INSTALASI ANESTESI
RUMAH SAKIT HAJI MEDAN
BAB I
LAPORAN KASUS
A. SUBJEKTIF
1. Identitas Pasien
Nomor CM
: 19 62 56
Tanggal masuk : 5 Februari 2013
Tanggal operasi : 7 Februari 2013
Nama pasien
: Susanti
Alamat
: Jl. Let.Sujono Gg. Bersama, Medan
Umur
: 34 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Berat badan
: 50 kg
Tinggi badan
: 156 cm
Indeks Masa Tubuh:
Golongan darah : B
2. Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien tanggal 5 Februari 2013 pukul 10.00 Wib
Keluhan Utama
: Nyeri perut bagian bawah sejak 2 bulan
Riwayat penyakit sekarang :
Os datang dengan merasakan nyeri dan juga seperti ada yang mengganjal pada
perut bagian bawah. Kemudian Os berobat ke dokter dan diberikan obat
sehingga rasa nyerinya menghilang. Os tidak merasakan demam, tidak
merasakan mual ataupun muntah. Os mengaku bahwa BAK dan BAB normal.
: 130/70 mmHg
: 72 x / menit reguler, isi dan tegangan cukup
: 20 x / menit, reguler, torakoabdominal
: 36,5oC per axilla.
Mulut
Telinga
( - ), gigi goyah ( - ).
: Serumen ( - ), membran tymphani intact.
Leher
Tampak simetris, deviasi trakea ( - ), limfonodi tidak teraba, TVJ tidak
meningkat, massa ( - ).
Thorak
Inspeksi
: cor : IC terlihat
Pulmo : simetris saat statis dan dinamis, Retraksi (-),
deformitas (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin :
Tanggal 6 Februari 2013
Haemoglonin : 13,7 g/dL
Haematokrit : 41,1
%
Eritrosit
: 4,7
106/L
Leukosit
: 6100 /L
Trombosit
: 293,000 /L
Index Eritrosit
MCV
: 87.5 fL
MCH
: 29.1 pg
MCHC
: 33.4 %
Fungsi Hati
SGOT
: 21 U/I
SGPT
: 23 U/I
Ureum
: 24 mg/dL
Kreatinin
: 0.83 mg/dL
(1216)
(3647)
(3,95,6)
(4,00011,000)
(150,0000450,000)
(8036)
(2731)
(3034)
(<40)
(<40)
(2040)
(0.61.1)
2. USG Abdomen
Pada USG tampak massa mioma di corpus ukuran 3,5 x 1,0 cm
Kedua ovarium normal
3. Thorax Foto
o CTR : 47 %
o Pulmo : dalam batas normal
o Kesan : jantung dan paru masih normal
D. DIAGNOSIS
Mioma uteri dengan status fisik ASA I.
E. PENATALAKSANAAN
Myomektomi
F. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis pra bedah: Myoma Uteri
2. Diagnosis pasca bedah : Post Myomektomy
3. Jenis pembedahan
: Myomektomy
4. Persiapan anestesi
:
- Informed consent
- Puasa 6 jam pre operasi
5. Jenis anestesi : Regional Anestesia Sub Arachnoid Block (RASAB)
6. Premedikasi anestesi : midazolam
7. Teknik anestesi
: Spinal
Pasien dalam posisi duduk dan kepala menunduk.
a.
Desinfeksi di daerah sekitar regio L3 L4.
b.
Blok dengan menyuntikkan jarum spinal no.26 pada regio L3 L4.
c.
Barbotage ( + ), LCS keluar ( + ) jernih, darah ( - )
d.
8. Obat anestesia : Bupivacain 20 mg
9. Oksigenasi
: Kanul O2 2 Liter/ menit
10. Posisi
: Supinasi
11. Status fisik
: ASA I
12. Induksi mulai : 10.20 wib
13. Operasi mulai : 10.30 wib
14. Operasi selesai : 11.20 wib
15. Berat badan : 50 kg
16. Lama operasi : 50 menit
17. Pasien puasa : 6 jam
18. Infus durante operasi : RL 1 flash (500 ml)
19. Cairan keluar : darah (155 ml), Urin (100 ml )
Pukul
Tekanan Darah
Nadi
Pemberian obat
( WIB )
( mmHg )
( kali / menit )
10.20
120/70
80
10.35
100/62
86
10.45
79/58
62
10.50
102/63
101
11.05
110/70
94
Ranitidine
11.20
98/64
93
Ondensentron,
Bupivacain 20 mg
ketorolac
1.
