Anda di halaman 1dari 49

LAMPIRAN

1. Design KPI Divisi JAL (Jaringan dan Layanan)

2. Design KPI Wilayah

3. Design KPI Cabang

4. Design KPI SKC

5. Design KPI Sentra Kredit Kredit Menengah

Metdhology Scoring PMS di Tahun 2014

Issue scoring 2013 : % pencapaian untuk score 1 terlalu tinggi

DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ..........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................3
2.1 Kinerja Perusahaan ...........................................................................................................3
2.1.1 Definisi Kinerja ......................................................................................................3
2.1.2 Sistem Pengukuran Kinerja ....................................................................................4
2.2 Balance Scorecard............................................................................................................5
2.2.1 Definisi Balance Scorecard....................................................................................5
2.2.2 Sejarah Singkat Balance Scorecard .......................................................................6
2.2.3 Kelemahan dan Keunggulan Balance Scorecard ...................................................7
2.2.4 Perbandingan Balance Scorecard dan Pengukuran Tradisional ............................8
2.2.6 Perspektif Balance Scorecard ..............................................................................15
2.3 Strategi Map ...................................................................................................................28
2.3.1 Pengertian Strategi Map .......................................................................................28
2.3.2 Karakteristik Strategi Map ...................................................................................28
BAB III. PEMBAHASAN ...........................................................................................................30
3.1 Visi dan Misi BNI ..........................................................................................................30
3.2 Peran BNI Dalam Pembanguanan Nasional ...................................................................30
3.3 Peran BNI Dalam Pembangunan Nasional.....................................................................32
3.4 Penerapan Balance Scorecard di PT. Bank Negara Indonesia .......................................33
3.5 Prinsip Dasar PMS (Performance Management System) ...............................................35
BAB IV. PENUTUP .....................................................................................................................41
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................43

Mata Kuliah : Manajemen Strategik


Dosen

: Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec


Ir. Setiadi Djohar, MSM, DBA
Dr. Ir. Agus Maulana, MSM

Penerapan Balance Scorecard


Pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

Oleh:
Bentar Dwika Putra Bangsa P056133422.52E
Budy Rachmat

P056133432.52E

Mochammad Perbowo

P056133552.52E

Novita Mardhatillah

P056133582.52E

Rini Siswati Asnel

P056133622.52E

MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan memiliki konsep untuk menilai atau melihat kinerja dari
masing-masing. Akan tetapi setiap perusahaan mempunyai kinerja yang berbedabeda. Dengan menilai kinerja tersebut, perusahaan bisa memahami posisi
perusahaan saat ini sehingga dapat menentukan apa saja yang ingin dilakukan di
masa datang. Ada suatu konsep yang sering digunakan oleh sebuah perusahaan,
yaitu konsep balance scorecard. Konsep ini menyediakan suatu kerangka untuk
memilih beberapa kinerja yang mengukur aspek yang kritikal dari bisnis. Dalam
konsep ini, harus seimbang dalam mengukur suatu kinerja. Keseimbangan
tersebut ditentukan dalam 4 perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, persektif pembelajaran, dan perspektif proses internal. Untuk membuat
balance scorecard, harus melihat visi dan misi suatu perusahaan agar kinerja yang
ingin dicapai selaras dengan visi dan misi perusahaan.
Kinerja perusahaan dapat dinilai dengan melihat indikator-indikator yang
ada di perusahaan. Indikator tersebut merupakan representasi atas capaian yang
sudah dilakukan oleh suatu perusahaan. Indikator-indikator perusahaan sangat
banyak, sehingga harus dipilih mana yang merupakan indikator kunci bagi suatu
perusahaan berdasarkan keempat perspektif yang ada pada balance scorecard. Di
dalam indikator kunci tersebut, ada target yang ingin dicapai oleh suatu
perusahaan dan inisiatif perusahaan demi mencapai sasaran yang sesuai dengan
visi dan misinya. Dari indikator tersebut, perusahaan dapat melihat apakah
perusahaan tersebut sudah mencapai sasaran yang diinginkan atau tidak. Kinerja
perusahaan dapat dikatakan baik apabila telah mencapai target yang sudah
ditentukan melalui indikator-indikator perusahaan. Contoh studi kasus balance
scorecard yang diangkat dalam penulisan ini adalah Perusahaan Bank Negara
Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun untuk perumusan masalah yang ditentukan dalam penulisan
makalah balance scorecard ini adalah :
1. Bagaimana cara suatu perusahaan untuk menyusun balance scorecard
yang berdasarkan visi dan misinya.
2. Apa tahap yang dilakukan oleh perusahaan untuk menyusun indikatorindikator kunci yang berdasarkan balance scorecard.
3. Bagaimana penerapan balance scorecard yang dilakukan oleh Bank
Negara Indonesia untuk mengukur kinerjanya.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun untuk tujuan penulisan yang ditentukan dalam penulisan makalah
balance scorecard ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana cara suatu perusahaan untuk menyusun balance
scorecard yang dilakukan berdasarkan visi dan misi.
2. Mengetahui tahap apa saja yang dilakukan oleh perusahaan untuk
menyusun indikator-indikator kunci yang berdasarkan balance scorecard.
3. Mengetahui bagaimana penerapan balance scorecard yang dilakukan oleh
Bank Negara Indonesia untuk mengukur kinerjanya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Perusahaan


2.1.1

Definisi Kinerja
Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang
kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alatalat

analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik

buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan


prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar
sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan
lingkungan.
Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang
dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi
kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja
merupakan

suatu

istilah secara umum

sebagian atau seluruh tindakan atau


organisasi

pada

suatu

periode

yang digunakan untuk


aktivitas

dari

suatu

dengan referensi pada jumlah

standar seperti biaya biaya masa lalu atau yang diproyeksikan,


dengan

dasar

efisiensi,

pertanggungjawaban

atau akuntabilitas

manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004).


Sebelum memahami masalah penilaian kinerja lebih jauh,
ada beberapa pengertian kinerja. Kinerja perusahaan adalah hasil
dari banyak keputusan individual
menerus oleh manajemen

(Helfert,

yang dibuat secara terus


1996)

dan

juga

menurut

Mulyadi (2007) Kinerja adalah keberhasilan personel, tim, atau unit


organisasi dalam mewujudkan
ditetapkan
Menurut

sasaran

strategik

sebelumnya dengan perilaku


Stout

(dalam

yang

telah

yang diharapkan.

Yuwono,2002) menyatakan bahwa

pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur


pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi
3

(mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan


berupa produk, jasa ataupun suatu proses.
Pengukuran kinerja yang didefinisikan sebagai performing
measurement

adalah

kualifikasi

dan

efisiensi

perusahaan

atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama


periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu
usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi
efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan

yang telah

dilaksanakan pada periode waktu. Jadi dapat disimpulkan bahwa


kinerja perusahaan merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan yang berkaitan dengan pencapaian sasaran strategik
manajemen selama periode tertentu.
2.1.2

Sistem Pengukuran Kinerja


Menurut Tangen (2005), sistem pengukuran kinerja yang
baik

adalah

sekumpulan

ukuran

kinerja

yang menyediakan

perusahaan dengan informasi yang berguna, sehingga membantu


mengelola, mengontrol, merencanakan, dan melaksanakan aktivitasaktivitas

yang

dilakukan

oleh

perusahaan.

Dengan

adanya

pengukuran kinerja maka perusahaan diharapkan mampu bertahan


dan mengikuti

persaingan dan perkembangan yang ada. Sistem

pengukuran kinerja dikelompokkan menjadi tiga sistem, yaitu:


1. Kelompok Pertama Fully Integrated Sistem pengukuran kinerja
pada kelompok ini merupakan system pengukuran

yang

paling baik (advanced), yang mana banyak kebutuhan yang


harus dipenuhi. Sistem ini mampu menjelaskan

hubungan

kausal yang melintasi organisasi. Kebutuhan dari seluruh pihak


pihak yang berkepentingan (stakeholders) dipertimbangkan.
Database dan system pelaporan harus terintegrasi satu dengan
yang lainnya.
2. Kelompok Kedua Balanced Sistem ini mampu melihat
kinerja dari pandangan yang multidimensi, dari perspektif dan
horizon waktu yang

berbeda.

