PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neuroblastoma dapat timbul di tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis.
Meninfestasi klinis
metastasisnya. Kebanyakan pasien saat datang sudah stadium lanjut. Penyakit ini memiliki
kekhasan dapat remisi spontan dan transformasi ke tumor jinak, terutama pada anak dalam
usia 1 tahun. Terapi meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis. Survival 5
tahun untuk stadium I dan II pasca terapi kombinasi adalah 90% lebih, stadium III kira-kira
40%-50%, stadium IV berprognosis buruk yaitu hanya 15%-20%.
Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering,
meliputi 8-10% dari seluruh kanker masa kanak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi yang
terdiagnosis adalah 2 tahun, 90% terdiagnosis sebelum 5 tahun. Insiden tahunan 8,7 perjuta
anak, atau 500-600 kasus baru tiap tahun di Amerika Serikat. Insiden sedikit lebih tinggi pada
laki-laki dan pada kulit putih. Ada kasus-kasus keluarga dan neuroblastoma telah didiagnosis
pada penderita dengan neurofibrogematosis, nesidioblastosis dan penyakit Hischrung.
Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit neuroblastoma yang berstadium rendah
melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan hidup
jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium stadium rendah umumnya
mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur penderita
dan makin menyebar penyakit, makin buruk prognosisnya. Meskipun dengan terapi
konvensional atau CST yang agresif, angka ketahanan hidup bebas penyakit untuk anak lebih
tua dengan penyakit lanjut jarang melebihi 20%.
Mengingat penyakit neuroblastoma adalah penyakit yang perlu diwaspadai dan dapat
dicegah kemunculannya, maka sebagai calon perawat sangat penting untuk mengetahui
tentang apakah neuroblastoma dan bagaimana kita melakukan asuhan keperawatan yang baik
dan benar pada anak dengan neuroblastoma.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah neuroblastoma ini sebagai bahan acuan
pembelajaran bidang neurologi pada anak. Diharapkan dengan adanya makalah ini, dapat
1
membantu proses belajar mahasiswa dan akhirnya mahasiswa mampu melaksanakan asuhan
keperawatan dengan bauk dan benar pada anak dengan gangguan neuroblastoma.
B. Tujuan
1. Menjelaskan definisi neuroblastoma
2. Menjelaskan etiologi neuroblastoma
3. Menjelaskan patofisiologi neuroblastoma
4. Menjelaskan manifestasi klinis neuroblastoma
5. Menjelaskan stadium dari neuroblastoma
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik neuroblastoma
7. Menjelaskan penatalaksanaan neuroblastoma
8. Menjelaskan komplikasi neuroblastoma
9. Menjelaskan prognosis neuroblastoma
10. Menjelaskan WOC neuroblastoma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tumor
Wilms
(Nefroblastoma)
adalah
sel
embrional
primitive
di
ginjal.
sedangkan
gambaran
histo
patologinya
Tumor
Wilms
jarang
disebabkan
karena
faktor
telah dipastikan sebagai supresor onkogen dari nefroblastoma, kelainan fungsi atau
strukturnya berperan penting dalam timbulnya tumor Wilms.
Tumor Wilms berasal dari proliferasi patologik blastema metanefron akibat tidak
adanya stimulasi yang normal dari duktus metanefron untuk menghasilkan tubuli dan
glomeruli yang berdiferensiasi baik. Perkembangan blastema renalis untuk membentuk
struktur ginjal terjadi pada umur kehamilan 8-34 minggu.
Sekitar 1,5% penderita mempunyai saudara atau anggota keluarga lain yang juga
menderita tumor Wilms. Hampir semua kasus unilateral tidak bersifat keturunan yang
berbeda dengan kasus tumor bilateral. Sekitar 7-10% kasus Tumor Wilms diturunkan secara
autosomal dominan. Mekanisme genetik yang berkaitan dengan penyakit ini, belum
sepenuhnya diketahui. Pada penderita sindrom WAGR (tumor Wilms, aniridia, malformasi
genital dan retadasi mental) memperlihatkan adanya delesi sitogenetik pada kromosom 11,
daerah p13. Pada beberapa penderita, ditemukan gen WT1 pada lengan pendek kromosom
11, daerah p13. Gen WT1 secara spesifik berekspresi di ginjal dan dikenal sebagai faktor
transkripsi yang diduga bertanggung jawab untuk berkembangnya tumor Wilms.
