.1.4 Kemiri
Kemiri (Aleurites moluccana) pertama kali diperkenalkan oleh penduduk asli di pulaupulau sekitar kawasan Pasifik. Namun, sekarang sudah tersebar luas di daerah-daerah tropis
seperti di Indonesia terdapat di daerah-daerah seperti Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat, Kalimanatan Selatan, Kalimanatan Timur,
Bali, Lombok, Sulawesi, Maluku, Timor, Kalimantan Barat, Bau-Bau dan sekitarnya.
Walaupun tanaman kemiri mudah tumbuhnya, namun sampai saat ini pengusahaannya hanya
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-2

Minyak Nabati Biji K.emiri


oleh petani belum dikembangkan secara perkebunan. Areal pertanaman kemiri di Indonesia
seluruhnya saat ini mencapai 205.532 ha. Produksi pada tahun 2000 mencapai 74.319 ton,
dimana 679 ton di ekspor.
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008)
Tanaman kemiri dapat tumbuh sampai setinggi 25-30m. Batang pohon kemiri tegak
dengan permukaan batangnya terdapat banyak lentisel dengan percabangan simpodial dan
berwarna coklat. Tanaman ini berdaun tunggal, berwarna hijau, bentuknya lonjong dengan
bagian tepi yang rata, bagian ujung runcing, pangkal daun tumpul, pertulangan daunnya
menyirip, permukaan atas daun licin dan daun kemiri dapat tumbuh sampai sepanjang 18-25
cm dengan lebar 7-11 cm. Biji kemiri berbentuk bulat, berkulit keras dan beralur, diameter
bijinya 3,5 cm, inti biji kemiri banyak mengandung minyak dan berwarna putih kecoklatan.
(Pamata, 2008)
Kemiri dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Inti biji kemiri digunakan sebagai
bumbu masak. Minyak kemiri (candlenut oil) digunakan sebagai bahan industri pembuatan
sabun, cat lukis, ramuan obat-obatan, dan kosmetik. Tempurung (cangkang) kemiri digunakan
sebagai bahan bakar. Kayu pohon kemiri untuk pembuatan perabotan rumah dan sebagai
bahan bakar. Tanaman kemiri merupakan tanaman yang diprioritaskan untuk Hutan Tanaman
Industri (HTI) di Indonesia disamping sebagai tanaman untuk reboisasi, penghijauan dan
tempat berlindung ternak pada areal peternakan.
(Sinaga, 2010)
II.1.4.1 Bagian-Bagian Kemiri

Gambar II.1.1 Bagian-bagian Kemiri


II.1.4.1 Karakteristik Minyak Kemiri
Kemiri mengandung zat gizi dan non gizi. Zat non gizi dalam kemiri misalnya saponin,
falvonoida dan polifenol. Kandungan zat gizi mikro yang terdapat dalam kemiri adalah
protein, lemak dan karbohidrat. Mineral dominan yang terdapat dalam kemiri adalah kalium,
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI
II-3
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

Minyak Nabati Biji K.emiri


fosfor, magnesium, dan kalium. Dalam kemiri juga terkandung zat besi, seng, tembaga, dan
selenium dalam jumlah sedikit. Kandungan penting lainnya adalah vitamin, folat, serta
fitosterol yang dapat merusak enzim pembentuk kolesterol dalam hati sehingga dapat
menghambat pembentukan kolesterol. Protein pada biji kemiri terdiri dari asam amino
essensial maupun non essensial, fungsi asam amino esensial antara lain untuk pertumbuhan
karena asam amino terdapat di semua jaringan dan membentuk protein maupun antibody.
Asam amino non esensial yang menonjol pada kemiri yaitu asam glutamate dan asam
aspartat. Keberadaan asam glutamate yang memberikan rasa nikmat kemiri digunakan sebagai
bumbu dapur yang dapat menjadi pengganti penyedap masakan seperti MSG.
(Najib, 2011)

