Anda di halaman 1dari 19

Bayi Lahir Kurang Bulan dengan Berat Lahir Sesuai Usia

Kehamilan dan Ikterus Fisiologis


EUNIKE
102010203
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Pendahuluan
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rata-rata berat
bayi normal (usia gestasi 37 sampai 42 minggu) adalah 3200 gram. Secara umum, bayi berat
lahir rendah (BBLR) dan bayi berat berlebih ( 3800 gram) lebih besar risikonya untuk
mengalami masalah. Selain itu, masalah gestasi juga merupakan indikator kesejahteraan bayi
baru lahir, karena semakin cukup umur kehamilan semakin baik kesejahteraan bayi.1
Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan, berat bayi baru lahir dapat
dikelompokkan menjadi: Sesuai Masa Kehamilan (SMK), Kecil Masa Kehamilan (KMK),
dan Besar Masa Kehamilan (BMK), dengan cara yang sama berdasarkan umur kehamilan
saja bayi-bayi dapat digolongkan menjadi bayi kurang bulan, cukup bulan, atau lebih bulan.1
Bayi kurang bulan (BKB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi kurang
dari 37 minggu atau kurang dari 259 hari. Masalah lebih sering dijumpai pada bayi kurang
bulan (BKB) dan BBLR disbanding dengan bayi cukup bulan (BCB) dan berat badan lahir
normal.
Dalam hal ini peran ibu tidak dapat diabaikan, jadi perhatian khusus pada kehamilan
penting untuk dilakukan. Salah satu yang penting adalah penentuan umur kehamilan, bisa
dilakukan mulai dari antenatal sampai setelah persalinan. Pada masa antenatal ditentukan
dengan cara sederhana yaitu dengan menghitung Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) dan
kejadian-kejadian selama kehamilan yang penting.1

Alamat Korespondensi : Universitas Kristen Krida Wacana Fakultas Kedokteran (Kampus II) Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat ;
Website : www.ukrida.ac.id ; NIM : 102010203; Email : eunikeharnadi@gmail.com

Pemeriksaan pada Ibu Hamil


Pemeriksaan pada ibu hamil adalah hal yang penting untuk mengetahui dan
mengamati kondisi kesehatan ibu dan juga janinnya, supaya mencegah hal-hal yang
merugikan bagi keduanya. Dapat disebut juga dengan pemeriksaan prenatal. Untuk awal
kehamilan dalam pemeriksaan kita perlu melakukan anamnesis lengkap tentang
kehamilannya, umumnya hal-hal esensial pada anamnesis wanita hamil sama seperti yang
dilakukan dalam dunia kedokteran pada umumnya. Informasi terinci tentang riwayat obstetris
sangat penting karena banyak penyulit kehamilan cenderung kambuh pada kehamilan
berikutnya.2
Riwayat haid sangat penting. Wanita yang secara spontan mendapat haid secara
teratur setiap sekitar 28 hari kemungkinan besar mengalami ovulasi pada pertengahan
siklusnya. Karena itu, usia gestasi atau usia haid adalah jumlah minggu sejak hari pertama
haid terakhir (HPHT).2
Penilaian usia gestasi adalah penentuan terpenting pada pemeriksaan prenatal.
Pengetahuan yang pasti tentang usia gestasi penting karena dapat timbul sejumlah penyulit
kehamilan yang penanganan optimalnya bergantung pada usia janin. Hal ini dapat dinilai
dengan pemeriksaan klinis dan pengetahuan tentang HPHT. Pada pemeriksaan klinis yang
perlu dilihat adalah tinggi fundus, antara 20 sampai 34 minggu, tinggi fundus uteri yang
diukur dalam sentimeter (cm) berkolerasi erat dengan usia gestasi dalam minggu. Tinggi
fundus harus diukur sebagai jarak melintang dinding abdomen dari batas atas simfisis ke
puncak fundus, kandung kemih harus dikosongkan sebelum melakukan pengukuran.2
Bunyi jantung janin, dapat terdengar pertama kali pada sebagian besar wanita antara
16 dan 19 minggu jika diauskultasi dengan cermat dengan stetoskop baku non-amplifikasi.
Untuk mempermudah deteksi kerja jantung janin biasanya digunakan instrument Doppler
ultrasound, yang hampir selalu dapat mendeteksi sejak 10 minggu. Dengan menggunakan
sonografi transvagina, aktivitas jantung janin dapat terdeteksi hingga sedini 5 minggu.2
Selain itu dapat pula dengan pemeriksaan sonografi, di Amerika Serikat sekitar dua
pertiga wanita menjalani paling sedikit satu kali pemeriksaan sonografi prenatal. American
College of Obstetricians and Gynecologist menyimpulkan bahwa pada pasien berisiko
rendah, dokter tidak wajib melakukan sonografi tanpa indikasi spesifik, tetapi jika pasien
meminta sonografi maka permintaan mereka layak dipenuhi.2

