Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

INSTALASI ANESTESI
RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

BAB I
LAPORAN KASUS
A. SUBJEKTIF
1. Identitas Pasien
Nomor CM
: 19 62 56
Tanggal masuk : 5 Februari 2013
Tanggal operasi : 7 Februari 2013
Nama pasien
: Susanti
Alamat
: Jl. Let.Sujono Gg. Bersama, Medan
Umur
: 34 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Berat badan
: 50 kg
Tinggi badan
: 156 cm
Indeks Masa Tubuh:
Golongan darah : B

2. Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien tanggal 5 Februari 2013 pukul 10.00 Wib

Keluhan Utama
: Nyeri perut bagian bawah sejak 2 bulan
Riwayat penyakit sekarang :
Os datang dengan merasakan nyeri dan juga seperti ada yang mengganjal pada
perut bagian bawah. Kemudian Os berobat ke dokter dan diberikan obat
sehingga rasa nyerinya menghilang. Os tidak merasakan demam, tidak
merasakan mual ataupun muntah. Os mengaku bahwa BAK dan BAB normal.

Kemudian Os melakukan pemeriksaan USG dan didapatkan hasil berupa


Mioma Uteri.
Riwayat penyakit dahulu :
Os tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma, belum
pernah menjalani operasi sebelumnya, tidak memiliki riwayat trauma. Os juga
tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat obatan dann minuman.
Riwayat penyakit keluarga :
Dikeluarga Os tidak ada yang memiliki riwayat sakit asma, hipertensi,
jantung, diabetes melitus, maupun riwayat alergi.
B. OBJEKTIF
Pemeriksaan fisik tanggal 5 Februari 2013 pukul 20.00 wib.
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
Tekanan darah
Nadi
Respiratory Rate
Suhu
Kepala
Mata
Hidung

: 130/70 mmHg
: 72 x / menit reguler, isi dan tegangan cukup
: 20 x / menit, reguler, torakoabdominal
: 36,5oC per axilla.

: Normocephal, distribusi rambut merata tidak mudah tercabut.


: Konjungtiva anemis ( -/- ), sklera ikterik ( - /- )
: Nafas cuping hidung ( - ), deformitas ( - ), polip ( - ),

Mulut

perdarahan ( - ), lendir ( - ), sumbatan ( - ).


: mukosa lembab, sianosis ( - ), faring hiperemi ( - ), gigi palsu

Telinga

( - ), gigi goyah ( - ).
: Serumen ( - ), membran tymphani intact.

Leher
Tampak simetris, deviasi trakea ( - ), limfonodi tidak teraba, TVJ tidak
meningkat, massa ( - ).
Thorak
Inspeksi

: cor : IC terlihat
Pulmo : simetris saat statis dan dinamis, Retraksi (-),

deformitas (-)

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: cor : IC teraba kuat angkat, pelebaran (-), fibrasi (-)


Pulmo : gerak nafas simetris, fremitus taktil +/+
: cor : beda, pelebaran batas jantung (-)
Pulmo : sonor di seluruh lapangan paru
: cor : BJ I=II normal reguler, murmur (-), Gallop (-)
pulmo : suara dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

: datar, eritem (-), venektasi (-), spider naevy (-)


: bising usus (+) 10 x / menit
: timpani, nyeri ketok (-)
: soepel, nyeri tekan (+) dan teraba massa di suprasimfisis,

hepar-lien tidak teraba


Ekstremitas
Superior
: gerak aktif ( +/+ ), gerak pasif ( +/+ ), sianosis ( -/- ), udem
Inferior

( -/- ), akral hangat, capillary refill time < 2 detik.


