Anda di halaman 1dari 43

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dewasa ini ada dua macam teori tentang pengukuran, yakni Teori Tes Klasik
dan Teori Tes Modern (Suryabrata, 2005) di dalam buku Azwar (2007)
menambahakan Teori Skor Murni Kuat, teori ini mirip dengan Teori Tes Klasik
mengenai nilai harapan skor tampak yang merupakan skor murni, akan tetapi dalam
Teori Skor Murni Kuat terdapat asumsi-asumsi tambahan mengenai probabilitas skor
tampak yang diperoleh seorang subjek yang merupakan skor murni tertentu sehingga
kelayakkan Teori Skor Murni Kuat dapat diuji.

Universitas Sumatera Utara

Teori Tes Klasik disebut juga dengan Classical True-Score Theory,


dinamakan Teori Tes Klasik karena unsur-unsur teori ini sudah dikembangkan dan
diaplikasikan sejak lama, namun tetap bertahan hingga sekarang (Suryabrata, 2005).
Teori Tes Modern disebut juga dengan Latent-Trait Theory karena teori ini
berasumsi bahwa performansi subjek dalam mengerjakan suatu tes dapat diprediksi
dari kemampuannya yang bersifat laten atau menetap. Teori Tes Modern juga sering
disebut dengan Item Response Theory, artinya respon subjek terhadap suatu aitem
menunjukkan kemampuan kognitifnya.
Teori Tes Modern muncul untuk menjawab keterbatasan dari Teori Tes
Klasik yakni, parameter dalam Teori Tes Klasik merupakan karakteristik aitem
tergantung pada kelompok sampel yang digunakan untuk menghitungnya selain itu
Teori Tes Klasik juga memerlukan kesetaraan eror pengukuran bagi semua subjek
yang dikenai tes, definisi paralel dalam Teori Tes Klasik juga sangat sulit untuk
dipenuhi dalam prakteknya, dengan hadirnya Teori Tes Modern dapat menjawab
semua keterbatasan ini, namun perlu diingat bahwa Teori Tes Modern ini tidak
praktis, dari semua keterbatasan Teori Tes Klasik tersebut perlu dilihat juga kelebihan
dari Teori Tes Klasik yakni, Teori Tes Klasik telah dikembangkan sejak dulu
sehingga telah berhasil dalam meletakkan konsep-konsep dasar pengukuran, selain
itu Teori Tes Klasik juga memiliki nilai praktis yang tinggi sehingga dalam penelitian
ini akan menggunakan pendekatan Teori Tes Klasik dalam proses analisis yang
dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

A. Teori Tes Klasik


1. Pengertian Teori Tes Klasik
Teori Tes klasik berkembang sedikit demi sedikit melalui unsur-unsur yang
kemudian secara akumulatif merupakan bangunan teori yang utuh. Inti Teori Tes
Klasik adalah asumsi-asumsi yang dirumuskan secara sistematis serta dalam jangka
waktu yang lama. Skor tampak disimbolkan dengan huruf X merupakan nilai
performansi individu pada alat tes yang dinyatakan dalam bentuk angka, skor murni
yang dilambangkan dengan huruf T merupakan performansi individu sesungguhnya
yang tidak pernah dapat kita ketahui besarnya karena tidak dapat diungkap secara
lansung oleh alat tes, dan eror pengukuran yang diberi simbol huruf E (Azwar, 2005).

2. Asumsi-Asumsi dalam Teori Tes Klasik


Allen & Yen (dalam Azwar, 2005) menguraikan asumsi-asumsi teori klasik
sebagai berikut:
a. Asumsi 1
X=T+E

(1)

Asumsi ini menjelaskan bahwa sifat aditif berlaku pada hubungan antara skor
tampak, skor muni, dan eror. Skor tampak (X) merupakan jumlah skor murni (T) dan
eror (E), jadi besar skor tampak akan tergantung oleh besarnya eror pengukuran,
sedangkan besarnya skor murni individu pada setiap pengukuran yang sama
diasumsikan selalu tetap.
b. Asumsi 2:

Universitas Sumatera Utara

(X) = T

(2)

Asumsi ini menyatakan bahwa skor murni merupakan nilai harapan dari skor
tampaknya, jadi T merupakan harga rata-rata distribusi teoretik skor tampak apabila
orang yang sama dikenai tes yang sama berulang kali dengan asumsi pengulangan tes
itu dilakukan tidak terbatas banyaknya dan setiap pengulangan tes adalah tidak
bergantung satu sama lain.
c. Asumsi 3:
=0

(3)

Asumsi ini menyatakan bahwa bagi populasi subjek yang dikenai tes,
distribusi eror pengukuran dan distribusi skor murni tidak berkorelasi. Implikasinya,
skor murni yang tinggi tidak selalu berarti mengandung eror yang selalu positif
ataupun selalu negatif.
d. Asumsi 4:
=0

(4)

Bila E1 melambangkan eror pada pengukuran atau tes pertama dan E 2


melambangkan eror pada tes yang kedua maka asumsi ini menyatakan bahwa eror
pengukuran pada dua tes yang berbeda, yaitu E 1 dan E2 tidak berkorelasi satu sama
lain.
e. Asumsi 5
=0

(5)

Universitas Sumatera Utara

Asumsi ini menyatakan bahwa eror pada suatu tes (E 1) tidak berkorelasi
dengan skor murni pada tes lain (T2). Asumsi ini tidak dapat bertahan apabila tes
yang kedua mengukur aspek yang mempengaruhi eror pada pengukuran yang
pertama.
Selain dua asumsi yang telah disebutkan, dalam buku Suryabrata (2005)
menuliskan dua asumsi sebagai berikut:
f. Asumsi 6
Asumsi ini menyatakan jika ada dua tes yang dimaksudkan untuk mengukur
atribut yang sama mempunyai skor tampak X dan X yang memenuhi asumsi 1
sampai 5, dan jika untuk setiap populasi subjek T = T serta varians eror kedua tes
tersebut sama, kedua tes tersebut disebut sebagai tes yang paralel.
g. Asumsi 7
Asumsi ini menyatakan jika ada dua tes yang dimaksudkan untuk mengukur
atribut yang sama mempunyai skor tampak X dan X yang memenuhi asumsi 1
sampai 5, dan jika untuk setiap populasi subjek T1 = T2 + C, dengan C sebagai suatu
bilangan konstan, maka kedua tes tersebut dapat disebut sebagai tes yang setara
(equivalent test).
Asumsi-asumsi teori klasik sebagaimana disebutkan di atas memungkinkan
untuk dikembangkan dalam rangka pengembangan berbagai formula yang berguna
dalam melakukan pengukuran psikologis. Indeks daya beda, indeks kesukaran,
efektivitas distraktor, reliabilitas dan validitas adalah formula penting yang disarikan
dari teori tes klasik.