Penilaian usia gestasi juga dapat dilakukan sesaat setelah bayi baru lahir, yaitu dengan
penilaian Ballard (Ballard Score). Sistem penilaian ini berguna untuk menentukan usia
gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Pada penilaian
neuromuskular yang dilihat adalah:3-5
1. Postur
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan adanya tahanan saat
otot diregangkan. Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami
peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana ekstremitas bawah sedikit
lebih awal dari ekstremitas atas. Untuk mengamati postur, bayi ditempatan terlentang dan
pemeriksa menunggu
sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemukan terlentang, dapat
dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan jika ekstensi atau
sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi dasar kenyamanannya.
Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti posisi kaki kodok.
2. Square Window
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan ekstensor
memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa meluruskan jari-jari
bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut. Hasil sudut
antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga posterm diperkirakan
berturut-turut > 90, 90, 60, 45, 30, dan 0.
3. Arm recoil
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur sudut
mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan
cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian
bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan lepaskan.Amati
reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1:
fleksi parsial 140-180, Skor 2: fleksi parsial 110-140, Skor 3: fleksi parsial 90-100, dan
Skor 4: kembali ke fleksi penuh.
4. Popliteal Angle
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan menguji resistensi
ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring telentang, dan tanpa popok,
paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah bayi rileks
dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut dengan satu tangan
sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain. Jangan memberikan tekanan
pada paha belakang, karena hal ini dapat mengganggu interpretasi. Kaki diekstensikan
sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk antara paha

dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa pemeriksa harus menunggu sampai bayi
berhenti menendang secara aktif sebelum
melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver ini
untuk 24 hingga 48 jam pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor
berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan telah terjadi.
5. Scarf sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring telentang,
pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong tangan bayi
melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa
diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua
bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati posisi
siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni, penuh pada
tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral baris puting (1); prosesus
xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4).
6. Heel to ear
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan memberikan
fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi
terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin
dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan meja periksa dan
amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka
pada lembar kerja). Penguji mencatat lokasi dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil
dicatat sebagai resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0);
dagu (1); puting baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis (4).
Selanjutnya dilakukan juga pemeriksaan maturitas fisik, diantaranya pemeriksaan
kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/telinga, dan genitalia. Masing-masing hasil
penilaian baik maturitas fisik maupun neuromuskular disesuaikan dengan skor di dalam tabel
dan dijumlahkan hasilnya, intepretasi hasil dapat dilihat pada tabel skor. Sebagai contoh,
aspek maturitas fisik jumlahnya 12 dan aspek neuromuskular jumlahnya 13, jumlah aspek
maturitas fisik ditambah aspek neuromuskular adalah 25. Menurut tabel penilaian tingkat
kematangan Ballard, jumlah nilai 25 tingkat kematangannya sesuai dengan masa gestasi 34
minggu.Perhatikan gambar 2.3-5

Gambar 2. Ballard Score (sumber: At a glance neonatologi)


Definisi1
Masa gestasi atau umur kehamilan adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat
kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Berat lahir adalah berat bayi ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Pengukuran
ini dilakukan di tempat fasilitas (Rumah Sakit, Puskesmas, Polindes), sedang bayi yang lahir
di rumah waktu pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500
gram tanpa memandang masa gestasi.

Bayi Berat Lahir Cukup/Normal adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500
4000 gram.
Bayi Berat Lahir Lebih adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram.
Bayi Kurang Bulan (BKB) adalah bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259
hari).
Bayi Cukup Bulan (BCB) adalah bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37 42 minggu
(259-293 hari).
Bayi Lebih Bulan (BLB) adalah bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari).
Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)disebut juga small for gestational age/SGA
adalah bayi dilahirkan dengan berat lahir (< 10 persentil) menurut grafik Lubchenco.
Bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) disebut juga large for gestational age/LGA
adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 10 persentil menurut grafik Lubchenco.
Perhatikan gambar 1.