2.
habis operasi
Gelisah (-), menggigil (-), mual (-), muntah (-), demam (-)
Tanda tanda vital :
a. Tekanan darah : 107/62 mmHg
b. Nadi : 80x/menit
c. RR : 20x/menit
d. Suhu : 36,7oC
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.MIOMA UTERI
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun
leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpanginya. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi ( 20 25 % ),
dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan
patologi anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri
asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi
malignansi ( < 1 % ). Gejala mioma uteri secara medis dan sosial cukup
meningkatkan morbiditas, disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah
pelvis, dan disfungsi reproduksi. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia
reproduktif, pengobatan yang dapat dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma
uteri merupakan indikasi yang paling sering untuk dilakukan histerektomi di USA
( 1/3 dari seluruh angka histerektomi ).1
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural ( 54 % ),
subserosa ( 84 % ), submukosa ( 6, 1 % ) dan jenis intraligamenter ( 4, 4 % ).1
a.
Mioma submukosa1
Berada dibawah endometrium dan menonjolke dalam rongga uterus. Jenis ini
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering mengalami
infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa
pendikulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini
dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
Mioma intramural2
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
mempunyai bentuk yang berbenjol benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma
yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
b.
Mioma sibserosa1
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
c.
Mioma intraligamenter1
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol kedalam satu saluran servik sehingga
ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak
bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
kumparan ( whorie like pattern ) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat
longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20 50 %
saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri.
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis
mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih
massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini
adalah bagian dari uterus. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal
ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia.1
B.
L4
yaitu ruangan potensial yang terletak antara dura dan membrane arakhnoid. Ruang
epidural didefinisikan sebagai ruangan potensial yang dibatasi oleh durameter dan
ligamentum flavum. Medulla spinalis secara normal hanya sampai level vertebra L 1
atau L2 pada orang dewasa. Pada anak anak medulla spinalis berakhir pada level L 3.
Dibawah level ini elemen saraf berupa akar akar saraf yang keluar dari conus
medularis yang sering disebut dengan cauda equine terendam dalam cairan
serebrospinal.2
C.ANESTESI SPINAL
Analgesia atau anestesia regional adalah tindakan analgesia yang
dilakukand e n g a n
pada
lokasi
cara
serat
menyuntikkan
saraf
obat
anestetika
local
dalam
a)
b)
c)
d)
e)
f) Penyakit jantung
g) Hipovolemia ringan
h) Sakit punggung kronis
4.
Persiapan Analgesia Spinal5
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anasthesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang atau pasien gemuk sekali sehingga
tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal hal
dibawah ini :
a) Informed consent, kita tidak boleh memaksa pasien
untuk menyetujui anasthesia spinal.
b) Pemeriksaan fisik ; tidak dijumpai kelainan fisik seperti
kelainan tulang punggun.
c) Pemeriksaan laboratorium anjuran ; Hemoglobin,
5.
b)
c)
d)
e)
2 % 2 3 ml.
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G,
23 G atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum
( introducer ), yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira kira 2 cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum tajam ( Quincke Babcock ) irisan jarum
( bevel ) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur
miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca
spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut
pelan pelan ( 0,5 ml/detik ) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
menyakinkan posisi jarum yang benar dan likuor tidak keluar, putar
arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu
dapat dimasukkan kateter.
7.
1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide
hydrochloride.
Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih
kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO af
Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 196312. Secara komersial bupivakain
tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat
sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia
selama persalinan dan pasca bedah.
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun
hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal
bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%,
volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan
dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain
dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam
dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan
lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya
yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih
kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih
panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg
akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang
ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan
pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8
jam atau lebih. Pada dosis 0,25 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik
dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan
untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %,
epidural 0,5 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah
175 mg. Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.
KLONIDIN
Klonidin adalah salah satu contoh dari agonis 2 yang digunakan untuk obat
antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek kronotropik
negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat 2 agonis lain juga mempunyai efek
sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek anestesi dari pemberian
secara oral (3-5g/kg), intramuscular (2g/kg), intravena (1-3g/kg), transdermal
(0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75-150g) dan epidural (1-2g/kg) dari pemberian
klonidin. Secara umum klonidin menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesi
(menurunkan MAC) dan memberikan efek sedasi dan anxiolisis. Selama anestesi
umum, klonidin dilaporkan juga meningkatkan stabilitias sirkulasi intraoperatif
dengan
menurunkan
tingkatan
katekolamin.
Selama
anestesi
regional,
termasuk peripheral nerve block, klonidin akan meningkatkan durasi dari blokade.
Efek langsung pada medula spinalis mungkin dibantu oleh reseptor postsinaptik 2
dengan ramus dorsalis. Keuntungan lain juga mungkin berupa menurunkan terjadinya
postoperative
shivering,
inhibisi
dari
kekakuan
otot
akibat
obat
opioid,
gejalawithdrawal dari opioid, dan pengobatan dari beberapa sindrom nyeri kronis.
Efek samping dapat berupa bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan mulut
kering.
EFEDRIN
Efedrin merupakan golongan simpatomimetik non katekolamin yang secara
alami ditemukan di tumbuhan efedra sebagai alkaloid. Efedrin mempunyai gugus OH
pada cincin benzena , gugus ini memegang peranan dalam efek secara langsung
pada sel efektor.