Universitas Sumatera Utara

B. Analisis Karakteristik Psikometri


Alat tes yang efektif dan bermanfaat tergantung kepada kualitas aitem yang
terdapat di dalam alat tes tersebut (Kumar, 2009). Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Anwar (2006) bahwa kualitas tes bergantung kepada kualitas aitem
yang menyusunnya yang dapat diketahui melalui beberapa parameter diantaranya
adalah, taraf kesukaran aitem, daya pembeda aitem dan untuk tes objektif jawaban
selain kunci haruslah dapat berfungsi secara efektif (efektivitas distraktor).
1. Indeks Kesukaran Aitem
a. Pengertian Indeks Kesukaran Aitem
Indeks kesukaran aitem adalah proporsi jumlah subjek yang menjawab benar
pada suatu aitem berbanding jumlah subjek yang menjawab pada aitem tersebut
(Azwar, 2007). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Tate (dalam Kumar, 2009)
indeks kesukaran aitem dapat diukur dengan mengetahui proporsi jumlah subjek yang
menjawab aitem dengan benar dengan jumlah subjek yang menjawab aitem tersebut.
Berdasarkan dari pengertian ini dapat dilihat bahwa indeks kesukaran aitem sama
dengan nilai rata-rata subjek dalam kelompok. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
Suryabrata (2005) bahwa presentase subjek yang menjawab benar suatu aitem itu
sama dengan nilai rata-rata kelompok subjek yang dites, karena itu indeks kesukaran
aitem sering juga disebut indeks kesukaran rata-rata.
Indeks kesukaran aitem ditentukan oleh seberapa banyak peserta tes berhasil
menjawab aitem dengan benar. Semakin banyak peserta tes menjawab dengan benar,

Universitas Sumatera Utara

semakin mudah aitem tersebut. Begitu juga sebaliknya semakin sedikit peserta
menjawab dengan benar, maka semakin sulit aitem tersebut. Indeks kesukaran aitem
disimbolkan dengan p. Rumusan ini dituangkan dalam formula.
p=

(6)

Keterangan: p = Indeks kesukaran aitem


ni = Banyak peserta tes yang menjawab benar
N = Banyak peserta tes yang menjawab aitem
Indeks kesukaran aitem dapat membantu dalam menyusun aitem, aitem mana
yang harus diletakkan di awal, di tengah hingga di akhir (Kumar, 2009). Pernyataan
ini didukung oleh Murphy & Davidshofer (2003) disarankan untuk menyusun aitemaitem dalam tes secara sistematis, dengan menempatkan aitem-aitem berdasarkan
tingkat kesukarannya, mulai dari aitem yang paling mudah hingga yang paling sulit.
Sehingga pola penyusunan aitem-aitem dalam tes dimulai dari aitem dengan harga p
yang paling tinggi hingga aitem dengan harga p yang paling rendah (Murphy &
Davidshofer, 2003).
b. Analisis Indeks Kesukaran Aitem
Tes disusun bertujuan untuk melihat perbedaan individu sehingga jika tidak
ada seorang pun yang menjawab pertanyaan dengan benar, dalam artian soal sangat
susah (p = 0) bahkan sebaliknya jika soal sangat mudah sehingga semua dapat
menjawab pertanyaan dengan benar (p = 1) tentu tujuan alat tes tidak dapat dipenuhi
(Murphy & Davidshofer, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Azwar (2005), tingkat kesukaran yang terbaik bergantung pada


tujuan dari tes tersebut, untuk tes prestasi yang bertujuan untuk evaluasi formatif
misalnya, tidak jarang diperlukan aitem-aitem yang mudah atau aitem-aitem dengan
harga p tinggi, namun demikian untuk tes yang bertujuan untuk proses seleksi masuk,
terlebih dalam tes masuk yang bertujuan untuk proses pendidikan, harus diusahakan
tes yang memiliki harga p yang rendah atau aitem yang sulit, sehingga individu yang
dinyatakan lulus selanjutnya adalah individu yang benar-benar menguasai serta
mampu untuk mengikuti proses pendidikan selanjutnya (Suryabrata, 2005).
Tabel 1. Kategorisasi Batasan Nilai p
No
1
2
3

P
P<0,3
0.3<P<0,7
P>0,7

Kategori
Sulit
Sedang
Mudah

Umumnya pada penyusunan instrumen tes disarankan untuk menggunakan


aitem dengan taraf kesukaran sedang (p = 0,50) tidak disarankan untuk menggunakan
aitem yang memiliki taraf kesukaran ekstrim, baik yang terlalu tinggi maupun terlalu
rendah.
Aiken (2008) menambahkan bahwa nilai p juga dipengaruhi oleh jumlah
pilihan jawaban.
Tabel 2. Kategorisasi Batasan Nilai p Berdasarkan
Jumlah Pilihan Jawaban
No
1
2
3
4

Jumlah Pilihan
Jawaban
2
3
4
5

P
0,85
0,77
0,74
0,60

Universitas Sumatera Utara

Jawaban terbuka

0,50

Nilai p dipengaruhi oleh jumlah pilihan jawaban, Sehingga akan berbeda


indeks kesukaran aitem yang memiliki dua pilihan jawaban dengan aitem yang
memiliki tiga atau lebih pilihan jawaban, karena jika hanya ada dua pilihan jawaban
berarti hanya terdapat dua kemungkinan apakah subjek menjawab benar atau salah,
sehingga seharusnya indeks kesukaran aitem bernilai tinggi.
2. Indeks Daya Beda Aitem
a. Pengertian Indeks Daya Beda Aitem
Daya beda aitem merupakan kemampuan aitem dalam membedakan antara
individu yang memiliki atribut psikologis yang diukur dengan individu yang tidak
memiliki atribut psikologis yang diukur sehingga dalam penelitian ini daya beda
aitem pada IST subtes SE dapat diartikan sebagai kemampuan aitem dalam
membedakan individu yang memiliki pengetahuan umum dengan individu yang tidak
memiliki pengetahuan umum.
Aitem yang memiliki indeks daya beda yang baik adalah aitem dapat dijawab
benar oleh sebagian besar kelompok subjek kemampuan tinggi, dan dijawab salah
oleh sebagian besar kelompok subjek kemampuan rendah jadi kesimpulannya indeks
daya beda aitem merupakan suatu harga yang menunjukkan perbedaan proporsi
penjawab aitem dengan benar antara kelompok yang memiliki kemampuan tinggi
dengan kelompok yang memiliki kemampuan rendah.

Universitas Sumatera Utara

Daya beda aitem dilakukan untuk memenuhi tujuan pengukuran psikologis


yaitu untuk mengukur perbedaan individu atau reaksi individu yang sama pada situasi
yang berbeda (Anastasi & Urbina, 1997).
Murphy dan Davidshofer (2003) mengatakan bahwa aitem yang baik
seharusnya dapat membedakan kelompok individu yang mampu mengerjakan tes
dengan individu yang tidak, atau dengan kata lain antara kelompok yang memiliki
kemampuan tinggi dengan kelompok yang memiliki kemampuan rendah. Indeks daya
beda aitem disimbolkan dengan d.
d=

Keterangan:

(7)

nit = Jumlah peserta dari kelompok tinggi yang menjawab aitem


dengan benar
Nt = Jumlah peserta dari kelompok tinggi
nir = Jumlah peserta dari kelompok rendah yang menjawab aitem
dengan benar
Nr = Jumlah peserta dari kelompok rendah

Karena

= p, maka d dapat juga diformulasikan dengan:


d = pt-pr

(8)

Keterangan: pt = Indeks kesukaran aitem kelompok tinggi


pr = Indeks kesukaran aitem kelompok rendah

Universitas Sumatera Utara

Menurut Murphy dan Davidshofer (2003) ada tiga cara statsistik yang dapat
digunakan untuk mengestimasi daya beda aitem, yaitu:
1. Metode Kelompok Ekstrim
Metode kelompok ekstrim dapat digunakan untuk mengukur daya beda aitem
pada kelompok yang besar. Daya beda aitem dapat dihitung dengan cara membagi
kelompok menjadi dua, kelompok tinggi yakni kelompok yang memiliki skor yang
tinggi (25-35 % nilai tertinggi didalam kelompok) dan kelompok rendah yakni
kelompok yang memiliki nilai yang rendah (25-35 % nilai terendah dalam
kelompok). Aitem yang memiliki indeks daya beda aitem yang baik akan dijawab
benar oleh kelompok tinggi dan dijawab salah oleh kelompok rendah.
2. Korelasi aitem-total
Korelasi aitem-total memberikan informasi tentang apakah aitem mengukur
hal yang sama dengan tes, korelasi aitem-total dapat dihitung menggunakan korelasi
point biserial. Korelasi point biserial digunakan jika variabel kontinu dihubungkan
dengan

variabel

dikotomi

yang

sesungguhnya.