Gambar 1. Grafik

Lubchenco (sumber:

http://www.nature.com/pr/journal/v45/n4-2/fig_tab/pr19991327f1.html)
Pemeriksaan Fisik pada Bayi Baru Lahir
Sebelum melakukan pemeriksaan pada BBL perlu diketahui riwayat keluarga, riwayat
kehamilan sekarang dan sebelumnya dan riwayat persalinan.
Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu yang
terang yang berfungsi juga sebagai pemanas untuk mencegah kehilangan panas. Tangan serta
alat yang digunakan untuk pemeriksaan harus bersih dan hangat. Pemeriksaan fisik pada BBL
dilakukan paling kurang tiga kali, yaitu: 1) pada saat lahir, 2) pemeriksaan yang dilakukan
dalam 24 jam di ruang perawatan, dan 3) pemeriksaan pada waktu pulang.6
Pemeriksaan pertama pada BBL harus dilakukan di kamar bersalin, tujuannya adalah:
1) menilai gangguan adaptasi BBL dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin yang
memerlukan resusitasi, 2) untuk menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu
tindakan segera (misalnya atresia ani, atresia esophagus), trauma lahir, 3) menentukan apakah
BBL tersebut dapat dirawat bersama ibu (rawat gabung) atau di tempat perawatan khusus
untuk diawasi, atau di ruang intensif, atau segera dioperasi.6
Pemeriksaan kedua harus dilakukan kembali dalam waktu 24 jam, yaitu sesudah bayi
berada di tempat perawatan. Tujuannya agar kelainan yang luput dari pemeriksaan pertama
akan ditemukan pada pemeriksaan ini. pemeriksaan di kamar bersalin dan di ruang rawat

sebaiknya di bawah lapu pemanas untuk mencegah hipotermi. Pemeriksaan bayi di ruang
rawat harus dilakukan di depan ibunya, kelainan yang ditemukan harus diterangkan kepada
ibunya dan harus dijelaskan apakah kelainan tersebut berbahay atau tidak agar si ibu dapat
memahami dan merasa lebih tenang.6
Bayi tidak boleh dipulangkan sebelum diperiksa kembali pada pemeriksaan terakhir.
Hal ini disebabkan oleh adanya kelainan pada BBL yang belum menghilang saat dipulangkan
(hematoma sefal, ginekomastia, ikterus), atau mungkin pula adanya bising yang hilang timbul
pada masa BBL, atau bayi menderita penyakit yang didapat di rumah sakit seperti aspirasi
pneumonia, infeksi nosokomial, dan lain-lain. Yang harus dicatat pada pemeriksaan fisik
adalah lingkar kepala, berat, panjang, kelainan fisis yang ditemukan, frekuensi napas dan
nadi, serta keadaan tali pusat.6
Pada pemeriksaan di kamar bersalin, yang perlu diperiksa adalah:4,6,7
1.

Menilai adaptasi, hal ini perlu segera diperiksa di kamar bersalin untuk melihat apakah
bayi beradaptasi dengan baik atau memerlukan resusitasi. Bayi yang mungkin memerlukan
resusitasi adalah bayi yang lahir dengan pernapasan tidak adekuat, tonus otot kurang, ada
mekonium di dalam cairan amnion atau lahir kurang bulan. Nilai Apgar masih tetap
digunakan untuk mengetahui keadaan bayi baru lahir dan respon terhadap resusitasi. Nilai
Apgar dapat dilakukan pada menit pertama dan kelima kehidupan, jika nilai masih
dibawah 7 atau bayi memerlukan resusitasi maka penilaian ini diteruskan setiap 5 menit
sampai normal atau sampai 20 menit. Nilai Apgar tidak digunakan untuk menentukan
perlunya resusitasi. Evaluasi untuk resusitasi dibuat detik per detik dan didasarkan pada
tiga tanda utama yaitu: 1) pernapasan, 2) denyut jantung, 3) warna. Pada bayi kurang
bulan nilai Apgar tetap dapat dilakukan, namun nilai maksimum

bayi tersebut bisa

menurun akibat tonus otot yang buruk dan respons yang lebih lemah terhadap stimulasi
disbandingkan dengan bayi cukup bulan. Lihat tabel 1.
2. Mecari kelaian congenital, terutama untuk yang memerlukan penangan segera. Pada
anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat teratogenik, terkena
radiasi, atau infeksi virus pada trimester pertama. Juga ditanyakan apakah ada kelainan
bawaan pada keluarga. Disamping itu perlu diketahui apakah ibu menderita penyakit yang
dapat mengganggu pertumbuhan janin, seperti diabetes melitus, asma brokial, dan
sebagainya. Sebelum memeriksa bayi perlu diperiksa cairan amnion, tali pusat dan
plasenta.