Sistem

ini

mendukung
4

inovasi dan pembelajaran dan berorientasi pelanggan. Tujuan dari


sistem ini adalah lebih kepada memperbaiki dibandingkan dengan
memonitornya.
3. Kelompok Ketiga Mostly Financial adalah merepresentasikan sistem
pengukuran kinerja yang berbasiskan pengukuran kinerja tradisional,
seperti ROI, aliran kas, dan produktifitas pekerja. Sistem ini
berorientasi pada profit dan optimasi berdasarkan efisiensi biaya dan
pada umumnya hasilnya berorientasi jangka pendek.

2.2 Balance Scorecard


2.2.1

Definisi Balance Scorecard


Balanced Scorecard menurut etimologi terdiri dari dua
kata yaitu "kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced)." Kartu
skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor
yang hendak diwujudkan oleh personil di masa depan. Melalui kartu
skor, skor yang hendak diwujudkan personil di masa depan
dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya.
Menurut

Kaplan

dan

Norton

(dalam

Sarjono,

2007)

mengatakan bahwa definisi Balanced Scorecard adalah suatu


kerangka kerja baru untuk
yang

diturunkan

mengintergrasikan berbagai

ukuran

dari strategi perusahaan. Balanced Scorecard

mencakup berbagai aktivitas penciptaan nilai yang dihasilkan oleh


para partisipan perusahaan yang memilik kemampuan

motivasi

tinggi. Sementara tetap memperhatikan kinerja jangka pendek, yaitu


melalui perspektif finansial, Balanced Scorecard dengan jelas
mengungkapkan berbagai hal yang menjadi pendorong tercapainya
kinerjanya dan kompetitif jangka panjang yang superior. Luis dan
Biromo (dalam Gultom, 2009) mengatakan bahwa definisi Balanced
Scorecard adalah suatu alat manajemen kinerja (performance
management

tool)

menerjemahkan

visi

yang
dan

dapat

membantu

strategi

ke

organisasi

dalam

aksi

untuk
dengan

memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non- finansial


5

yang kesemuanya terjalin dalam hubungan sebab akibat.


Jadi,

Balanced

Scorecard

merupakan

suatu

sistem

manajemen strategi yang menjabarkan visi dan strategi suatu


perusahaan ke dalam tujuan operasional dan tolak ukur. Tujuan dan
tolak ukur dikembangkan untuk setiap 4 (empat) perspektif yaitu:
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses usaha
dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2.2.2

Sejarah Singkat Balance Scorecard


Pada

tahun 1996

Robert

Kaplan

dan David

Norton

membuat sebuah metode yang dapat digunakan untuk melakukan


pengukuran kinerja yang sesuai untuk perusahaan di era globalisasi,
bernama Balanced Scorecard. Sistem ini pertama kali diuji coba oleh
perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Latar belakang
pembuatan metode ini adalah pendapat kedua orang ahli tersebut
yang melihat bahwa penggunaan metode konvensional
digunakan oleh organisasi perusahaan yang

yang

hanyamengukur.

Tingkat kinerja perusahaan dari sisi finansial (tingkat


keuntungan)

semata sebagai bentuk keberhasilan

perusahaan.

Penggunaan metode konvensional ini tentu saja tidak lagi efektif


apabila diterapkan pada era globalisasi sekarang ini dimana faktor
finansial tidak hanya sebagai penentu keberhasilan dari organisasi
perusahaan. Penggunaan BSC sendiri diharapkan dapat memperbaiki
system konvensional dengan menggunakan fakta yang lebih bersifat
kualitatif dan non-finansial. Perbaikan penting lain dari BSC lainnya
adalah bahwa dengan diterapkannya

BSC

adalahnya

fokusnya

pada pencapaian profitabilitas masa depan organisasi perusahaan.


Menurut Norton dan Kaplan, BSC akan mempengaruhi struktur dan
system manajemen yang ada pada saat ini melalui penetapan definisidefinisi pengukuran strategis dan integrasi strategi jangka panjang
ke dalam penganggaran tahunan. Asumsi dasar dari penerapan
BSC adalah bahwa semua organisasi adalah institusi pencipta
kekayaan karena itu semua kegiatannya haruslah dapat menghasilkan
6

tambahan kekayaan baik secara langsung maupun tidak langsung.


2.2.3

Kelemahan dan Keunggulan Balance Scorecard


Menurut artikel Havard Business Review (1996), keunggulan
balanced scorecard adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran dengan metode BSC ini jauh lebih komprehensif
apabila

dibandingkan

dengan metode konvensional karena

dengan metode BSC ini para eksekutif perusahaan menyadari


bahwa bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan
hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu customer, proses bisnis,
dan

pembelajaran

pertumbuhan bukan hanya perspektif

keuangan.
2. Koheren, koheren

adalah adanya hubungan sebab akibat

sehingga dalam BSC dapat disimpulkan semua sasaran strategik


yang terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan.
3. Keseimbangan dalam balanced scorecard juga tercermin
dengan selarasnya scorecard personalstaff dengan scorecard
perusahaan sehingga setiap personal yang ada di dalam
perusahaan bertanggungjawab untuk memajukan perusahaan.
4. Sasaran strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif
customer, proses bisnis internal serta pembelajaran

dan

pertumbuhan dengan menggunakan balanced scorecard dapat


dikelola sehingga dapat diwujudkan.
Schneiderman
menyebabkan

(1998)

memaparkan

faktor-faktor yang

balanced scaorecard gagal. Faktor-faktor tersebut

adalah sebagai berikut:


a. Kurang didefinisikan dengan tepat faktor independen pada
BSC khususnya pada perspektif non keuangan, padahal faktor
non finansial ini sebagai indikator utama yang memberikan
kepuasan bagi stakeholder di masa yang akan datang.
b. Metrik didefinisikan secara minim (poor). Umumnya metrik
finansial lebih mudah didefinisikan karena berhubungan dengan
angka secara kuantitatif, sedangkan untuk non finansial tidak ada
7

standar

yang

pasti.

Pendefinisian

metric

dalam

bentuk

kongkretnya adalah penentuan ukuran dari masing-masing


objektif dalam setiap perspektif BSC.
c. Terjadi "negosiasi" dalam penentuan improvement goal dan
tidak berdasarkan

stakeholder

requirement,

fundamental

process limits dan improvement process capabilities. Istilah


negosiasi

ini

dalam

prakteknya

diistilahkan

dengan

"penghijauan" skor, artinya supaya kelihatan performanya bagu


bisa jadi target yang diturunkan atau timeframenya disesuaikan.
2.2.4

Perbandingan Balance Scorecard dan Pengukuran Tradisional.


Tujuan dan ukuran scorecard diturunkan dari visi dan
strategi perusahaan. Tujuan dan ukuran kinerja dalam Balanced
Scorecard lebih dari sekumpulan ukuran kinerja finansial dan
non finansial khusus, semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari
suatu proses dari atas ke bawah (top down) yang digerakkan oleh
misi dan strategi unit bisnis.
bahwa

semua

Balanced

Scorecard

menekankan

ukuran finansial dan non finansial harus menjadi

sistem informasi.Menurut

Mulyadi (2007), ada tiga perbedaan

mendasar antara manajemen strategik tradisional dengan manajemen


strategik berbasis Balanced Scorecard: (1) orientasi, (2) tahapan, (3)
lingkup, (4) koherensi.

1. Orientasi
Manajemen strategik tradisional tidak berfokus ke
customer. Strategi yang berorientasi ke dalam menyebabkan
perusahaan tidak mampu
customer.

memantau

perubahan

kebutuhan

Manajemen strategik dalam manajemen tradisional

menggunakan

pandangan

berkepentingan

terhadap

luas

terhadap

perusahaan.

Semua

pihak

yang

stakeholders

dipandang sama pentingnya bagi perusahaan dalam manajemen


strategik tradisional. Manajemen strategik dipacu oleh pesaing,
bukan customer, sehingga strategic initiatives yang dipilih lebih
8

didominasi dengan langkah-langkah yang ditempuh untuk


mengalahkan

pesaing,

bukan

untuk

memuasi

kebutuhan

customer. Manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard


berorientasi ke customer.
Manajemen

strategik

dipacu oleh usaha

berbasis

Balanced

Scorecard

untuk menghasilkan value terbaik bagi

customer, sehingga dikenal pula dengan nama customer valuebased model of strategic management. Tiga pertanyaan yang
harus dicari jawabannya dalam proses manajemen strategik
berbasis Balanced Scorecard adalah:1) Untuk customer apa?
2) Bagaimana kita dapat menyediakan value customer tersbut?
3) Apa yang dapat kita peroleh dari penyediaan value tersebut?
Pertanyaan

pertama

manajemen strategik

menunjukkan

bahwa

merupakan customer-driven

proses
process,

proses yang dipacu oleh usaha untuk memenuhi kebutuhan


tertentu customer; bukan proses yang dipacu oleh kebutuhan
internal perusahaan, sebagaimana proses manajemen strategik
dalam manajemen

tradisional. Oleh karena dipacu oleh usaha

untuk memenuhi kebutuhan customer, manajemen strategic


menuntut

manajemen

untuk melakukan eksplorasi

ke

lingkungan makro dan lingkungan industri yang akan dijadikan


tempat beroperasinya perusahaan. Hasil eksplorasi ini akan
menghasilkan misi yang menjawab tiga pertanyaan mendasar
berikut ini: (1) what need do we meet, (2) who is our customer?
dan (3) what business are we in?
Pertanyaan kedua menuntut manajemen untuk mencari
inisiatif strategik yang mampu menghasilkan value terbaik
untuk memuasi kebutuhan customer, kemudian menjabarkan
inisiatif

tersebut

operational.
melipat

ke dalam langkah-langkah

Pertanyaan

tactical dan

ketiga menuntut manajemen untuk

gandakan laba perusahaan dari hasil pemenuhan

kebutuhan customer, agar perusahaan mampu mempertahankan


9

kelangsungan hidupnya dan bertumbuh.


Setelah ditetapkan kebutuhan

yang akan dipenuhi,

diidentifikasi customer yang akan dilayani, dan dipilih bisnis


yang akan dijalankan, manajemen kemudian merumuskan
kompetensi inti (core competence) yang diperlukan untuk
menjalankan bisnis. Core competence adalah kompetensi modal
manusia perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya, yang
sulit untuk ditandingi oleh pesaing dalam menghasilkan
produk/jasa bagi customer.
2. Tahapan
Manajemen strategik tradisional terdiri dari empat tahap:
perencanaan

strategik,

penyusunan

program,

penyusunan

anggaran, pengimplementasian, dan pengendalian. Perencanaan


dibagi menjadi dua: perencanaan laba jangka panjang dan
perencanaan

laba

jangka

pendek.

Dalam

manajemen

tradisional, perencanaan laba jangka panjang disusun melalui


dua tahap: (1) perencanaan strategik dan (2) penyusunan
program. Perencanaan strategik menghasilkan rencana laba
jangka panjang yang berupa misi, visi, keyakinan dasar, nilai
dasar, tujuan, strategi, sasaran strategik, dan inisiatif strategik.
Penyusunan

program

merupakan

proses penjabaran

inisiatif strategik ke dalam program. Perencanaan laba jangka


pendek berupa penyusunan
penjabaran

program

tertentu. Anggaran

anggaran

yang

yang akan dilaksanakan

merupakan
dalam tahun

yang dihasilkan kemudian dilaksanakan

pada tahap pengimplementasian dan dikendalikan pada tahap


pengendalian.
Manajemen

strategik berbasis Balanced

Scorecard

terdiri dari enam tahap: perumusan strategi, perencanaan


strategik,

penyusunan

program,

penyusunan

anggaran,

pengimplementasian, dan pemantauan. Perencanaan laba jangka


panjang

dalam

manajemen

strategik

berbasis

Balanced
10

Scorecard

dipecah ke dalam tiga tahap yang terpisah:

perumusan strategi, perencanaan strategik, dan penyusunan


program. Perencanaan laba jangka panjang dimulai dari langkah
pertama berupa perumusan strategi yang menghasilkan misi, visi,
tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi, berdasarkan
hasil trendwatching dan SWOT analysis.
Langkah berikutnya adalah perencanaan strategik yang
berupa proses

penerjemahan

misi,

visi, tujuan, keyakinan

dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam sasaran dan inisiatif


strategik yang komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang.
Langkah terakhir adalah penyusunan program berupa proses
penjabaran

inisiatif strategic ke dalam program, rencana

kegiatan jangka panjang disertai dengan sumber daya yang


diperoleh dari dan dikorbankan untuk perwujudan sasaransasaran strategik.
Pemisahan rencana laba jangka panjang ke dalam tiga
tahap tersebut

disebabkan

oleh

pemanfaatan

Balanced

Scorecard pada tahap perencanaan strategik untuk menjadikan


sasaran strategik yang dihasilkan pada tahap tersebut memiliki
karakteristik: komprehensif, koheren, terukur, dan seimbang.
Oleh karena tahap perencanaan strategik dengan

kerangka

Balanced Scorecard harus dapat menghasilkan rencana strategik


yang memiliki empat karakteristik tersebut, maka tahap
perencanaan

strategik

harus

dipisahkan

sebagai

langkah

tersendiri yang terpisah dari tahap sebelumnya (perumusan


strategi) dan tahap sesudahnya (tahap penyusunan program).
Dengan dimanfaatkannya rerangka Balanced Scorecard
dalam perencanaan strategik, perencanaan laba jangka panjang
dipecah menjadi tiga tahap terpisah dengan fungsi setiap tahap
sebagai berikut:
a. Tahap perumusan strategi berfungsi sebagai alat untuk
trendwatching, SWOT analysis, envisioning, dan pemilihan
11

strategi. Sebagai alat trendwatching, tahap perumusan


strategi digunakan untuk memantau

trend perubahan

lingkungan makro, lingkungan industri, dan lingkungan


persaingan.

Hasil

trendwatching

digunakan

untuk

mengidentifikasi peluang dan ancaman dan hasil analisis


internal digunakan untuk mengidentifkasi

kekuatan dan

kelemahan melalui SWOT analysis (strengths, weaknesses,


opportunities, and threats). Sebagai alat envisioning, tahap
perumusan strategi ini

digunakan

untuk merumuskan

misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, dan nilai dasar


berdasarkan hasil SWOT analysis. Tahap ini juga berfungsi
sebagai alat pemilihan strategi berdasarkan hasil SWOT
analysis.
b. Tahap perencanaan

strategik

berfungsi sebagai

alat

untuk menerjemahkan keluaran yang dihasilkan oleh tahap


perumusan
digunakan

strategi.
pada

Rerangka

tahap

Balanced

perencanaan

Scorecard

strategik

sebagai

penerjemah misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar,


dan strategi ke dalam sasaran-sasaran strategik yang
komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Setelah
sasaran

strategik

yang

memiliki

empat

karakteristik

tersebut dirumuskan, kemudian dipilih inisiatif strategik


untuk mewujudkan setiap sasaran strategik tersebut.
c. Tahap penyusunan program berfungsi sebagai:

Alat untuk menjabarkan inisiatif strategik ke dalam


program

Alat untuk mengevaluasi ketercapaian sasaran strategic

Alat

untuk

mengevaluasi

efektivitas

inisiatif

strategik dalam mewujudkan sasaran strategik.

Alat untuk mengalokasikan sumber daya dalam jangka


panjang (long-range resource allocation tool).
Oleh karena setiap tahap dalam penyusunan rencana laba
12

jangka panjang tersebut merupakan pekerjaan besar yang


memiliki fungsi sangat menentukan bagi bisnis manajemen
strategik berbasis Balanced Scorecard memisahkan perumusan
strategi, perencanaan strategik, dan penyusunan program sebagai
kegiatan yang terpisah yang terkait satu dengan lainnya.
Perumusan strategi menentukan bisnis yang dipilih
dan arah yang dituju oleh perusahaan dalam perjalanannya
menuju

ke masa depan.

Hasil

tahap

perumusan

strategi

menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan.


Di samping itu, tahap perumusan strategi menetapkan strategi
yang dipilih untuk mewujudkan visi perusahaan. Strategi ini
menjadi landasan penentuan sasaran dan inisiatif strategik yang
akan ditempuh oleh perusahaan dalam mewujudkan visinya.
Perencanaan strategik menentukan kualitas penerjemahan
keluaran yang dihasilkan tahap perumusan strategi. Pekerjaan
besar yang dilaksanakan pada tahap perencanaan strategik adalah
(1) perumusan sasaran-sasaran strategik yang komprehensif,
koheren, dan berimbang, (2) penentuan ukuran hasil dan
ukuran pemacu kinerja untuk setiap sasaran strategik yang
dirumuskan, (3) penentuan target yang diharapkan dapat
diwujudkan dalam mencapai sasaran strategik, dan (4) pemilihan
inisiatif strategik untuk mewujudkan setiap sasaran strategik.
Penyusunan program merupakan pekerjaan besar berikut ini:
(1) penjabaran inisiatif strategik ke dalam program, (2)
pengevaluasian

ketercapaian

sasaran

strategik,

dan

(3)

pengevaluasian efektivitas inisiatif strategik untuk mewujudkan


sasaran strategik. (4) pengalokasian sumber daya.
3. Lingkup
Manajemen strategik tradisional mencakup lingkup yang
sempit atau hanya berfokus ke perspektif keuangan. Di lain
pihak, manajemen

strategik berbasis Balanced Scorecard

mencakup lingkup yang luas, melampaui perspektif keuangan.


13

Dengan

digunakannya

Balanced

Scorecard

sebagai

alat

penerjemah misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan


strategi, perencanaan strategik menghasilkan sasaran strategik
yang komprehensif, mencakup perspektif keuangan, customer,
proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Perluasan cakupan ke perspektif customer, proses bisnis internal,
serta pembelajaran dan pertumbuhan ini dimaksudkan untuk
memfokuskan usaha ke pemacu sesungguhnya kinerja keuangan
perusahaan, sehingga perusahaan mampu menjadi institusi
pelipatganda kekayaan.

4. Kohersi
Dalam manajemen tradisional, koherensi keluaran yang
dihasilkan

oleh

tahap

perencanaan

strategik,

penyusunan

program, dan penyusunan anggaran tidak dipandang penting.


Sebagai akibatnya, perencanaan strategik hanya menghasilkan
daftar sasaran-sasaran

strategik,

dan di antara sasaran

strategik yang satu dengan sasaran strategik yang lain tidak


dibangun hubungan sebab akibat. Bahkan di antara misi, visi,
tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi tidak dibangun
keterkaitan erat dengan sasaran strategik dan inisiatif strategik.
Dalam

manajemen

strategik

berbasis

Balanced

Scorecard, ada lima koherensi berikut ini yang dengan sengaja


dibangun:

Koherensi antara hasil trendwatching dan SWOT analysis


dengan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan
strategi.

Koherensi antara misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai


dasar, dan strategi yang dirumuskan pada tahap perumusan
strategi dengan sasaran-sasaran strategik yang dirumuskan
pada tahap perencanaan strategik.

Koherensi antara inisiatif strategik yang dipilih pada


tahap

perencanaan

strategik

dengan

program

yang
14

dirumuskan pada tahap penyusunan program.

Koherensi antara program yang dipilih pada tahap


penyusunan program dengan anggaran yang dirumuskan
pada tahap penyusunan anggaran.

Koherensi

di antara

sasaran

perspektif: keuangan, customer,

strategik
proses

di berbagai
bisnis

intern,

pembelajaran dan pertumbuhan.


Tabel.2.1
Perbandingan Sistem Pelaporan Manajemen Tradisional vs.
Manajemen Balanced Scorecard
Pelaporan Pengendalian

Pelaporan
Strategis

o Pengendalian melalui anggaran


o Berfokus

o Umpan balik dan

pada fungsi-fungsi dalam pembelajaran

organisasi

o Fokus pada fungsi tim

o Mengabaikan pengukuran kinerja atau

fungsional silang

pengukuran kinerja dilakukan secara o Pengukuran kinerja


terpisah

terintegrasi yang dilakukan


berdasarkan hubungan sebab
akibat

Sumber: Gaspersz (2003).

5. Perspeektif Balance Scorecard


Tujuan dan ukuran scorecard diturunkan dari visi dan
strategi perusahaan.

Tujuan dan ukuran

kinerja dalam

Balanced Scorecard lebih dari sekumpulan ukuran kinerja


finansial dan non finansial khusus, semua tujuan dan ukuran
ini diturunkan dari suatu proses dari atas ke bawah (top down)
yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis. Balanced
Scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan
non finansial harus menjadi sistem informasi untuk para pekerja

15

di semua tingkat pada perusahaan. Di samping itu, Balanced


Scorecard

mampu

merencanakan

strategi

mewujudkan visi dan misi perusahaan

pilihan

kedalam

untuk
sasaran-

sasaran strategis yang bersifat kualitatif.


Adapun tahapan untuk merencanakan strategis dalam
kerangka Balanced Scorecard ialah sebagai berikut:
a. Sasaran strategi
b. Ukuran sasaran strategi
c. Target
d. Inisiatif strategi.
Terkait dengan BSC, keempat perspektif (perspektif
finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran &
pertumbuhan) itu merupakan peta wilayah di mana kita harus
meletakkan strategi- strategi
bagian.

Strategi

yang

yang

relevan

di

tiap-tiap

relevan tersebut dinamakan dengan

sasaran strategi yang sesungguhnya merupakan strategi itu


sendiri.
a. Perspektif Finansial (Financial Perspective)
Balanced scorecard memakai perspektif keuangan sebagai
perspektif

yang terjadi akibat dari perspektif yang lain

(customer, proses
pertumbuhan)
otomatis
perspektif

bisnis

internal

dan

pembelajaran

&

atau dengan katanya lain perspektif ini secara

akan terwujud dari baik buruknya


dibawahnya.

Pengukuran

kinerja

kinerja

keuangan

mengindikasikan apakah strategi perusahaan, penerapannya, dan


pelaksanaannya memberikan kontribusi pada peningkatan yang
mendasar. Oleh karena itu persepektif keuangan tidak memilki
initiative stratetegik untuk mencapai sasaran strategik.
Balance

scorecard

memakai

tolak

ukur

kinerja

keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur


tersebut

secara umum digunakan dalam perusahaan untuk

mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat


16

menggambarkan

penyebab

yang

menjadikan

perubahan

kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi


dan Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran
kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan
dan non-keuangan

untuk

mengarahkan

terhadap keberhasilan. Balance Scorecard

kinerja perusahaan
dapat menjelaskan

lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam


mewujudkan

pertambahan

kekayaan tersebut (Mulyadi dan

Setyawan, 2000) sebagai berikut:

Peningkatan customer yang puas sehingga meningkatkan


laba (melalui peningkatan revenue).

Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga


meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).

Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan


financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan
atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan
return yang tinggi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3

tahap, yaitu:
dan

bertumbuh

(growth),

bertahan

(sustain),

menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus

tersebut mempunyai tujuan

finansial

yang

berbeda.

Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis.


Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru
yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut. Untuk itu,
maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai
sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan
meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan
fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung
terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam
mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan.
17

Secara keseluruhan tujuan finansial pada tahap ini adalah


mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan
tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap

selanjutnya

adalah sustain

(bertahan),

di

mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan


ditariknya investasi atau
dengan

melakukan

investasi

kembali

mempertimbangkan tingkat pengembalian

yang

mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan finansial yang


hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan.
Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang
dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau
badan

usaha

akan

berusaha

untuk

mempertahankan

bisnisnya.
Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk
meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.Sasaran
strategik dari perspektif keuangan adalah shareholder value
seperti

meningkatnya

ROI

(Return

on

Investment),

pertumbuhan pendapatan perusahaan, dan berkuranganya


biaya produksi. Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran
finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang
pertama

adalah

semua

perspektif

tergantung

pada

pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari


strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah
akan

memberi

dorongan

kepada 3 perspektif yang

lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai


tujuan organisasi.
b. Perspektif Customer (Customer Perspective)
Pada perspektif ini, perusahaan mengidentifikasikan
dan mendefinisikan
Perspektif

pelanggan

dan

segmen

pasarnya.

ini memiliki beberapa pengukuran utama dari

outcome yang sukses dengan formulasi dan penerapan strategi


yang baik. Segmen pasar merupakan sumber

yang

akan
18

menjadi komponen penghasilan tujuan finansial perusahaan.


Perspektif

pelanggan

memungkinkan

perusahaan

menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan. Sasaran strategik


dari perspektif customer ini adalah Firmequity. Diantaranya
adalah

meningkatnya

kepercayaan

customer

atas produk

dan jasa yang ditawarkan perusahaan, kecepatan layanan yang


diberikan dan kualitas hubungan

perusahaan

dengan

kustomernya.
Perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen
pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi
atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan
alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit
opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Apabila suatu
unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior
dalam

jangka

panjang, mereka

harus menciptakan

dan

menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik


kepada pelanggan mereka (Kaplan dan Norton, 1996).
Produk

dikatakan

bernilai

apabila

manfaat

yang

diterima produk lebih tinggi dari pada biaya perolehan (bila


kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari
apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan
terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu
melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik
berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada
2 kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan, yaitu:
a) Kelompok Pengukuran Inti (core measurement group)
Kelompok pengukuran ini digunakan
mengukur bagaimana
pelanggan

perusahaan

dalam mencapai

untuk

memenuhi

kepuasan,

memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang

kebutuhan

mempertahankan,
telah

ditargetkan. Dalam kelo mpok pengukuran inti, kita mengenal


lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar,

akuisisi

pelanggan
19

(perolehan

pelanggan),

yang dipertahankan),

retensi pelanggan (pelanggan

kepuasan pelanggan, dan profitabilitas

pelanggan. Kelompok ukuran pelanggan utama pada umumnya


terdiri dari ukuran:
a. Pangsa pasar (Market Share): menggambarkan proposisi
bisnis yang dijualoleh sebuah unit bisnis di pasar
tertentu, dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang
dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual.
b. Retensi pelanggan (Customer Retention): mengukur tingkat
di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan
dengan konsumen.
c. Akuisisi pelanggan (Customer

Aquisition):

mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan


unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan atau
bisnis baru.
d. Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction): menilai
tingkat kepuasan atas kriteria tertentu di dalam proposisi
nilai.
e. Profitabilitas pelanggan (Customer Profitability): mengukur
keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau
segmen tertentu setelalah menghitung berbagai pengeluaran
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
tersebut.
b) Kelompok Pengukuran Nilai Pelanggan (customer
value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk
mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar
yang mereka kuasai dan

pasar yang potensial yang

mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini


juga dapat menggambarkan pemacu kinerja

yang

menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan


untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan
20

akuisisi pelanggan

yang tinggi. Value proposition

menggambarkan atribut yang disajikan


dalam produk/jasa
loyalitas

dan

perusahaan

yang dijual untuk menciptakan

kepuasan

pelanggan.

Kelompok

pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:


1. Atribut produk atau jasa
Atribut produk dapat memberikan gambaran yang
jelas tetang produk itu sendiri. Atribut produk adalah
unsur unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen
dan dijadikan dasar pengambilan

keputusan pembelian

(Tjiptono, 2007). Sedangkan atribut produk menurut Kotler


dan

Amstrong

(2004),

atribut

produk

merupakan

pengembangan produk dan jasa pendefinisian manfaatmanfaat yang akan ditawarkan.


Kotler

(2003)

pengertian atribut
melekat

memberikan

produk

sebagai

definisi

atau

unsur-unsur

yang

pada sebuah produk berwujud maupun produk

tidak berwujud. Atribut berwujud meliputi: desain, warna,


ukuran, kemasan dan sebagainya, sedangkan atribut yang
tidak berwujud diantaranya: harga, jasa atau layanan dan
kualitas.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa atribut produk

merupakan unsur- unsur yang dimiliki suatu produk yang


berasal dari pengembangan
untuk

suatu

produk

itu

sendiri

dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan

pembelian.
2. Citra dan Reputasi
Menurut Kotler (1997) citra perusahaan adalah
respon konsumen pada

keseluruhan

penawaran

yang

diberikan perusahaan dan didefinisikan sebagai sejumlah


kepercayaan, ide-ide, dan kesan masyarakat pada suatu
organisasi. Citra perusahaan tidak bisa direkayasa, atau
dibuat-buat artinya citra dibentuk oleh penilaian dan
21

pemahaman masyarakat, dari upaya komunikasi

dan

perusahaan dalam usaha membangun

citra

positif yang diharapkan. Upaya membangun citra

tidak

bisa

tetapi

keterbukaan

dilakukan

pada

saat

tertentu

saja,

merupakan suatu proses yang panjang. Karena citra


merupakan semua persepsi atas objek yang dibentuk oleh
konsumen dengan cara

memproses

informasi

dari

berbagai sumber sepanjang waktu.


Terdapat 3 hal penting dalam citra, yaitu: kesan
objek, proses terbentuknya citra, dan sumber terpecaya.
Terbentuknya suatu
berupa

hasil

citra

perusahaan

tidak

langsung

tetapi terbentuk melalui beberapa proses,

yaitu: pertama, objek mengetahui (melihat atau mendengar)


upaya yang dilakukan perusahaan dalam membentuk citra
perusahaan tersebut. Kedua, perhatian objek atas upaya
perusahaan tersebut. Ketiga, pemahaman
upaya

yang

dilakukan

objek

atas

perusahaan tersebut. Keempat,

dari sini citra perusahaan akan terbentuk pada objek.


Kelima, citra yang telah terbentuk tadi akan menentukan
perilaku

objek

sasaran

dalam

hubungannya

dengan

perusahaan.
3. Hubungan dengan Pelanggan
Hubungan

perusahaan

dengan

pemasok

yang

menjadi aktivitas fungsi pembelian merupakan sebuah


bentuk kerjasama penting diantara beberapa perusahaan.
Seperti diungkapkan oleh Kanter

(1989),

hubungan

perusahaan dengan pemasok merupakan kolaborasi yang


paling kuat dalam konteks value chain atau supply chain.
Dalam konteks ini, pemasok berperan dalam
material
perusahaan.

yang

digunakan

dalam

penyediaan

proses produksi

Kualitas material dan kemampuan

mengantarkan material

kepada

perusahaan

untuk

manufaktur
22

dipengaruhi

oleh

kinerja

pemasok

yang

selanjutnya

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan.


Saling terkaitnya hubungan antara kedua belah
pihak tentu hal tersebut tidak dapat dipisahkan dalam inti
kompetensi.

Hal ini menjadi alat perusahaan untuk

mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.


Hubungan dengan pelanggan merupakan kegiatan public
relations

dalam

rangka

mengatur

dan

memelihara

hubungan baik dengan para konsumen agar produk yang


dibuat dapat diterima dengan baik oleh para konsumen.
Hubungan

dengan pelanggan merupakan sebuah

pendekatan dalam mengelola hubungan


pelanggan

pada

level

bisnis

korporasi dan
sehingga

dapat

memaksimumkan komunikasi, pemasaran melalui pengelolaan


berbagai

kontak

yang berbeda

dengan

pelanggan.

Kombinasi dari kebijakan, proses, dan strategi yang


diterapkan

organisasi

menjadi

satu

kesatuan

selain

digunakan untuk melakukan interaksi dengan pelanggan,


hal

ini dilakukan

juga untuk menelusuri informasi

pelanggan. dengan tujuan untuk meningkatkan layanan yang


diberikan kepada pelanggan, dan menggunakan informasi
pelanggan untuk target pemasaran.
c. Perspektif

Proses

Bisnis

Internal

(Internal

Process

Perspective)
Fokus dalam perspektif ini adalah proses internal
dari manajemen perusahaan yang harus dilakukan. Proses
internal yang

harus

dilakukan

adalah

proses

yang

berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa sehingga


dapat menarik
yang

dan mempertahankan

akhirnya

pelanggan

di

pasar

dapat memuaskan ekspektasi pemegang

saham. Perbedaan fundamental antara pendekatan tradisional


dan

Balanced

Scorecard

yaitu pendekatan

tradisional
23

bertujuan untuk memantau dan meningkatkan

proses

yang telah ada. Sementara pendekatan Balanced

bisnis

Scorecard

akan selalu mengindentifikasi keseluruhan proses yang baru


dimana perusahaan harus memenuhi tujuan keuangan dan
pelanggannya.
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses
kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value
proposition

yang

mampu

menarik

dan

mempertahankan

pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan


harapan para pemegang saham melalui financial returns
(Simon, 1999). Tiap- tiap perusahaan mempunyai seperangkat
proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya.
Sasaran strategik dari perspektif proses bisnis ini
adalah organizational capital seperti meningkatnya kualitas
proses layanan

kepada

customer,

komputerisasi

proses

layanan kepada customer, dan penerapan insfrastruktur teknologi


yang memudahkan

pelayanan kepada customer. Tiap-tiap

perusahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai


yang unik bagi pelanggannya.
Secara

umum, Kaplan

dan

Norton

(1996)

membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:

Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan
proses

produksi.

Tetapi

ada

juga

perusahaan

yang

menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam


proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen,
yaitu: identifikasi keinginan pelanggan,

dan melakukan

proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan


pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan tidak sesuai
dengan

keinginan

pelanggan,

maka produk tidak akan

mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak


memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan
24

perasahaan haras mengeluarkan

biaya investasi pada

proses penelitian dan pengembangan.

Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan,
mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai
produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan
kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara
efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta
menjadi

fokus

utama dari sistem pengukuran kinerja

sebagian besar organisasi.

Pelayanan purna jual.


Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat
berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and


Growth Perspective)
Perspektif

pembelajaran

mengindentifikasi

infrastruktur

dan

pertumbuhan ini

yang

harus

dibangun

perusahaan untuk membentuk pertumbuhan dan perkembangan


perusahaan di jangka

panjang.

perspektif pembelajaran dan


capital.

Sasaran

strategik

pertumbuhan

Sebagai contoh peningkatan

dari

adalah human
kompetensi

dan

komitmen dari staff perusahaan. Menurut Kaplan dan Norton


(2000) perspektif

pembelajaran

dan pertumbuhan pada

BalancedScorecard mengembangkan tujuan yang mendorong


pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan.
ditetapkan dalam perspektif finansial,

Tujuan

pelanggan dan

yang
proses

internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai oleh


perusahaan untuk menghasilkan

kinerja terbaik. Tujuan di

dalam

dan pertumbuhan

adalah

memungkinkan

tujuan

perspektif pembelajaran

menyediakan infrastruktur yang

ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. Tujuan


dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan
25

faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang terbaik dalam


perspektif lainnya. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
mencakup prinsip kapabilitas atau kemampuan yang terkait
dengan kondisi internal perusahaan. Dalam

kaitan

dengan

sumber daya manusia ada tiga hal yang perlu ditinjau dalam
menerapkan Balanced Scorecard yaitu:

Kapabilitas Karyawan
Kapabilitas karyawan adalah merupakan bagian
kontribusi yang

diberikan

karyawan

pada

perusahaan.

Sehubungan dengan kapabilitas karyawan, ada 3 hal yang harus


diperhatikan oleh manajemen yang pertama yakni kepuasan
karyawan yang merupakan prakondisi untuk meningkatkan
produktivitas, tanggung jawab, kualitas, dan pelayanan
kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan
karyawan adalah keterlibatan karyawan dalam mengambil
keputusan, pengakuan,
informasi,

akses

dorongan untuk

menggunakan

inisiatif,

untuk
bekerja

mendapatkan
kreatif,

dan

serta dukungan dari manajemen

maupun atasan.
Selanjutnya adalah retensi pekerja. Retensi pekerja
atau karyawan adalah kemampuan imtuk mempertahankan
pekerja terbaik dalam
pekerja/karyawan

perusahaan.

merupakan

Mengetahui

investasi

jangka

panjang

bagi perusahaan. Jadi, keluarnya seorang pekerja yang


bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada
intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur
dengan persentase turnover di perusahaan. Produktivitas
pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari
peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan
kepuasan

pelanggan.

Tujuannya

adalah

untuk

menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan


jumlah pekerja yang seharusnya

untuk

menghasilkan
26

output

tersebut.

Bagian

pekerja/karyawan.

terakhir

adalah

Produktivitas

produktifitas

pekerja/karyawan

merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan


keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan
pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output
yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang
seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.

Kapabilitas Sistem Informasi


Kapabilitas

sistem

informasi

merupakan

kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan yang yang terkait


dengan penyediaan sarana informasi.

Tolak ukur

untuk

kapabilitas sistem informasi adalah tingkat ketersediaan


informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta
jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan

Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan


Motivasi mewakili
menyebabkan

timbulnya,

proses-proses
diarahkanya,

tertentuyang
dan

terjadinya

kegiatan tertentu untuk diarahkan ketujuan tertentu. Untuk


meningkatkan kinerja diperlukan suatu pengembangan keahlian
yang dapat memompa potensi diri yang dimiliki oleh
pekerja/karyawan.

Sehingga pemberdayaan tadi dapat

menyelaraskan tiap-tiap kegiatan perusahaan pada tujuan yang


ingin dicapai perusahaan.
Kaplan
motivasi

dan

dan Nortron (2000) berpendapat


keahlian

pekerja/karyawan

bahwa,
mungkin

dibutuhkan untuk mencapai sasaran yang luas dalam tujuan


pelanggan dan proses bisnis internal. Tetapi itu saja tidak
cukup. Jika ingin agar para pekerja lebih efektif dalam
lingkungan kompetitif dunia bisnis, perlu didapat informasiinformasi pelanggan,

proses internal,

dan konsekuensi

finansial keputusan perusahaan. Yuwono (2003) mengatakan


bahwa paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa
27

proses pembelajaran sangat


untuk melakukan

trial

penting bagi para pegawai

dan error

sehingga

perubahan

lingkungan dapat diterima oleh semua karyawan organisasi be


rdasarkan kompetensi masing-masing.
2.3 3 Strategy Map
2.3.1 Pengertian Strategy Map
Sebuah diagram yang menunjukan visi, misi, strategi
organisasi diimplementasikan dalam aktivitas sehari-hari pada setiap
unit bisnis dengan menggunakan KPI. Dengan menggunakan strategy
map bisa di dilihat dengan jelas keterkaitan antar visi, misi organisasi
dengan KPI. Strategy Map dibuat dengan menghubungkan strategic
objectif organisasi secara eksplisit dengan masing-masing Kpi yang
dikelompokan dalam ke empat perspektif balance scorecard (financial,
customer, internal business process dan Learning & growth ). Kaplan
memperkenalkan strategy map sebagai transformasi balance scorecard
dari sistem pengelolaan kinerja menjadi sistem manajemen strategik.
Konsep ini diperkenalkan pada tahun 2001.
Strategik objektif di deploy menjadi beberapa strategi pada
setiap perspektif. Strategi-strategi tersebut saling terkait dalam
hubungan yang disebut sebagai cause effect relationship. Beberapa
strategi akan mensupport strategi yang lain, demikian pula sebaliknya
beberapa strategi didukung oleh strategi yang lain.

2.3.2 Karakteristik Strategy Map


Dalam strategy map tidak ada strategi yang berdiri sendiri.
Strategy Map menjadi bagian dari framework balance scorecard untuk
mendapatkan tampilan visual dari strategi untuk value creation
organisasi.
Strategy map memiliki karakteristik sebagai berikut:

Semua informasi strategy map berada dalam satu diagram, untuk


mempermudah melihat hubungan antar perspektif.

28

Strategi-strategi yang dibuat mengacu pada strategy objectif


organisasi.

Ada empat perspektif yang digunakan sesuai dengan framework


BSC yaitu financial, customer, internal business process, learning
& growth.

Setiap

perspektif

memiliki

strategy-strategy

yang

saling

berhubungan baik dalam satu perspektif maupun dengan strategy


yang ada di perspektif yang lain.

Garis panah menunjukan cause and effect relationship.

Kaplan menyatakan ada 5 prinsip dalam membuat strategy map, yaitu:


1. Strategy balances contradictory forces.
2. Strategy is based on a differentiated customer value proposition.
3. Value is created through internal business processes.
4. Strategy consists of simultaneous, complementary themes.
5. Strategic alignment determines the value of intangible assets.
Dengan menghubungkan strategy objectif dengan shareholder
value creation, customer management process, human capital, product
strategy,

growth

strategy

dan

lainya

dalam

satu

diagram

mempermudah untuk menghubungkan setiap strategi sesuai strategy


objectif serta memudahkan komunikasi strategi diantara pengambil
keputusan dengan bawahan.
Dengan menggunakan strategy map maka implementasi
strategi organisasi akan lebih mudah dilakukan. Namun yang perlu di
ingat tantangan terbesar bukan pada menggambarkan strategi dalam
strategy map tetapi adalah implementasi strategi yang sudah dibuat.

29

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Visi dan Misi BNI
Visi BNI Menjadi Lembaga Keuangan yang Unggul, Terkemuka,
Terdepan dalam Layanan dan Kinerja. Penerjemahan visi BNI :
1. Terdepan
-

Memberi kualitas investasi yang memuaskan bagi pemegang saham

Kinerja keuangan yang berkualitas

2. Terkemuka
-

Menjadi bank pilihan dengan kualitas layanan terbaik

Menjaga image sebagai bank besar

3. Unggul
-

Pengelolaan perbankan berkualitas dengan risiko terukur

Penyediaan produk atau jassa yang beragam dan terpadu

Peningkatan value bagi nasabah melalui improvement dan inovasi

Pengelolaan human capital yang berkualitas.

Misi BNI :
1. Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada
seluruh nasabah, dan selaku mitra pilihan utama.
2. Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor
3. Menciptakan kondisi terbaik bagi karyawan sebagai tempat kebanggaan
untuk berkarya dan berprestasi.
4. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab kepada lingkungan dan
komunitas
5. Menjadi acuan pelaksanaan kepatuahan dan tata kelola perusahaan yang
baik.

3.2. Peran BNI Dalam Pembangunan Nasional


Melambatnya perekonomian Indonesia di tahun 2015 berdampak pada
industry keuangan khususnya perbankan. Bahkan kondisi ini diprediksi akan
30

berlangsung hingga tahun depan. Strategi pun telah disiapkan oleh BNI, termasuk
dengan dirancangnya Corporate Plan 2014-2018. Langkah fundamental yang
tercantum dalam Corporate Plan 2014 2018 adalah didefinisikannya kembali
visi BNI, yakni Menjadi Lembaga Keuangan yang Unggul Dalam Layanan dan
Kinerja.
Berdasarkan VISI dan MISI yang ditetapkan perusahaan tersebut, manajemen
menetapkan Strategi Perusahaan tahun 2015 yaitu : Pertumbuhan Keuangan yang
Berkelanjutan. Selanjutnya ditetapkan sasaran strategi untuk tahun 2015 yang
meliputi 6 strategi dan ditetapkan sebagai Corporate Strategy yang berisi :
1. Melakukan ekspansi bisnis pada pasar yang selektif untuk pertumbuhan
yang berkualitas.
2. Memperkuat sinergi antar seluruh lini bisnis
3. Mengoptimalkan outlet sebagai point of sales
4. Meningkatkan CASA dan Fee based Income (FBI) dengan mendorong
transaksi nasabah melalui pengembangan electronic transaction.
5. Memperkuat perusahaan anak serta pertumbuhan anorganik
6. Memperkuat permodalan
Berbagai peluang dan tantangan di 2015 yang di tangkap oleh bank BNI
antara laian :
1. Terpilihnya pemerintahan baru Jokowi Jusuf Kalla
Adanya kebijakan dari pemerintahan baru Jokowi-Jusuf Kalla terdapat
peluang kredit dan jasa perbankan dar komitmen pembangunan
infrastruktur termasuk energy, sector maritime, industri nasional, UMKM,
dan peningkatan nvestasi langsung.
2. Adanya rencana dari Bank Indonesia untuk penerapan new loan to depost
rasio (LDR)
Memberikan peluang bagi perbankan untuk meningkatkan likuiditas
(DPK) dari sumber non konvensional
3. Kenaikan suku bunga The FED
Tantangan dari adanya kebijakan tersebut dengan adanya kenaikan suku
bunga The FED (FFR) akan memicu capital outflow, mengetatkan
likuiditas perbankan, dan meningkatkan cost of fund.
31

4. Wacana dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas aturan konglomerasi


industry keuangan
Adanya wacana tersebut akan meningkatkan pengawasan industry
keuangan termasuk kegiatan perbankan dan anak usahanya akan lebih
ketat.
5. Adanya peraturan Bank Indonesia untuk inklusi keuangan, branchless
banking, dan digital banking
-

Peluang yang ditangkap adanya peraturan branchless banking dan


digital banking memungkinkan bank menjangkau nasabah lebih luas.

Namun, terdapat potensi terjadi persaingan atau aliansi bank dengan


perusahaan telekomunikasi juga tantangan terhadap kesiapan bank.

6. MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)


Peluang dari adanya MEA yang akan diberlakukan pada akhir tahun 2015,
potensi pasar ASEAN yang terbuka luas. Namun juga menghadapi
tantangan dari serbuan pemain asing di pasar domestic.

3.3. Peran BNI dalam Pembangunan Nasional


Dalam ekspansi bisnis, BNI tetap focus pada pembiayaan sektor-sektor
unggulan

sehingga

turut

mendukung

pembangunan

nasional

yang

berkesinambungan . pada tahun 2009 2014 BNI focus pada delapan sector
unggulan : Agriculture, Communication, retail & wholesaler, oil, gas & mining,
enginering & Construction, food & Beverage, dan Chemical. Serta pengembangan
sector unggulan daerah. Pada tahun 2015 BNI tetap melakukan refocusing
terhadap delapan sector unggulan tersebut serta terus mendukung sector
infrastruktur, energy dan kemaritiman.

32

Gambar Peran BNI sebagai Development Support

3.4. Penerapan Balanced Score Card di PT. Bank Negara Indonesia


Perkembangan dunia perbankan yang disertai dengan meningkatnya
kompleksitas aktivitas perusahaan menuntut perusahaan untuk mempertegas
pentingnya pengelolaan kinerja. Pengelolaan kinerja diperlukan untuk membantu
perusahaan dalam melakukan upaya perbaikan guna mendukung tercapainya
tujuan perusahaan. Atas dasar hal tersebut, BNI telah menyempurnakan metode
pengelolaan

kinerja

dengan

menyelaraskan

seluruh

pengelolaan

kinerja

perusahaan ke dalam satu tujuan besar yang memiliki makna dan nilai yang
berkesinambungan.
Dalam konteks manajemen kinerja, untuk berhasil dan tumbuh dalam
persaingan, sebuah perusahaan harus menggunakan system pengukuran dan
pengelolaan kinerja yang diturunkan dari strategi dan kapabilitas organisasi.
Artinya perusahaan dtuntut untuk mampu mengaitkan dan menyelaraskan sasaran
kinerja mulai dari system maupun nilai-nilai baik antar fungsi organisasi
(horizontal) maupun antar unit organisasi structural (vertical) dengan kapabilitas
yang dimiliki.

33

Sejalan dengan hal tersebut, BNI telah menjadikan Performance


Management System (PMS) sebagai wadah yang melingkupi seluruh system
manajemen dalam perusahaan. PMS diimplementasikan sebagai sebuah system
mengukur dan mengelola kinerja perusahaan dengan cara memberikan indicatorindikator knerja. Indicator tersebut terdiri dari beberapa indicator kunci atau
sering disebut dengan Key Performance Indicator atau KPI dan digunakan untuk
mengkur dan menilai kinerja tiap-tiap Divisi atau satuan unit. Dimulai dengan
memberikan KPI pada setiap untit kerja, system ini berjalan secara periodic untuk
memantau kinerja tiap-tiap unit tersebut. Selanjutnya KPI tersebut diukur dalam
sebuah periode (setiap bulan/triwulan/quartal/semester/tahunan). Dengan melihat
pencapaian nilai atas tiap-tiap KPI dan target yang telah ditetapkan pada akhir
periode pengukuran, maka kinerja dari sebuah unit dapat diketahui. Seperti itulah
mekanisme PMS dijalankan.
PMS BNI menganut prinsip Balanced Score Card dan diimpelmentasikan
dengan menggunakan enam perspektif yang bersifat sinergis dan saling
berhubungan erat secara hirarkis. Secara umum keenam perspektif tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Pertama, perspektif keuangan (financial).
Perspektif ini digunakan dalam mengukur knerja keuangan tiap-tiap unt,
perolehan laba, penekanan biaya, dan pertumbuhan asset. Penialian
dituangkan dalam bentuk jumlah angka maupun persentase rasio.
b. Kedua, perspektif pertumbuhan (growth)
Perspektif ini digunakan dalam mengukur kinerja tiap-tiap unit dalam
meningkatkan jumlah dana maupun pinjaman di BNI.
c. Ketiga, perpektif risiko (risk)
Perspektif ini digunakan dalam mengukur seberapa efektif unit dalam
mengelola resiko yang ada. Semakin tinggi resiko dari jenis bisnis yang
dijalankan oleh unit terebut, maka semakin tinggi pula bobot yang
diberikan dalam pencapaian manajemen resikonya.
d. Keempat, perspektif pelanggan (customer)
Perspektif ini digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan/user dalam
berhubungan dengan unit terkait. Hal ini dapat diketahui dari hasil survey
34

yang dilakukan oleh Service Quality Unit (SQU) dan juga dari jumlah
pelanggan yang dilayani oleh unit tersebut.
e. Kelima, perspektif pegawai (employee)
Indicator yang dinilai dalam perspektif ini berupa perputaran (turnover)
pegawai dan earning per employee, yaitu rata-rata pendapatan yang
dihasilkan oleh setiap pegawai. Hal ini menunjukkan seberapa optimal
kinerja pegawai dalam menghasilkan laba di unitnya masing-masing.
f. Keenam, perspektif proses.
Perspektif ini digunakan mengukur efektivitas yang dlakukan oleh masingmasing unit.

3.5. Prinsip Dasar PMS (Performance Management System)


Adapun prinsip dasar dari PMS PT Bank Negara Indonesia antara lain :
1. Kinerja unit harus mencerminkan kinerja bankwide dan sebaliknya
2. Pengukuran kinerja harus memenuhi persyaratan utama, BLUE: best
linear unbiased estimator (korelasi positif antara hasil dan skor ) dan
SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant dan Time Bound)
3. Pengukuran kinerja harus memprioritaskan kinerja bankwide

(PMS

fleksibel terhadap perubahan kebijakan umum direksi)


4. Pengukuran kinerja harus align dengan misi, struktur, fungsi organisasi,
dan nature of business
5. Tujuan akhir pengukuran kinerja adalah untuk men-drive budaya kinerja
secara bankwide, Pengukuran kinerja harus align dengan misi, struktur,
fungsi organisasi, dan nature of businessbukan sekedar nilai skor unit
6. Prinsip dasar pengukuran kinerja: kinerja yang baik, harus dinilai baik, dan
diberi reward baik

35

Enam elemen dari PMS


1. Key Performance Indicator (KPI)
2. Weighting Factor
3. Scoring Methodology
4. Target Scoring
5. Data Management
6. Accounting Management

Level 1

BNI
Level 2

Level 3

Level 4

Direktur
Sektor

Divisi/Unit
Wilayah

Level 5

Cabang
Level 6

KLN*
*on requirement to developed

Gambar Tingkatan KPI (PT Bank Negara Indonesia)

Cascading KPI ke level 3 s/d 6 akan dilakukan oleh Tim, bersama unit terkait setelah KPI
Level 1 dan 2 diformalkan.

36

EAT / Opr Profit


Loan / Fund expansion
NPL / BRO
CSS (survey)
EPE / EES
SLA Index / CIR

Gambar Tingkatan Persfektif Dari Pengembangan Balanced Score Card


Flow Proses Penetapan KPI di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) TBK
1. Penetapan Business Plan
2. Pembuatan usulan KPI
-

Tim PMS, berperan sebagai administrator terhadap keseluruhan KPI


unit yang telah di endorse BOD.

Tim Reviewer (SSG PMC), secara aktif melakukan review terhadap


KPI yang di-endorse dan kesesuaiannya dengan target bisnis, review
& analysis, management accounting, performance analysis, hingga
issues resolution.

Tim PMS akan memproduksi report performance unit dan bersama


Tim Reviewer akan menganalisa report tersebut selanjutnya akan di
validasi oleh BOD sehingga berketetapan final.

3.

Masuk ke level pemutus KPI

4. System PMS BNI


37

Gambar Flow Proses Penetapan KPI di PT Bank Negara Indonesia (Persero) TBK
Berikut keenam perspektif dari pengembangan balance score card BNI :

Tabel Perspektif Balanced Score Card, KPI Name, dan Bobot/score


Manfaat dari Penerapan Performance Management System dari PT Bank
Negara Indonesia (Persero) TBK :
1. Perbaikan kinerja
-

Mengukur kinerja unit secara keseluruhan

Highlight improvement area (below target)

2. Adanya koordinasi antar unit


-

Mengukur kinerja penjualan atau dukungan service antar unit


38

Mengidentifikasi area keterlambatan (cross-unit support)

3. Penetapan target dan anggaran


-

Membandingkan target dan realisasi kinerja

Menginformasikan hal-hal yang tidak sesuai antara target dan realisasi


kinerja

4. Sebagai alat perhitungann bonus masing-masing unit


-

Memberikan ukuran kinerja unit secara obyektif

5. Sebagai alat ukur kinerja individu


-

Sebagai dasar penilaian prestasi individu (promosi, penempatan dll)

6. Akurasi data
-

Unit kerja lebih peduli terhadap akurasi data

7. Budaya kerja
-

Pembentukan budaya profesionalisme dan perbaikan tiada henti

8. Laporan yang terintegrasi dan komprehensif


9. Adopsi Intlbest practice
Manfaatnya :
-

Memperlihatkan KPI

Balance Score Card

Score card & score board

Hubungan KPI BNI dengan KPI Unit Bisnis dan Unit Fungsional
-

KPI BNI Merupakan muara dari KPI unit

KPI unit bisnis dan unit fungsional harus konsisten dengan KPI BNI

KPI Finansial BU dan FU akan diambil dari beberapa KPI BNI yang
relevan

KPI Non Financial diambil dari kegiatan proses unit yang mampu
mendukung bisnis BNI.

39

Gambar Hubungan KPI BNI dengan KPI Unit Bisnis dan Unit Fungsional

40

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Untuk menyusun balance scorecard, harus mengetahui apa visi dan misi
suatu perusahaan. Dari visi dan misi tersebut, dapat menentukan sasaran atau
obyektif apa saja yang ingin dicapai di suatu perusahaan. Sasaran tersebut
diterjemahkan dalam 4 perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, perspektif pembelajaran & pertumbuhan, dan perspektif proses
internal. Selain dari 4 perspektif tersebut, perusahaan dapat menentukan
perspektif yang lain dari pada perspektif tersebut. Dari perspektif tersebut, baru
dapat dibuat balance scorecard perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan.
Dalam balance scorecard, berisi tentang penjabaran sasaran, pengukuran, target
dan inisiatif suatu perusahaan yang dilakukan untuk mencapai visi dan misinya.
Pada BNI (Bank Negara Indonesia), ada suatu sistem yang mengukur
kinerja di perusahaan tersebut, yaitu PMS (Performance Management System).
Dengan strategi pertumbuhan keuangan yang berkelanjutan, BNI menetapkan
sasaran strategi yang akan dicapai, yaitu Memperkuat sinergi Business Banking,
Consumer & Retail, dan Perusahaan Anak melalui pendekatan value chain untuk
mengoptimalkan keuntungan, Pertumbuhan aset berkualitas dengan struktur
pendanaan yang optimal, Meningkatkan penjualan dan volume transaksi dengan
mengoptimalkan

customer

engagement,

memperkuat

jaringan,

dan

mengembangkan aliansi bisnis, dan Optimalisasi sumber daya yang ada dan
simplifikasi proses guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Dari sasaran
tersebut, ditentukan 6 perspektif yang ada pada BNI. Perspektif tersebut adalah
Keuangan, Pelanggan, Pertumbuhan, Pegawai, Risiko, dan Proses. Dari keenam
perspektif, ditentukan indikator-indikator kunci yang diatur oleh PMS untuk
mengukur kinerja di BNI.

41

DAFTAR PUSTAKA

Annual Report Bank Negara Indonesia. www.bni.co.id


https://heru.wordpress.com/2006/07/12/strategy-map/
Mulyadi. Balanced Scorecard : Alat Manajemen Kontemporer Untuk
Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat, Jakarta. 2001.
Mulyadi. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Salemba Empat.
Jakarta.2007.
Kotler, Philip. Marketing Management, Eleventh Edition. New Jersey:
Person Education, Inc. 2003.
Nugroho, Wayan. Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Konsep
Balance Scorecard (Studi Kasus PT. Wijaya Karya). Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. 2013

42

Anda mungkin juga menyukai