Contoh variabel dikotomi

sesungguhnya adalah benar-salah, psikotik-normal, buta warna-normal (Kumar,


2009).
Korelasi point biserial yang bernilai positif menunjukkan bahwa aitem dan tes
mengukur hal yang sama, nilai mendekati nol menunjukkan bahwa bahwa aitem tidak
memiliki indeks daya beda yang baik sehingga kelompok tinggi menjawab pertayaan
dengan salah dan kelompok rendah menjawab pertanyaan dengan benar. Nilai negatif

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa aitem tidak mengukur hal yang sama dengan alat tes. Korelasi
poin biserial diformulasikan sebagai berikut:
(9)

Keterangan:

bis

= Korelasi poin biserial

+ = Rata-rata skor kriteria bagi individu yang menjawab jawaban


dengan benar

= Rata-rata skor kriteria kelompok


Standar deviasi skor kriteria kelompok

= Indeks Kesulitan aitem

= 1-P

3. Korelasi inter-aitem
Korelasi inter-aitem digunakan untuk memahami pengukuran daya beda
aitem. Korelasi inter-aitem tidak menjelaskan mengapa beberapa aitem menunjukkan
nilai yang tinggi ataupun rendah karena sangat jelas bahwa aitem yang memiliki nilai
korelasi aitem-total yang positif akan menunjukkan nilai yang positif juga pada
kebanyakan aitemnya, namun korelasi aitem-total tidak dapat menjelaskan mengapa
korelasi aitem total dapat bernilai negatif dan dalam hal ini dapat dijelaskan dengan
menggunakan korelasi inter-aitem.
Korelasi inter-aitem dapat membantu dalam memahami mengapa beberapa
aitem gagal dalam membedakan subjek yang memiliki kemampuan dengan subjek

Universitas Sumatera Utara

yang tidak memiliki kemampuan, dalam artian kelompok tinggi dapat menjawab
dengan salah dan subjek dari kelompok rendah dapat menjawab dengan benar.
Korelasi inter-aitem yang bernilai rendah dapat memiliki dua arti,
kemungkinan pertama adalah aitem tidak mengukur hal yang sama dengan tes,
sehingga aitem harus dibuang atau dibuat ulang, kemungkinan kedua adalah aitem
memang mengukur atribut yang berbeda dengan tes dikarenakan tes memang disusun
untuk mengukur dua atribut yang berbeda.
Daya beda aitem dalam penelitian dapat diestimasi dengan korelasi aitem total
dengan menggunakan korelasi point biserial.
b. Analisis Indeks Daya Beda Aitem
Indeks daya beda aitem secara matematis akan berkisar mulai dari -1 sampai
dengan +1, namun demikian hanya harga d yang bernilai positif saja yang memiliki
arti dalam analisis aitem.
Harga d yang berada disekitar 0 menunjukkan bahwa aitem yang
bersangkutan mempunyai daya beda yang rendah sedangkan harga d yang negatif
menunjukkan bahwa aitem yang bersangkutan tidak berguna sama sekali bahkan bisa
menyesatkan.
Indeks daya beda aitem yang ideal adalah yang mendekati angka 1, semakin
besar indeks daya beda (semakin mendekati 1) berarti aitem tersebut mampu
membedakan antara individu yang menguasai materi yang diujikan dan mereka yang
tidak menguasainya, semakin kecil daya beda aitem (semakin mendekati 0) berarti
semakin tidak jelaslah fungsi aitem yang bersangkutan dalam membedakan mana

Universitas Sumatera Utara

subjek yang menguasai materi yang diujikan dan subjek yang tidak tahu apa-apa
(Azwar, 2007).
Ebel (dalam dalam Azwar, 2007) terdapat suatu panduan dalam evaluasi
indeks daya beda aitem, yaitu :

Tabel 3. Evaluasi Indeks Daya Beda Aitem


Indeks
Daya Beda
0,4 atau lebih
0,3 - 0,39
0,2 0,29
Kurang dari 0,20

Evaluasi
Bagus sekali
Lumayan bagus, tidak membutuhkan revisi
Belum memuaskan, perlu revisi
Jelek dan harus dibuang

Thorndike (dalam Azwar, 2007) bahwa dalam proses seleksi aitem, aitemaitem yang memiliki nilai daya beda aitem di atas 0,50 akan langsung dianggap baik
sedangkan aitem-aitem dengan indeks daya beda di bawah 0,20 dapat langsung
dibuang dan dianggap jelek.
3. Efektivitas Distraktor
a. Pengertian Efektivitas Distraktor
Aitem yang baik harus memiliki dua karakteristik yaitu: pertama individu
yang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan haruslah menjawab
pertanyaan tersebut dengan benar, kedua individu yang tidak mengetahui jawaban
dari pertanyaan yang diajukan haruslah memilih pilihan jawaban secara acak

Universitas Sumatera Utara

(Murphy & Davidshofer, 2003), jadi dapat disimpulkan karakteristik kedua adalah
efektivitas distraktor.
Efektivitas distraktor diperiksa untuk melihat apakah semua distraktor atau
semua pilihan jawaban yang bukan kunci jawaban telah berfungsi sebagaimana
mestinya, yaitu apakah distraktor-distraktor tersebut telah dipilih lebih banyak (atau
semua) individu dari kelompok rendah sedangkan individu dari kelompok tinggi
hanya sedikit (atau tidak ada) yang memilihnya. Pengaruh yang jelas ketika distraktor
yang digunakan tidak popular adalah tingkat kesukaran aitem menjadi rendah.
b. Analisis Efektivitas Distraktor
Terdapat dua kemungkinan jika jumlah orang yang menjawab suatu distraktor
melebihi jumlah yang diharapkan. Pertama, kemungkinannya bahwa pilihan subjek
tersebut menunjukkan pengetahuan parsial. Artinya subjek mengetahui bahwa
distraktor yang dipilihnya tersebut juga berkaitan dengan pengetahuan yang
dipertanyakan. Kedua, kemungkinan yang ditakutkan adalah aitem tersebut
merupakan aitem buruk yang menjebak. Artinya, jika salah satu distraktor lebih
dikenal oleh subjek yang memiliki pengetahuan baik mengenai domain ukur dan jika
identifikasi dari respon benar merupakan jawaban yang kurang dikenal atau tidak
jelas maka aitem ini tidak valid mengukur kawasan ukurnya. Kehadiran aitem dengan
distraktor yang sangat tidak asing bagi subjek memiliki reliabilitas dan validitas tes
yang rendah (Murphy & Davidshofer, 2003). Jumlah subjek yang diharapkan
menjawab pertanyaan adalah perbandingan anatara subjek yang menjawab salah
dengan jumlah distraktor. Efektivitas distraktor dapat dilihat dari dua kriteria:

Universitas Sumatera Utara

1. Distraktor dipilih oleh individu dari kelompok rendah


2. Pemilih distraktor yang tersebar relatif proporsional pada masing-masing
distraktor yang ada.
Penelitian ini melihat efektivitas distraktor berdasarkan distraktor yang dipilih
oleh individu dari kelompok rendah, dan distraktor yang menyebar secara
proporsional pada masing-masing distraktor yang ada.