Hilangnya seluruh bagian dari kromosom disebut loss of heterozygosity ( LOH), suatu
mekanisme yang diduga menginaktivasi gen supresor tumor. Dari 50 % kasus Tumor Wilms,
dapat ditemukan adanya LOH pada dua lokus genetic : 11p13 dan 11p15. Tumor Wilms
terjadi pada 30 % pasien dengan sindrom WAGR. Anak dengan sindrom WAGR
memperlihatkan delesi pada lengan pendek kromosom 11 band 13 (11p13) namun daerah
11p15nya normal. Hingga sepertiga tumor wilms yang sporadic, terjadi perubahan pada
bagian distal kromosom 11 yang melibatkan band p13. Tempat delesi ini diberi nama gen
WT1, suatu gen supresor tumor yang juga membentuk kompleks dengan lainnya, yaitu p53.
Ekspresi WT1 meningkat pada saat lahir, dan menurun ketika ginjal telah makin matur. WT 1
merupakan onkogen yang dominan sehingga bila ada mutasi yang terjadi hanya pada 1 atau 2
alel telah dapat mempromosikan terjadinya Wilms Tumor. Gen WT1 mengekspresikan
pengaturan faktor transkripsi dari suatu protein yang terbatas pada system genitourinarius,
limpa,mesenterium dorsal dari usus, otot, susunan saraf pusat dan mesotelium. WT1
mengalami delesi pada semua kasus WAGR. Hubungan penting antara mutasi WT1 dan
WAGR dengan berhentinya nefrogenik intralobuler menyebabkan dugaan bahwa ekspresi
WT1 dibutuhkan diferensiasi normal dari nefroblas. Hanya 5 10 % tumor wilms yang
sporadic menunjukkan adanya mutasi WT1. Inaktivasi WT1 hanya mempengaruhi organ
5
yang mengekspresikan gen ini, seperti ginjal dan sel sel gonad tertentu (sel sertoli testis dan
sel granulose ovarium). WT 1 juga ditemukan sebagai penyebab sindrom Denys-Drash.
Pasien dengan tumor wilms dan kandungan DNA yang diploid (mengindikasikan proliferasi
yang rendah) ditemukan mempunyai prognosis yang baik. Hiperploidi (aktivitas mitotic yang
tinggi) merupakan gambaran prosnostik yang buruk untuk tumor wilms.
C. Manifestasi Klinis
Biasanya pasien dibawa ke dokter oleh orang tuanya karena diketahui perutnya
membuncit, ada benjolan diperut sebelah atas, nyeri perut yang timbul jika invasi tumor
menembus ginjal, atau diketahui kencing berdarah yang terjadi karena invasi tumor yang
menembus sistem pelveokalises. Pada pemeriksaan kadang-kadang didapatkan hipertensi,
demam yang terjadi sebagai reaksi anafilaksis tubuh terhadap protein tumor, massa padat
pada perut yang kadang-kadang sulit digerakkan. Pada pemeriksaan PIV, tumor Wilms
menunjukkan adanya distorsi sistem pelvikalises atau mungkin didapatkan ginjal
nonvisulized. Gejala lain yang dapat ditemukan pada anak dengan kelainan kongenital,
seperti aniridia, hemihipertrofi.
Presentasi klinis yang sering adalah ditemukan adanya massa dalam abdomen (90%
dari seluruh gejala yang muncul). Biasanya pasien dibawa ke dokter oleh orang tuanya karena
diketahui perutnya membuncit, ada benjolan di perut sebelah atas atau daerah lumbal.
Gross hematuria apabila tumor mencapai calyx mayor dan minor ginjal
D. Stadium
Beberapa
system
penentuan
stadium
The National Wilms Tumor Study Group membuat tingkatan stadium tumor yang
menggambarkan penyebarannya :
1. Stadium I
Tumor ditemukan hanya pada satu ginjal dan dapat diangkat keseluruhan dengan
pembedahan. Lapisan jaringan di sekitar ginjal (kapsul ginjal) tidak rusak, tidak
menyebar ke pembuluh darah sekitar ginjal. Biopsy dilakukan setelah pengangkatan
tumor. Kejadian tumor Wilms stadium I sebanyak 40-45%.