: gerak aktif ( +/+ ), gerak pasif ( +/+ ), sianosis ( - ), udem
(-/-), akral hangat, capillary refill time < 2 detik.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin :
Tanggal 6 Februari 2013
Haemoglonin : 13,7 g/dL
Haematokrit : 41,1
%
Eritrosit
: 4,7
106/L
Leukosit
: 6100 /L
Trombosit
: 293,000 /L
Index Eritrosit
MCV
: 87.5 fL
MCH
: 29.1 pg
MCHC
: 33.4 %
Fungsi Hati
SGOT
: 21 U/I
SGPT
: 23 U/I
Ureum
: 24 mg/dL
Kreatinin
: 0.83 mg/dL

(1216)
(3647)
(3,95,6)
(4,00011,000)
(150,0000450,000)
(8036)
(2731)
(3034)
(<40)
(<40)
(2040)
(0.61.1)

2. USG Abdomen
Pada USG tampak massa mioma di corpus ukuran 3,5 x 1,0 cm
Kedua ovarium normal

Kesimpulan : mioma uteri

3. Thorax Foto
o CTR : 47 %
o Pulmo : dalam batas normal
o Kesan : jantung dan paru masih normal
D. DIAGNOSIS
Mioma uteri dengan status fisik ASA I.
E. PENATALAKSANAAN
Myomektomi
F. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis pra bedah: Myoma Uteri
2. Diagnosis pasca bedah : Post Myomektomy
3. Jenis pembedahan
: Myomektomy
4. Persiapan anestesi
:
- Informed consent
- Puasa 6 jam pre operasi
5. Jenis anestesi : Regional Anestesia Sub Arachnoid Block (RASAB)
6. Premedikasi anestesi : midazolam
7. Teknik anestesi
: Spinal
Pasien dalam posisi duduk dan kepala menunduk.
a.
Desinfeksi di daerah sekitar regio L3 L4.
b.
Blok dengan menyuntikkan jarum spinal no.26 pada regio L3 L4.
c.
Barbotage ( + ), LCS keluar ( + ) jernih, darah ( - )
d.
8. Obat anestesia : Bupivacain 20 mg
9. Oksigenasi
: Kanul O2 2 Liter/ menit
10. Posisi
: Supinasi
11. Status fisik
: ASA I
12. Induksi mulai : 10.20 wib
13. Operasi mulai : 10.30 wib
14. Operasi selesai : 11.20 wib
15. Berat badan : 50 kg
16. Lama operasi : 50 menit
17. Pasien puasa : 6 jam
18. Infus durante operasi : RL 1 flash (500 ml)
19. Cairan keluar : darah (155 ml), Urin (100 ml )

Tabel. 1 Tekanan Darah, Nadi dan Pemberian Obat.

Pukul

Tekanan Darah

Nadi

Pemberian obat

( WIB )

( mmHg )

( kali / menit )

10.20

120/70

80

10.35

100/62

86

10.45

79/58

62

10.50

102/63

101

11.05

110/70

94

Ranitidine

11.20

98/64

93

Ondensentron,

Bupivacain 20 mg

ketorolac

1.

2.

Post Op (dalam ruang pemulihan) :


- Tekanan darah : 107/62 mmHg
- Nadi : 64 x/menit
- Aldrete Score : Total = 9, dapat masuk ke ruang perawatan;
1. Aktivitas
: 1
2. Respirasi
: 2
3. Tekanan darah : 2
4. Kesadaran
: 2
5. Warna kulit : 2
Post Op dalam ruang perawatan 17 Januari 2013
- Pasien merasa nyeri di tempat jahitan dan merasa gatal di badan sejak
-

habis operasi
Gelisah (-), menggigil (-), mual (-), muntah (-), demam (-)
Tanda tanda vital :
a. Tekanan darah : 107/62 mmHg
b. Nadi : 80x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36,7oC

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.MIOMA UTERI
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun
leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpanginya. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi ( 20 25 % ),
dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan
patologi anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri
asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi
malignansi ( < 1 % ). Gejala mioma uteri secara medis dan sosial cukup
meningkatkan morbiditas, disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah
pelvis, dan disfungsi reproduksi. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia
reproduktif, pengobatan yang dapat dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma
uteri merupakan indikasi yang paling sering untuk dilakukan histerektomi di USA
( 1/3 dari seluruh angka histerektomi ).1
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural ( 54 % ),
subserosa ( 84 % ), submukosa ( 6, 1 % ) dan jenis intraligamenter ( 4, 4 % ).1
a.
Mioma submukosa1

Berada dibawah endometrium dan menonjolke dalam rongga uterus. Jenis ini
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering mengalami
infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa
pendikulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini
dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
Mioma intramural2
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
mempunyai bentuk yang berbenjol benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma
yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
b.