4. Reliabilitas Alat Ukur


a. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang berasal dari
kata rely dan ability. Ada banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan
reliabilitas, seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi
dan sebagainya, namun pada intinya konsep reliabilitas memiliki makna sejauh mana
hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2007), karena konsepsi mengenai
reliabilitas berkaitan dengan indeks konsistensi antara dua perangkat skor tes, maka
formula reliabilitas selalu dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi (Azwar, 2007).
Menurut Suryabrata (2005) reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana
hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya, yang mana hal ini ditunjukkan
oleh taraf konsistensi skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat yang
sama atau minimal setara, dalam kondisi yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Crocker dan Algina (2005) menjelaskan bahwa pada dasarnya reliabilitas


menggambarkan indeks konsistensi, yaitu :
a reliability term refers to the degree to which individuals deviation
scores, or z-scores, remain relatively consistent over repeated
administration of the same test or alternate test forms.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas
menunjukkan pada indeks konsistensi penyimpangan skor individu.
Menurut Kumar (2009) ada dua pengertian reliabilitas yang hampir mirip yaitu:
1. Reliabilitas adalah proporsi varians skor murni dengan varians skor tampak
2. Reliabilitas adalah proporsi varians eror skor murni dengan varians eror skor
tampak.
b. Bentuk Estimasi Reliabilitas
Teori Tes Klasik mengasumsikan bahwa varians skor observasi kelompok
orang sama dengan varians skor sesungguhnya ditambah dengan varians karena eror
pengukuran sistematis, karena varians skor sesungguhnya tidak dapat langsung
dihitung, reliabilitas di estimasi dengan menganalisa dampak variasi pada skor
penyelenggara dan isi tes pada skor yang diobservasi. Beberapa metode untuk
mengesitimasi reliabilitas:
1. Pendekatan tes ulang
Pendekatan ini dilakukan dengan cara menyajikan tes dua kali pada suatu
kelompok yang sama yang diantara penyajian kedua tes tersebut diberi rentang
waktu, sehingga akan diperoleh dua distribusi skor dari kelompok tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Komputasi koefisien korelasi antara kedua distribusi skor kelompok tersebut akan
menghasilkan koefisien reliabilitas.
Mengingat bahwa dalam prakteknya pendekatan ini mengandung kelemahan
yaitu kondisi subjek pada tes kedua tidak lagi sama dengan kondisi subjek pada tes
pertama baik dari proses belajar, perubahan motivasi, pengalaman, sehingga
pendekatan ini lebih baik digunakan bila objek ukur berupa keterampilan, terutama
keterampilan fisik.
2. Pendekatan tes paralel
Pendekatan reliabilitas bentuk paralel dilakukan dengan memberikan
sekaligus dua bentuk tes yang paralel kepada sekelompok subjek, dalam
pelaksanaannya kedua tes yang paralel tersebut dapat digabungkan sehingga seakanakan merupakan satu bentuk tes, setelah dijawab subjek barulah aitem-aitem masingmasing tes semula dipisahkan, sehingga diperoleh dua distribusi skor. Keuntungan
cara ini adalah subjek tidak merasa berat untuk menjawab pertanyaan dalam tes
sehingga dapat mengurangi efek carry-over namun kelemahan pendekatan ini adalah
sulitnya menyusun perangkat tes yang paralel.
3. Pendekatan konsistensi internal
Seperangkat tes diberikan kepada sekelompok subjek satu kali sehingga
diperoleh satu distribusi skor tes dari kelompok subjek tersebut. Prosedur analisis
reliabilitasnya diarahkan pada analisis terhadap aitem-aitem atau terhadap kelompokkelompok aitem dalam tes itu sehingga perlu dilakukan pembelahan tes menjadi
beberapa kelompok aitem yang disebut belahan tes. Membelah tes prinsipnya adalah

Universitas Sumatera Utara

mengusahakan agar antar belahan memiliki jumlah aitem sama banyak, taraf
kesukaran seimbang, isi sebanding, dan memenuhi ciri-ciri paralel . Berikut beberapa
pilihan cara untuk membelah tes menjadi lebih dari dua bagian.
1. Pembelahan cara random
Membelah tes menjadi dua bagian secara random dapat dilakukan dengan cara
undian sederhana guna menentukan aitem-aitem nomor berapa sajakah yang
dimasukkan menjadi belahan pertama dan yang mana menjadi belahan kedua.
Pembelahan secara random hanya boleh dilakukan bila tes yang akan dibelah berisi
aitem-aitem yang homogen baik dari segi konten maupun segi taraf kesukaran aitem,
namun jika aitem tersebut heterogen dapat juga menggunakan cara pembelahan ini
asalkan aitem tersebut jumlahnya sangat besar.
2. Pembelahan gasal-genap
Pembelahan gasal-genap dilakukan dengan cara mengelompokkan seluruh
aitem yang bernomor urut gasal menjadi belahan pertama dan seluruh aitem yang
bernomor urut genap dijadikan satu kelompok belahan kedua. Cara pembelahan ini
selain

mudah dilakukan

juga

dapat

menghindari kemungkinan terjadinya

pengelompokkan aitem-aitem tertentu ke dalam salah satu belahan saja.


3. Pembelahan matched-random Subtes
Pembelahan dengan cara matched-random subtes ditemukan oleh Gulikksen
(1950), sebelum melakukan pembelahan tes terlebih dahulu harus dihitung indeks
taraf kesukaran aitem serta korelasi aitem dengan skor total tes, dengan cara ini setiap
aitem dalam tes diletakkan pada satu posisi atau titik tertentu dalam grafik

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan harga indeks kesukaran aitem dan korelasi antara aitem yang
bersangkutan dengan skor tes.
Keuntungan menggunakan pendekatan konsistensi internal adalah, dapat
menghindari masalah-masalah yang biasanya ditimbulkan oleh pendekatan tes ulang
dan pendekatan tes paralel.
c. Formula Estimasi Reliabilitas Konsistensi Internal
Formula estimasi yang berbeda, walaupun dikenakan pada data yang sama,
pada umumnya tidak akan menghasilkan koefisien yang serupa. Beberapa hal yang
berpengaruh terhadap hasil komputasi koefisien reliabilitas adalah:
1. Perbedaan konsep dan dasar pikiran yang melandasi ide dasar terbentuknya
suatu formula.
2. Sifat distribusi skor kelompok subjek.
3. Homogenitas aitem-aitem dalam tes.
4. Homogenitas isi dan varians antar belahan tes.
5. Indikasi yang ditunjukkan oleh hasil teknik perhitungan tertentu.
Berikut beberapa formula estimasi yang dapat digunakan untuk menghitung
koefisien reliabilitas:
1. Spearman-Brown
Formula komputasi Spearman-Brown merupakan formula koreksi terhadap
koefisien korelasi antara dua bagian tes dan dirumuskan sebagai berikut (Azwar,
2005):

Universitas Sumatera Utara

S-B = rxx=

(10)

Keterangan: rxx = Koefisien reliabilitas Spearman-Brown

r12 = Koefisien korelasu antara dua belahan


Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi,
pembelahan tes dilakukan dengan cara gasal-genap dan matched-random subtes dan
menghasilkan dua bagian yang paralel satu sama lain dan korelasi antara kedua
belahan paralel tersebut cukup tinggi.
2. Rulon
Rulon (1939) mempersoalkan reliabilitas tes yang dibelah menjadi dua
belahan, jika sekiranya belahan tersebut setara maka secara teori skor subjek pada
perangkat belahan pertama dan skor perangkat belahan kedua akan sama. Jika skorskor pada kedua perangkat itu tidak sama, maka itu terjadi karena kesalahan
pengukuran. Berdasarkan atas pemikiran ini maka diusulkan rumus reliabilitas tes
sebagai berikut (Suryabrata, 2005):

rxx = 1- sd2/sx2

Keterangan: sd

(11)

= Varians perbedaan skor kedua belahan

sx2 = Varians skor tes


d

= Perbedaan skor kedua belahan

Universitas Sumatera Utara

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, belahan
tes tidak harus paralel, namun harus memenuhi asumsi -equivalent.
3. Koefisien alpha belah dua
Formula koefisien alpha untuk estimasi reliabilitas belah dua dirumuskan
sebagai berikut:

rxx
Keterangan:

=2

(12)

= Varians pada belahan 1


= Varians pada belahan 2
= Varians total skor tes

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, belahan
tes tidak harus paralel, namun harus memenuhi asumsi -equivalent, aitem-aitem
dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk
mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa trait.
4. Koefisien alpha belah lebih dari dua
Pembelahan tes tidak hanya terbatas pada membagi tes ke dalam dua belahan
saja. Cara-cara pembelahan dapat diperluas pemakainnya untuk membagi tes menjadi
beberapa belahan. Bahkan suatu tes yang akan diestimasi reliabilitasnya dapat dibelah
menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap bagian hanya berisi
satu aitem saja.