Mula-mula minyak kemiri dipakai sebagai pengganti linseed oil, yaitu minyak yang
dapat digunakan sebagai cat dan pernis, karena mempunyai sifat yang lebih baik dari linseed
oil. Minyak kemiri mempunyai sifat lebih mudah menguap atau mengering dibanding
dengan linseed oil, sehingga minyak kemiri termasuk golongan minyak yang mudah
menguap. Minyak kemiri dikenal dengan istilah "lumbang" di negara Filipina atau candle nut
oil di beberapa negara lainnya. Istilah ini timbul karena kebiasaan pemakaian tempurung
buah kemiri yang ditusukkan pada ujung bambu, sehingga menyerupai lilin bila tempurung
itu dibakar. Daging kemiri diperoleh setelah melepaskan biji dari kulit biji yang keras. Kulit
biji dapat dilepaskan dengan memanaskan buah langsung di atas api kemudian segera
direndam dalam air dingin atau buah dibanting sehingga pecah, atau dapat juga dengan
merebus selama 5 - 6 jam, kemudian ditumbuk. Di beberapa daerah, biji diletakkan di dalam
lubang yang dangkal ditutupi jerami, kemudian dibakar. Biji yang telah dipanaskan tersebut
dimasukkan dalam air sehingga kulit biji akan pecah. Dengan cara perebusan akan diperoleh
biji yang berwarna putih kecoklat-coklatan, sehingga minyak yang dihasilkan berwarna
gelap.
(Yoharde, 2011)

Tabel II.1.2 Komposisi kimia minyak kemiri


LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-4

Minyak Nabati Biji K.emiri


Asam lemak
Asam lemak jenuh

Jumlah (%)

Asam Palmitat

55

Asam Stearat

6,7

Asam lemak tak jenuh


Asam oleat

10,5

Asam linoleat

48,5

Asam linolenat

28,5

(Guenther,1990)

Tabel II.1.3 SNI Minyak Nabati 01-1684-1998 tahun 1997


Jenis Analisa
Konsentrasi

Nilai (%)
-

Kadar air

< 0,15

Berat jenis

0,924-0,929

Indeks bias

1,473 1,479

Asam lemak bebas

0,1 1,5

Bilangan Iod

136 167

Bilangan Asam
Bilangan Penyabunan
Bilangan Ester

5
184 202
-

(Guenther, 1952)

II.1.5 Proses Produksi Minyak Nabati


Proses produksi minyak nabati dari biji kemiri menggunakan 2 cara, yaitu:
1. Ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction)
2. Penyulingan (distillation)
3. Maserasi
II.1.5.1 Ekstraksi

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-5

Minyak Nabati Biji K.emiri


Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan atau cairan.
Proses ekstraksi mula-mula terjadi penggumpalan ekstrak dalam pelarut. Terjadi kontak antar
bahan dan pelarut sehingga terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi
yang telah bercampur dengan pelarut maka pelarut menembus kapiler dalam suatu bahan
padat dan melarutkan ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian
dalam bahan ekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi larutan
dengan larutan diluar bahan.
Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan
pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang
digunakan
(McCabe and Smith, 1993)

Gambar II.1.2 Alat ekstraksi


Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi minyak bermacam-macam,
yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent
extraction.
II.1.5.1.1 Dry Rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam
jacket serta alat pengaduk. Bahan yang diperkirakan mengandung minyak dimasukkan
kedalam tanpa penambahan air. Bahan dipanasi sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada
suhu 220-230 oF (105-110oC). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan
pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah
mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.
(Ketaren, 1986)

II.1.5.1.2 Wet Rendering


LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-6

Minyak Nabati Biji K.emiri


Wet Rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses. Cara ini dilakukan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan
menggunakan temperature yang tinggi serta tekanan 40-60 pound tekanan uap (40-60 psi).
Penggunaan temperature rendah dalam proses ini dilakukan jika diinginkan flavor netral dari
minyak atau lemak. Air dan bahan yang akan diekstraksi dimasukkan kedalam digester
dengan tekanan uap air sekitar 40-60 pound selama 4-6 jam.
(Ketaren, 1986)

II.1.5.1.3 Mechanical Expression


Mechanical expression merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama
untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari
bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70 %). Pada proses ini diperlukan perlakuan
pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya, Perlakuan pendahuluan
tersebut meliputi pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan.
(Ketaren,1986)

II.1.5.1.4 Solvent extraction


Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut
minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu
sekitar 1% dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara
expeller pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak
yang sering digunakan adalah petroleum ester, gasoline, karbon disulfide, karbon tetraklorida,
benzene dan n-heksana.
(Ketaren,1986)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi


1. Pelarut
Syarat pelarut yang baik :

Harus dapat melarutkan semua zat yangdiinginkan dengan cepat dan sempurna
(pelarut harus bersifat selektif).

