Anda di halaman 1dari 6

ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM

Anemia mikrositik hipokrom dapat disebabkan karena


a. Kehilangan besi (perdarahan menahun)
b. Asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang
c. Kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan prematuritas)
Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom adalah
a. anemia defisiensi besi (gangguan besi)
b. anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)
c. thalasemia (gangguan globin)
d. anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)
Patofisiologi anemia mikrositik hipokrom
Tergantung dari penyebabnya
1. Anemia defisiensi besi terjadi dalam 3 tahap
Tahap 1 (tahap prelaten), dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin (simpanan besi)
Tahap 2 (tahap laten), dimana feritin dan saturasi transferin turun (tetapi Hb masih normal)
Tahap 3 (tahap def. besi), dimana feritin, saturasi transferin dan Hb turun (eritrosit menjadi
mikrositik hipokrom)
2. Anemia pada penyakit kronis
Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer yang mendasarinya.
Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi tampak pada feritin yang tinggi dan TIBC
yang rendah
3. Anemia sideroblastik
Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan besi yang ada di
sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit yang baru terbentuk dan
menumpuk pada mitokondria perinukleus.
4. Thalasemia
Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi karena sintesis hb yang
abnormal dan juga karena berkurangnya kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang normal.
Epidemiologi
Anemia defisiensi besi di Indonesia hampir sama prevalensinya antara laki-laki, wanita dan
wanita hamil. Sedangkan di negara barat, anemia defisiensi besi paling banyak terjadi pada
wanita hamil.
Thalasemia. Frekuensi gen thalasemia di Indonesia berkisar 3-10% . Kelainan ini kebanyakan di
daerah tropis dan subtropis. Namun sekarang sudah menyebar secara herediter ke seluruh
dunia.
Sintesa, Fungsi, dan Cara Kerja Hb
Hb (hemoglobin) terdiri dari Heme dan Globin.
Heme terdiri dari Fe dan protoporfirin sedangkan Globin terdiri dari sepasangang rantai a dan
non-a.
Fungsi dan cara kerja Hb adalah berikatan dengan O2 membentuk oksihemoglobin untuk dikirim
ke jaringan.
Reduce hemoglobin (hemoglobin yang melepaskan ikatannya dengan O2) merupakan bentuk
ikatan hemoglobin yang normal. Ikatan hemoglobin yang abnormal misalnya sulfhemoglobin,
methemoglobin, carboksihemoglobin.

Pemeriksaan Laboratorium yang mendukung


Untuk anemia mikrositik hipokrom, dilakukan pemeriksaan NER (Nilai eritrosit rata-rata) yang
terdiri dari VER, HER, KHER
1. VER (Volume Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan nilai hematokrit dengan jumlah eritrosit
(dalam juta) x 10. Satuannya fL. Nilai normalnya 80-98 fL.
Jika lebih besar dari pada normal : eritrositnya makrositer
Jika lebih kecil dari pada normal : eritrositnya mikrositer.
2. HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan nilai hemoglobin dengan jumlah
eritrosit (dalam juta ) x 10 . Satuannya pg. Nilai normalnya 27-32 pg
Jika lebih kecil dari normal biasanya eritrosit hipokrom
3. KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan nilai hemoglobin
dengan nilai hematokrit x 100. Satuannya g/dL. Nilai normalnya 31-35 g/dL.
Jika lebih kecil dari normal biasanya eritrosit hipokrom.
Kalau perhitungan sudah menunjukan bahwa eritrosit mikrositik hipokrom, maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan apus darah tepi untuk melihat morfologi darah tepi.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan ialah SI, TIBC, Saturasi transferin, feritin serum dan
elektroforesis Hb.
Biasanya elektroforesis Hb lebih menunjukan untuk sindrom talasemia.
Penatalaksanaan Anemia Mikrositik Hipokrom
1. Anemia defisiensi besi
a. terapi besi oral
Ferro sulfat, mengandung 67mg besi
Ferro glukonat, mengandung 37 mg besi.
b. terapi besi parenteral
biasa digunakan untuk pasien yang tidak bisa mentoleransi penggunaan besi oral.
Besi-sorbitol-sitrat diberikan secara injeksi intramuskular
Ferri hidroksida-sukrosa diberikan secara injeksi intravena lambat atau infus
c. Pengobatan Lain
Diet, diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani
Vitamin C diberikan 3 x 100mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
Transfusi darah, pada anemia def. Besi dan sideroblastik jarang dilakukan (untuk menghindari
penumpukan besi pada eritrosit)
2. Anemia pada penyakit kronik. Tidak ada pengobatan khusus yang mengobati penyakit ini,
sehingga pengobatan ditujukan untuk penyakit yang mendasarinya. Jika anemia menjadi berat,
dapat dilakukan transfusi darah dan pemberian eritropoietin.
3. Anemia sideroblastik. Penatalaksanaan anemia ini dapat dilakukan dengan veneseksi dan
pemberian vit b6 (pyridoxal fosfat). Setiap unit darah yang hilang pada veneseksi mengandung
200-250 mg besi.
4. Thalasemia. Transfusi darah dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar Hb >10 g/dL.
Tetapi transfusi darah yang berulang kadang mengakibatkan penimbunan besi, sehingga perlu
dilakukan terapi kelasi besi.