Universitas Sumatera Utara

Tes yang dibelah menjadi lebih dari dua belahan yang masing-masing berisi
aitem yang berjumlah sama banyak kita dapat menggunakan formula alpha dengan
rumus:

=
Keterangan :

(13)
= banyaknya belahan tes
=

varians belahan j; j = 1, 2k

varians skor tes

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi ataupun politomi, setiap
belahan memiliki aitem yang relatif setara, paralel setidaknya memenuhi asumsi equivalent, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen sehingga formula ini tidak bisa
digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas alat tes yang mengukur beberapa
trait.
5. Kuder-Richardson 20 (KR-20)
KR 20 merupakan rata-rata estimasi reliabilitas dari semua cara belah-dua
yang mungkin dilakukan. Koefisien ini juga mencerminkan sejauhmana kesetaraan isi
aitem-aitem dalam tes. Rumusan formula KR-20 adalah:
(14)
Keterangan :

= Banyaknya aitem dalam tes


= Varians skor tes

Universitas Sumatera Utara

= Proporsi subjek yang mendapat angka 1 pada suatu aitem, yaitu


banyaknya subjek yang mendapat angka 1 dibagi oleh
banyaknya seluruh subjek yang menjawab aitem tersebut.

Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi, jumlah aitem sedikit dan
membelahan tes sebanyak jumlah aitem, aitem-aitem dalam tes haruslah homogen
sehingga formula ini tidak bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien reliabilitas
alat tes yang mengukur beberapa trait, dan tingkat kesukaran aitem haruslah
bervariasi.
6. Kuder-Richardson 21 (KR-21)
Perhitungan KR-21 menggunakan rata-rata harga p dari keseluruhan aitem.
hal inilah yang membedakan antara KR-20 dengan KR-21. Rumusan formula KR-21
adalah:
(15)

Keterangan :

= Banyaknya aitem dalam tes


= Rata-rata p yaitu,
=

Varians skor tes

Untuk mempermudah komputasi, formula KR-21 dapat pula dinyatakan


sebagai:
(16)

Universitas Sumatera Utara

Keterangan : Mx = Harga rata-rata means skor tes


Formula ini dapat digunakan jika aitem dikotomi, jumlah aitem sedikit dan
membelahan tes sebanyak jumlah aitem
Estimasi koefisien reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan konsistensi internal dengan formula estimasi koefisien reliabilitas yang
digunakan adalah KR-20.
d. Interpretasi Koefisien Reliabilitas
Reliabilitas merupakan konsistensi performa relatif subjek pada tes-tes yang
diadminstrasikan ulang atau paralel, namun ketidakkonsistenan skor dapat terjadi
terutama disebabkan oleh eror yang mempengaruhi performa subjek yang mengikuti
tes.Terdapat dua jenis eror yang mempengaruhi performa subjek, yaitu:
1. Eror yang sistematik yaitu kecendrungan subjek untuk memperoleh skor yang
semuanya tinggi atau sebaliknya semuanya rendah. Eror ini akan secara konsisten
mempengaruhi performa individu dalam mengerjakan tes. Sumber eror ini
biasanya berkaitan dengan karakteristik subjek atau alat tes.
2. Eror tidak sistematik yaitu kecendrungan subjek memperoleh skor yang tidak
tetap. Eror ini secara tidak sengaja muncul dan mempengaruhi skor individu. Eror
ini bersifat acak. Sumber eror ini seperti kelelahan memori, situasi tes (misalnya
suhu ruangan yang terlalu dingin atau terlalu panas), dan suasana hati subjek.
Eror yang telah dijelaskan dapat mengakibatkan skor yang diperoleh individu
(skor tampak) tidak selalu sama dengan skor murni seseorang dalam konteks suatu
performansi tertentu, padahal skor murnilah yang mencerminkan kondisi sebenarnya

Universitas Sumatera Utara

dari performansi subjek terhadap kriteria tertentu, oleh karena skor murni tidak dapat
diperoleh secara langsung, koefisien reliabilitas merupakan salah satu bentuk
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai ini, melalui koefisien ini
dapat diestimasi letak skor murni tersebut dalam suatu wilayah interval tertentu.
Penafsiran terhadap koefisien reliabilitas harus dilakukan melalui penafsiran
standard eror pengukuran, dengan rumusan sebagai berikut:
SEm = Sx

(17)

Keterangan: SEm = Standar eror pengukuran


Sx = Standar deviasi skor
Semakin tinggi koefisien reliabilitas suatu tes, maka kemungkinan kesalahan
yang terjadi akan semakin kecil, jadi tidak ada harga mati dalam koefisien reliabilitas.
Tingi rendahnya koefisien reliabilitas sangat bergantung kepada tujuan penerapan tes
(Suryabrata, 2005).
Murphy dan Davidshofer (2003) menyatakan bahwa reliabilitas yang rendah
dapat diterima jika tes digunakan untuk membuat keputusan awal, tidak untuk
keputasan akhir dan tes yang digunakan untuk mengelompokkan individu kedalam
krlompok yang kecil berdasarkan perbedaan yang mencolok.
Reliabilitas yang tinggi diperlukan untuk tes yang digunakan untuk membuat
keputusan akhir dan tes yang digunakan untuk mengelompokkan individu kedalam
kategori yang beragam yang berdasarkan perbedaan yang kecil antara individu.
Tabel 4.Tingkat Reliabilitas untuk Berbagai Tipe Tes

Universitas Sumatera Utara

Estimasi
Reliabilitas
0.95
0.90
0.85
0.80
0.75
0.70
0.65
0.60
0.55
0.50

Bentuk
Tes

Tes Intelegensi
Tes Prestasi
Tes Pilihan
Ganda
Skala

Interpretasi

Pengukuran eror sebenarnya memiliki efek yang rendah


Reliabilitas tinggi-sedang

Reliabilitas sedang-rendah

Reliabilitas rendah
Tes Proyektif
Skor murni dan eror memiliki efek yang sama dalam
pengukuran

Berdasarkan tabel diatas maka IST harus memiliki koefisien reliabilitas


sebesar 0.9.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Koefisien Reliabilitas
Crocker & Algina (2005) menjelaskan bahwa ada 3 hal utama yang secara
tidak langsung mempengaruhi tinggi rendahnya koefisien reliabilitas suatu instrumen,
yaitu:
1. Homogenitas Kelompok
Homogenitas kelompok harus diperhatikan ketika menyusun alat tes karena
dalam suatu kondisi tes, semakin besar homogenitas kelompok berkaitan dengan
trait-trait tertentu yang diukur maka indeks reliabilitas akan semakin rendah bila
dibandingkan dengan kondisi ketika kelompok sampel lebih heterogen.
2. Batasan Waktu dalam Tes

Universitas Sumatera Utara

Tes yang memiliki waktu yang lebih panjang cenderung akan memiliki indeks
reliabilitas yang lebih tinggi dibandingkan tes yang memiliki waktu yang lebih
pendek.
3. Panjang Tes
Panjang dari suatu tes sangat bergantung dengan seberapa banyaknya aitemaitem yang menyusun tes tersebut. Semakin banyak aitem yang memiliki kualitas
baik dalam suatu tes, maka semakin tinggi pula indeks reliabilitas instrumen tersebut.

