NIM : 071411731038
Prodi : Antropologi - FISIP
Pada Jaman Dahulu, Di Jawa Timur ada sebuah kerajaan besar. Kerajaan Kahuripan
namanya. Rajanya bernama Prabu Airlangga. Prabu Airlannga berasal dari Pulau Bali. Ia
adalah seorang putra raja di Bali. Saat usia Prabu Airlangga sudah tua, Ia ingin menjadi
pertapa. Tahta Kerajaan Kahuripan akan di serahkan pada Putri Permaisurinya yang hanya
seorang.
Ia
putri
yang
cantik
jelita.
Namanya
Sanggramawijaya
Tunggadewi.
Sri
Samarawijaya
dan
Mapanji
Prabu Airlangga.
" Tahta milik Ayahanda Prabu Airlangga di Pulau Bali sudah diberikan kepada adik Prabu
Airlangga yang bernama Anak Wungsu!" Lapor Empu Baradha setibanya dari Pulau Bali.
" Tak apa-apa, Bapak Empu! Terima kasih Bapak Empu sudah melaksanakan apa yang
kusuruh. Sekarang bantu aku membagi Kerajaan Ini dengan adil untuk kedua putraku, Sri
Samarawijaya dan Mapanji Garasakan!"
" Baiklah, Baginda Raja! Bagaiman kalau hamba yang membagi kerajaan Kahuripan ini
menjadi dua bagian yang sama besar?"
" Itu lebih baik Bapak Empu! Tapi, bagaimana caranya Bapak Empu membagi kerajaan ini
menjadi dua bagian sama besar?"
" Serahkan semuanya pada hamba,Baginda Raja! Hamba yang akan mengaturnya!"
" Baiklah Bapak Empu! Kuserahkan semua persoalan ini kepada Anda!"
Keesokan harinya, Empu Baradha terbang sambil membawa Kendi ( Teko dari tanah
liat ) berisi air. Dari angkasa, ia tupahkan air kendi itu sambil terbang melintas persis di
tengah-tengah Kerajaan Kahuripan. Ajaibnya, Tanah yang terkena tumpahan air Kendi
langsung berubah menjadi sungai. Sungai itu semakin besar dan airnya deras. Sungai itu
sekarang bernama Sungai Berantas.
Kerajaan Kahuripan pun sekarang terbagi menjadi dua bagian. Batasnya adalah ciptaan Empu
Baradha. Prabu Airlangga pun menyerahkan dua bagian dari Kerajaan Kahuripan itu kepada
Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
" Bagian Kerajaan Kahuripan sebelah timur sungai aku serahkan pada Putraku Mapanji
Garasakan! Kerajaan itu aku beri nama Kerajaan Jenggala, Sedangkan bagian barat sungai
aku serahkan pada putraku Sri Samarawijaya. Kerajaan itu kuberi nama Kerajaan
Panjalu/Kadiri ( sekarang Kota Kediri )." titah Prabu Airlangga.
Kini tentramlah hati Prabu Airlangga. Ia dengan tenang pergi dari Kerajaan Kahuripan
( Sebelum terbelah ) untuk menjadi seorang pertapa. Prabu Airlangga menjadi pertapa di
Pucangan. Ia mengganti namanya menjadi Maharesi Gentayu. Ketika meninggal dunia,
Jenazah Prabu Airlangga dimakamkan di lereng Gunung Penanggungan sebelah timur.
Konsep Teori
Srukturalisme Levi-Strauss menyangkut 3 hal yaitu 1) Bahasa dan Kebudayaan 2)
Mitos; 3) Odiepus.
1. Bahasa dan Kebudayaan
Para antropolog memandang adanya hubungan saling mempengaruhi antara bahasa
dan kebudayaan. Levi Strauss merupakan salah satu antropolog yang menggunakan
model bahasa untuk memahami fenomena sosial budaya.