Harus mempunyai titik didih yang cukup rendah, agar pelarut mudah diupkan
tanpa menggunakan suhu tinggi.

Pelarut tidak boleh larut dalam air.

Pelarut harus bersifat inert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen


oleoresin.

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-7

Minyak Nabati Biji K.emiri

Pelarut harus mempunyai titik didih yang sama, jika diuapkan tidak tertinggan
didalam minyak.

2. Temperatur
Ekstraksi akan berlangsung lebih cepat apabila dilakukan pada temperature yang
tinggi, tetapi apabila pada ekstraksi suhu terlalu tinggi akan menyebabkan beberapa
komponen pada bahan mengalami kerusakan.
3. Ukuran bahan
Penghancuran atau pengecilan ukuran bahan dilakukan agar permukaan kontak bahan
dengan pelarut semakin luas, sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung lebih cepat.
Laju ekstraksi ditentukan oleh luas permukaan kontak anatara bahan dengan pelarut.
4. Waktu pengontakan
Semalin lama kontak material padatan dengan pelarut atau semakin lama waktu
ekstraksi, maka kemungkinan kontak antara pelarut dan bahan akan semakin besar.
(Novi, Adi, 2011)

II.1.5.2 Distilasi
Macam-Macam Destilasi :
1. Flash Distillation dari Campuran Biner
Flash distillation terdiri dari penguapan dari cairan sedemikian rupa merubah
uap dalam kesetimbangan dengan cairan residu, memisahkan vapor dari cairan, dan
mengembunkan uap. Feed di alirkan dengan pompa melalui pemanas dan tekanan
dikurangi dengan valve. Campuran dari uap cairan masuk ke pemisah uap, dimana
waktu yang diperbolehkan untuk memisahkan cairan dan uap. Karena kontak dari
cairan dan uap sebelum pemisahan, pemisahan terjadi pada saat setimbang. Uap keluar
melalui line dan cairan melalui line g.

Gambar II.1.3 Plant for Flash Distillation


LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-8

Minyak Nabati Biji K.emiri


(McCabe and Smith, 1993)

2. Destilasi Bertingkat dengan Refflux (Rectification)


Destilasi bertingkat (rectification) tidak sama dengan flash distillation karena
dalam destiliasi bertingkat feed yang masuk memiliki volatilitas yang sebanding atau
tidak beda jauh. Disini distillasi bertingkat menggunakan prinsip distillasi kembali
untuk mendapatkan komponen yang lebih murni.

Gambar II.1.4 Destilasi Bertingkat dengan Refflux


(McCabe and Smith, 199

II.1.5.3 Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada
temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam
karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran
sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit
sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi
senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan
pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum pelarut
metanol merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik
bahan bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-9

Minyak Nabati Biji K.emiri

Gambar II.1.5. Proses Maserasi


(Anonim, 2012)

Prinsip Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya,
cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi
rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan
penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan.
(Srcib, 2012)

II.1.6 Kloroform
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal
karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai
pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan,
namun mudah menguap.
Tabel II.1.4 Karakteristik pelarut klorofrom
R umus molekul

CHCl3

Massa molar

119,38 gr/mol

Densitas
Titik lebur
Titik didih
Kelarutan dalam air
Bentuk Molekul

1,48 gr/cm3
63,5 C
61,2 C
0,8 g/100 ml pada 20oC
Tetrahedral

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-10

Minyak Nabati Biji K.emiri


Bahaya utama

Harmful (Xn), Irritant (Xi)

(Anonim, 2012)