5. Validitas
a. Pengertian Validitas
Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannnya pengukuran
tersebut, sehingga disini tampak bahwa bahwa pengertian validitas juga sangat erat
kaitannya dengan tujuan pengukuran, oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku
umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan
ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik, dengan demikian, pernyataan valid
terhadap suatu pengukuran harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada
tujuan awal pengukuran serta kelompok subjek yang mana (Azwar, 2007).
Sisi lain dari pengertian validitas menurut Azwar (2007) adalah aspek
kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang
cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat
memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek
yang satu dengan yang lain.
b. Jenis-Jenis Validitas
1. Content related validation
Validitas isi menunjukkan sejauhmana tes yang merupakan seperangkat
aitem-aitem dilihat dari isinya memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk
diukur (sesuai dengan kawasan ukur). Ukuran sejauhmana ini ditentukan berdasar
indeks representatifnya isi tes tersebut bagi isi hal yang akan diukur. Validitas
berdasarkan estimasi isi merupakan bentuk validitas yang diestimasi lewat pengujian
terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.
2. Criterion related validation
Validitas berdasar kriteria merupakan validitas yang diperlihatkan oleh
adanya hubungan skor pada tes yang bersangkutan dengan skor suatu criteria, dalam
validasi tes berdasar kriteria, umumnya tes yang akkan diuji validitasnya disebut
sebagai prediktor. Prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam
validitas, yaitu :
a). Validitas prediktif
Estimasi validitas prediktif sangat penting artinya bila tes yang dimaksud
berfungsi sebagai prediktor bagi performansi diwaktu yang akan datang (Azwar,
2005).

Universitas Sumatera Utara

b). Validitas konkuren


Estimasi validitas konkuren dilakukan apabila skor tes dan skor kriterianya
dapat diperoleh dalam waktu yang sama. Azwar (2007) mengatakan bahwa
sebagian besar faktor kriteria dalam estimasi validitas konkuren ialah skor tes lain
yang biasanya sudah teruji dan terstandar dengan baku.
3. Construct related validation
Ada baiknya diketahui pengertian konstrak terlebih dahulu, Sebelum
membahas tentang validitas konstrak, konstrak psikologis adalah suatu konsep yang
dengan kesadaran penuh sengaja diciptakan bagi tujuan ilmiah khusus, dan konsep
adalah merupakan abstraksi yang terbentuk melalui generalisasi dari hal-hal khusus
(Kerlinger, 1973). Konstrak terdiri dari dua proposisi, yaitu:
1.

Definisi dan spesifikasi mengenai suatu konsep secara sistematis dan terencana
sehingga memungkinkan dilakukannya observasi an pengukuran terhadapnya.
Dalam hal ini konstrak dapat berupa petunjuk kegiatan-kegiatan atau tindakan
yang diperlukan dalam pengukuran suatu konstrak.

2.

Konstrak tersebut dimasukkan kedalam bagan teori yang dengan berbagai cara
akan dikaitkan dengan konstrak-konstrak lain. Dengan kata lain merumuskan
hipotesis yang mengaitkan konstrak baru tersebut dengan konstrak-konstrak lain
kedalam jalinan teoritis yang kompak.
Prinsipnya, pengujian kedua proposisi inilah yang menjadi fokus kajian dalam

validitas konstrak. Validitas konstrak adalah validitas yang menunjukkan sejauhmana

Universitas Sumatera Utara

suatu tes mengukur trait atau konstrak teoretik yang hendak diukurnya (Azwar,
2007). Fokus pengujian validitas konstrak tersebut adalah:
1. Apakah data yang dikumpulkan dari alat ukur yang disusun telah mendukung
konstruksi teorinya.
2. Apakah bukti-bukti empiris yang dikumpulkan dari berbagai pengujian relasi
telah mendukung hipotesis dalam bagan teorinya.
Berdasarkan kedua fokus pengujian validitas konstrak tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa fokus pengujian pertama adalah analisis faktor dan fokus
pengujian yang kedua adalah analisis multitrait multimethode.
1. Analisis faktor
Analisis faktor merupakan kumpulan prosedur matematik yang kompleks guna
menganalisis hubungan diantara variable-variabel dan menjelaskan hubungan tersebut
dalam bentuk kelompok variable yang terbatas yang disebut faktor.

2. Analisis multitrait multimethode


Campbell dan Fiske (dalam Murphy & Davidshofer, 2003) menguraikan
tentang cara mengukur validitas konstrak dan menjelaskan bahwa jika ingin
mengukur dua konstrak atau lebih menggunakan dua macam metode atau lebih dapat
menggunakan pendekatan multitrait multimethode.
Pendekatan multitrait multimethode menghasilkan dua macam validitas, yakni
validitas konvergen dan validitas diskriminan. Dasar pemikirannya adalah suatu tes

Universitas Sumatera Utara

harus berkorelasi tinggi dengan variabel-variabel yang secara teori harus berkorelasi
tinggi inilah yang disebut validitas konvergen dan tidak berkorelasi dengan variablevariabel yang secara teori tidak berkorelasi (validitas diskriminan).
Teknis penerapan pendekatan multitrait multimethode adalah sebagai berikut.
Pada suatu kesempatan dilakukan pengukuran terhadap lebih dari satu konstrak
dengan menggunakan lebih dari satu metode, kemudian diari interkorelasi antara hasil
pengukuran itu. Interkorelasi itu adalah antara hal-hal berikut:
1. Konstrak yang sama diukur dengan alat yang sama (monotrait-monomethode).
2. Konstrak yang sama diukur dengan alat yang berbeda (monotraitheteromethode).
3. Konstrak yang berbeda diukur dengan alat yang sama (heterotraitmonomethode).
4. Konstrak yang berbeda diukur dengan alat yang berbeda (heterotraitheteromethode).
Teori koefisien korelasi untuk keempat hal yang telah dijelaskan adalah:
1. Konstrak yang sama diukur dengan alat yang sama (monotrait-monomethode)
koefisien korelasinya akan tinggi karena menjelaskan tentang unsur
konvergen
2. Konstrak yang berbeda diukur dengan alat yang berbeda (heterotraitheteromethode) koefisien korelasinya akan tinggi karena menjelaskan tentang
unsur diskriminan ( Suryabrata,2005).

Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini akan menggunakan validitas konstruk tes dengan metode


multitrait-multimethode meliputi validitas diskriminan dan validitas konvergen.
c. Interpretasi Koefisien Validitas
Interpretasi koefisien validitas bersifat relatif, tidak ada batasan pasti
mengenai koefisien terendah yang harus dipenuhi agar validitas dinyatakan
memuaskan. Estimasi validitas pada umumnya tidak dapat dituntut koefisien yang
tinggi sekali.
Koefisien validitas yang dianggap memuaskan akan dikembalikan kepada
para penguji validitas dan pemakai tes itu sendiri, terutama pemakai alat tes yang
akan memanfaatkan keputusan yang didasari hasil pengukuran yang bersangkutan
(Azwar, 2005). Koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0,30.
Angka ini ditetapkan sebagai konvensi yang didasarkan pada asumsi distribusi skor
dari kelompok subjek yang berjumlah besar.

6. Analisis Karakteristik Psikometri


Alat tes merupakan kumpulan aitem-aitem yang disusun sedemikian rupa

sehingga dapat digunakan untuk mengukur sesuatu yang menjadi tujuannya, jadi
dapat dikatakan bahwa alat tes yang berkualitas akan disusun oleh aitem yang
berkualitas juga. Kualitas suatu aitem dapat dilihat dari analisis aitemnya, Menurut
(Murphy & Davidshofer, 2003) analisis aitem dapat memberikan tiga informasi
penting yaitu, informasi tentang distraktor, informasi tentang tingkat kesukaran aitem