Mioma sibserosa1
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada

permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
c.

Mioma intraligamenter1
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke

ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol kedalam satu saluran servik sehingga
ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak
bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti

kumparan ( whorie like pattern ) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat
longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20 50 %
saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri.
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis
mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih
massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini
adalah bagian dari uterus. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal
ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia.1
B.

ANATOMI DALAM SPINAL ANESTESI


Kolumna vertebralis terdiri atas 33 vertebra, yaitu 7 vertebra servikalis, 12

vertebra thorakalis, 5 Vertebra lumbal, 5 vertebra sacral dan 4 vertebra coccygeus.


Disatukan oleh ligamentum vertebralis membentuk kanalis spinalis dimana medulla
spinalis terdapat didalamnya. Kanalis spinalis terisi oleh medula spinalis dan
meningen, jaringan lemak, dan pleksus venosus. Sebagian besar vertebra memiliki
corpus vertebra, 2 pedikel dan 2 lamina.2

Gambar 1. Anatomi vertebrae3


Untuk menjaga dan mempertahankan medulla spinalis seluruh vertebra
dilapisi oleh beberapa ligamentum. Tiga ligamentum yang akan dilalui pada prosedur
spinal anestesi teknik midline adalah ligamentum supraspinosum, ligamentum
interspinosum dan ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum dan
ligamentum flavum.2,3 Ligamentum interspinosum bersifat elastis, pada L3

L4

panjangnya sekitar 6 mm dan pada posisi fleksi maksimal menjadi 12 mm.


Ligamentum flavum merupakan ligamentum terkuat dan tebal, diservikal tebalnya
sekitar 1,5 3 mm, thorakal 3 6 mm, sedangkan daerah lumbal sekitar 5 6 mm.
Medulla spinalis dibungkus oleh tiga jaringan ikat yaitu durameter, arakhnoid, dan
piameter yang membentuk tiga ruangan yaitu ; ruang epidural, subdural dan
subarachnoid. Ruang subarakhnoid adalah ruang yang terletak antara arakhnoid dan
piameter. Ruang subarakhnoid terdiri dari trakebel, saraf spinalis, dan cairan
serebrospinalis. Ruang subdural merupakan suatu ruangan yang batasnya tidak jelas,

yaitu ruangan potensial yang terletak antara dura dan membrane arakhnoid. Ruang
epidural didefinisikan sebagai ruangan potensial yang dibatasi oleh durameter dan
ligamentum flavum. Medulla spinalis secara normal hanya sampai level vertebra L 1
atau L2 pada orang dewasa. Pada anak anak medulla spinalis berakhir pada level L 3.
Dibawah level ini elemen saraf berupa akar akar saraf yang keluar dari conus
medularis yang sering disebut dengan cauda equine terendam dalam cairan
serebrospinal.2

C.ANESTESI SPINAL
Analgesia atau anestesia regional adalah tindakan analgesia yang
dilakukand e n g a n
pada

lokasi

cara

serat

menyuntikkan

saraf

obat

anestetika

local

y a n g menginervasi regio tertentu, yang

menyebabkan hambatan konduksi impuls aferenyang bersifat temporer.


J e n i s j e n i s a n a l g e s i a r e g i o n a l a d a l a h b l o k s a r a f , b l o k pleksus

brakhialis, blok spinal subarachnoid, blok spinal epidural dan blok


regionalintravena.
Analgesia spinal ialah pemberian obat anestetik local
ke

dalam

r u a n g subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara

menyuntikkan anestetik local kedalam ruang subaraknoid.


1.Indikasi
a)Bedah ekstremitas bawah
b)Bedah panggul
c)Tindakan sekitar rectum perineum
d)Bedah obstetric ginekologi
e)Bedah urologi
f)Bedah abdomen bawah
2.Kontraindikasi Absolut
a)Pasien menolak
b)Infeksi pada tempat suntikan
c)Hipovolemia berat, syok
d)Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
e ) Tek a n a n i n t r a c r a n i a l m e n i n g g i
f)Fasilitasi resusitasi minim
g)Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anesthesia
3.

a)
b)
c)
d)
e)

Kontra inedikasi relative


Infeksi sistemik
Infeksi di sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikologis
Bedah lama

f) Penyakit jantung
g) Hipovolemia ringan
h) Sakit punggung kronis
4.
Persiapan Analgesia Spinal5
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anasthesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang atau pasien gemuk sekali sehingga
tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal hal
dibawah ini :
a) Informed consent, kita tidak boleh memaksa pasien
untuk menyetujui anasthesia spinal.
b) Pemeriksaan fisik ; tidak dijumpai kelainan fisik seperti
kelainan tulang punggun.
c) Pemeriksaan laboratorium anjuran ; Hemoglobin,
5.

hematokrit, protombin time, trombin time.


Peralatan Analgesia Spinal5
a) Peralatan monitor ; tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG
b) Peralatan resusitasi/ anesthesia umum
c) Jarum spinal ; jarum spinal dengan ujung tajam ( quincke Babcock )
atau jarum spinal dengan ujung pensil ( pencil point, whitecare )

Gambar 3. Jarum spinal (jarum tajam dan jarum pinsil)


6.

Teknik Analgesia Spinal5


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah
adalah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja operasi
tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan
posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
a)
Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus
lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang
belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus
spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

b)

Perpotogan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka


dengan tulang punggung adalah L4 atau L4 L5. Tentukan tempat
tusukan misalnya L2 L3, L3 L4. Tusukan pada L1 L2 atau diatasnya

c)

berisiko trauma terhadap medulla spinalis.


Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

d)

Beri anastetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1

e)

2 % 2 3 ml.
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G,
23 G atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum
( introducer ), yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira kira 2 cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum tajam ( Quincke Babcock ) irisan jarum
( bevel ) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur
miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca
spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut
pelan pelan ( 0,5 ml/detik ) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
menyakinkan posisi jarum yang benar dan likuor tidak keluar, putar
arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu
dapat dimasukkan kateter.

f) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah


hemoroid ( wasir ) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit

7.

ligamentum flavum dewasa 6 cm.


g)
Anastetik Lokal untuk Analgesia Spinal5

Berat jenis cairan serebrospinalis ( CSS ) pada suhu 37 C adalah 1.003


1.008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik.
Anestetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.
Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa. Untuk jenis hipobarik biasanya
digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur air injeksi.
BUPIVAKAIN
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai
berikut

1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide

hydrochloride.

Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih
kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO af
Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 196312. Secara komersial bupivakain
tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat
sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia
selama persalinan dan pasca bedah.
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun
hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal
bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%,
volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan
dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain
dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam
dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan
lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya
yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih
kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih
panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg

akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang
ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan
pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8
jam atau lebih. Pada dosis 0,25 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik
dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan
untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %,
epidural 0,5 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah
175 mg. Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.

KLONIDIN
Klonidin adalah salah satu contoh dari agonis 2 yang digunakan untuk obat
antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek kronotropik
negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat 2 agonis lain juga mempunyai efek
sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek anestesi dari pemberian
secara oral (3-5g/kg), intramuscular (2g/kg), intravena (1-3g/kg), transdermal
(0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75-150g) dan epidural (1-2g/kg) dari pemberian
klonidin. Secara umum klonidin menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesi
(menurunkan MAC) dan memberikan efek sedasi dan anxiolisis. Selama anestesi
umum, klonidin dilaporkan juga meningkatkan stabilitias sirkulasi intraoperatif
dengan

menurunkan

tingkatan

katekolamin.

Selama

anestesi

regional,

termasuk peripheral nerve block, klonidin akan meningkatkan durasi dari blokade.
Efek langsung pada medula spinalis mungkin dibantu oleh reseptor postsinaptik 2
dengan ramus dorsalis. Keuntungan lain juga mungkin berupa menurunkan terjadinya
postoperative

shivering,

inhibisi

dari

kekakuan

otot

akibat

obat

opioid,

gejalawithdrawal dari opioid, dan pengobatan dari beberapa sindrom nyeri kronis.
Efek samping dapat berupa bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan mulut
kering.

Klonidin adalah agonis alfa2-adrenergik parsial selektif yang bekerja secara


sentral yang bekerja sebagai obat anti hipertensi melalui kemampuannya untuk
menurunkan keluaran sistem saraf simpatis dari sistem saraf pusat. Obat ini telah
terbukti efektif digunakan pada pasien dengan hipertensi berat atau penyakit renindependen. Dosis dewasa yang biasa digunakan per oral adalah 0,2-0,3 mg.
Ketersediaan klonidin transdermal ditujukan untuk pemberian secara mingguan pada
pasien bedah yang tidak dapat diberikan obat per oral11.

EFEDRIN
Efedrin merupakan golongan simpatomimetik non katekolamin yang secara
alami ditemukan di tumbuhan efedra sebagai alkaloid. Efedrin mempunyai gugus OH
pada cincin benzena , gugus ini memegang peranan dalam efek secara langsung
pada sel efektor.
Seperti halnya Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor , 1, 2 19. Efek pada
1 di perifer adalah dengan jalan menghambat aktivasi adenil siklase. Efek pada 1
dan 2 adalah melalui stimulasi siklik-adenosin 3-5 monofosfat. Efek 1 berupa
takikardi tidak nyata karena terjadi penekanan pada baroreseptor karena efek
peningkatan TD20. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan
NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis (pemberian
efedrin yang terus menerus dalam jangka waktu singkat akan menimbulkan efek yang
makin lemah karena semakin sedikitnya sumber NE yang dapat dilepas, efek yang
menurun ini disebut takifilaksis terhadap efek perifernya. 21 Hanya I-efedrin dan
efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik.
Efedrin yang diberikan masuk ke dalam sitoplasma ujung saraf adrenergik dan
mendesak NE keluar21. Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin tetapi
berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat juga biasanya

tekanan diastolic, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini
sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung
mungkin tidak berubah akibat reflex kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan
darah. Aliran darah ginjal dan visceral berkurang, sedangkan aliran darah koroner,
otak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah
pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.

EPINEFRIN (ADRENALIN)
Adrenalin (epinephrine), adalah hormon katekolamin yang dihasilkan oleh
bagian medula kelenjar adrenal, dan suatu neurotransmitter yang dilepas oleh neuronneuron tertentu yang bekerja aktif di sistem saraf pusat. Epinephrin merupakan
stimulator yang kuat pada reseptor adrenergik sistem saraf simpatis, dan stimulan
jatung yang kuat, mempercepat frekuensi denyut jantung dan meningkatkan curah
jantung,

meningkatkan

glikogenolisis,

dan

mengeluarkan

efek

metabolik

lain. Epinephrine disimpan dalam granul kromatin dan akan dilepas sebagai respon
terhadap hipoglikemia, stres dan rangsangan lain.
Preparat

sintetik epineprine bentuk levorotatori digunakan

sebagai

vasokonstriktor topikal, stimulan jantung, dan bronkodilator, dapat diberikan


secaraintranasal,

intraoral,

parenteral,

atau inhalasi. Sedangkan norephineprine(noradrenalin) adalah suatu katekolamin


alamiah atau neurohormon yang dilepaskan oleh saraf adrenergik pasca ganglion dan
beberapa saraf otak, juga disekresi oleh medula adrenal sebagai respon terhadap
rangsangan splanchnicus dan

disimpan

dalam

granul

kromafin. Norepineprine merupakan neurotransmitter utama yang bekerja pada


reseptor

adrenergik -

dan 1. Norephineprine merupakan vasopressor kuat

dan

biasanya dilepaskan dalam tubuh sebagai respon terhadap hipotensi dan stres.
Preparat farmasi senyawa norephinephrine biasanya dalam bentuk garam bitartat.

FENTANYL
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika
digunakan

sebagai

penghilang

nyeri.

Dalam

bentuk

sediaan

injeksi

IM

(intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan


kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa
sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang
persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap
menggunakan analgesik narkotika23.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit.
Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat.
Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering
terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika
pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping
tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu
sebelum pengobatan dihentikan23.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB)
meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia
pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah
dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 g
menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek
apapun dan dosis tinggimeningkatkan kejadian efek samping.
8.

Penyebaran Anestetik Lokal Tergantung:

a) Faktor utama
Berat jenis anestetika lokal ( barisitas )
Posisi pasien ( kecuali isobarik )
Dosis dan volum anestetik lokal ( kecuali isobarik )
b) Faktor tambahan
Ketinggian suntikan
Kecepatan suntikan/ barbotase
Ukuran jarum
Keadaan fisik pasien
Tekanan intraabdominal
9.

Lama kerja anestetik lokal tergantung :5

Jenis anestetik lokal

Besarnya dosis

Ada tidaknya vasokonstriktor

Besarnya penyebaran anestetika lokal

10.

Komplikasi tindakan5
a) Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.
b) Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok

11.

sampai T2
c) Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.
d) Trauma pembuluh darah
e) Trauma saraf
f) Mual muntah
g) Gangguan pendengaran
h) Blok spinal tinggi, atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan5
a)
Nyeri tempat suntikan
b)
Nyeri punggung
c)
Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d)
Retensio urin
e)
Meningitis

12. PENILAIAN PASCA ANESTESI

Pulih dari anestesi umum atau regional secara rutin dikelola dikamar
pemulihan atau unit perawatan pasca anestesi. Idealnya dapat bangun dari
anesthesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering
dijumpai hal hal yang tidak menyenangkan akibat stress pasca operasi atau
pasca anesthesia yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular,
gelisah, kesakitan, mual muntah, menggigil dan kadang kadang
perdarahan.5
Selama di unit perawatan pasca anestesi pasien dinilai tingkat pulih
sadarnya untuk kriteria pemindahan ke ruang perawatan biasa.
Tabel 3. Aldrete Score
KESADARAN

WARNA KULIT

2.Sadar, orientasi baik


1. Dapat dibangunkan
0. Tidak dapat dibangunkan
2.Merah muda, tanpa oksigen saturasi
92 %
1. Pucat atau kehitaman, perlu oksigen
agar saturasi 90 %
0. Sianosis