3. Mulut, perhatikan apakah terdapat labio-gnato-palatoskisis, harus perhatikan juga apakah


terdapat hipersalivasi yang mungkin disebabkan oleh adanya atresia esophagus (khusunya
pada bayi yang kecil untuk masa kehamilan, arteri umbilikalis hanya satu, polihidramnion,
atau hipersalivasi). Perhatikan juga hipoplasia otot depressor anguli oris, pada keadaan ini
terlihat asimetris wajah apabila bayi menangis, sudut mulut dan mandibula akan tertarik ke
bawah dan garis nasolabialis akan kurang tampak pada daerah yang sehat. Pada 20%
keadaan seperti ini dapat ditemukan kelainan congenital berupa kelainan kardiovaskular
dan dislokasi panggul kongenital.
4. Anus, perhatikan adanya anus imperforatus dengan memasukkan thermometer ke dalam
anus.
5. Kelainan pada garis tengah berupa spina bifida, meningomielokel, sinus pilonidalis,
ambigus genitalia, eksomfalos, dan lain-lain.
6. Jenis kelamin.
Tabel 1. Cara Menentukan Nilai APGAR4,6,7
Tanda
Laju jantung

0
Tidak ada

1
< 100

2
100

(pulse)
Usaha napas

Tidak ada

Lambat

Menangis kuat

(respiratory)
Tonus otot (activity)

Lumpuh

Ekstremitas fleksi

Gerakan aktif

Refleks (grimace)
Warna kulit

Tidak bereaksi
Seluruh tubuh

sedikit
Gerakan sedikit
Tubuh kemerahan,

Reaksi melawan
Seluruh tubuh

(appearance)

biru/pucat

ekstremitas biru

kemerahan

Pemeriksaan di ruang rawat, harus dilakukan dalam waktu 24 jam, untuk mendeteksi kelainan
yang mungkin terabaikan pada pemeriksaan di kamar bersalin. Pemeriksaan ini meliputi:6,7
1. Aktivitas fisik, keaktifan BBL dinilai dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan
lengan. Pada BBL cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada dalam keadaan fleksi,
dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan simetris. Bila ada asimetris pikirkan
terdapatnya kelumpuhan atau patah tulang.
2. Tangisan bayi dapat member keterangan tentang keadaan bayi. Tangisan melengking
ditemukan pada bayi dengan kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang lemah atau
merintih terdapat pada bayi dengan kesulitan pernapasan.

3. Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas, misalnya sindrom Down, sindrom
Pierre-Robin, sindrom de Lange, dan sebagainya.
4. Keadaan gizi, dinilai dari berat dan tinggi badan, disesuaikan dengan masa kehamilan,
tebal lapisan subkutis serta kerutan pada kulit.
5. Pemeriksaan suhu pada BBL diukur pada aksila. Suhu normal BBL adalah antara 36,537,5 oC. Suhu meninggi dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral, infeksi, atau
kenaikan suhu lingkungan. Apabila ekstremitas dingin dan tubuh panas kemungkinan
besar disebabkan oleh sepsis, perlu diingat bahwa infeksi/sepsi pada BBL dapat saja tidak
disertai dengan kenaikan suhu tubuh, bahkan sering terjadi hipotermi.
6. Paru, penilaian keadaan paru dengan observasi tidak kalah penting dari auskultasi dan
palpasi. Selain melihat warna kulit bayi, amati frekuensi napas dan tanda lain distres
pernapasan seperti retraksi dan merintih. Frekuensi napas yang normal pada BBL adalah
40-60 kali per menit. Semua BBL bernapas dengan diafragma, sehingga pada waktu
inspirasi bagian dada tertarik ke dalam dan pada saar yang sama perut bayi membuncit.
7. Kardiovaskular, denyut nadi bervariasi dari 90 kali/menit saat bayi tidur sampai 180
kali/menit selama aktivitas. Denyut jantung bayi premature yang tenang berkisar antara
140-150 kali/menit. Nadi di kaki dan tangan harus diperiksa pada waktu lahir dan saat
dipulangkan. Sekitar 60% dari BBL normal memiliki bising sistolik pada usia 2 jam, tetapi
persentase ini berkurang sampai 1% pada pemeriksaan rutin bayi.
Selain itu perlu diperhatikan juga pada BBL apakah mengalami ikterus atau tidak,
karena hampir selalu BBL mengalami ikterus. Pemeriksaan derajat kuning (ikterus) pada
BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya
dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang
telah diperkirakan kadar bilirubinnya.Perhatikan tabel 2.6

Tabel 2. Derajat Ikterus pada Neonatus Menurut Kramer


Zona

Bagian tubuh yang kuning

Rata-rata serum bilirubin


indirek (mol/L)

1
2
3
4
5

Kepala dan leher


Pusat-leher
Pusat-paha
Lengan + tungkai
Tangan + kaki

100
150
200
250
> 250

Diagnosis
Sesuai dengan skenario dimana bayi lahir pada usia gestasi 34 minggu dengan berat
badan lahir 2000 gram, maka diagnosis kelahiran bayi ini adalah kelahiran kurang bulang
(bayi kurang bulan/BKB). Namun melihat berat badan lahir yang sudah mencapai 2000 gram,
bila lihat sesuai usia gestasi (dengan grafik Lubchenco) maka bayi tersebut sesuai dengan
masa kehamilan (SMK), tetapi berat badan lahirnya tergolong rendah ( < 2500 gram, atau
BBLR). Dari pengamatan awal terlihat bayi menangis kuat (nilai 2), aktif (nilai 2), denyut
jantung 140 kali/menit (nilai 2), refleks bersin positif (nilai 2), dengan ekstremitas sedikit
biru (nilai 1), maka jumlah nilai APGAR adalah 9, berarti nilainya baik. Namun setelah 48
jam tampak ikterus, berarti merupakan ikterus fisiologis.
Prematuritas
Menurut WHO bayi prematur adalah bayi yang lahir hidup sebelum usia kehamilan
37 minggu (dihitung dari hari pertama haid terakhir) tanpa memperhatikan berat badan. Berat
badan lahir rendah dikelompokan sebagai berikut: 1) bayi berat badan lahir amat sangat
rendah (BBLASR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan < 1000 gram, 2) bayi berat
badan lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan < 1500 gram,
dan 3) bayi berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan 15002500 gram.7
Ikterus
Ikterus diamati selama usia minggu pertama pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan
80% bayi preterm. Warna kuning biasanya akibat di dalam kulit terjadi akumulasi pigmen
bilirubin yang larut lemak, tidak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek) yang dibentuk dari
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi
nonenzimatik dalam sel retikuloendotelial.7

Sebelum menentukan apakah benar bayi tersebut ikterus mungkin ada beberapa hal
yang perlu ditanyakan kepada orang tua/pengasuh bayi tentang riwayat keadaan bayi
sebelumnya, sebagai berikut:
1. Identitas pasien lengkap.
2. Keluhan utama pasien misalnya badan kuning, atau bayi menangis terus.
3. Apabila keluhan ikterus, maka perlu ditanyakan sejak kapan bayi mulai ikterus, apakah
sejak lahir atau beberapa hari sejak lahir. Hal ini dapat membedakan antara ikterus
patologis dan ikterus fisiologis. Dapat pula ditanyakan di bagian mana saja ikterus
ditemukan, apakah di badan saja, atau juga ditemukan di sklera.
4. Tanyakan pula apakah urin anak sebelumnya berwarna gelap.
5. Pada bayi ikterus sejak lahir penting ditanyakan golongan darah kedua orang tua. Ikterus
pada bayi bisa terjadi apabila ibu bergolongan darah O dan ayah bergolongan darah lain
misalnya A atau B.
6. Tanyakan pula apakah rhesus kedua orang tua bayi tersebut. Ikterus juga dapat terjadi
akibat inkompatibilitas rhesus kedua orang tua. Dimana rhesus ibu negatif, sedangkan
rhesus ayah positif.
7. Adakah riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit hati.
8. Adakah riwayat inkompatibilitas darah dalam keluarga.
9. Tanyakan pula penyakit penyakit yang diderita ibu selama kehamilan.
10. Apakah ada trauma lahir, asfiksia.
11. Apakah ada penundaan pengikatan tali pusat.
12. Apakah bayi mendapat tranfusi darah sebelumnya.
13. Tanyakan tentang pemberian ASI dan makanan.
Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga
proses glukoronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan
dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir,
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomenal transisional yang normal, tetapi
pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin
berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat
bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Dengan
demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi
merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai
kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat.8
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
kuning pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.

Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7
mg/dL.8
Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.8-10
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar
1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan
demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke
2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2
mg/dl pada hari ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus
fisiologis dan diduga sebagai akibat konsentrasi hemoglobin yang tinggi saat lahir dan
menurun dengan cepat selama beberapa hari pertama kehidupan, umur sel darah merah pada
bayi baru lahir lebih pendek dibandingkan sel darah merah orang dewasa, imaturitas enzimenzim

hati

mengganggu

konjugasi

dan

ekskresi

bilirubin.4,9,10

Dikatakan sebagai ikterus fisiologis, jika :9,10

Timbul pada hari ke-3

Tanpa kelainan lain

Bilirubin total kurang dari 10 mg%

Hilang dalam satu minggu


Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit

lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya
mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan
diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai
pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl
tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan
laboratorium.9,10

Ikterus non fisiologis adalah: 1) ikterus yang terjadi sebelum umur 24 jam, 2) setiap
peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi, 3) peningkatan kadar
bilirubin total serum > 0,5 ml/dL/jam, 4) adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada
setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apneu,
takipneu, atau suhu yang tidak stabil), 5) ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup
bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.8
Metabolisme bilirubin. Bilirubin merupakan produk dari metabolisme hemoglobin
dan protein hem lainnya. Produk pemecahan awal adalah bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin
indirek), yang dibawa di dalam darah dalam keadaan terikat dengan albumin. Ketika ikatan
albumin tersaturasi, bilirubin tak terkonjugasi yang bebas dapat melewati sawar darah-otak
karena bersifat larut lemak. Bilirubin tak terkonjugasi yang berikatan dengan albumin
dikonjugasi di hati (bilirubin direk), yang diekskresikan melalui saluran empedu ke dalam
saluran cerna. Sebagian bilirubin diabsorpsi kembali dari saluran cerna (sirkulasi
enterohepatik).4
Ikterus dalam 24 jam dari saat kelahiran paling mungkin bersifat hemolitik. Keadaan
ini berpotensi berbahaya karena bilirubin yang dominan adalah yang tak terkonjugasi (dan
berpotensi neurotoksik) dan dapat meningkat dengan cepat sampai kadar yang sangat tinggi.
Beberapa ikterus non fisiologis yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran:4,7-10
1. Inkompabilitas Rhesus (Rh)
Kelainan hemolitik ini dapat disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rh. Faktor Rh ini
bersifat dominan, artinya seseorang yang memiliki satu saja copy faktor Rh dalam gennya
dinyatakan Rh positif, sedangkan yang tidak punya copy faktor Rh dalam gennya
digolongkan sebagai Rh negatif. Ibu dengan Rh dan ayah Rh +, ada kemungkinan
anaknya memiliki Rh + karena mendapat faktor Rh dari ayahnya. Hal ini berarti darah ibu
tidak punya faktor Rh, sedangkan dalam darah janinnya ada faktor Rh, dan hanya dalam
kasus seperti inilah terjadi inkompatibilitas Rh.
Pada prinsipnya inkompatibilitas terjadi bila sel darah merah janin yang mengandung
suatu antigen yang tidak dimiliki oleh ibu masuk kedalam sirkulasi darah ibu. Antigen
tersebut mensensitisasi sistem imun ibu untuk membentuk antibodi, yaitu suatu protein
yang berfungsi menyerang dan menghancurkan sel-sel yang dianggap benda asing atau
membawa benda asing (antigen), dan terjadilah destruksi sel darah merah janin.
Masalah inkompatibilitas ini belum terlalu bermasalah pada kehamilan pertama karena
hanya sedikit darah janin yang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu sehingga tidak

terbentuk antibodi dari tubuh ibu, baru pada saat melahirkan darah janin banyak masuk ke
sirkulasi darah ibu. Terbentuknya antibodi setelahnya tidak berpengaruh pada bayi pertama
yang sudah lahir tersebut. Namun, adakalanya perdarahan-perdarahan kecil pada
kehamilan menyebabkan darah janin masuk ke sirkulasi ibu dan terbentuk antibodi. Pada
kehamilan berikutnya janin dalam keadaan yang lebih berbahaya karena antibodi ibu yang
telah terbentuk setelah proses kelahiran sebelumnya menyerang sel darah janin yang
mengandung antigen. Akibatnya sel-sel darah janin mengalami hemolisis hebat.
Hemolisis menyebabkan bayi mengalami anemia. Tubuh bayi mencoba mengkompensasi
dengan melepaskan sel darah muda yang disebut eritoblas ke sirkulasi darahnya. Produksi
besar-besaran eritoblas ini menyebabkan pembesaran hati dan limpa, dan dapat juga
menyebabkan pembentuk jenis sel darah lain seperti trombosit dan faktor pembekuan
darah lain berkurang, akhirnya dapat terjadi perdarahan masif.
Hiperbilirubinemia juga terjadi akibat hemolisis, karena, hemoglobin dipecah dan
terbentuklah bilirubin. Bayi menjadi jaundice, yaitu terlihat warna kuning pada kulit dan
sklera matanya. Bila tak teratasi, bisa terjadi kernikterus yaitu bilirubin tertimbun di otak
yang membahayakan janin. Gejala lainnya adalah hidrops fetalis, yaitu akumulasi cairan
dalam tubuh janin (edema). Akumulasi cairan dalam rongga dada menyebabkan hambatan
nafas bayi.
Untuk meminimalisasi bahaya eritroblastosis fetalis ini, hendaknya dilakukan pemantauan
sejak dini. Apabila ada potensi inkompatibilitas pada golongan darah ibu dan anak,
misalnya ibu dengan Rh-negatif dengan suami yang Rh-positif, sebaiknya dilakukan
pemantauan berkala antibodi yang terbentuk dalam darah ibu. Bila memungkinkan dapat
dilakukan amniosintesis ataupun pengambilan darah janin dari umbilical cord sehingga
golongan darah janin dapat diketahui. USG juga dapat menjadi alternatif pemantauan
untuk mendeteksi adanya hidrop fetalis. Apabila ada tanda bahaya dan kehamilan telah
berusia 32-34 minggu hendaknya kehamilan segera diakhiri dengan segera melakukan
proses kelahiran.
Pada bayi yang sudah lahir dapat dilakukan transfusi darah untuk mengatasi anemia dan
juga perdarahan. Fototerapi dilakukan untuk membantu mengatasi hiperbilirubinemia.
Bayi juga bisa diberi oksigen dan cairan berisi elektrolit dan obat-obatan untuk mengatasi
gejala-gejala yang timbul (pengobatan simptomatis).
2. Inkompabilitas ABO
Biasa terjadi pada ibu dengan golongan darah O, dan golongan darah bayi A atau B. IgG
antihemolisin maternal melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi. Pada
pemeriksaan antibody direk (Tes Coombs) positif (namun hasil yang positif merupakan

predictor buruk bahwa bayi akan mengalami ikterus hanya 10% yang membutuhkan
fototerapi). Tidak seberat dibandingkan inkompabilitisan rhesus. Onset setelah kelahiran.
Hemolisis dan anemia dapat berkembang selama beberapa minggu pertama kehidupan dan
hal ini membutuhkan tindak lanjut untuk pemantauan anemia.
Pada periode neonatus, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang tinggi dapat bersifat
neurotoksik. Periode ini merupakan waktu selama otak memiliki risiko terhadap timbulnya
ensefalopati bilirubin dan kernikterus. Untuk alasan ini, dengan adanya hiperbilirubinemia
patologis, setiap usaha harus dilakukan untuk mencegah komplikasi ini. Jika penyebab
patologis ikterus telah disingkirkan dengan anamnesis dan temuan laboratorium yang sesuai,
ikterus fisiologis biasanya tidak memerlukan pengobatan. Banyak ahli menganggap bahwa
kadar bilirubin sebesar 20 mg/dL tanpa adanya hemolisis tidak berbahaya. Hampir tidak ada
kasus yang kada bilirubinnya mencapai 25 mg/dL sehingga ikterus akan sembuh tanpa
pengobatan. Bila tidak diberikan terapi aktif, maka pola makan, aktivitas, dan kadar bilirubin
harus dipantau secara ketat.11
Sebelum dilakukan penatalaksanaan lakukan pemeriksaan laboratorium terlebih
dahulu, seperti: bilirubin total dan indirek, golongan darah (ABO, Rh), test antibody
direct (Coombs), serum albumin, pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan
morfologi, jumlah retikulosit, G6PD (bila terdapat kecurigaan berdasarkan etnis dan
geografis, atau respon terhadap foto terapi kurang), urinalisis, bila anamnesis atau tampilan
klinis menunjukkan kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan liquor
untuk protein, glukosa, hitung sel dan kultur.8
Penanganan hiperbilirubinemia bergantung pada penyebab dan beratnya gejala serta
derajat anemia yang menyertainya. Strategi yang diterapkan berupa: konversi bilirubin tidak
terkonjugasi menjadi produk yang tidak berbahaya (fototerapi), pengeluaran sumber bilirubin
yang potensial (transfusi darah tukar), inhibisi produksi bilirubin (melalui inhibitor heme
oksigenase), dan mencegah beban bilirubin tambahan yang berasal dari sirkulasi
enterohepatik.11
Fototerapi adalah cara yang lebih efektif untuk mengurangi kadar bilirubin dalam
jangka waktu yang lama dibandingkan dengan tranfusi darah tukar. Efek samping dari
fototerapi adalah peningkatan insensible water loss, diare, fotosensitisasi, panas yang
berlebihan, hiperpigmentasi, kemungkinan cedera retina, dan obstruksi hidung akibat adanya

penutup mata yang bergeser. Tansfusi darah tukar dilakukan bila fototerapi tidak dapat
mengendalikan kadar bilirubin.8,11
Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin atau
kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirubinemia indirek yang sangat tinggi,
cedera sawar darah-otak, dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk
mengikat

albumin. Adanya

keadaan

seperti

hipoksemia,

hiperkarbia,

hipotermia,

hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolaritas, dapat menurunkan ambang toksisitas


bilirubin dengan cara membuka sawar darah-otak. Pada bayi cukup bulan tanpa hemolisis,
kernikterus jarang dijumpai pada kadar hemoglobin kurang dari 25 mg/dL. Semakin rendah
berat lahir bayi, semakin rendah kadar toksik.11
Pada bayi cukup bulan, ensefalopati bilirubin biasanya bermanifestasi pada hari ke-2
dan ke-5. Gambaran klinis tidak dapat dibedakan dengan sepsis, asfiksia, perdarahan
intraventrikular, dan hipoglikemia. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi, tidak mau
makan, dan refleks Moro yang lemah. Pada akhir minggu pertama kehidupan bayi mengalami
demam dan hipertonik disertai dengan tangisan bernada tinggi (high-pitched cry). Refleks
tendon dan respirasi menjadi terdepresi. Bayi akan mengalami opistotonus disertai
penonjolan dahi ke anterior. Dapat mulai terjadi kejang tonik klonik umum. Jika bayi
bertahan hidup, gambaran-gambaran klinis ini akan menghilang dalam usia 2 bulan, kecuali
sisa kekakuan otot, opistotonus, gerakan iregular, dan kejang. Pada akhirnya anak tersebut
mengalamai koreoatetosis, tuli sensorineural, strabismus, kelainan panjangan ke atas, dan
disartria.11
Pencegahan primer untuk hiperbilirubinemia adalah menganjurkan ibu untuk
menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama, tidak
memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI
dan tidak mengalami dehidrasi. Untuk pencegahan sekunder yaitu harus melakukan penilaian
sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat selama periode
neonatal, semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.8
Prognosis
Sekarang ada 95% atau lebih peluang bertahan hidup pada bayi yang dilahirkan
dengan berat badan antara 1501 dan 2500 gram, tetapi bayi-bayi dengan berat badan kurang