Universitas Sumatera Utara

dan informasi tentang daya beda aitem. Tiga informasi ini berbeda namun saling
terkait satu dan yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam keterkaitan antara distraktor
dengan kesukaran aitem, kesukaran aitem dengan diskriminasi dan distraktor dengan
diskriminasi.
Tingkat kesukaran aitem sangat dipengaruhi oleh tingkat keterpercayaan
distraktor, jika semua distraktor tidak masuk akal maka subjek akan dengan mudah
untuk memilih jawaban yang benar tanpa harus memiliki pengetahuan tentang hal
yang ditanyakan, tentu hal ini mempengaruhi tingkat kesukaran aitem, sehingga
tingkat kesukaran aitem menjadi rendah.
Tingkat kesukaran aitem secara langsung mempengaruhi diskriminasi aitem.
Aitem yang sangat susah (p = 0) dan aitem yang sangat mudah (p = 1) tidak dapat
membedakan antara subjek yang memiliki pengetahuan dan subjek yang tidak
memiliki pengetahuan sehingga indeks daya beda bernilai rendah.
Aitem yang memiliki distraktor yang buruk tentu memiliki indeks daya beda
aitem yang buruk juga, karena sebagaimana yang telah dijelaskan tadi, distraktor
yang buruk akan membuat subjek dengan mudah menjawab pertanyaan atau
sebaliknya membuat subjek susah untuk menjawab pertanyaan sehingga juga
berpengaruh terhadap diskriminasi aitem karena tidak dapat membedakan subjek
yang memiliki pengetahuan dengan subjek yang tidak memiliki pengetahun.
Perubahan banyaknya aitem akan menyebabkan perubahan reliabilitas. Bila
aitem dalam tes bertambah banyak, maka sampai batas tertentu reliabilitasnya juga
akan meningkat (Azwar, 2005), namun perlu diingat bahwa hanya penambah aitem

Universitas Sumatera Utara

yang berkualitaslah yang dapat meningkatkan reliabilitas. Tes yang meningkat


reliabilitasnya akan meningkat pula validitasnya, karena semakin tinggi proporsi
varians skor tampak yang merupakan varians skor murni maka semakin tinggi
reliabilitasnya maka semakin besar pula varians yang sama-sama dimiliki oleh tes dan
kriterinya sehingga validitasnya akan semakin tinggi juga. Alat tes yang baik haruslah
reliabel dan valid.
C. Intelligenz Strukture Test
1. Sejarah dan Perkembangan
Amthauer mendefinisikan intelegensi sebagai sebuah bagian khusus dalam
keseluruhan struktur kepribadian manusia. Intelegensi tidak hanya identik dengan
proses intelektual, melainkan erat kaitannya dengan kehidupan dorongan,
kemampuan, dan perasaan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, intelegensi
merupakan keseluruhan struktur dari kemampuan jiwa-rohani yang akan tampak
jelas dalam hasil tes. Intelegensi hanya akan dapat dikenali melalui manifestasinya
misalnya pada hasil atau prestasi suatu tes. Dari pemikirannya tersebut, Amthauer
berasumsi bahwa hasil tes dan kemampuan yang disimpulkan dari hasil tes memiliki
kaitan satu sama lain dan membentuk suatu struktur tidak hanya hasil tes nya, begitu
pula dengan pemeriksaannya. Dari asumsi inilah, Amthauer menyusun sebuah tes
yang dinamakan IST dengan hipotesis kerja sebagai berikut :
komponen dalam struktur tersebut tersusun secara hierarkis; maksudnya
bidang yang dominan kurang lebih akan berpengaruh pada bidang-bidang
yang lain; kemampuan yang dominan dalam struktur intelegensi akan
menentukan dan mempengaruhi kemampuan yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Pandangan Amthauer pada dasarnya didasari oleh teori faktor, baik itu teori
dua faktor, teori bifaktor, teori multifaktor, model struktur intelek Guilford dan teori
hierarki faktor. Berdasarkan teori faktor yang menyatakan bahwa untuk mengukur
inteligensi seseorang diperlukan suatu rangkaian baterai tes yang terdiri dari subtessubtes. Antara subtes satu dengan lainnya, ada yang saling berhubungan karena
mengukur faktor yang sama (general factor atau group factor), tapi ada juga yang
tidak berhubungan karena masing-masingnya mengukur faktor khusus (special
factor). Sedangkan kemampuan seseorang itu merupakan penjumlahan dari seluruh
skor subtes-subtes. Maka Amthauer menyusun IST sebagai baterai tes yang terdiri
dari sembilan subtes.
Karakteristik dari baterai tes Amthauer

menunjukan adanya

suatu

interkorelasi yang rendah antar subtesnya (r = 0.25) dan korelasi antara subtes dengan
jumlah (keseluruhan subtes) yang rendah pula ( r = 0.60). Rendahnya interkorelasi
antara subtes menunjukkan bahwa alat ukur tersebut lebih cenderung mengukur
kemampuan-kemampuan spesifik inteligensi individu.
Tes IST terus dikembangkan oleh Amthauer dengan bantuan dari para
koleganya, berikut adalah perkembangan tes IST dari tahun 1953 hingga tahun 2000an:
a. IST 1953
IST yang pertama ini pada awalnya hanya diperuntukan untuk usia 14 sampai
dengan 60 tahun. Proses penyusunan norma diambil dari 4000 subjek pada
tahun 1953.

Universitas Sumatera Utara

b. IST 1955
IST merupakan pengembangan dari IST 1953, pada IST 1955 range untuk
subjek diperluas menjadi berawal dari umur 13 tahun. Subjek dalam
penyusunan norma bertambah menjadi 8642 orang. Pada tes ini sudah ada
pengelompokan jenis kelamin dan kelompok usia
c. IST 70
Permintan dan tuntutan pengguna yang menyarankan pengkoreksian dengan
mesin juga pengembangan tes setelah penggunaan lebih dari 10 tahun, maka
disusunlah IST 70. Dalam IST 70 ini tidak terlalu banyak perubahan, tes ini
memiliki 6 bentuk, setiap pemeriksaan dilakukan 2 tes sebagai bentuk parallel
yaitu A1 dan B2, atau C3 dan D4. Dua bentuk lainnya untuk pemerintah dan
hanya bagi penggunaan khusus. Pada IST 70, rentang kelompok usia diperluas
menjadi berawal dari 12 tahun. Disamping itu telah ditambah tabel kelompok
dan pekerjaan. Namun demikian, pada IST 70 terdapat kekurangan yaitu
penyebaran bidang yang tidak merata dan menggunkan kalimat dalam subtes
RA sehingga jika subjek gagal dalam subtes ini dapat dimungkinkan karena
tidak mampu mengerjakan soal hitungannya atau tidak mengerti kalimatnya.
d. IST 2000
Koreksi dari IST 70, pada IST 2000 tidak terdapat soal kalimat pada soal
hitungan.
e. IST 2000-Revised

Universitas Sumatera Utara

Terdapat beberapa perkembangan subtes pada IST 2000-R dan

juga

penambahan subtes. IST ini terdiri dari 3 modul, yaitu sebagai berikut :
1. Grundmodul-Kurzform (Modul Dasar-Singkatan); terdiri dari subtes : SE,
AN, GE, RE, ZR, RZ, FA, WU, dan MA.
2. Modul ME; terdiri dari subtes ME Verbal dan ME Figural
3. Erweiterungmodul (Modul "menguji pengetahuan"); terdiri dari subtes
Wissentest (tes pengetahuan)

2. Subtes IST
IST adalah tes intelegensi yang dikembangkan oleh Rudolf Amthauer di
Frankfurt, Jerman pada tahun 1953. Tes ini dipandang sebagai gestalt (menyeluruh),
yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan secara makna (struktur).
Struktur intelegensi tertentu meggambarkan pola kerja tertentu, sehingga akan cocok
untuk profesi atau pekerjaan tertentu.
Tes ini dikonstruksikan untuk subjek usia 14-60 tahun setelah melalui uji coba
kurang lebih pada 4000 orang.
Di Indonesia tes ini pertamakali digunakan oleh psikolog angkatan darat
Bandung, Jawa Barat. Intellegenz struktur test (IST) terdiri dari 9 subtes yaitu:
1. SE: melengkapi kalimat

Universitas Sumatera Utara

Subtes ini mengukur pembentukan keputusan (dapatkah seseorang berprestasi,


rasa realitas/ menilai yang mendekati realitas, common sense (memnfaatkan
pengalaman masa lalu), dapatkah seseorang berpikir secara berdikari/ mandiri,
dan berpikir praktis dalam kehidupan sehari-hari
2. WA: melengkapi kalimat
Subtes ini mengukur kemampuan bahasa, perasaan empati, berpikir induktif
menggunakan bahasa, memahami pengertian.