II.1.10 Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan jumlah (kuantitas) minyak yang dihasilkan dari
ekstraksi tanaman aromatik. Adapun satuan yang digunakan adalah persen (%). Semakin
tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa minyak atsiri yang dihasilkan semakin besar.
Dengan semakin besarnya jumlah minyak, pendapatan sebuah pengusaha minyak atsiri pun
akan semakin besar. Peningkatan rendemen minyak yang dihasilkan dapat dilakukan dari dua
pendekatan, yaitu dari proses budi daya dan proses pembuatan minyak. Sementara faktor yang
harus diperhatikan untuk mendapatkan nilai tinggi setelah proses ekstraksi adalah
mempertahankan mutu (kualitas) minyak, bukan lagi masalah rendemen. Semakin tinggi
rendemen, biasanya minyak belum memenuhi syarat mutu yang baik. Sementara minyak
bermutu baik biasanya ditandai dengan jumlah rendemen yang sedikit.
Rendemen (%) =

x 100%

(Armando, 2009)

II.1.11 Densitas
Bobot jenis merupakan perbandingan berat dari suatu volume contoh pada
suhu 250C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat
digunakan untuk semua jenis minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang
digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer.

Gambar II.1.6 Piknometer


(Ketaren, 1986)

II.1.11 Viskositas
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-11

Minyak Nabati Biji K.emiri


Sifat yang disebut viskositas ini merupakan ketahanan sebuah fluida terhadap
deformasi atau perubahan bentuk. Newton mendalilkan bahwa tegangan geser dalam sebuah
fluida sebanding dengan laju perubahan kecepatan ruang yang normal terhadap aliran. Laju
perubahan kecepatan ruang ini disebut gradien kecepeatan, yang juga merupakan laju
deformasi sudut.

Gambar II.1.7 Viscometer Ostwald


Pada dasarnya viskositas ini disebabkan karena kohesi dan pertukaran momentum
molekuler diantara lapisan layer fluida pada saat fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, jarak
antar molekul jauh lebih kecil dibanding pada gas, sehingga kohesi molekul disitu begitu kuat
sekali. Peningkatan temperatur mengurangi kohesi molekuler, dan ini di wujudkan berupa
berkurangnya viskositas fluida. Viskositas fluida ini dipengaruhi banyak hal anatara lain
temperatur, konsentrasi larutan, bentuk partikel dan sebagainya.
(Audina, 2008)

II.1.12 Indeks Bias


Indeks bias dari suatu zat ialah perbandingan dari sinus sudut sinar jatuh dan sinus
sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui suatu zat. Refraksi atau pembiasan ini disebabkan
adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnetik dari atom-atom didalam
molekul cairan.
Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap indeks bias akan
bertambah besar. Indeks bias dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kadar lemak bebas, proses
oksidasi dan suhu.

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-12

Minyak Nabati Biji K.emiri

Gambar II.1.8 Refraktometer


(Ketaren,1986)

II.1.13 Bilangan Asam


Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas serta dihitung
berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam adalah
jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dari satu gram
minyak.
(Ketaren, 1986)

II.1.14 Bilangan Penyabunan


Penyabunan adalah proses pemutusan lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak
dengan adanya alkali. Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan
untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak.
(Ketaren, 1986)

II.1.15 Bilangan Iod


Bilangan iod adalah jumlah gram iod yang dapat diikat oleh 100 gram lemak. Ikatan
rangkap yang terdapat dalam asam lemak yang tidak jenuh akan beraksi dengan senyawa iod.
Bilangan iod dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak.
(Ketaren, 1986)

II.1.16 Bilangan Ester


Bilangan ester adalah jumlah asam organic yang bersenyawa sebagai ester dan
mempunyai hubungan dengan bilangan asam dan bilangan penyabunan. Bilangan ester dapat
dihitung sebagai selisish antara bilangan penyabunan dan bilangan asam.
(Ketaren,1986)

II.1.17 Bilangan Peroksida


Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada
minyak atau lemak.
(Ketaren, 1986)