Seperti halnya Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor , 1, 2 19. Efek pada
1 di perifer adalah dengan jalan menghambat aktivasi adenil siklase. Efek pada 1
dan 2 adalah melalui stimulasi siklik-adenosin 3-5 monofosfat. Efek 1 berupa
takikardi tidak nyata karena terjadi penekanan pada baroreseptor karena efek
peningkatan TD20. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan
NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis (pemberian
efedrin yang terus menerus dalam jangka waktu singkat akan menimbulkan efek yang
makin lemah karena semakin sedikitnya sumber NE yang dapat dilepas, efek yang
menurun ini disebut takifilaksis terhadap efek perifernya. 21 Hanya I-efedrin dan
efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik.
Efedrin yang diberikan masuk ke dalam sitoplasma ujung saraf adrenergik dan
mendesak NE keluar21. Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin tetapi
berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat juga biasanya
tekanan diastolic, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini
sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung
mungkin tidak berubah akibat reflex kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan
darah. Aliran darah ginjal dan visceral berkurang, sedangkan aliran darah koroner,
otak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah
pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.
EPINEFRIN (ADRENALIN)
Adrenalin (epinephrine), adalah hormon katekolamin yang dihasilkan oleh
bagian medula kelenjar adrenal, dan suatu neurotransmitter yang dilepas oleh neuronneuron tertentu yang bekerja aktif di sistem saraf pusat. Epinephrin merupakan
stimulator yang kuat pada reseptor adrenergik sistem saraf simpatis, dan stimulan
jatung yang kuat, mempercepat frekuensi denyut jantung dan meningkatkan curah
jantung,
meningkatkan
glikogenolisis,
dan
mengeluarkan
efek
metabolik
lain. Epinephrine disimpan dalam granul kromatin dan akan dilepas sebagai respon
terhadap hipoglikemia, stres dan rangsangan lain.
Preparat
sebagai
intraoral,
parenteral,
disimpan
dalam
granul
adrenergik -
dan
biasanya dilepaskan dalam tubuh sebagai respon terhadap hipotensi dan stres.
Preparat farmasi senyawa norephinephrine biasanya dalam bentuk garam bitartat.
FENTANYL
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika
digunakan
sebagai
penghilang
nyeri.
Dalam
bentuk
sediaan
injeksi
IM
a) Faktor utama
Berat jenis anestetika lokal ( barisitas )
Posisi pasien ( kecuali isobarik )
Dosis dan volum anestetik lokal ( kecuali isobarik )
b) Faktor tambahan
Ketinggian suntikan
Kecepatan suntikan/ barbotase
Ukuran jarum
Keadaan fisik pasien
Tekanan intraabdominal
9.
Besarnya dosis
10.
Komplikasi tindakan5
a) Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.
b) Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
11.
sampai T2
c) Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.
d) Trauma pembuluh darah
e) Trauma saraf
f) Mual muntah
g) Gangguan pendengaran
h) Blok spinal tinggi, atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan5
a)
Nyeri tempat suntikan
b)
Nyeri punggung
c)
Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d)
Retensio urin
e)
Meningitis
Pulih dari anestesi umum atau regional secara rutin dikelola dikamar
pemulihan atau unit perawatan pasca anestesi. Idealnya dapat bangun dari
anesthesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering
dijumpai hal hal yang tidak menyenangkan akibat stress pasca operasi atau
pasca anesthesia yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular,
gelisah, kesakitan, mual muntah, menggigil dan kadang kadang
perdarahan.5
Selama di unit perawatan pasca anestesi pasien dinilai tingkat pulih
sadarnya untuk kriteria pemindahan ke ruang perawatan biasa.
Tabel 3. Aldrete Score
KESADARAN
WARNA KULIT
AKTIFITAS
11.4
Ekstremitas bergerak
KARDIOVASKULER
Keterangan
BAB III
DISKUSI KASUS
= 50 x 2 cc x 1,75 = 175 cc
Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak pasien puasa sudah terpasang infuse RL
Stress operasi besar 6 cc/kg BB/jam
= 50 x 6 cc x 1,75 = 525 cc
= 65 x 50
= 3250 ml
EBV %
= 250/3250 = 7,7%
Perdarahan yang terjadi kurang dari 20% EBV sehingga tidak perlu diberikan
transfusi darah.
Kebutuhan cairan di ruang perawatan (bangsal) :
Maintenance
BB 40 kg
: 2cc/ kg BB/jam
: 2 x 50 kg = 100 ml/ jam
Jadi jumlah tetesan per menit jika menggunakan jarum 1 ml 20 tetes per menit
adalah ( 100/60 menit) x 20 tetes = 33,3 tetes/menit
Pasien dipindahkan ke recovery room setelah operasi selesai untuk diobservasi. Bila
pasien tenang, stabil, dan aldert score 9 10 maka dapat dipindahkan ke ruangan.