2. Stadium II
Tumor di ginjal sudah menyebar ke jaringan lemak dan pembuluh darah di sekitarnya,
namun tumor masih bisa diangkat secara keseluruhan dengan pembedahan. Biopsy
dilakukan setelah pengangkatan tumor. Kejadian tumor Wilms stadium II sebanyak
20-25%.
3. Stadium III
Tumor telah menyebar ke dalam rongga abdomen dan tidak bisa diangkat secara
keseluruhan. Kejadian tumor Wilms stadium III sebanyak 20-25%. Pada kondisi akan
ditemukan beberapa hal, antara lain:
a. Kanker sudah menyebar ke daerah yang dekat, antara lain: nodus limfa di
dalam rongga abdomen, panggul, atau dada.
b. Kanker telah menginvasi ke daerah vital sehingga tidak dapat diangkat secara
keseluruhan.
c. Terdapat deposit tumor yang ditemukan sepanjang rongga abdomen.
d. Kanker dapat rupture ke dalam rongga abdomen sebelum atau setelah
dilakukan pembedahan.
e. Pengangkatan tumor dilakukan pada lebih dari satu bagian, misalnya di
ginjala atau adrenal.
f. Biopsy dilakukan sebelum dilakukan pengangkatan tumor.
4. Stadium IV
Kanker telah menyebar melalui darah ke organ yang lebih jauh, antara lain: paru-paru,
hati, otak, tulang, atau nodus limfe di bagian yang jauh dari ginjal. Kejadian tumor
Wilms stadium III sebanyak 10%.
5. Stadium V
Tumor ditemukan pada kedua ginjal ketika pertama kali didiagnosa.
Hemihypertrophy
Congenital aniridia
Trisomy 18 mutation
Cryptorchidism, hipospadia
E. Patofisiologi
F. Pathway
10
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Ultrasound (ultrasonography)
Hasil USG akan membentuk pola yang berbeda pada ginjal yang terkena tumor.
Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk membedakan ginjal yang bukan tumor dan
yang telah terbentuk tumor. USG juga sangat berguna untuk melihat sebesar apa
pertumbuhan tumor karena banyak vena di lokasi tumor berada.
2. Computed tomography (CT, CAT) scan
CT scan merupakan salah satu tes yang dapat digunakan untuk mengkaji massa pada
ginjal. Selain itu, melalui tes ini dapat juga diperiksa kemungkinan telah terjadi
penyebaran sel tumor atau tidak di jaringan dan organ sekitar ginjal.
3. Magnetic resonance imaging (MRI) scan
MRI scan menunjukkan hasil yang lebih detail dari USG dan CT scan. Tes ini
dilakukan jika terdapat kemungkinan sel-sel kanker menyebar ke vena kava inferior
pada abdomen. Selain itu, dapat juga digunakan untuk melihat kemungkinan
penyebaran kanker pada otak atau saraf spinal.
4. Urinalysis dan Pemeriksaan darah lengkap
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui adanya darah atau substansi katekolamin
dalam urin. Adanya katekolamin menandakan terdapat neuroblastoma yang berawal
dari kelenjar adrenal.
5. Biopsi Ginjal
Dalam kasus yang terjadi, pemeriksaan melalui USG, CT scan dan MRI sudah dapat
memberikan informasi yang cukup untuk mendiagnosa tumor Wilm pada anak
sebelum dilakukan pembedahan. Biopsi ginjal dilakukan untuk melihat karakteristik
histologi sel tumor. Pemeriksaan ini bukan termasuk dalam prosedur pengakatan
tumor tapi masih dalam tahap pemeriksaan.
6. Pemeriksaan Gross
Pada saat pembedahan, Wilms tumor ini biasanya cukup besar dan mendistorsi bentuk
ginjal sebenarnya. Kebanyakan tumor ini mempunyai erat 100-1000 gram.
Penampang permukaannya biasanya halus, mengkilat dank arena sering tampak
seperti otak. Area perdarahan dan nekrosis diberbagai tempat dapat saja tampak.