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-13

Minyak Nabati Biji K.emiri


II.2 Aplikasi Industri
PEMBUATAN MINYAK KEMIRI DAN PEMURNIANNYA DENGAN ARANG AKTIF
DAN BENTONIT
Minyak kemiri diperoleh dari daging kemiri yang telah mengalami ekstraksi. Ekstraksi
dapat dilakukan secara mekanis dan pelarutan. Cara mekanis lebih sederhana dan dapat
dilakukan dengan pengempaan hidraulik atau pengempaan berulir. Pada pengempaan mekanis
diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak/lemak dipisahkan untuk menghasilkan
kualitas minyak lebih baik.
Kualitas minyak kemiri akan dipengaruhi oleh proses pembuatannya yaitu pada tahap
pemecahan biji kemiri, pembuatan minyak kemiri dan pemurnian minyak kemiri. Perlakuan
yang biasa diterapkan pada tahap pemecahan biji kemiri adalah pemanasan biji kemiri
sebelum dipecahkan yaitu perebusan, penyangraian dan penjemuran. Begitu juga pada tahap
pembuatan minyaknya, cara atau tipe yang digunakan akan menentukan kualitas minyak yang
dihasilkan. Tahapan terakhir adalah berupa pemurnian minyak kemiri, pada umumnya berupa
pengurangan kadar air, penyaringan dan pemucatan.
Bahan baku biji kemiri yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Kab. Timor
Tengah Utara, NTT. Bahan pemurni/pemucat yang digunakan adalah arang aktif tempurung
kemiri dan bentonit. Sedangkan bahan kimia yang dipakai diantaranya kalium iodida, natrium
thiosulfat, larutan kanji, asam klorida dan kalium hidroksida. Sedangkan peralatan yang
digunakan diantaranya adalah alat pres minyak kemiri sistem kempa hidralik, peralatan gelas
kaca, oven, timbangan, magnetik heating stirer, buret, pipet, gelas ukur dan alat titrasi.
Perlakuan pendahuluan yang diterapkan adalah pemanasan terhadap daging kemiri
sebelum dibuat minyaknya. Daging kemiri yang akan dipanaskan, dicincang terlebih dahulu
guna mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan rendemen minyaknya. Perlakuan
pemanasan yang digunakan adalah penjemuran (selama 3, 4 dan 5 jam), penyangraian (7,5;
12,5 dan 17,5 menit) dan pengovenan pada suhu suhu 800C (1; 1,5 dan 2 jam). Daging kemiri
yang telah dipanaskan dimasukkan dalam kain saring dan kemudian dipres dengan
menggunakan alat pres sistem kempa hidraulik pada suhu 600C. Minyak yang dihasilkan
ditentukan berat jenis, rendemen dan warnanya secara visual. Berdasarkan rendemen dan
warna minyaknya maka ditentukan kondisi terbaik pembuatan minyak kemiri, di mana pada
kondisi tersebut akan digunakan dalam pembuatan minyak kemiri selanjutnya.

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-14

Minyak Nabati Biji K.emiri


Daging Kemiri

Rajang

Dipanaskan kondisi
optimum

Minyak kemiri

Press pada suhu 60C

Arang aktif 2:3 dan 4%


pada suhu 100C
Pemurnian

Bentonit 2:3 dan 4%


pada suhu 100C
Kontrol

Minyak Kemiri Murni

Uji sifat fisik-kimia

Pemakaian arang aktif sebesar 2% menghasilkan sifat fisiko-kimia minyak kemiri


yang optimum, yaitu untuk indeks bias, berat jenis, bilangan iod dan bilangan asam dan telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia. Pemurnian minyak kemiri dengan menggunakan
arang aktif dan bentonit sebesar 2, 3 dan 4 persen dengan kondisi pemurnian yang digunakan,
belum mampu menghasilkan kualitas minyak yang diharapkan dan pemberian arang aktif
sebesar 2% dapat digunakan dalam pemurnian minyak kemiri karena telah mampu
memperbaiki sifat minyaknya. Selanjutnya perlu juga dilakukan suatu penelitian untuk
mengetahui penggunaan persentase arang aktif yang lebih rendah dari 2% dalam pemurnian
minyak kemiri.
(Darmawan, 2011)

LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOFUEL, ATSIRI DAN NABATI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI - ITS

II-15

Anda mungkin juga menyukai