AKTIFITAS

11.4

Ekstremitas bergerak

1.2 Ekstremitas bergerak


0. Tidak ada ekstremitas bergerak
RESPIRASI

2.Dapat nafas dalam, batuk


1. Nafas dangkal, sesak nafas
0. Apnoe atau obstruksi

KARDIOVASKULER

Keterangan

2.Tekanan darah berubah 20 %


1. berubah 20 30 %

9 10 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi


7 8 : Pindah Keruangan
5 6 : Pindah ke ICU

BAB III
DISKUSI KASUS

Regional Anestesi pada Mioma Uteri


Pada kasus ini pasien adalah seorang wanita 40 tahun dengan diagnosis
mioma uteri dan akan dilakukan myomektomi. Jenis anestesi yang digunakan adalah
regional anestesi dengan teknik SAB (Sub Arachnoid Block) pada lumbal III-IV.
Pemilihan teknik anestesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi, anakanak, dewasa muda, geriatri), status fisik, jenis dan lokasi operasi (kecil, sedang,
besar), keterampilan ahli bedah, keterampilan ahli anestesi, bahaya ledakan, dan
pendidikan. Teknik sub arachnoid block ini dipilih sesuai indikasi yaitu bedah
abdomen bawah, serta tidak ada kontraindikasi baik absolut maupun relatif.
Premedikasi merupakan tindakan pemberian obat-obatan sebelum dilakukan
induksi anestesi dengan tujuan untuk memperlancar induksi, rumatan dan bangun dari
anesthesia. Midazolam adalah obat dengan efek anxiolitik yang merupakan turunan
dari benzodiasepin, pemberian obat ini bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang

dirasakan pasien menjelang operasi dan memberikan efek amnesia anterograde


sehingga pasien tidak trauma dengan tindakan operasi. Midazolam bekerja
mendepresi sistem saraf pusat termasuk formatio retikularis dan limbik, serta
terkadang juga meningkatkan aktivitas GABA (neurotransmitter utama di otak).
Dosis midazolam yang dianjurkan adalah 1-2,5 mg. Pemberian O2 2 liter/menit
ditujukan untuk menjaga oksigenasi pasien.
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi
anestesi pada kasus ini menggunakan Decain 20 mg yang diinjeksikan ke dalam
ruang subarachnoid kanalis spinalis region antara lumbal 3-4, Decain berisi
bupivacaine HCl anhydrous. Kebanyakan obat anestesi lokal tidak memiliki efek
samping maupun efek toksik secara berarti. Pemilihan obat anestesi lokal disesuaikan
dengan lama dan jenis operasi yang akan dilakukan. Kerja bupivacaine adalah
menghambat konduksi saraf yang menghantarkan impuls dari saraf sensoris.
Selama anestesi berlangsung, pasien diberikan midazolam 2 mg IV. Pada
kasus ini digunakan ketorolac 30 mg dan ondencentron 4 mg. Ketorolac merupakan
analgetik kuat yang setara dengan opioid sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
Ketorolac bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa
mengganggu reseptor opioid pada sistem saraf pusat. Dosis ketorolac yang dianjurkan
adalah 30-60 mg, dan dilanjutkan dengan 15-30 mg setiap 6 jam dengan dosis
maksimal 120 mg/hari, dan lama pemberian terapi maksimal 5 hari. Ondencentron
berisi ondansetron HCl yang merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif
menekan mual dan muntah. Ondansetron HCl diberikan dengan tujuan mencegah
mual dan muntah setelah operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman.
Dosis ondansetron HCl yang dianjurkan yaitu 0,05 - 0,1 mg/KgBB.
Pengelolaan cairan:
Kebutuhan cairan selama operasi
Maintenance 2cc/kg BB/jam

= 50 x 2 cc x 1,75 = 175 cc

Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak pasien puasa sudah terpasang infuse RL
Stress operasi besar 6 cc/kg BB/jam

= 50 x 6 cc x 1,75 = 525 cc

Jadi kebutuhan selama operasi

= 175 cc + 525 cc = 700 cc

Setelah operasi diketahui jumlah perdarahan sebanyak 250 cc,


EBV (Estimated Blood Volume) dewasa wanita : 65 ml/kg BB
EBV

= 65 x 50
= 3250 ml

EBV %

= 250/3250 = 7,7%

Perdarahan yang terjadi kurang dari 20% EBV sehingga tidak perlu diberikan
transfusi darah.
Kebutuhan cairan di ruang perawatan (bangsal) :
Maintenance
BB 40 kg

: 2cc/ kg BB/jam
: 2 x 50 kg = 100 ml/ jam

Jadi jumlah tetesan per menit jika menggunakan jarum 1 ml 20 tetes per menit
adalah ( 100/60 menit) x 20 tetes = 33,3 tetes/menit
Pasien dipindahkan ke recovery room setelah operasi selesai untuk diobservasi. Bila
pasien tenang, stabil, dan aldert score 9 10 maka dapat dipindahkan ke ruangan.

Anda mungkin juga menyukai