Tumor ini dapat bersifat multifocal.
11
Pemeriksaan diagnostik pada neuroblastoma menurut Suriadi dan Rita (2006), antara lain :
1. Foto abdomen bisa memperlihatkan klasifikasi tumor. Tumor adrenalis menggeser
ginjal, tetapi biasanya tidak merubah system pelvicalyces pada urogram intravena
atau pemeriksaan ultrasonografi.
2. Peningkatan kadar kartekolamin urina (VMA dan VA) mengkonfirmasi diagnosis
pada 90% kasus dan juga merupakan indicator rekuensi yang sensitive. Kadangkadang timbul metastasis tulang (Thomas, 1994)
3. CT Scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada dan abdomen.
4. Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.
5. Analisa urine untuk mengetahui adanya Vanillymandelic acid (VMA) homovillic acid
(HVA), dopamine, norepinephrine.
6. Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N myc.
7. Meningkatnya ferritin, neuron spesific enolase (NSE), ganglioside (GDZ).
H. Penatalaksanaan
Tumor Wilms baik Tujuan pengobatan tumor Wilms adalah mengusahakan
penyembuhan dengan komplikasi dan morbiditas serendah mungkin. Biasanya dianjurkan
kombinasi pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Dengan terapi kombinasi ini dapat
diharapkan hasil yang memuaskan. Jika secara klinis tumor masih berada dalam stadium dini
dan ginjal disebelah kontra lateral normal, dilakukan nefrektomi radikal.
12
1. Pembedahan
Nefrektomi radikal dilakukan bila tumor belum
melewati garis tengah dan belum menginfiltrasi
jaringan
lain.
Pengeluaran
kelenjar
limfe
ginjal
kontralateral
karena
2. Radioterapi
Tumor Wilms dikenal sebagai tumor yang radiosensitif, tapi radioterapi dapat
mengganggu pertumbuhan anak dan menimbulkan penyulit jantung, hati dan paru.
Karena itu radioterapi hanya diberikan pada penderita dengan tumor yang termasuk
golongan patologi prognosis buruk atau stadium III dan IV. Jika ada sisa tumor pasca
bedah juga diberikan radioterapi Radioterapi dapat juga digunakan untuk metastase ke
paru, otak, hepar serta tulang.
3. Kemoterapi
Tumor Wilms termasuk tumor yang paling peka terhadap obat kemoterapi. Prinsip
dasar kemoterpai adalah suatu cara penggunaan obat sitostatika yang berkhasiat
sitotoksik tinggi terhadap sel ganas dan mempunyai efek samping yang rendah
terhadap sel yang normal.
4. Terapi sitostatika dapat diberikan pra maupun pasca bedah didasarkan penelitian
sekitar 16-32% dari tumor yang mudah ruptur. Biasanya, jika diberikan prabedah
selama 4 8 minggu. Jadi tujuan pemberian terapi adalah untuk menurunkan resiko
ruptur intraoperatif dan mengecilkan massa tumor sehingga lebih midah direseksi
total. Ada lima macam obat sitostatika yang terbukti efektif dalam pengobatan tumor
Wilms, yaitu Aktinomisin D, Vinkristin, Adriamisin, Cisplatin dan siklofosfamid.
Mekanisme kerja obat tersebut adalah menghambat sintesa DNA sehingga
pembentukan protein tidak terjadi akibat tidak terbentuknya sintesa RNA di
sitoplasma kanker, sehingga pembelahan sel-sel kanker tidak terjadi.
13
a) Aktinomisin D
Golongan antibiotika yang berasal dari spesies Streptomyces, diberikan lima hari
berturut-turut dengan dosis 15 mg/KgBB/hari secara intravena. Dosis total tidak
melebihi 500 mikrogram. Aktinomisin D bersama dengan vinkristin selalu
digunakan sebagai terapi prabedah.
b) Vinkristin
Golongan alkaloid murni dari tanaman Vina rossa, biasanya diberikan dalam satu
dosis 1,5 mg/m2 setiap minggu secara intravena (tidak lebih dari 2 mg/m2). Bila
melebihi dosis dapat menimbulkan neurotoksis, bersifat iritatif, hindarkan agar
tidak terjadi ekstravasasi pada waktu pemberian secara intravena. Vinkristin dapat
dikombinasi dengan obat lain karena jarang menyebabkan depresi hematologi,
sedangkan bila digunakan sebagai obat tunggal dapat menyebab relaps.
c) Adriamisin
Golongan antibiotika antrasiklin diisolasi dari streptomyces pencetius, diberikan
secara intravena dengan dosis 20 mg/m2/hari selama tiga hari berturut-turut.
Dosis maksimal 250 mg/m2. obat ini tidak dapat melewati sawar otak, dapat
menimbulkan toksisitas pada miokard bila melebihi dosis. Dapat dikombinasi
dengan Aktinomisin D.
d) Cisplatin
Dosis yang umum digunakan adalah 2-3 mg/KgBB/hari atau 20 mg/m2/hari
selama lima hari berturut-turut.
e) Siklofosfamid
Dari nitrogen mustard golongan alkilator. Dosis 250 1800 mg/m2/hari secara
intravena dengan interval 3-4 mg. Dosis peroral 100-300 mg/m2/hari.
Jika secara klinis tumor masih berada dalam stadium dini dan ginjal di sebelah
kontralateral normal, dilakukan nefrektomi radikal. Pembedahan ini kadang kala diawali
dengan pemberian sitostatika atau radiasi (Basuki, 2003).
1. Sitostatika. Pemberian sitostatika dimulai sebelum pembedahan dan dilanjutkan
beberapa seri setelah pembedahan dengan memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Sitostatika yang dipergunakan adalah kombinasi dari Actinomisin D dengan
Vincristine.
14
2. Radiasi Eksterna. Tumor Wilm memberikan respon yang cukup baik terhadap
radioterapi (bersifat radiosensitif). Radiasi diberikan sebelum atau setelah operasi dan
kadang kala diberikan berselingan dengan sitostatika sebagai terapi sandwich (Basuki,
2003).
3. Nefrektomi radikal merupakan terapi terpilih apabila tumor belum melewati garis
tengah dan belum menginfiltrasi jaringan lain. Pengeluaran kelenjar limf
retroperitoneal total tidak perlu dilakukan, tetapi biopsi kelenjar di daerah hilus dan
paraaorta sebaiknya dilakukan. Pada pembedahan perlu diperhatikan ginjal
kontralateral karena kemungkinan lesi bilateral cukup tinggi (sampai 10%). Apabila
ditemukan penjalaran tumor ke vena kava, tumor tersebut harus diusahakan diangkat.
Pada waktu pembedahan harus diusahakan agar tidak terjadi penyebaran untuk
mencegah kenaikan tingkat keganasan klinis. Pada awal pembedahan v. Renalis dan
v. Kava sebaiknya ditutup dengan klem, sebelum memanipulasi ginjal yang kena
tumor. Pada tumor bilateral harus dilakukan pemeriksaan patologi dengan biopsi
jarum untuk menentukan diagnosa dan perangai histologik. Apabila termasuk
golongan prognosis baik, dapat diberikan kemoterapi disusul dengan nefrektomi
parsial. Kalau termasuk golongan prognosis buruk harus dilakukan nefrektomi
bilateral, kmoterapi dan radiotrapi kemudian dialisis atau transplantasi ginjal (De
Jong, 2000).
4. Tumor Wilms dikenal sebagai tumor yang radiosensitif. Akan tetapi radioterapi dapat
mengganggu pertumbuhan anak dan menimbulkan penyulit jantung, paru dan hati.
Oleh karena itu radioterapi hanya diberikan pada penderita dengan tumor yang
termasuk golongan patologi prognosis buruk atau stadium III dan IV. Jika ada sisa
tumor pasca bedah juga diberikan radioterapi (De Jong, 2000).
5. Tumor Wilms merupakan tumor yang kemosensitif terhadap beberapa obat anti
tumor, seperti aktinomisin D, vinkristin, doksorubisin, siklofosfamid dan sisplatin.
Biasanya kemoterapi diberikan prabedah selama 4 8 minggu. Dengan terapi
kombinasi seperti di atas dapat dicapai kelanjutan hidup lebih dari 90% dan bebas
penyakit 85%. Pada tumor bilateral, kelanjutan hidup 3 tahun adalah 80% (De Jong,
2000).
15
I. Komplikasi
Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini ke
berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke sumsum tulang, tulang, hati, otak, paru, dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke tulang
cranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri ekstremitas,
artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sum-sum tulang menyebabkan anemia, hemoragi,
dan trombositopenia (Willie, 2008)
BAB III
16
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan
mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normal selama 1
minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada,
pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels
, pasien mengeluh sesak, frekuensi napas.
Kelebihan
beban
jantung
Dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah] , anemia dan hipertensi yang
juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap
dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala
serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing,
muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak
mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
d. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi
karena inumnitas yang menurun.
e. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema
dan perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti
semula
f. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman temannya karena jauh dan lingkungan
perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
5. Pemeriksaan penunjang :
18
Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam
Intervensi
Rasional
akurat
19
edema
tindakan
Indikator
hari
BJ
Kaji
perubahan
Berikan
Urine
dan
regimen terapi
Sehingga
cairan
albumin
akumulasi
anak
tidak
diuretik
sesuai
Pengurangan
cairan
ekstravaskuler
sangat
Rasional
perubahannutrisi
intestine
Anoreksi,
:
Letargi,
dapat
memperburuk
status
nutrisi
hipoproteinemia.
buruk
Rasional
jam
Laporkan
adanya
vaskuler
Rasional
Lakukan
pengurangan
nyeri
nonfarmakologis
ketentuan
Berikan
obat
dengan
aspirin
kecenderungan pendarahan
jadwal preventif
Hindari
aspirin
atau
senyawanya
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : Pasien mendapat istrahat yang adekut
Intervensi
Rasional
21
meningkatkan
Intrusikan
pada
untuk istrahat
anak
bila
ia
merasa lelah
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita penyakit yang mengancam kehidupan
Tujuan : Pasien (keluarga) menunjukan pengetahuan tentang prosedur
diagnostik/terapi
Intervensi
Rasional
dan prosedur
dengan jujur
Bantu
keluarga
dalam
POST OP
Diagnosa I
Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan askep 3x24 jam nyeri klien berkurang atau hilang, dengan kriteria
hasil, skala nyeri 0, nadi normal, klien bisa mika/miki nyeri dapat teratasi
22
Intervensi :
1)
Tentukan nyeri, misalnya lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas, dan tindakan
Diagnosa II
Hipertermi b.d proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan askep 3x24 jam, diharapkan pengeluaran urine normal,
mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas, dengan mampu mengosongkan
kandung kemih, dan mampu mengontrol pengeluaran urine.
Intervensi :
1. Observasi dan catat jumlah/frekuensi berkemih.
2. Lakukan palpasi terhadap adanya distensi kandung kemih.
3. Tingkatkan pemberian cairan.
Berikan stimulasi terhadap pengosongan urine dengan mengalirkan air, letakkan air hangat
dan dingin secara bergantian pada daerah suprapubis, letakkan tangan dalam
Diagnosa III
Kurang pengetahuan b.d proses penyakit dan rencana pengobatan
23
Tujuan : Setelah di lakukan askep 3x24jam keluarga dan klien lien akan mengatakan
pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan, dengan tujuan klien akan berpartisipasi
dalam program pengobatan, dengan kriteria hasil :
1. Orang tua klien mengerti akan proses penyakit anaknya
2. Orang tua klien tidak bingung akan rencana pengobatan selanjutnya
INTERVENSI :
1. Tinjau ulang dengan pasien/orang terdekat pemahaman diagnosa khusus, alternative
pengobatan, dan sifat harapan.
2. Beri tahu kebutuhan perawatan khusus di rumah
3. Lakukan `evaluasi sebelum pulang ke rumah sesuai indikasi
4. Tinjau ulang pasien/orang terdekatnya pentingnya mempertahankan status nutrisi yang
optimal.
Data Objektif
2. TTV
BB: 22kg
S: 38C
N: 100 x/menit
Klien mengatakan :
3. Konjungtiva pucat
Hb: 9
7. Skala Nyeri
Diagnostik
-
ST
SCAN
Abdomen
dengan
ginjal,
infiltrasi
kesan
Pembesaran
24
USG kesan
Tumor solid/padat
Hasil Renoarteriogram
Gambaran
arteri
memasuki
tumor
Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS:
Pembesaran neoplasia
Nyeri
ginjal,
infiltrasi
arteri
memasuki
tumor
25
2.
DS:
perfusi
tumor wilms
jaringan perifer :
Anoreksia
Resiko
2. Malaise
DO:
1. Konjungtiva pucat
2. Lab
3.
Hb: 9
DS:
Perubahan
1. Anoreksia
DO:
kebutuan
1. BB: 22kg
Diagnosa:
1. Nyeri b.d pembesaran neoplasia
2. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan jumlah eritrosit
3. Resiko Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
Rencana asuhan keperawatan
Lakukan
pengurangan
Rasional
Menentukan tindakan selanjutnya
tehnik
nyeri
nonfarmakologis
Karena
26
aspirin
meningkatkan
Berikan
obat
dengan
kecenderungan pendarahan
jadwal preventif
Hindari
aspirin
atau
senyawanya
Diagnosa II
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan
Setelah dilakukan taskep 7x24 Klien akan menunjukan berat badan stabil atau peningkatan
berat badan sesuai sasaran dan tidak
Intervensi
1)
Ukur tinggi, berat badan dan ketebalan lipatan kulit tisep(atau pengukuran atropometrik
lain sesuai indikasi). Pastiakan jumlah penurunan berat badan saat ini. Timbang berat
badan setiap hari atau sesuai indikasi.
R : membantu dalam identifikasi malnutrisi protein-kalori, khususnya bila berat badan dan
pengukuran atropometrik kurang dari normal.
sada tanda-tanda malnutrisi
2) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan masukan cairan
adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan sering lebih sedikit yang dibagi-bagi
selama sehari.
R : kebuuhan jaringan metabolic ditingkatkan begitu juga cairan. Suplemen dapat
memainkan peran penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein adekuat.
3) Dorong komunikassi terbuka mengenai anoreksia
R : sering sebagai distress emosi, khususnya untuk orang terdekat yang menginginkan
untuk member makan pasien dengan sering. Bila pasien menolak, orang terdekat dapat
merasakan ditolak/frustasi
4) Rujuk pada ahli diet/tim pendukung nutrisi
R : member rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan individu dan menurunkan
masalah berkenaan dengan malnutrisi protein dan defisiensi
mikronutrien.
27
Diagnosa III
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan jumlah eritrosit tumor
wilms
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien tidak
tampak lemah dan lunglai dengan kriteria hasil eritrosit dalam keadaan normal (10.00015000).
Intervensi :
1. Observasi keadaan umum Klien
R : untuk mengetahuai tindakan keperawatan yang akan di berikan.
2. Monitor hasil laboratorium (angka trombosit)
R : memantau jumlah Hb
3. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan
R : untuk mengetahui penyebab lain dari penurunan jumlah HB
4. Kolaborasi pemberian tranfusi darah
R: kolaborasi pemberian tranfusi darah untuk meningkatkan jumlah HB klien
28
BAB IV
PENUTUP
Tumor Wilms adalah semacam tumor ganas pada ginjal yang menyerang anak-anak,
penyebabnya adalah kelainan genetika artinya penyakit ini adalah penyakit bawaan. Tumor
Wilms sporadik berkaitan dengan 10% kasus dengan hemihipertrofi yang terisolasi atau
malformasi genitourinarius seperti hipospadia, kriptorkismus, dan fusi ginjal. umurnya tumor
ini berasal dari tubulus ginjal dan dapat menyebar ke paru- paru, tulang dan hati . mungkin
saja penderita baru menyadari adanya tumor ini setelah timbul keluhan dan penyebarannya
itu, tumor ini dapat juga menghasilkan hormon kelamin, hormon glukagon(anti insulin)
sehingga merusak keseinbangan tubuh hematurin adalah tanda utama pada penyakit ini dan
tampa disertai nyeri,akan tetapi hermaturi biasanya terjadi pada usia lanjut.
29
DAFTAR PUSTAKA
1) Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
2) Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EGC
3) Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EGC
4) Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EGC
5) Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. FKUI
30