-
Aspek tuturan
Dalam legenda tersebut dapat diketahui bahwa Prabu Airlangga
merupakan seorang raja yang sangat disegani karena keadilan dan
kebijaksanaannya dalam memerintah hal tersebut tercermin dalam setiap
keputusan-keputusan yang dibuatnya atau diumumkannya seperti pada
pembagian kerajaan Kahuripan menjadi dua yaitu Kerajaan Jenggala dan
Kerajaan Panjalu , dia memiliki tata krama dalam berbicara dengan orang
yang lebih tua (Empu Baradha) meskipun dia adalah seorang raja, dia tetap
menjaga sopan santunnya dan berbicara dengan penuh wibawa sebaliknya
orang lain, tua maupun muda juga sangat menghormatinya salah satunya
karena kecakapannya dalam memerintah.
2. Mitos
Mitos merupakan kepercayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat mengenai
suatu hal yang menurut masyarakat tersebut benar-benar terjadi. Mitos dapat
dianalisis dengan model linguistik sebagai sarana penyampaian pesan.
Dalam legenda tersebut memuat beberapa mitos diantaranya bahwa sungai
berantas berasal tumpahan air kendi Empu Baradha yang digunakan untuk membagi
kerajaan Kahuripan menjadi dua bagian untuk masing-masing anak Prabu Airlangga.
Masyarakat sekitar kediri juga mempercayai adanya mitos kutukan kota Kediri,
atau berdasar sejarah lisan disebutkan sungai berantas di Kediri ini mengandung suatu
kutukan, bahwa siapa saja pemimpin/raja (sekarang Presiden) yang berani melintasi
sungai Berantas dari Kota Kediri akan segera lengser dari jabatannya, hal itu seperti
sabda Prabu Airlangga yang mengatakan siapa saja pemimpin yang menyebrangi
sungai brantas akan jatuh dari kekuasaannya.
Mitos tersebut sampai saat ini masih di percayai oleh masyarakat Kediri,
terlebih setelah adanya kejadian-kejadian yang secara nyata memang terjadi, yaitu
seperti yang terjadi pada Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Presiden B.J
Habibie yang lenggser/ digulingkan dari jabatannya tidak lama setelah mengunjungi
kota kediri melewati sungai Brantas, Abdurrahman Wahid lengser dari jabatannya 3
hari usai melakukan kunjungan ke pondok Pesantren Lirboyo Kediri, sementara B.J
Habibie lengser 3 bulan usai kunjungannya ke Kediri.
3. Odiepus
Suatu aspek hubungan yang mendasari cerita legenda tersebut dari jaman dahulu
hingga jaman sekarang atau era modern seperti sekarang.
Cerita legenda ini dari dulu sampai sekarang masih di percayai oleh sebagaian
besar masyarakat Kediri, masyarakat Kediri meyakini mitos-mitos yang ada sebagai
benar dan memang terjadi. Selain itu Legenda ini juga diturunkan dari generasi ke
genarasi sehingga tidak mengalami kepunahan samapai sekarang. Hal tersebut
biasanya di ceritakan secara lisan oleh orang-orang tua kepada anak-cucunya maupun
keturunannya, mungkin agar mereka dapat mengambil hikmah dibalik legenda
tersebut, di antaranya sebagai pemimpin kita harus memiliki kebijaksanaan dan rasa
keadilan yang tinggi seperti yang telah dicontohkan oleh Prabu Airlangga, yang mana
beliau membagi kerajaannya menjadi dua bagian untuk kedua putranya agar kelak
tidak terjadi perebutan tahta maupun pemberontakan.
Daftar Pustaka
www.kediriraya.com/2011/08/legenda-sungai-brantas.html?m=1.Diakses pada tanggal
21 Mei 2015 14.22
www.lensaindoneisa.com/2014/02/28/presiden-sby-menjinakkan-kutukankediri.html. Diakses pada tanggal 21 Mei 2015 14.55