3. AN: persamaan kata


Subtes ini mengukur kemampuan fleeksibilitas dalam berpikir, kemampuan
berpikir logis/menggunakan pikiran sebagai dasar dalam berpikir (kedalaman
berpikir).
4. GE: sifat yang dimiliki bersama
Subtes ini mengukur kemampuan abstraksi, kemampuan untuk mneyatakan
pengertian akan seseuatu dalam bentuk bahasa, membentuk suatu pengertian
atau mencari inti persoalan.
5. RA: berhitung
Subtes ini melihat aspek berpikir induktif praktis hitungan, kemampuan
berhitung, menggunakan bilangan secara praktis dalam masalah hitungan.
6. ZR: deret angka

Universitas Sumatera Utara

Subtes ini akan melihat bagaimana cara berpikir teoritis dengan hitungan
7. FA: memilih bentuk
Subtes ini akan mengukur kemampuan dalm membayangkan, kemampuan
mengkonstruksi

(sintesa

dan analisa),

berpikir

konkrit

menyeluruh,

memasukkan bagian pada suatu keseluruhan.


8. WU: latihan balok
Subtes ini akan mengukur daya bayang ruang, dan kemapuan tiga dimensi.
9. ME: latihan simbol
Subtes ini mengukur daya ingat, konsentrasi yang menetap, dan daya tahan.
IST berdasarkan karakteristiknya, tergolong kelompok Multiple Aptitude
Batteries Test, yaitu sebuah tes yang tersusun atas serangkaian subtes dimana masingmasing subtes tersebut mengukur suatu kemampuan (Anastasia& Urbina, 1997).
3. Subtes Satzergaenzung (SE)
Subtes SE mengukur common sense, pembentukan keputusan, kemadirian
berpikir, penekanan pada konkrit praktis, dan pemakaian realitis. aitem-aitemnya
akan menuntut subjek untuk melakukan penilaian berdasarkan pengalaman konkrit
dan informasi faktual yang dimilikinya dari penilaian subjek dapat dilihat apakah
subjek mampu membentuk penilaian secara mandiri atau tergantung pada orang
banyak dan apakah subyek memiliki kemampuan reasoning yang baik.
Subtes SE terdiri dari 20 soal yang terdiri atas kalimat-kalimat, dengan lima
pilihan jawaban. Skoring subtes ini berupa dikotomi, yaitu skor 0 untuk jawaban
salah dan skor 1 untuk jawaban benar.

Universitas Sumatera Utara

Subtes ini mengharuskan subyek untuk memilih salah satu kata yang tepat
untuk mengisi satu kata yang hilang, sehingga susunan kalimat kalimat dalam soal
menjadi sempurna.
Tahap skoring yang digunakan adalah dengan memeriksa setiap jawaban
dengan menggunakan kunci jawaban yang telah disediakan. Untuk semua subtes SE
setiap jawaban benar diberi nilai 1, untuk jawaban salah atau kosong diberi nilai 0.
Total nilai benar yang sesuai dengan kunci jawaban merupakan Raw Score
(RW) nilai ini belum dapat diinterpretasi sesuai dengan norma yang digunakan. Nilai
RW yang sudah dibandingkan dengan norma disebut dengan Standardized Score
(SW). Nilai SW inilah yang dapat menjadi materi untuk tahap selanjutnya yaitu
interpretasi. Adapun norma yang digunakan adalah sesuai dengan kelompok umur
subjek.
a. Interpretasi
Tahap interpretasi dapat dilakukan setelah didapatkan Standardized Score.
Kesembilan subtes saling berkaitan, sehingga harus dilakukan semuanya dan
interpretasinya harus dilakukan secara keseluruhan. Interpretasi yang dapat dilakukan
dari tes IST adalah sebagai berikut :
1. Taraf Kecerdasan
Taraf kecerdasan didapat dari total SW. Nilai ini dapat diterjemahkan menjadi
Intelligent Quotient (IQ). Nilai ini dapat menggambarkan perkembangan individu
melalui pendidikan dan pekerjaan. Nilai ini perlu dihubungkan dengan latar belakang
sosial serta dibandingkan dengan kelompok seusianya.

Universitas Sumatera Utara

2. Dimensi Festigung-Flexibilitas
Dimensi Festigung-Flexibilitas menggambarkan corak berpikir yang dimiliki
oleh subjek. Dimensi Festigung-Flexibilitat merupakan dua kutub yang ekstrim,
keduanya menggambarkan corak berpikir yang ekstrim pula. Kutub Festigung
memiliki arti corak berpikir yang eksak, sedangkan kutub Flexibilitt memiliki arti
corak berpikir yang non-eksak. Corak berpikir ini merupakan hasil perkembangan
(pengalaman) individu yang akan semakin mantap ke salah satu kutub seiring
bertambahnya usia.
Menentukan seseorang subjek apakah memiliki kecenderungan Festigung atau
Flexibilitat adalah dengan membandingkan nilai GE+RA dengan nilai AN+ZR. Jika
nila GE+RA lebih besar maka subjek memiliki kecenderungan Festigung, sebaliknya
jika nilai AN+ZR lebih besar maka subjek memiliki kecenderungan Flexibilitas.
Tabel 5. Perbandingan Nilai Festingung &
Flexibilitat
GE+RA
GE+RA

>
<

AN+ZR
AN+ZR

Festigung
Flexibilitat

Keterangan: jika selisih 10


maka tidak dapat dilakukan interpretasi.

Subjek memiliki nilai GE = 117; RA = 105; AN =126; dan ZR = 117. Maka


nilai AN+ZR lebih besar

dari GE+RA sebesar +21, dengan demikian subjek

memiliki corak berpikir yang flexibilitat (fleksibel).


3. Profil M-W
Profil M-W menggambarkan cara berpikir, apakah verbal-teoritis atau praktiskonkrit. Untuk mendapatkan profil M atau W ini dapat dilihat dari 4 subtes pertama

Universitas Sumatera Utara

(SE, WA, AN, GE) yang tampak pada grafik, jika grafik menunjukan bentuk M pada
empat subtes pertama maka profilnya adalah M (verbal-teoritis), jika yang tampak
adalah bentuk huruf W maka profilnya adalah W (praktis-konkrit).
Grafik diatas menunjukan 4 subtes pertama (SE, WA, AN, GE) sebagai bentuk
M, sehingga profil yang dimiliki subjek adalah profil M. Profil M mengandung arti
bahwa subjek memiliki cara berpikir yang verbal-teoritik.
4. Struktur Kecerdasan
Struktur kecerdasan menggambarkan kecerdasan subjek berdasarkan masingmasing subtes.

5. Kesesuaian terhadap Jurusan atau Pekerjaan


Interpretasi yang kelima adalah kesesuaian dengan jurusan atau pekerjaan
(sesuai dengan kepentingan). IST biasanya digunakan dalam proses seleksi, baik
seleksi jurusan di SMU, seleksi perguruan tinggi, maupun seleksi pekerjaan. Untuk
melihat kesesuaian terhadap jurusan atau pekerjaan, perlu ditinjau norma untuk
masing-masing jurusan atau pekerjaan yang berisi nilai SW sebagai batas yang
dibutuhkan untuk jurusan atau pekerjaan tersebut. Disamping itu, untuk melihat
kesesuaian terhadap jurusan dapat pula dilakukan dengan melihat grafik subjek dan
membandingkannya dengan bentuk grafik jurusan atau pekerjaan tertentu; jika
bentuknya kurang lebih sama, maka subjek memiliki kesempatan untuk menempuh
jurusan/pekerjaan tersebut ( Polhaupessy dalam Diktat Kuliah IST UNPAD, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai