LP JIWA 7 Diagnosa
LP JIWA 7 Diagnosa
Respon
Maladaptif
Aktualisasi
diri
Konsep diri
positif
Harga diri
rendah
Kerancuan
identitas
Depersonalisasi
mengintegrasikan
dengan
lain,
orang
menghindari
hubungan
dengan
orang
lain
klien lain/perawat
9 Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
10 Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
11 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap
12 Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari (Keliat, 1999).
G. Teori Para Ahli Mengenai Harga Diri Rendah
Peplau dan Sulivan dalam Keliat (1999) mengatakan bahwa
pengalaman interpersonal di masa atau tahap perkembangan dari bayi
sampai lanjut usia yang tidak menyenangkan seperti good me, bad me,
not me, merasa sering dipersalahkan, atau merasa tertekan kelak, akan
menimbulkan perasaan aman yang tidak terpenuhi. Hal ini dapat
menimbulkan perasaan ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang
digunakan tidak efektif dapat menyebabkan harga diri rendah.
Caplan dalam Keliat (1999) mengatakan bahwa lingkungan
sosial, pengalaman individu dan adanya perubahan social seperti
perasaan dikucilkan, ditolak serta tidak dihargai akan mempengaruhi
individu.
Keadaan
seperti
ini
dapat
menyebabkan
stress
dan
serta
dalam
aktivitas
sosial,
agama,
klub
politik,
kelompok/geng)
c. Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri
(misal : olahraga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontes
untuk mendapatkan popularitas)
d. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan idividu
(misal : penyalahgunaan obat)
2. Pertahanan jangka panjang
a. Penutupan identitas : Adopsi identitas premature yang diinginkan
oleh orang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan,
aspirasi dan potensi diri individu tersebut
b. Identitas negatif
: Asumsi identitas yang tidak wajar untuk
dapat diterima oleh nilai dan harapan masyarakat.
II.
lain
Data Minor :
DS : Klien mengatakan malas, putus asa, ingin mati.
DO : Klien malas-malasan, produktivitas menurun
III.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan
Bandung : RSJP.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
I.
kegagalan
kemampuan
untuk
melaksanakan
atau
aliran
air
mandi,
mendapatkan
perlengkapan
mandi,
melepaskan pakaian,
makanan,
menangani
perkakas,
mengunyah
container,
memanipulasi
makanan
dalam
mulut,
atau
ketidakmampuan
dalam
1. Menyendiri (Solitude)
Respon Maladaptif
Kesepian
Menarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
Impulsive
Narcisme
4. Saling Ketergantungan
individu
dengan
orang
:
lain
rangka
membina
hubungan
interpersonal.
II.
baik.
DO : Badan kotor, dandan tidak rapih, makan berantakan, BAB/BAK
sembarang tempat.
Data Minor :
DS : Merasa tidak berguna, merasa tak perlu merubah penampilan,
III.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan
Jakarta : EGC.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed : 1.
Bandung : RSJP.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
I.
fleksibel
yang
menimbulkan
perilaku
maladaptif
dan
secara
spontan
dengan
orang
lain,
yang
dengan
orang
lain
yang
dimanifestasikan
dengan
Respons Maladaptif
Menyendiri
Merasa sendiri
Menarik diri
Otononi
Depedensi
Ketergantungan
Bekerja sama
Curiga
Manipulasi
Interdependen
curiga
Berikut
ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi
sosial.
1. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan
kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk
respons adaptif.
a. Menyendiri, respons
yang
dibutuhkan
seseorang
untuk
presipitasi.
Faktor
perkembangan
dan
sosial
budaya
Keadaan
ini
dapat
menimbulkan
perilaku
tidak
ingin
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi
maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang
nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tugas Perkembangan Berhubungan Dengan Pertumbuhan
Interpersonal.
Tahap Perkembangan
Masa Bayi
Masa Bermain
Masa Prasekolah
Masa Sekolah
Masa Praremaja
Masa Remaja
Tugas
Menetapkan rasa percaya
Mengembangkan otonomi dan awal
perilaku mandiri
Belajar menunjukkan inisiatif, rasa
tanggung jawab, dan hati nurani
Belajar berkompetisi, bekerja sama,
dan berkompromi
Menjalin hubungan intim dengan
teman sesama jenis kelamin.
Menjadi intim dengan teman lawan
jenis atau bergantung pada orang
tua.
Menjadi saling bergantung antara
faktor
1.
Kebutuhan Fisiologis
Klien dengan interaksi sosial menarik diri kurang memperhatikan diri
dan lingkungannya sehingga motivasi untuk makan sendiri tidak ada.
Klien kurang memperhatikan kebutuhan istirahat dan tidur, karena
asyik dengan pikirannya sendiri sehingga tidak ada minat untuk
mengurus diri dan keberhasilannya.
2.
3.
II.
DS
Klien
mengatakan
mengatakan orang
malas
berinteraksi,
Data Minor :
DS
Curiga
dengan
orang
lain,
mendengar
suara/melihat
bayangan, merasa tak berguna
DO
: Mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak berinisiatif
berhubungan dengan orang lain
III.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang :
Jakarta : EGC.
Keliat Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing
(5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book.
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
I.
berupa
suara,
penglihatan,
pengecapan,
perabaan,
atau
lebih
indra
pancaindra
tanpa
adanya
terhadap
stres
yang
Data Objektif
Halusinasi Dengar
sendiri.
(Klien
Data Subjektif
suara-
suara
atau
mendengar
kegaduhan.
suara/bunyi yang tidak Marah-marah tanpa
ada
hubungannya
Mendengar
suara
sebab.
dengan stimulus yang
yang
mengajak
Mendekatkan
nyata/lingkungan).
telinga
ke
bercakap-cakap.
arah
tertentu.
Mendengar
suara
menyuruh
Menutup telinga.
melakukan sesuatu
yang berbahaya.
Melihat
sinar,
bayangan,
bentuk
geometris,
kartun,
jelas/samar Ketakutan
pada melihat hantu, atau
terhadap
adanya
situasi yang tidak monster.
stimulus yang nyata dari
jelas.
yang
lingkungan
dan
orang
Halusinasi Penciuman
Mengendus-endus
seperti
dari
sumber
sedang seperti
membaui
bau-
bauan tertentu.
Membauai bau-bauan
urin,
bau
darah,
feses,
terkadang
dan
bau-bau
tersebut
Menutup hidung.
menyenangkan
bagi
klien.
merasakan Muntah.
sesuatu yang tidak nyata,
biasanya
Merasakan
rasa
seperti
urin,
darah,
atau feses.
merasakan
Menggaruk-garuk
permukaan kulit.
(Klien
sesuatu
merasakan
pada
ada
serangga
di
permukaan kulit.
kulitnya
Merasa
nyata)
seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik
(Klien merasa badannya
bergerak
Mengatakan
dalam
suatu
Memegang kakinya
Mengatakan
yang
badannya
dianggapnya
di udara.
melayang
bergerak sendiri.
ruangan/anggota
badannya bergerak)
Halusinasi Viseral
(Perasaan tertentu timbul
dalam tubuhnya)
Memegang
Mengatakan perutnya
badannya
yang menjadi
mengecil
dianggap
setelah
minum
berubah
bentuk softdrink.
D. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stress. Diperoleh dari klien atau keluarga. Faktor predisposisi
meliputi:
1. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
2. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang
merasa disingkarkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di
lingkungan yang membesarkannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP).
4. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realitas.
5. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
E. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
F. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
merupakan
hal
yang
menyenangkan
bagi
klien.
Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control
kesadaran
Perilaku yang muncul :
a. Tersenyum atau tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
2. Tahap II ( non-psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan yang berat. Secara umum, halusinasi yang ada
dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasakan dilecehkan
oleh pengalaman tersebut
b. Mulai merasa kehilangan kontrol
c. Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul :
berat,
dan
halusinasi
tidak
dapat
ditolak
lagi.
Karekteristik :
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b. Isi halusinasi menjadi atraktif
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku yang muncul :
a. Klien menuruti perintah halusinasi
b. Sulit berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e. Klien tampak tremor dan berkeringat
4. Tahap IV ( psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panic
Perilaku yang muncul :
a. Resiko tinggi menciderai
b. Agitasi atau kataton
c. Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya
diawali dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungan karena
orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi
dengar dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada kejelekan
maka akan berisiko terhadap perilaku
II.
DO
suara
: Menyendiri, melamun
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Jakarta.
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya :
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM
I.
Menolak makan
Tidak ada perhatian pada perawatan diri
Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
Gerakan tidak terkontrol
Mudah teresinggung
Respon Maladaptif
-Pikiran logis
-Persepsi akurat
-Emosi konsisten
dng pengalaman
-Perilaku sesuai
-Hubungan social
harmonis
D. Penyebab
dari Waham
-Kadang proses
piker terganggu
-Ilusi
-Emosi berlebih
-Berperilaku yg tidak
biasa
-Menarik diri
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkemabangan
Hambatan
perkembangan
akan
mengganggu
hubungan
yang
merasa
diasingkan
dan
kesepian
dapat
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat
menimbulkan
ansietas
dan
berakhir
dengan
pengingkaran
terhadap kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena atrofi otak, pembesaran ventrikel di
otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbik.
e. Genetis
Diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
f.
Neurobiologis
Adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
g. Neurotransmitter
Abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
h. Virus paparan virus influensa pada trimester III
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang
yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga
dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
F. Mekanisme Koping
yang
menakutkan
berhubungan
dengan
respon
dengan
waham
dapat
berakibat
terjadinya
resiko
suatu
tindakan
yang
kemungkinan
dapat
melukai/
II.
1.
Memperlihatkan permusuhan
2.
3.
4.
5.
mengerti
DO : Marah marah karena urusan sepele, menyendiri.
III.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang :
Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psykiatric Nursing
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
I.
2. Verbal
3. Perilaku
4. Emosi
7. Sosial
C. Rentang Respon
Respon Adaptif
Asertif
Respon Maladaptif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Keterangan
1. Asertif
:
: Individu dapat mengungkapkan marah tanpa
2. Frustasi
3. Pasif
4. Agresif
Pasif
Negatif dan
Asertif
Positif dan
Agresif
Menyombongkan
Pembicaraa
merendahkan diri,
menawarkan diri,
diri. Merendahkan
contohnya perkataan :
Dapatkah saya?
Dapatkah kamu?
contohnya
orang lain,
perkataan :
Saya dapat
Saya akan.
contohnya
perkataan :
Kamu selalu
Kamu tidak
Tekanan
Cepat lambat,
Sedang
pernah
Keras dan ngotot
suara
Posisi badan
mengeluh
Menundukan kepala
Kaku, condong
Jarak
Mempertahankan
kedepan
Siap dengan jarak
sikap acuh/
akan menyerang
Sikap tenang
orang lain
Mengancam, posisi
Penampilan
mengabaikan
Loyo, tidak dapat
Kontak mata
tenang
Sedikit/sama sekali
Mempertahankan
menyerang
Mata melotot dan
tidak
dipertahankan
dengan hubungan
Sumber
D. Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1996)
terdapat
beberapa
teori
yang
dapat
biologic,
ada
beberapa
hal
yang
dapat
bahwa
berbagai
neurotransmitter
(epinefrin,
Peningkatan
hormone
androgen
dan
norepinefrin
serta
menjelaskan
bahwa
tidak
,erupakan
factor
predisposisi
terjadinya
perilaku
kekerasan
E. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan eksternal :
dan
mempuanyai
riwayat
anti
sosial
seperti
tahap
perkembangan,
atau
perubahan
tahap
perkembangan keluarga.
F. Mekanisme Koping
Mekanisme yang
umum
digunakan
adalah
mekanisme
sehingga
sulit
untuk
bergaul
dengan
orang
lain.
Bila
G. Faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
masalah
perilaku
III.
mengancam dirinya
DO
: menjau dari orang lain, katatonia
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi Ana, 1999, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC,
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO TINGGI BUNUH DIRI
I.
melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyaratisyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri (Clinton, 1995)
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
risiko untuk menyakiti diri sendiri atatu melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri
sebagai tindakan destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah
dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup
setiap benSP aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (Stuart dan sundeen,
1995)
B. Tanda dan Gejala
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Impulsif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan)
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,
marah, dan mengasingkan diri)
9. Kesehatan mental ( secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alkohol)
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal)
11. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan karier)
12. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
14. Pekerjaan
15. Konflik interpersonal
16. Latar belakang keluarga
17. Orientasi seksual
18. Sumber-sumber personal
19. Sumber-sumber sosial
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
C. Rentang Respon
Respons Adaptif
Peningkatan diri
Respon Maladaptif
Beresiko destruktif
Bunuh diri
tidak langsung
Keterangan :
1. Peningkatan diri : Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahanan
diri
secara
wajar
terhadap
situasional
yang
Tahap ini sering di namakan Crying for help sebab individu ini
sedang berjuang dengan stres yang tidak mampu di selesaikan
5. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang
ego,
trauma
pada
masalah
interpersonal,
dan
tahap
awal
kecemasam
NAPZA
dan
skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisosial, gangguan persepsi sensori, gangguan
f.
j.
jiwa
sebelumnya
dan
riwayat
pengobatannya
k. Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
l. Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
m. Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Salah satu Instrumen yang dapat dipekai untuk mengukur bunuh diri :
SAD PERSONS
NO
1
SAD PERSONS
Sex (jenis kelamin)
Keterangan
Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih
tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering
3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh
diri
Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih
Age ( umur)
65 tahun lebih.
35 79% oran yang melakukan bunuh diri
Depression
Previous
(Percobaan
sebelumnya)
ETOH ( alkohol)
65
menyalahnugunakan alkohol
Rational thinking Loss Orang skizofrenia dan dementia
(
orang
yang
suicide
adalah
orang
lebih
sering
rasional)
Sosial support lacking Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya
(
Kehilangan
Kurang
social)
Organized
perencanaan
teroranisasi)
No spouse
10
memiliki pasangan)
Sickness
II.
III.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanan Tindakan Keperawatan (LP dan
SP) unSP 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1
University Press.
Stuart & Sundeen. 1998. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.