masih mempunyai mortalitas yang lebih tinggi secara bermakna. Bila tidak ada kelainan
kongenital, jejas sistem saraf pusat, dan BBLSR atau IUGR yang mencolok, pertumbuhan
fisik bayi BBLR selama 2 tahun pertama cenderung mendekati pertumbuhan fisik bayi cukup
bulan; hal ini terjadi lebih awal pada bayi prematur yang ukuran lahirnya lebih besar. Pada
umumnya, semakin hebat tingkat prematuritasnya dan semakin rendahnya berat badan lahir
bayi, semakin besar pula kemungkinan timbulnya defisit intelektual dan neurologis.7
Sebanyak 50% bayi dengan berat 500-750 gram mempunyai cacat perkembangan
saraf yang berarti (kebutaan, ketulian, retardasi mental, palsi serebral). Ibu-ibu dengan sosio
ekonomi rendah lebih mungkin mempunyai bayi BBLR yang cenderung berkembang kurang
baik daripada mereka yang mempunyai lingkungan pasca lahir yang lebih baik.7
Kesimpulan
Pemeriksaan prenatal pada ibu hamil sangat penting dilakukan untuk memantau
kesehatan ibu dan janin. Anamnesis lengkap harus dilakukan untuk mencegah kesalahan
diagnosis. Bayi yang lahir kurang dari 37 minggu merupakan bayi kurang bulan atau
prematur, dalam hal ini bayi tersebut butuh perhatian yang lebih, jadi perlu dilakukan
pemeriksaan fisik yang lebih cermat. Untuk mengetahui perbandingan berat badan yang
sesuai dengan usia gestasi dapat dilihat dengan menggunakan grafik Lubchenco.
Pada bayi prematur dengan berat badan sesuai masa kehamilan, berat badan lahir
rendah, akan dapat tumbuh baik bila disertai dengan pola asuh dan pemberian nutrisi secara
tepat.
Ikterus fisiologis hampir terjadi pada 60% kelahiran bayi cukup bulan dan 80% pada
bayi kurang bulan, dan terjadinya biasa setelah hari ke 2 kelahiran atau minggu pertama
kelahiran. Hal ini lebih ringan di bandingkan dengan ikterus non fisiologis yang terjadi pada
24 jam pertama kehidupan bayi.
Daftar Pustaka
1. Sylviati M D. Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI, 2010.h.11-25.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri
williams volume 1. Edisi ke-23. Jakarta: EGC, 2012.h.204-9.

3. Maryati. Ballard score. Edisi 2011. Diunduh dari


http://blogs.unpad.ac.id/maryati/files/2011/01/Ballard-Score.pdf, 3 Juni 2013.
4. Lissauer T, Fanariff AA, Rodriguez RJ, Weindling M. At a glance neonatologi. Jakarta:
Erlangga, 2008.h.68-9, 96-7, 186.
5. Colson ER, Chapman RL, Held MR. Evaluation and Care of the Normal Neonate.
Edition March 2012. Downloaded from
http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/approach_to_the_care_of_normal
_infants_and_children/evaluation_and_care_of_the_normal_neonate.html, 3rd June
2013.
6. Suradi R. Pemeriksaan fisis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010.h.7186.
7. Kliegman RM. Janin dan bayi neonatus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM.
Nelson: ilmu kesehatan anak volume 1. Edisi ke-15.Jakarta: EGC, 2000.h.535-41, 56171
8. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI,
Usman A. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010.h.147-62.
9. Nelson. Esensi pediatric nelson. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010.h.674.
10. Susi N, Syamsi R M, Sikumbang T M N, Hartanto H, Vera, Bani A. Buku ajar pediatri
Rudolph. Edisi 20, Vol 2. Jakarta: EGC; 2007.h.1249-50, 1313-37, 1320-1.
11. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC, 2005.h.483-4.

Anda mungkin juga menyukai