Thalasemia
1.Pengertian
a.Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua
kepada anak-anaknya secara resesif. Menurut Hukum Mandel
b.Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau
lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu.
c.Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defesiensi produksi
rantai ? atau (?) pada haemoglobin. (Suryadi, 2001)
d.Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan sel darah merah di
dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997).
Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
(eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai ? dan ?, yang diturunkan dari kedua orang tua
kepada anak-anaknya secara resesif.
2.Etiologi
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
3.Fisiologi
a.Sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Sel ini berbentuk
lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum tulang. Leukosit berada di dalam sirkulasi selama
kurang lebih 120 hari. Hitung rata-rata normal sel darah merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan
4,8 juta/ml pada wanita. Setiap sel darah merah manusia memiliki diameter sekitar 7,5 ?m dan
tebal 2 ?m.
Pembentukan sel darah merah (eritro poresis) mengalami kendali umpan balik. Pembentukan ini
dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam sirkulasi yang berada di atas nilai
normal dan dirangsang oleh keadaan anemia. Pembentukan sel darah merah juga dirangsang
oleh hipoksia.
b.Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah, suatu
protein yang mempunyai berat molekul 64.450.
Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam
stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam
aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa
hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang dibentuk dalam
siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol
bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk
membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida
panjang yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit
hemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.
Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung pada
susunan asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta,
rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam,
yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.
I.2 Suksinil-KoA + 2 glisin

II.4 pirol ? protoporfirin Ix


III.protoporfirin IX + Fe++ ? Heme
IV.Heme + Polipeptida ? Rantai hemoglobin (? atau ?)
V.2 rantai ? + 2 rantai ? ? hemoglobin A
c.Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh
sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer), limpa dan sumsum
tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi
yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan diangkut oleh transferin
menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah merah baru, atau menuju hati dari jaringan
lain untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh selsel makrofag menjadi bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu. (Guyton & Hall, 1997).
4.Patofisiologi
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2 rantai alfa dan dua
rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari
hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih
dari 2 % pada keadaan normal. Haemoglobin F (foetal) setelah lahir Foetus senantiasa menurun
dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada
keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia,
satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin
karena tidak ada pasangan dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewawa
(HbA). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit.
Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokrom, mikrositer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun
sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak memerlukan rantai beta
dan justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha
kompensasi.
Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal,
dan juga serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan
prekusornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup
eritrosit memendek dan hemolisis. (Soeparman, dkk, 1996)
5.Gambaran klinis
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis :
mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut sering
tidak jelas.
a.Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa
ditransfusi.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,
haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan
kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling)
dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur
spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang,
disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai umur, berat
badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi
kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

b.Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia
sedang (hemoglobin 7 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan
gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
c.Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk
heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
6.Pemeriksaan diagnostik
a.Pemeriksaan laboratorium
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis
dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah
dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga
hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS.
Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan
parankim hati oleh hemosiderosis.
Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata
ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b.Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula
kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan hair-on-end yang disebabkan perluasan sumsum
tulang ke dalam tulang korteks.
7.Penatalaksanaan
a.Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah SDM yang
diberikan sebaiknya 10 20 ml/kg BB.
b.Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit buruk
c.Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis.
Obat diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap
unit darah transfusi.
d.Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh Desferioksamin..
e.Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda sampai
pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
f.Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika
pubertas terlambat.
g.Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun
dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA Matched Sibling). Pada saat ini keberhasilan
hanya mencapai 30% kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996)
8.Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulangulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah
ruptur akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
9.Prognosis

Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade
ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chaleting agents
untuk mengurangi hemosiderosis (harganya pun mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh
penduduk negara berkembang).
Thalasemia tumor trait dan Thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai prognosis baik dan
dapat hidup seperti biasa.
10.Pencegahan
a.Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara
pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
b.Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot
salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas
dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan
digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan
tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

Anda mungkin juga menyukai